Kamis, 18 Juli 2019

KITĀB BAHJATU QULŪBIL ABRĀR, HADĪTS 39

🌍 BimbinganIslam.com
Rabu, 14 Dzulqa’dah 1440 H / 17 Juli 2019 M
👤 Ustadz Riki Kaptamto Lc
📗 Kitab Bahjatu Qulūbul Abrār Wa Quratu ‘Uyūni Akhyār fī Syarhi Jawāmi' al Akhbār
🔊 Halaqah 042 | Hadits 39
⬇ Download audio: bit.ly/BahjatulQulubilAbrar-H042
〰〰〰〰〰〰〰

*KITĀB BAHJATU QULŪBIL ABRĀR, HADĪTS 39*

بسم اللّه الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
الحمد لله ربّ العالمين والصلاة والسلام على نبينا محمد وعلى آله وأصحابه أجمعين، اما بعد

Kaum muslimin dan muslimat rahīmani wa rahīmakumullāh.

Ini adalah halaqah kita yang ke-42 dalam mengkaji kitāb: بهجة قلوب الأبرار وقرة عيون الأخيار في شرح جوامع الأخبار (Bahjatu Qulūbil Abrār wa Quratu 'uyūnil Akhyār fī Syarhi Jawāmi' Al Akhyār), yang ditulis oleh Syaikh Abdurrahmān bin Nāshir As Sa'dī rahimahullāh.

Kita sudah sampai pada pembahasan hadīts yang ke-39, yaitu hadīts yang diriwayatkan oleh Amr bin 'Auf Al Muzaniy radhiyallāhu ta'āla 'anhu. Beliau mengatakan, Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:

 الصُّلْحُ جَائِزٌ بَيْنَ الْمُسْلِمِينَ، إِلَّا صُلْحًا حَرَّمَ حَلَالًا وأَحَلَّ حَرَامًا، وَالْمُسْلِمُونَ عَلَى شُرُوطِهِمْ، إِلَّا شَرْطًا حَرَّمَ حَلَالًا وَأَحَلَّ حَرَامًا.

_"Melakukan shulh (perdamaian) boleh dilakukan di antara sesama kaum muslimin,  kecuali berdamai yang di dalamnya terkandung mengharamkan sesuatu yang halal atau menghalalkan sesuatu yang haram. Dan kaum muslimin wajib untuk diberikan sesuai dengan apa yang mereka syaratkan kecuali apabila syarat tersebut mengharamkan apa yang halal atau menghalalkan sesuatu yang haram."_

(Hadīts shahīh riwayat At Tirmidzī)

Syaikh Abdurrahmān bin Nāshir As Sa'dī rahimahullāh menjelaskan bahwa hadīts ini berisi tentang dua perkara penting di dalam bermuamalah.

Hadīts ini mencakup:

√ Perkara shulh (perdamaian) dan syarat melakukan perdamaian antara kedua belah pihak tatkala mereka bersengketa.

√ Perkara mengajukan syarat di dalam melakukan suatu akad.

⑴ Perkara shulh (perdamaian)

Shulh adalah perdamaian atau menempuh jalan damai tatkala berselisih atau bermusuhan.

Shulh merupakan sesuatu yang baik dan dianjurkan oleh syar'iat.

Apabila perdamaian tersebut mengharuskan salah satu atau kedua belah pihak merelakan haknya maka ini boleh dilakukan.

Selama hal itu tidak berupa mengharamkan apa yang halal seperti mengambil hak orang lain dengan tanpa izin, dan tidak pula menghalalkan sesuatu yang diharamkan seperti terjerumus ke dalam perbuatan riba (misalnya) merelakan haknya untuk menbayarkan riba.

Maka hal ini tidak diperbolehkan karena Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam di dalam hadīts ini mensyaratkan, "Bolehnya melakukan perdamaian selama tidak mengharamkan apa yang halal atau menghalalkan yang haram."

Dibawakan beberapa contoh dalam permasalahan ini.

Contoh:

• Permasalahan shulh (berdamai) yang boleh.

Si A meminjamkan uang pada si B dan si B (peminjam) mengakui memiliki hutang kepada si A, maka boleh si A (pemilik uang) merelakan sebagian uangnya atau merelakan semua uangnya tidak dibayar oleh si B (ini termasuk shulh)

Atau seandainya si B (yang berhutang) dia mengingkari bahwasanya dia memiliki hutang kepada si A, maka tidak mengapa si A (yang meminjamkan uang) merelakan hutangnya tidak dibayar oleh si B, daripada harus bertengkar dan bermusuhan gara-gara si B (yang berhutang) mengingkari kalau dia memiliki hutang kepada si A.

