Selasa, 31 Oktober 2017

Halaqah 16 Perdukunan

BimbinganIslam.com
Selasa, 11 Shafar 1439 H / 31 Oktober 2017 M
 Ustadz 'Abdullāh Roy, MA
 Silsilah Belajar Tauhid
 Halaqah 16 | Perdukunan
➖➖➖➖➖➖➖
PERDUKUNAN
بسم اللّه الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله
Halaqah yang ke-16 dari Silsilah Belajar Tauhid adalah tentang "Perdukunan".
Dukun adalah orang yang mengaku mengetahui sesuatu yang ghaib yang tidak diketahui oleh kebanyakan manusia, seperti:
• Mengetahui barang yang hilang, pencurinya.
• Mengetahui ramalan nasib.
• Dan lain-lain.
Dia mengaku mengetahui hal-hal tersebut dengan cara-cara tertentu, seperti dengan:
• Melihat bintang.
• Menggaris di tanah.
• Melihat air di mangkok.
• Dan lain-lain.
Dengan cara ini para dukun memakan harta manusia.
Saudaraku sekalian,
Ketahuilah bahwa perdukunan dengan namanya yang bermacam-macam adalah perkara yang diharamkan di dalam agama Islam.
Ilmu ghaib yang mereka akui pada hakikatnya adalah kabar dari jin yang mereka mintai bantuan.
Sedangkan cara-cara tersebut hanyalah untuk menutupi kedoknya sebagai seorang yang meminta bantuan jin dan juga syaithān.
Kita sudah mengetahui bersama bahwa iblis sudah berjanji akan menyesatkan manusia dan menyeret mereka bersamanya ke dalam neraka.
Iblis dan juga keturunannya tidak akan membantu sang dukun kecuali apabila dukun tersebut kafir kepada Allāh.
Para ulama menghukumi dukun sebagai orang yang kafir dengan sebab ini.
Dan harta yang dia dapatkan dari pekerjaan ini adalah harta yang haram.
Berkaitan dengan ramalan yang kadang benar maka sebagaimana yang dikabarkan Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam dalam hadits yang shahih, bahwa para jin bekerjasama untuk mencuri kabar dari langit.
Apabila mendengar sesuatu maka jin yang di atas akan mengabarkan kepada yang di bawahnya dan seterusnya, sehingga sampai ke telinga dukun.
⇒ Terkadang dia terkena lemparan bintang sebelum menyampaikan kabar tersebut.
⇒ Dan terkadang pula sempat menyampaikan sebelum akhirnya terkena lemparan bintang.
Kabar sedikit ini atau kabar sedikit yang sampai ini akan ditambah-tambah oleh dukun tersebut dengan kedustaan yang banyak.
Apa yang benar terjadi sesuai dengan yang dia kabarkan akan dijadikan alat mencari pembenaran dan kepercayaan dari manusia.
◆ Orang Islam dilarang sekali-kali datang ke dukun dengan maksud meminta bantuan, bagaimanapun susahnya keadaan dia.
Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda yang artinya:
"Barangsiapa yang mendatangi seorang dukun kemudian membenarkan apa yang dia ucapkan, maka dia telah kufur terhadap apa yang telah diturunkan kepada Muhammad."
(HR Abū Dāwūd, Tirmidzi, Ibnu Mājah dan dishahihkan oleh Syaikh Al Albāni rahimahullāh).
Dalam hadits yang lain Beliau mengatakan:
مَنْ أتى عَرَّافًا فَسَأَلهُ عَنْ شَئٍ لم تقْبَل لَهُ صَلاةُ أربعينَ ليلةً
"Barangsiapa yang mendatangi dukun kemudian bertanya kepadanya tentang sesuatu maka tidak diterima darinya shalat selama 40 hari."
(HR Muslim)

Meskipun sebagian ulama berpendapat bahwa mendatangi dukun tidak sampai mengeluarkan seseorang dari Islam, namun kedua hadits di atas cukup menunjukkan besarnya dosa orang yang mendatangi dukun.
Semoga Allāh Subhānahu wa Ta'ālā menjadikan kita merasa cukup dengan yang halal dan menjauhkan kita dari yang haram.
Itulah halaqah yang ke-16 dan sampai bertemu kembali pada halaqah yang selanjutnya.
وصلى الله على نبينا محمد و على آله و صحبه أجمعين
Saudaramu, 'Abdullāh Roy
✒Ditranskrip oleh Tim Transkrip BiAS
_________________________

Halaqah 15 Sihir

BimbinganIslam.com
Senin, 10 Shafar 1439 H / 30 Oktober 2017 M
 Ustadz 'Abdullāh Roy, MA
 Silsilah Belajar Tauhid
 Halaqah 15 | Sihir
➖➖➖➖➖➖➖
SIHIR
بسم اللّه الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله و على آله و صحبه أجمعين

Halaqah yang ke-15 dari Silsilah Belajar Tauhid adalah tentang "Sihir".
Ayyuhal ikhwah,
Sihir bermacam-macam jenisnya.
Dan sihir yang merupakan kesyirikan adalah sihir yang terjadi dengan meminta pertolongan kepada syaithān.
Dan syaithān tidak akan menolong seseorang kecuali setelah melakukan perkara yang dia ridhai, yaitu kufur (kāfir) kepada Allāh, dengan cara:
• ⑴ Menyerahkan sebagian ibadah kepada syaithān tersebut.
• ⑵ Menghina Al Qurān.
• ⑶ Mencela agama.
• ⑷ Dan lain-lain.
Allāh berfirman:
وَمَا كَفَرَ سُلَيْمَانُ وَلَٰكِنَّ الشَّيَاطِينَ كَفَرُوا يُعَلِّمُونَ النَّاسَ السِّحْرَ
"Dan bukanlah Sulaiman yang kafir, akan tetapi syaithān-syaithānlah yang kafir, mereka mengajarkan sihir kepada manusia."
(QS Al-Baqarah: 102)
Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda (yang artinya):
"Jauhilah 7 perkara yang membinasakan."
Para shahābat bertanya: "Ya Rasūlullāh, apa 7 perkara tersebut?"
Maka Beliau shallallāhu 'alayhi wa sallam mengatakan:
"Syirik kepada Allāh, sihir,...(dst)."
(Muttafaqun 'alaih)
Hukuman bagi seorang tukang sihir jenis ini adalah hukuman mati, bila dia tidak bertaubat sebagaimana telah dicontohkan oleh para shahābat Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam.

Dan yang berhak untuk melakukan hukuman tersebut adalah pemerintah yang sah dan bukan individu.
Mempelajari sihir termasuk perkara yang diharamkan, bahkan sebagian ulama menghukumi pelakunya keluar dari Islam.
Demikian pula meminta supaya disihirkan juga perbuatan yang haram karena Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam mengabarkan bahwa bukan termasuk pengikut Beliau (yaitu) orang yang menyihir & orang yang meminta disihirkan.
Sebagaimana dalam sebuah riwayat yang diriwayatkan oleh Al Bazzar dalam Musnadnya dan dishahihkan oleh Syaikh Al Albaniy rahimahullāh.
Seorang Muslim hendaknya mengambil sebab untuk membentengi diri dari sihir.
Diantaranya adalah dengan:
⑴ Menjaga dzikir-dzikir yang di syariatkan, seperti:
• Dzikir pagi & petang
• Dzikir-dzikir setelah shalat 5 waktu
• Dzikir akan tidur
• Dzikir mau makan
• Dzikir masuk & keluar rumah
• Dzikir masuk & keluar kamar kecil
• Dan lain-lain.
⑵ Dan membersihkan diri dan juga rumah dari perkara-perkara yang membuat ridha syaithān, seperti:
• Jimat-jimat
• Musik-musik
• Gambar-gambar makhluk bernyawa
• Dan lain-lain.
Dan apabila qaddarullāh terkena sihir maka hendaknya dia:
√ Bersabar.
√ Merendahkan diri kepada Allāh.
√ Memohon dariNya kesembuhan.
√ Dan berpegang dengan ruqyah-ruqyah yang disyari'atkan.
√ Dan jangan sekali-kali dia berusaha untuk menghilangkan sihir dengan cara meminta bantuan jin, baik secara langsung maupun lewat dukun, paranormal dan yang semisal dengan mereka.
Semoga Allāh Subhānahu wa Ta'ālā melindungi kita dan juga keluarga kita dari semua kejelekan di dunia dan juga di akhirat.
Itulah halaqah yang ke-15 dan sampai bertemu kembali pada halaqah yang selanjutnya.
و صلى الله على نبينا محمد و على آل نبينا محمد و على آله و صحبه أجمعين
Saudaramu, 'Abdullāh Roy
✒Ditranskrip oleh Tim Transkrip BiAS
________________________________

Sabtu, 28 Oktober 2017

SEBELUM ANDA TIDUR… ‼️

KEUTAMAAN ILMU:
Edisi muroja'ah :

⚠️ SEBELUM ANDA TIDUR… ‼️

✅ Islam sebagai agama yang sempurna telah mengajarkan beberapa adab mulia yang sepantasnya dilakukan oleh seorang muslim ketika hendak tidur. Di antara adab-adab tersebut adalah:

💢 Mematikan lampu
🚏 Hanya berlaku bagi lampu yang dinyalakan dengan api.
Di dalam Shahih Al-Bukhari dan Muslim diceritakan, “Bahwasanya di Kota Madinah ada sebuah rumah yang terbakar di malam hari. Ketika disampaikan kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam tentang peristiwa tersebut, maka beliau bersabda,
🔅 “Sesungguhnya api ini adalah musuh bagi kalian. Apabila kalian hendak tidur maka padamkanlah.”

🔏 Menutup Pintu
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam Bersabda, “dan tutuplah pintu-pintu, karena Syaithan tidak dapat membuka pintu yang tertutup.” (Hadits Jabir bin Abdillah diriwayatkan Imam Muslim)

☔️ Beruwudhu’ Terlebih Ketika dalam Keadaan Junub
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam Bersabda, “Apabila kamu akan mendatangi tempat tidurmu, maka berwudhu’lah seperti wudhu’ mu ketika hendak shalat…” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

💐 Mengebuti Tempat Tidur dengan Membaca Basmalah
Ini adalah SUNNAH yang sering DITINGGALKAN. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda,
“Apabila salah seorang kalian hendak berbaring di tempat tidurnya, maka kebutilah tempat tidurnya dengan ujung sarungnya. Karena sesungguhnya dia tidak mengetahui apa yang akan menimpanya kemudian.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Dalam riwayat Muslim disebutkan, “Hendaknya ia mengucapkan bismillah…”

🌼 Berbaring dengan Tubuh Bagian Kanan
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda, “Apabila engkau hendak mendatangi tempat tidurmu, maka berwudhu’lah seperti wudhu’ mu ketika akan shalat, kemudian berbaringlah pada sisi kananmu.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

🖐🏻 Meletakkan Tangan Kanan di Bawah Pipi
Shahabat Hudzaifah Radhiallahu ‘anhu menuturkan, “Dahulu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam apabila telah berbaring di malam hari, maka beliau meletakkan tangannya di bawah pipinya…” (HR. Al-Bukhari)

🌷 Membaca Dzikir dan Do’a Tidur
Ada beberap do’a yang bisa dibaca ketika hendak tidur, di antaranya ialah:

🔆 Surat Al-Ikhlas, Surat Al-Falaq, Surat An-Naas : mengumpulkan kedua tangan, meniup keduanya kemudian membaca tiga surat tersebut. Lalu mengusapkan kedua tangannya ke bagian tubuh yang bisa terjangkau, dimulai dari kepala, wajah, dan tubuhnya bagian depan.”

🔆 Membaca Dua ayat terakhir dari surat Al-Baqarah, yaitu ayat 285 dan 286. Anda akan dijaga dari kejahatan Syaithan dan lainnya.

🔆 Membaca ayat kursi. Anda akan dijaga dari gangguan Syaithan hingga pagi hari.

‼️ Jangan lupa membaca do'a, "BISMIKA ALLAHUMMA AMUUTU WA AHYA"
‼️ Dan ketika bangun membaca do'a, "ALHAMDULILLAHIL LADZI AHYANA BA'DA MA AMATANA WA ILAIHIN NUSYUR..

✳️ Jadikan tidurmu bernilai ibadah... dan Selamat bermimpi indah...

📖 Sumber: Hadits-Hadits Nabi Shallalahu 'alaihi wa Sallam
📀 Disajikan oleh: Tim Warisan Salaf
🍏 Ikuti Channel kami di telegram https://bit.ly/warisansalaf
💻 Situs Resmi http://www.warisansalaf.com

📲. Share >> http://telegram.dog/KEUTAMAANILMU

Kitābul Jāmi' | Bab Al-Birru (Kebaikan) Wa Ash-Shilah (Silaturahim) Hadits 1 | Keutamaan Silaturrahīm (bagian 3)