• Permasalahan dalam rumah tangga

Begitu juga di dalam kehidupan rumah tangga, boleh bagi suami istri untuk melakukan shulh (berdamai) tatkala mereka bersengketa dalam suatu hak, boleh merelakan beberapa hak dari masing-masing.

Allāh Subhānahu wa Ta'āla berfirman: 

فَلَا جُنَاحَ عَلَيۡهِمَآ أَن يُصۡلِحَا بَيۡنَهُمَا صُلۡحٗاۚ وَٱلصُّلۡحُ خَيرٌ

_"Maka keduanya dapat mengadakan perdamaian yang sebenarnya, dan perdamaian itu lebih baik (bagi mereka).”_

(QS. An Nissā': 128)

• Perdamian dalam hukum had

Melakukan shulh dalam permasalah hak yang harus ditunaikan dalam hukuman had.

Misalkan:

Pihak korban menggantinya dengan diyat pembayaran atas qishāsh (ganti qishāsh) atau atas luka yang ditimbulkan karena perbuatan tersebut maka ini termasuk hal yang boleh dilakukan oleh kedua belah pihak. 

Dan ini masuk dalam sabda Nabi shallallāhu 'alayhi wa salaam:

الصُّلْحُ جَائِزٌ

_"Melakukan perdamaian itu boleh. "_

⑵ Mengajukan syarat di dalam melakukan suatu akad.

Beliau shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:

وَالْمُسْلِمُونَ عَلَى شُرُوطِهِمْ، إِلَّا شَرْطًا حَرَّمَ حَلَالًا وَأَحَلَّ حَرَامًا

_"Dan kaum muslimin wajib untuk diberikan sesuai dengan apa yang mereka syaratkan kecuali apabila syarat tersebut mengharamkan apa yang halal atau menghalalkan sesuatu yang haram."_

Contoh:

Misalkan dalam syarat akad terdapat kelebihan riba, maka itu tidak diperbolehkan.

Syarat tersebut merupakan syarat yang bathil karena di dalam syarat tersebut, "menghalalkan apa yang haram".

Namun jika terlepas dari hal tersebut, (mengharamkan apa yang halal atau menghalalkan apa yang haram) maka pada asalnya syarat tersebut boleh dan wajib untuk ditunaikan.

Contoh:

Misalkan pada transaksi jual beli, si pembeli mensyaratkan adanya sifat-sifat tertentu yang telah disebutkan di dalam akad, maka penjual wajib memenuhi syarat yang telah diajukan tersebut.

Misalkan sang pembeli mensyaratkan penundaan pembayaran setelah beberapa waktu dengan tempo yang telah ditentukan, maka syarat ini boleh untuk disepakati dan penjual wajib untuk memberikan tenggang hingga batas waktu yang telah disepakati.

Atau sebaliknya,

Misalnya penjual dia mensyaratkan untuk memakai barangnya terlebih dahulu selang beberapa waktu setelah terjadinya akad (dengan ditentukan waktunya) maka ini juga boleh dilakukan.

Contoh:

Penjual akan menjual rumahnya namun mensyaratkan rumah tersebut baru akan diserahkan kepada pembeli setelah satu bulan terjadinya akad, maka ini juga boleh dilakukan.

Dari hadīts ini, Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam memberikan kepada kita faedah yang penting di dalam melakukan perdamaian dan di dalam mengajukan syarat di dalam bermuamalah sesama manusia.

Demikian beberapa faedah yang bisa kita ambil dari hadīts yang mulia ini.

Semoga ini bisa memberikan kepada kita pencerahan tentang bagaimana mengajukan atau melakukan perdamaian di dalam bersengketa dengan orang lain dan juga mengajukan syarat di dalam bermuamalah dengan orang lain.

Demikian yang bisa kita bahas pada halaqah  kali ini.

In syā Allāh akan kita lanjutkan pembahasan hadīts berikutnya pada halaqah yang akan datang.

وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه  وسلم
والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته

_________________________

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kajian

IMAN TERHADAP WUJUD ALLĀH

🌍 BimbinganIslam.com 📆 Jum'at, 30 Syawwal 1442 H/11 Juni 2021 M 👤 Ustadz Afifi Abdul Wadud, BA 📗 Kitāb Syarhu Ushul Iman Nubdzah  Fī...

hits