 BimbinganIslam.com
Sabtu, 08 Shafar 1439 H / 28 Oktober 2017 M
 Ustadz Dr. Firanda Andirja, MA
 Kitābul Jāmi' | Bab Al-Birru (Kebaikan) Wa Ash-Shilah (Silaturahim)
 Hadits 1 | Keutamaan Silaturrahīm (bagian 3)
Download disini:
~~~~~~~~~~~~
KEUTAMAAN SILATURAHMI (BAGIAN 3)
بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله
Ikhwan dan akhwat yang dirahmati Allāh Subhanahu wa Ta'ala, kita memasuk pada Bāb Al-Al-Birr wa Ash-Shilah yaitu bab tentang berbuat kebaikan dan menyambung silaturahmi, dan masih pembahasan dari Kitābul Jāmi' dari Kitāb Bulūghul Marām.
Kita masuk pada hadits yang pertama;
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رسول الله صلى الله عليه و سلم: مَنْ أَحَبَّ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِى رِزْقِهِ وَيُنْسَأَ لَهُ فِى أَثَرِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ (أخرجه البخاري)
Dari shahābat Abū Hurairah radhiyallāhu Ta'āla 'anhu berkata: Rasulullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda: "Barangsiapa yang suka untuk dilapangkan rizki dan suka dipanjangkan umurnya, maka hendaklah dia menjalinsilaturahmi."
(HR. Bukhari)
Hadits ini merupakan salah satu hadits yang agung yang memotifasi kita untuk menyambung silaturahmi.
Sesungguhnya, ada sebagian amal shalih yang Allāh tidak hanya memberikan ganjaran di akhirat tetapi juga ganjaran duniawi, contoh seperti menyambung silarurahim.
Ganjaran di dunia yang Allāh siapkan bagi orang yang menyambung silaturahmi dalam hadits ini yaitu dilapangkan rizikinya dan dipanjangkan umurnya.
Bahkan Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam mengatakan, "Siapa yang suka untuk dilapangkan rizkinya dan untuk dipanjangkan umurnya maka hendaknya dia menyambung silaturahmi."
Ini adalah motifasi dari Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam yaitu Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam memotivasi kita untuk silatirahmi dengan mengiming-imingi ganjaran duniawi.
Oleh karenanya pendapat yang rajih di antara pendapat para ulama bahwasanya:
◆ Barang siapa yang beramal shalih ikhlash karena Allāh Subhānahu wa Ta'āla, namun selain dia ikhlas karena Allāh Subhānahu wa Ta'āla (artinya tidak mengharap pujian manusia, tidak riya', bukan ingin disanjung, semata-mata karena Allāh Subhānahu wa Ta'āla semata) namun dalam niatnya disertai dengan ingin mendapatkan ganjaran duniawi yang diizinkan oleh syari'at (seperti dalam hal ini) maka maka hal itu tidak mengapa.
Karena Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam sendiri yang mengiming-imingi dengan mengatakan:
"Barang siapa yang mau/suka"
Mahabbah berkaitan dengan niat, yaitu seakan-akan Allāh mengatakan:
"Barangsiapa yang suka/berniat ingin dilapangkan rizkinya dan dipanjangkan umurnya, maka sambunglah silaturahim.
Maka boleh jika seseorang menyambung silaturahmi dengan niat karena Allāh Subhānahu wa Ta'āla sekaligus juga ingin dilapangkan rizkinya dan dipanjangkan umurnya.
Ikhwan dan akhwat yang dirahmati Allāh Subhanahu wa Ta'ala,
Makna dari "dilapangkan rizki dan dipanjangkan umur", secara umum ada 2 pendapat di kalangan para ulama.
● PENDAPAT PERTAMA
Maksudnya adalah makna majasi/kiasan.
Karena rizki & umur sudah tercatat dan tidak mungkin di ubah-ubah lagi. Oleh karenanya maksud dilapangkan rizki adalah rizkinya diberkahi oleh Allāh Subhanahu wa Ta'ala.
Meskipun rizkinya tidak berubah namun Allāh kasih keberkahan, rizki yang tidak berubah tersebut ternyata banyak manfaatnya, membawa faidah, dia gunakan untuk beramal shalih & untuk hal-hal yang di cintai oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
Demikian juga dengan maksud dari dipanjangakan umurnya, yaitu umurnya tidak berubah, tetap begitu saja sesuai dengan yang ditakdirkan.
Akan tetapi Allāh berkahi umurnya, sehingga umurnya bisa dia gunakan untuk banyak kebaikan, banyak beribadah atau mungkin dia hindarkan dari sakit yang mengganggu keberkahan umurnya.
Artinya diberkahi umurnya sehingga waktunya benar-benar bermanfaat seakan-akan umurnya panjang.
Karena kita dapati seseorang memiliki umur yang panjang namun tidak bermanfaat atau yang bermanfaat hanya sedikit dari umurnya atau sebagian waktu umurnya hilang sia-sia (tidak ada manfaatnya).
Maka Allāh berkahi orang ini tatkala dia menyambung silaturahmi, seluruh umurnya bermanfaat.
Ini adalah faidah yang luar biasa
● PENDAPAT KEDUA
Bahwasanya dibawakan makna ini kepada makna yang hakiki, artinya benar-benar dipanjangkan umurnya dan benar-benar dilapangkan rizkinya.
Dan kita tahu bahwasanya Allāh Subhanahu wa Ta'ala bisa merubah takdir yang berada di tangan para malaikat sebagaimana firman Allāh Subhānahu wa Ta'āla:
يَمْحُوا۟ ٱللَّهُ مَا يَشَآءُ وَيُثْبِتُ ۖ وَعِندَهُۥٓ أُمُّ ٱلْكِتَٰبِ
"Allāh Subhānahu wa Ta'āla menghapuskan apa yang Allāh kehendaki dan menetapkan (apa yang Allāh kehendaki), dan di sisi Allāh ada Ummul-Kitab (Lauh mahfuzh)."
(QS Ar-Ra'd: 39)
Jadi, malaikat mungkin diperintahkan oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla untuk mencatat umur hamba, misalnya umurnya 60 tahun, kemudian karena hamba ini bersilaturahmi maka Allāh Subhānahu wa Ta'āla menyuruh mencatat umurnya menjadi 70 tahun, yang perubahan ini (yaitu dari 60 menjadi 70).
Semua sudah tercatat di Lauhul Mahfuzh. Tidak ada perubahan di Lauhul Mahfuzh.
Makanya Allāh mengatakan, "Dan di sisi Allāh ada Ummul Kitab," dan Ummul Kitab tidak berubah, proses perubahan 60 menjadi 70 semua sudah tercatat di Lauhil Mahfūzh.
Seakan-akan tercatat di Lauhul Mahfuzh bahwasanya orang ini akan beramal shalih sehingga yang tadinya dicatat oleh malaikat awalnya 60 tahun kemudian karena dia beramal sholih maka Allāh perintahkan menjadi 70 tahun.
Demikiantahun juga dengan rizki, yang tadinya dicatat tertentu oleh malaikat tetapi karena dia bersilaturahim maka ditambah rizkinya oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla dan semuanya telah tercatat di  Lauhul Mahfuzh.
Dan Wallahu A'lam bish shawāb, saya lebih condong kepada pendapat yang kedua.
Karena kenyataan yang ada silatiurahim benar-benar merupakan sebab dipanjangkan umur dan sebab ditambahkan rizki.
Betapa banyak orang yang menyambung silaturahim kemnudian rizkinya ditambah-tamba oleh Allāh Subhanahu wa Ta'ala, berapa banyak orang yang menyambung silaturahim umurnya ditambah, misalnya dijauhkan dari sakit.
Mungkin harusnya dia celaka tapi dihindarkan dari kecelakaan oleh Allāh Subhanahu wa Ta'ala sehingga bertambah umurnya.
Semoga Allāh Subhānahu wa Ta'āla memberkahi harta kita dan umur kita dan semoga Allāh memudahkan kita untuk bersilaturahmi.
Ditranskrip oleh Tim Transkrip BiAS
------------------------------------------

Jumat, 27 Oktober 2017

Kitābul Jāmi' | Bab Al-Birru (Kebaikan) Wa Ash-Shilah (Silaturahim) Hadits 1 | Keutamaan Silaturrahīm (bagian 2)

 BimbinganIslam.com
Jum'at, 07 Shafar 1439 H / 27 Oktober 2017 M
 Ustadz Dr. Firanda Andirja, MA
 Kitābul Jāmi' | Bab Al-Birru (Kebaikan) Wa Ash-Shilah (Silaturahim)
 Hadits 1 | Keutamaan Silaturrahīm (bagian 2)
Download disini:
~~~~~~~~~~~~
KEUTAMAAN SILATURRAHĪM (BAGIAN 2)
بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله
Ikhwan dan akhwat yang dirahmati Allāh Subhānahu wa Ta'āla, pada pertemuan yang lalu telah kita bahas bahwasanya rahīm (kerabat) yang wajib untuk kita silaturahmi bukan dari keluarga istri atau saudara sepersusuan, akan tetapi dari hubungan nasab (darah).
Apakah seluruh orang-orang yang memiliki hubungan darah dengan kita wajib kita sambung silaturrahmi?
Maka dalam hal ini ada 3 pendapat dikalangan para ulama :
● PENDAPAT PERTAMA
Yang wajib untuk disambung silaturahmi adalah kerabat-kerabat yang memiliki hubungan mahram dengan kita, baik mahram dari sisi laki-laki maupun perempuan.
Contohnya :
• Orangtua; ayah merupakan mahram bagi putrinya dan ibu merupakan mahram dari putranya.
• Saudara laki-laki dan saudara perempuan, baik sekandung, seayah dan seibu/seibu/seayah.
• Kakek dan nenek
• Cucu
• Al-a'mām (saudara-saudara laki-laki dari bapak)
• Al-ammāt (saudara-saudara perempuan dari bapak)
• Akhwāl (saudara-saudara laki-laki dari ibu)
• Khālāt (bibi-bibi, saudari-saudari perempuan dari ibu)
Dan ini yang disebut dengan mahram.
Oleh karenanya kita perlu mengenal dan perlu pembahasan khusus tentang "Apa itu mahram?"
Ini merupakan pendapat yang masyhūr dari Hanafiyyah dan Malikiyyah, dan mereka berdalil dengan suatu hadits :
Dari Abū Hurairah radhiyallāhu Ta'āla 'anhu; Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:
لَا يُجْمَعُ بَيْنَ الْمَرْأَةِ وَعَمَّتِهَا ، وَلَا بَيْنَ الْمَرْأَةِ وَخَالَتِهَا
"Tidak boleh seseorang (tatkala berpoligami kemudian dia) menggabungkan antara seorang wanita dengan tantenya (saudari dari bapaknya) atau dia menikah sekaligus dengan bibi wanita tersebut (saudari dari ibunya)."
Hal ini dilarang oleh Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam karena hal ini bisa memutuskan silaturahmi antara seorang wanita dengan tantenya atau bibinya.
Kita tahu, hubungan antara seorang wanita dengan tantenya atau bibinya adalah hubungan mahram.
Dari sini, mereka (para ulama) mengatakan:
◆ Yang wajib disambung silaturahim adalah yang memiliki hubungan mahram
Kelaziman dari pendapat ini adalah berarti:
◆ Sepupu tidak wajib untuk kita sambung silaturrahīm karena dia bukan mahram.
Ini pendapat yang agak kuat, karena bagaimana kita (laki-laki) menyambung silaturahmi/mengobrol dengan sepupu perempuan sementara dia bukan mahram.
● PENDAPAT KEDUA
Yang dimaksud rahim yang wajib kita sambung yaitu ahli waris (yaitu ahli warisnya kita).
Ini pendapat sebagian fuqaha seperti pendapat:
• Al-Qadhi'iyyāt dari madzhab Māliki
• An-Nawawi dari madzhab Syāfi'īyyah
Mereka berdalil dengan hadits Abū Hurairah ;
Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam tatkala ditanya oleh seseorang:
يَا رَسُولَ اللَّهِ مَنْ أَحَقُّ بِحُسْنِ الصُّحْبَةِ قَالَ  " أُمُّكَ ثُمَّ أُمُّكَ ثُمَّ أُمُّكَ ثُمَّ أَبُوكَ ثُمَّ أَدْنَاكَ أَدْنَاكَ "
"Wahai Rasūlullāh, siapakah yang paling berhak untuk aku berbuat baik kepadanya?"
Maka jawaban Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam :
"Ibumu, kemudian ibumu, kemudian ibumu, kemudian ayahmu, kemudian yang paling dekat denganmu yang paling dekat denganmu."
(Hadits Riwayat Muslim nomor 4622, versi Fathul Bari nomor 2548)
Mereka (para ulama) memahami:
⇒ Kalimat "ibu dan ayah" merupakan termasuk ahli waris kita.
⇒ Kalimat "yang paling dekat engkau" adalah yang paling dekat dari sisi ahli waris.
Namun pendapat ini terbantahkan (kurang kuat) karena 2 sebab :
• Sebab ⑴ :
Karena maksud nabi dengan "yang lebih dekat dengan engkau" tidak hanya difahami hanya ahli waris saja, akan tetapi secara umum, yaitu yang paling dekat kekerabatan/nasab dengan engkau.
Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam tidak menyebutkan "yang paling dekat" adalah ahli waris maka tidak boleh kita khususkan sesuatu yang umum.
• Sebab ⑵ :
Pendapat ini melazimkan bahwasanya kita tidak perlu menyambung silaturahmi dengan bibi atau tante, terutama dengan bibi (saudara ibu) karena bibi bukan ahli waris kita.
Padahal dalam hadits Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam mengatakan :
الخالة بمنزلة الأم
"Bibi saudari perempuan ibu adalah kedudukannya seperti ibu."
(HR Bukhari Muslim)
Maka wajib bagi kita untuk menyambung silaturahmi dan berbuat baik sebagaimana berbuat baik kepada ibu padahal bibi secara ahli waris bukan ahli waris.
Oleh karena itu pendapat yang ke-2 ini pendapat yang kurang kuat.
● PENDAPAT KETIGA
Seluruh kerabat wajib kita sambung silaturahmi.
Tergantung;
⇒ Semakin dekat maka semakin wajib.
⇒ Semakin jauh maka semakin kurang kewajibannya.
Tapi yang wajib disambung silaturahmi adalah seluruhnya.
Pendapat ini kurang kuat, kelaziman pendapat ini bahwasanya kita harus wajib berhubungan baik (silaturahmi) dengan seluruh manusia.
Karena kalau kita perhatikan nasab kita semua akan kembali kepada Nabi Ādam, kita seluruhnya merupakan keturunan Nabi Ādam dan ibunda kita (Hawa).
Kalau begitu caranya, maka seluruh nasab wajib kita berbuat baik, jadi kita harus berbuat baik kepada seluruh manusia.
Oleh karenanya, wallāhu a'lam bishshawāb, pendapat yang paling kuat adalah pendapat yang pertama.
◆ Bahwasanya yang wajib bagi kita untuk menyambung silaturahmi adalah yang merupakan mahram kita dan yang selainnya hukumnya sunnah.
Dan kita berbicara tentang yang wajib, yang wajib adalah mahram-mahram kita yang harus kita hubungi, telpon, berikan kebaikan kepada mereka.
Adapun selain mereka adalah nomer 2 (sunnah) seperti; saudara sepersusuan, saudara istri, kerabat-kerabat yang jauh yang bukan mahram.
Allāhu a'lam bishshwāb, inilah khilaf diantara para ulama, agar kita tahu jelas, mana yang lebih utama kita sambung silaturahmi dan mana yang tingkatan kedua (kurang utama).
Jangan sampai kita mendahulukan yang kurang utama dan meninggalkan yang utama.
Diantara kesalahan yang sering ditanyakan kepada saya adalah:
PERTANYAAN
Ustadz, apakah wajib bagi kita untuk berbuat baik kepada mertua sebagaimana berbuat baik kepada ibu kandung?
JAWABAN
Tidak wajib.
Barangsiapa sengaja berbuat baik kepada mertua sama dengan berbuat baik kepada ibunya maka dia telah menyakiti hati ibunya.
Ibunya (yang telah mengandung dan merawatnya saat kecil) akan merasa sedih tatkala dia disamakan dengan mertuanya.
Mertua tadi bukan termasuk silaturahmi karena tidak ada hubungan rahim.
Tetapi kita (suami) berbuat baik kepada mertua karena dia dekat dengan istri kita.
Kita (suami) membantu istri berbuat baik kepada ibunya karena istri kita akan mendapatkan pahala silaturahmi.
Tetapi dari sisi kita (suami), kewajiban terhadap mertua tidak sama dengan kewajiban terhadap ibu kandung, sangat berbeda dan sangat jauh.
⇒ Kepada mertua bukan silaturrahīm, adapun ibu adalah silaturrahīm yang nomor 1.
Ini perlu di camkan bagi pasangan suami istri agar seorang istri tidak menuntut harus sama antara ibunya dengan ibu suaminya, ini tidak boleh disamakan.
Tetapi suami yang baik adalah tetap berusaha berbuat baik kepada orangtua istrinya dengan membantu istrinya agar bersilaturahmi dengan ayah dan ibunya.
والله أعلم بالصواب
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
Ditranskrip oleh Tim Transkrip BiAS
------------------------------------------

Kamis, 26 Oktober 2017

Kitābul Jāmi' | Bab Al-Birru (Kebaikan) Wa Ash-Shilah (Silaturahim) Hadits 1 | Keutamaan Silaturrahīm (bagian 1)

BimbinganIslam.com
Kamis, 06 Shafar 1439 H / 26 Oktober 2017 M
 Ustadz Dr. Firanda Andirja, MA
 Kitābul Jāmi' | Bab Al-Birru (Kebaikan) Wa Ash-Shilah (Silaturahim)
 Hadits 1 | Keutamaan Silaturrahīm (bagian 1)
Download disini:
~~~~~~~~~~~~
KEUTAMAAN SILATURRAHĪM (BAGIAN 1)
بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله
Ikhwan dan akhwat, kita masuk dalam bab yang baru yaitu bab "Al-Birr wa Ash-Shilah" (berbuat kebaikan dan menyambung silaturahmi)
Sebelum kita membahas hadits-hadits yang berkaitan dengan silaturahmi, ada perkara yang perlu diingatkan.
● PERKARA PERTAMA
Banyak orang yang salah menggunakan istilah yaitu menggantikan istilah ziarah dengan silaturahmi.
Seperti tatkala seorang hendak mengunjungi saudara, teman atau ustadznya, dia mengatakan:
"Kita silaturahmi kepada ustadz."
"Kita silaturahmi ke rumah teman."
Padahal itu maknanya bukan silaturahmi.
Silaturahmi adalah menyambung kekerabatan, padahal kita dengan teman atau ustadz tidak ada hubungan kekerabatan.
Yang benar adalah kita menziarahi ustadz atau menziarahi teman.
Kenapa demikian?
Karena Allāh dan syari'at membedakan antara "silaturahmi" (menyambung kekerabatan) dan "ziyāratul ikhwān" (mengunjungi teman).
Antara silaturahmi dengan ziarah berbeda, pahalanya juga berbeda, masing-masing memiliki kedudukan.
Akan tetapi silaturahmi memiliki kedudukan yang lebih tinggi daripada sekedar ziarah.
Istilah ini yang sering beredar di tanah air kita yaitu mengganti istilah ziarah dengan silaturahim, padahal ini adalah salah dan harus kita perbaiki.
Silaturahmi mendatangkan pahala-pahala yang istimewa sebagaimana nanti akan dijelaskan dalam bab ini.
Di antara pahala silaturahmi, Allāh Subhānahu wa Ta'āla berfirman:
وَٱلَّذِينَ يَصِلُونَ مَآ أَمَرَ الله بِهِۦٓ أَن يُوصَلَ
ِ
"Dan orang-orang yang mereka menyambung apa yang diperintahkan oleh Allāh untuk menyambungnya (yaitu silaturahmi)."
(QS Ar-Ra'du : 21)
Setelah menyebutkan beberapa amalan, lalu Allāh mengatakan:
أُولَٰئِكَ لَهُمْ عُقْبَى الدَّارِ
"Bagi mereka kesudahan (tempat tinggal) yang terbaik."
(QS Ar-Ra'du : 22)
جَنَّٰتُ عَدْنٍ يَدْخُلُونَهَا
"(yaitu bagi mereka) Surga-surga 'Adn yang mereka masuk ke dalamnya (surga-surga tersebut)."
(QS Ar-Ra'du : 23)
Ini menunjukkan bahwasanya silaturahmi merupakan salah satu amalan yang luar biasa yang menyebabkan seorang bisa masuk surga.
Dan terlalu banyak hadits yang berkaitan dengan keutamaan silaturahmi, bagaimana keutamaan menyambung silaturahmi dengan ibu, ayah, bibi, dan kerabat-kerabat lain secara umum.
Oleh karenanya jangan disamakan antara silaturahmi dengan ziyārah ikhwan atau akhwat.
● PERKARA KEDUA
Apa makna ar-rahim (kerabat)? Kepada siapa kita harus bersilaturahmi ?
Kalau kita perhatikan, yang namanya kerabat yaitu yang kita silaturahmikan.
Dan kerabat bisa kita klasifikasikan menjadi tiga :
⑴ Kerabat dari azhār (keluarga istri)
Misal: ipar, mertua dan lain-lain.
⑵ Kerabat dari sepersusuan
Misal: saudara sepersusuan, kakak sepersusuan, ibu sepersusuan, adik sepersusuan, ayah sepersusuan dan lain-lain.
⑶ Kerabat dari nasab, yaitu yang punya hubungan darah.
Misal: saudara satu kakek, saudara satu ayah dan lainnya.
MANA DIANTARA TIGA INI YANG KITA HARUS BERSILATURAHMI ?
●  ( Pertama )
Adapun menyambung (berbuat baik) kepada kerabat istri maka tidak dinamakan dengan silaturahmi.
Tetapi kita dianjurkan berbuat baik secara umum kepada manusia terlebih lagi yang punya hubungan dengan kita, meskipun bukan hubungan rahim, seperti kakak istri, adik istri, mertua.
Namun, kita berbuat baik kepada mereka bukan termasuk (dinamakan) silaturahmi.
Tidak dikatakan berbuat baik kepada ipar kita dinamakan silaturahmi, tidak, tetapi silaturahim dari sisi istri kita (istri kita yang bersilaturahmi).
Tapi dari kita bukan silaturahmi tetapi kita dikatakan berbuat baik kepada orang yang dekat dengan kita.
Kalau kita berbuat baik kepada mertua maka secara zatnya tidak dikatakan silaturahmi, tetapi mudah-mudahan kita mendapat pahala silaturahmi karena kita membantu istri kita untuk bersilaturahmi dengan ayah dan ibunya.
Kita sendiri terhadap mertua atau ipar tidak dikatakan silaturahmi karena asalnya bukan dari rahim atau darah yang sama.
●  (PERKARA KEDUA)
Kemudian, yang berkenaan dengan saudara sepersususan, Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:
يَحْرُمُ مِنْ الرَّضَاعَ مَا يَحْرُمُ مِنْ النَّسَبِ
“Diharamkan dari persusuan apa-apa yang diharamkan dari nasab.”
(HR Bukhari dan Muslim)
⇒ Yang Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam maksudkan dalam hadits ini adalah yang berkaitan dengan pernikahan, yaitu yang menjadi mahram karena nasab (hubungan darah).
Demikian juga sepersusuan juga bisa menjadikan kemahraman.
Akan tetapi Rasulullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam TIDAK mengatakan,
يَجِبُ مِنَ الرَّضَاعَ مَا يَجِبُ مِنَ النَّسَبِ
"Yang wajib berlaku pada nasab juga berlaku pada sepersusuan."
Seandainya Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam berkata demikian, berarti kita wajib juga bersilaturahmi kepada saudara sepersusuan, akan tetapi Rasulullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam tidak mengatakan demikian.
Maka ini juga kembali kepada hukum umum yaitu kita berusaha berbuat baik kepada seluruh manusia, terlebih lagi kepada orang-orang yang mempunyai hubungan sepersususan dengan kita.
Namun dia bukan termasuk dari ayat-ayat dan hadits-hadits yang memerintahkan kita untuk menyambung silaturahim, karena tadi asalnya rahim adalah satu rahim.
Oleh karenanya yang dimaksud dengan SILATURAHMI ADALAH MENYAMBUNG HUBUNGAN KARENA NASAB ATAU DARAH.
In syā Allāh akan kita jelaskan lebih lanjut pada halaqah berikutnya.
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
Ditranskrip oleh Tim Transkrip BiAS
------------------------------------------

Rabu, 25 Oktober 2017

Hadits ke-15 | Adab Makan (Makan & Minum Dengan Tangan Kanan)

🌍 BimbinganIslam.com
Selasa, 04 Shafar 1439 H / 24 Oktober 2017 M
👤 Ustadz Dr. Firanda Andirja, MA
📗 Kitābul Jāmi' | Bulūghul Marām
🔊 Hadits ke-15 | Adab Makan (Makan & Minum Dengan Tangan Kanan)
~~~~~~~~~~~~~~~~~~

ADAB MAKAN (MAKAN & MINUM DENGAN TANGAN KANAN)

بسم اللّه الرحمن الرحيم

Kita masuk pada halaqah yang ke-18.

َوَعَنْهُ أَنَّ رَسُوْلَ الله صَلَّى الله عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ قَالَ: إِذَا أَكَلَ أَحَدُكُمْ فَلْيَأْكُلْ بِيَمِينِهِ وَإِذَا شَرِبَ فَلْيَشْرَبْ بِيَمِينِهِ فَإِنَّ الشَّيْطَانَ يَأْكُلُ بِشِمَالِهِ وَيَشْرَبُ بِشِمَالِهِ (أخرجه مسلم)

Dari Ibnu 'Umar radhiyallāhu Ta'āla 'anhumā bahwasanya Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda :

"Jika salah seseorang dari kalian makan, maka makanlah dengan tangan kanannya dan jika minum maka minumlah dengan tangan kanannya. Sesungguhnya syaithān makan dengan tangan kirinya dan syaithān minum dengan tangan kirinya pula."

(HR Imām Muslim nomor 3764 versi Syarh Muslim nomor 2020)

Para ikhwan dan akhwat yang dirahmati Allāh Subhānahu wa Ta'ālā,

Sebagian ulama berpendapat bahwasannya makan dan minum dengan tangan kanan hukumnya hanya sekedar sunnah, tidak sampai pada derajat wajib karena ini berkaitan dengan masalah adab dan pengarahan.

Namun pendapat yang benar adalah bahwasanya makan dan minum dengan tangan kanan hukumnya adalah WAJIB, bukan sekedar sunnah, karena banyak dalil yang menunjukkan hal ini.

■ PERTAMA

Di antara dalil yang paling kuat adalah hadits ini, yaitu makan dan minum dengan tangan kanan dalam rangka untuk menyelisihi syaithān yang makan dan minum dengan tangan kiri.

Dan Allāh Subhānahu wa Ta'ālā memerintahkan kita untuk menyelisihi syaithān dan kita wajib untuk menyelisihi syaithān.

Kata Allāh Subhānahu wa Ta'ālā,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ ۚ

"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaithan." 
(QS An-Nūr: 21)

Karena diantara sifat syaithān makan dan minum dengan menggunakan tangan kiri, maka kita diperintahkan untuk menyelisihinya. Ini juga dalil berkenaan dengan kita beriman dengan yang ghāib yaitu tentang syaithān.

Syaithan tidak dapat kita lihat akan tetapi kita meyakini bahwa syaithan juga makan dan minum dengan menggunakan tangan kiri.

Di antara dalil yang menguatkan hal ini (bahwa syaithan makan dan minum) adalah bahwasanya dalam beberapa hadist Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam yang menyebutkan tentang dampak dari makan dan minumnya syaithān yaitu buang air.

◆ Seperti dalam hadits disebutkan bahwasanya ada seseorang di sisi Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam kemudian Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam mengatakan,

مَا زَالَ نَائِمًا حَتَّى أَصْبَحَ، مَا قَامَ إِلَى الصَّلَاةِ، فَقَالَ: بَالَ الشَّيْطَانُ فِي أُذُنِهِ.

Bahwasanya orang tersebut ketiduran sampai pagi hari dan tidak bangun untuk shalat Shubuh. Maka Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam mengatakan bahwa syaithan telah kencing di telinga orang tersebut (ini sehingga tertidur pulas dan tidak mendengar adzan shubuh).
(HR Imām Al-Bukhāri)

Hadīts ini menunjukkan bahwasanya syaithān buang air kecil yang merupakan proses/hasil makan dan minumnya.

◆ Dalam hadits yang lain Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam menyebutkan bahwa syaithan buang angin.

Disebutkan bahwasanya tatkala orang hendak shalat maka syaithān akan mengganggu.

Kata Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam,

إِذَا نُودِيَ لِالصَّلاَةِ ، أَدْبَرَ الشَّيْطَانُ وَلَهُ ضُرَاطٌ

Jika dikumandangkan adzan untuk shalat maka syaithan pun lari dan dia memiliki kentut dan buang angin.
(HR Bukhāri no. 583 dari shahābat Abū Hurairah)

Ini juga menujukkan bahwa syaithan makan dan minum kemudian buang air dan juga buang angin. Kita beriman akan hal yang ghāib ini.

Jadi yang menunjukkan bahwa makan dan minum dengan tangan kanan adalah hukumnya WAJIB adalah karena kita diperintahkan untuk menyelisihi syaithan yang makan dan minum dengan tangan kiri.

■ KEDUA

Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam memerintahkannya secara mutlak.
Contohnya ketika Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam memerintahkan,

يَا غُلَامُ سَمِّ اللَّهَ وَكُلْ بِيَمِينِكَ

"Wahai anak muda, sebutlah nama Allāh dan makanlah dengan tangan kananmu."
(HR Bukhari no. 5376 dan Muslim 2022)

■ KETIGA

Demikian juga, Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam pernah mendoakan keburukan bagi orang yang makan dengan tangan kiri. Dalam hadits Salamah bin Al Akwa radhiyallāhu Ta'ālā 'anhu,

أن رجلا أكل عند رسول الله صلى الله علية وسلم بشماله . فقال : " كل بيمينك " قال : لا أستطيع . قال : " لا استطعت " ما منعه إلا الكبر . قال : فما رفعها إلى فيه .

Ada seorang yang makan di sisi Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam dengan tangan kiri, maka Beliau mengatakan, "Makanlah dengan tangan kananmu."

Kata orang tersebut: "Saya tidak bisa makan dengan tangan kanan."

Maka Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam mendoakan keburukan bagi orang ini, Beliau mengatakan: "Engkau tidak akan mampu, sesungguhnya tidak menghalanginya kecuali karena kesombongan."

Maka orang ini pun tidak mampu mengangkat tangan kanannya untuk makan setelah itu, dia selalu menggunakan tangan kirinya.
(HR Muslim no. 2021) 

Kenapa? Karena dia tidak mau menggunakan tangan kanan dan karena dido'akan keburukan oleh Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam.

Kalau perkara makan dengan tangan kanan hanyalah sunnah (tidak wajib) maka Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam tidak akan mendo'akan keburukan bagi orang ini.

Ikhwan dan akhwat yang dirahmati Allāh Subhānahu wa Ta'ālā, Diantara perkara yang perlu kita perhatikan adalah,

● ⑴ Bahwa yang merupakan perkara ta'abbud (ibadah) adalah makan dan minum dengan tangan kanan.

Adapun menggunakan sendok atau sumpit untuk makan maka ini merupakan perkara adat istiadat.

Yang penting, tatkala kita menggunakan sumpit atau sendok tersebut kita menggunakannya dengan tangan kanan.

Perkara yang perlu saya ingatkan juga adalah:

● ⑵ Mengenai minum dengan tangan kiri.

Kebiasaan sebagian orang tatkala sedang makan kemudian merasa tangan kanannya kotor maka dia pun memegang gelas dengan tangan kiri kemudian minum dengan tangan kiri tersebut.

Ini merupakan perkara yang diharamkan (tidak boleh), meskipun tangannya kotor harus memegang gelas tersebut dengan tangan kanan, nanti toh gelas tersebut akan dicuci juga.
Sehingga, jangan gara-gara takut gelasnya kotor maka kemudian minum dengan tangan kiri karena ini mengikuti cara syaithan.

● ⑶ Jika seseorang makan dengan menggunakan dua tangan misalnya, tangan kanannya memegang sendok dan tangan kirinya memegang garpu.

Maka ingatlah, tangan kiri hanya sekedar untuk membantu tapi tatkala mengangkat makanan hendaknya dengan tangan kanan.

Jangan sampai karena menggunakan garpu dengan tangan kirinya, kemudian dia makan dengan tangan kirinya juga, inipun diharamkan oleh para ulama karena mengikuti syaithan.

Demikianlah apa yang bisa kita sampaikan pada kesempatan kali ini.

وبالله التوفيق والهداية
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته

Ditranskrip oleh Tim Transkrip BiAS
------------------------------------------

Hadits ke-16 | Adab Makan (Larangan Berlebih-lebihan)

🌍 BimbinganIslam.com
Rabu, 05 Shafar 1439 H / 25 Oktober 2017 M
👤 Ustadz Dr. Firanda Andirja, MA
📗 Kitabul Jāmi' | Bulūghul Marām
🔊 Hadits ke-16 | Adab Makan (Larangan Berlebih-lebihan)
➖➖➖➖➖➖➖ َ➖➖

ADAB MAKAN (LARANGAN MAKAN BERLEBIH-LEBIHAN)

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Para ikhwan dan akhawāt yang dirahmati Allāh Subhānahu wa Ta'āla, kita masuk pada hadits terakhir dari Bābul Ādāb dari Kitābul Jāmi' dari Kitab Bulūghul Marām.

وَعَنْ عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ, عَنْ أَبِيهِ, عَنْ جَدِّهِ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( كُلْ, وَاشْرَبْ, وَالْبَسْ, وَتَصَدَّقْ فِي غَيْرِ سَرَفٍ, وَلَا مَخِيلَةٍ )  أَخْرَجَهُ أَبُو دَاوُدَ, وَأَحْمَدُ, وَعَلَّقَهُ اَلْبُخَارِيُّ

Dari 'Amr Ibnu Syu'aib, dari ayahnya, dari kakeknya, radhiyallāhu 'anhum (semoga Allāh meridhai mereka) berkata, Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda,

"Makanlah dan minumlah dan berpakaianlah dan bersedekahlah tanpa berlebihan (isrāf) dan tanpa kesombongan."

(HR Abū Dāwūd dan Ahmad dan Al-Imām Al-Bukhāri meriwayatkan secara ta'liq)

Kita tahu bahwasanya Allāh Subhānahu wa Ta'āla asalnya menghalalkan bagi hamba-hambaNya seluruh perkara & rizqi yang baik.

Baik berupa makanan maupun minuman, pakaian, tempat tinggal, tunggangan/kendaraan dan seluruh kebaikan-kebaikan yang ada di atas muka bumi ini maka hukumnya adalah halal.

Allāh tidak akan mengharamkan bagi hamba-hambaNya kecuali yang mendatangkan kemudharatan, baik kemudharatan bagi agamanya, badannya, akalnya, harga dirinya atau bagi hartanya.

Dan hadits ini juga memperkuat akan hal ini bahwasanya seluruh perkara & kesenangan yang baik di atas muka bumi ini dihalalkan oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Allāh Subhānahu wa Ta'āla telah menyatakan dalam Al Qurān :

هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُم مَّا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا ّ

"Dialah Allāh Subhānahu wa Ta'āla yang telah menciptakan bagi kalian seluruh yang ada di atas muka bumi ini." 
(Al-Baqarah 29)

Asalnya seluruh yang baik-baik di atas muka bumi ini hukumnya halal, silakan dimanfaatkan.

Akan tetapi perkara-perkara yang baik tersebut terkadang-meskipun hukum asalnya baik-dirubah oleh Allāh menjadi hukumnya haram tatkala mencapai tingkatan saraf (berlebihan) dan makhyalah.

Oleh karena itu dalam hadits ini dilarang, tetapi ada syaratnya;
⑴ Tidak boleh berlebih-lebihan.
⑵ Tidak boleh karena kesombongan.

Dan Allāh Subhānahu wa Ta'āla menyatakan dalam Al Qurān,

َكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلَا تُسْرِفُوا

"Makanlah dan minumlah dan jangan berlebih-lebihan."
(Al-A'rāf : 31)

Oleh karenanya, makanan selama makanan itu baik maka silakan tapi dengan syarat tidak sampai derajat berlebih-lebihan dan tidak boleh dalam derajat kesombongan.

Apa bedanya antara saraf (berlebihan) dengan tabdzīr?

Para ulama mengatakan,

● TABDZĪR
• Berkaitan dengan kemaksiatan
• Lebih umum
• Misalnya:

⑴ Seseorang mengeluarkan hartanya pada hal-hal yang dilarang oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
⇒ Ini namanya mubadzdzir

⑵ Seseorang yang mengeluarkan hartanya berlebih-lebihan pada perkara yang halal.
⇒ Ini juga disebut dengan mubadzdzir

● SARAF
• Dikhususkan untuk perkara yang boleh.
• Misal: makanan & minuman yang halal (asalnya boleh, tetapi berlebih-lebihan)
• Bukan pada perkara yang maksiat, tetapi perkara yang boleh tetapi berlebih-lebihan.

Makanya Allāh mengatakan "Makanlah dan minumlah dan janganlah kalian berlebih-lebihan."

⇒ Berbeda dengan tabdzīr, kalau tabdzīr terkadang pada perkara yang boleh (isrāf) dan terkadang mengeluarkan uang pada perkara yang sia-sia atau haram.

Allāh berfirman,

إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ

"Dan sesungguhnya orang-orang yang melakukan tabdzīr adalah saudara-saudaranya syaithān." (QS Al-Isrā : 27)

Oleh karenanya silakan makan, minum dan bersedekah tapi jangan berlebih-lebihan dan juga karena kesombongan.

Karena bisa jadi;

◆ Makanan bisa menghantarkan pada sikap berlebih-lebihan (terlalu banyak atau terlalu mahal).
⇒ Sikap ini akan memberikan kemudharatan kepada tubuh.
⇒ Seluruh yang berlebih-lebihan akan memberi kemudharatan pada tubuh.

◆ Makanan juga bisa mengantarkan seseorang kepada kesombongan.
⇒ Seperti seorang sengaja membeli makanan yang mahal kemudian dia tampakkan (pamer) di hadapan teman-temannya kalau dia makan di restoran yang mahal, dia masukkan di status facebook/wa/bb-nya.

Buat apa? Sebenarnya dia hanya ingin pamer/sombong.

Padahal namanya makan yang penting kenyang, sesekali kita boleh makanan yang enak, tapi (kalau) terus-terusan kemudian makan yang enak tetapi terlalu mahal, maka ini termasuk makhyalah.

Apalagi niatnya untuk pamer/sombong maka ini diharamkan oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

وبالله التوفيق
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Ditranskrip oleh Tim Transkrip BiAS
------------------------------------------

Selasa, 24 Oktober 2017

Hadits ke-14 | Adab Berpakaian (Hukum Isbal)

🌍 BimbinganIslam.com
Senin, 03 Shafar 1439 H / 23 Oktober 2017 M
👤 Ustadz Dr. Firanda Andirja, MA
📗 Kitābul Jāmi' | Bulūghul Marām
🔊 Hadits ke-14 | Adab Berpakaian (Hukum Isbal)
~~~~~~~~~~~~~~~~~

ADAB BERPAKAIAN (HUKUM ISBAL)

الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله

Kita masuk pada halaqah yang ke-17 tentang "Hukum isbal"

Dari Ibnu 'Umar radhiyallāhu Ta'ālā 'anhumā beliau berkata: Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:

َلَا يَنْظُرُ الله إِلَى مَنْ جَرَّ ثَوْبَهُ خُيَلَاءَ (مُتَّفَقٌ عَلَيْه)

"Allāh tidak akan memandang orang yang menggeretkan (menjulurkan pakaiannya hingga terseret) pakaiannya karena sombong."

(Muttafaqun 'alaih, HR Imām Bukhāri dan Imām Muslim)

⇒ Lafazh "tsaub" (pakaian) pada مَنْ جَرَّ ثَوْبَهُ (orang yang menggeret/menjulurkan sehingga terseret pakaiannya) bermakna umum, yaitu kullu mā yulbas (setiap yang dipakai), mencakup sarung, celana, jubah atau pakaian apa saja.

Semuanya dilarang untuk dipakai jika panjang dan tergeret/terseret di atas tanah yang dilakukan karena sombong. Orang yang melakukan demikian, Allāh tidak akan melihat dia.

⇒ Dalam riwayat disebutkan, "Allāh tidak akan melihat dia pada hari kiamat", artinya Allāh tidak akan melihat dia dengan pandangan rahmat (kasih sayang).

Padahal kita tahu pada hari kiamat, hari yang sangat dahsyat dan mengerikan, seseorang sangat butuh dengan kasih sayang (rahmat) Allāh Subhānahu wa Ta'ālā. Orang yang isbal karena sombong akan tidak diperdulikan oleh Allāh Subhānahu wa Ta'ālā.

Ini dalil bahwasanya isbal karena sombong merupakan dosa besar.

Para ulama bersepakat tentang keharamannya jika isbal dilakukan karena sombong.  

Adapun jika isbal dilakukan dengan niat tidak karena sombong, hanya sekedar ikut gaya berpakaian maka ada khilaf di antara para ulama.

◆ Jumhur (mayoritas) ulama mengatakan bahwasanya isbal yang dilakukan tidak karena sombong maka hukumnya makruh, tidak sampai derajat haram.

Karena sebab pengharaman isbal oleh Allāh Subhānahu wa Ta'ālā adalah karena ada 'illah (sebab) nya, yaitu kesombongan.

Jika ternyata kesombongan tersebut tidak menyertai hati orang yang melakukan isbal maka hukumnya hanya sampai kepada derajat makruh, tidak sampai pada derajat haram.

Dan ini adalah pendapat kebanyakan ulama Syāfi'īyyah seperti Imām Syāfi'ī, Imām Nawawi dan yang lainnya.

◆ Adapun sebagian ulama memandang bahwasanya isbal meskipun tidak karena sombong maka hukumnya haram secara mutlak.

Dan ini merupakan pendapat madzhab Hanbali dan juga dipilih oleh Al-Qādhi'iyyat dan Ibnul 'Arabi dari madzhab Malikiyyah dan juga pendapat Al-Hafizh Ibnu Hajar dari madzhab Syāfi'īyyah.

Dan ini juga pendapat yang dipilih oleh ulama sekarang seperti Syaikh Al-Albani, Syaikh Abdul 'Aziz Bin Bāz dan Syaikh Shalih Al-'Utsaimin rahimahumullāhu Ta'ālā.

Kalau kita melihat secara dalil, maka dalil-dalil yang mengatakan isbal adalah haram secara mutlak adalah lebih kuat.

Diantara dalilnya adalah:

⑴ Hadits Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam mengatakan:

فَإِنَّ إِسْبَالَ الإِزَارِ مِنَ الْمَخِيلَةِ

"Sesungguhnya isbal adalah termasuk dari kesombongan."
(HR Abū Dāwūd, Tirmidzi dan Imām Ahmad dengan sanad yang hasan)

Jadi isbal itu sendiri sudah termasuk kesombongan berdasarkan perkataan Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam.

⑵ Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam tatkala menegur sebagian shahābat untuk tidak isbal (untuk mengangkat sarung mereka di atas mata kaki), Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam tidak pernah bertanya kepada mereka terlebih dahulu.

"Apakah kau melakukannya karena sombong atau tidak? Kalau kau melakukannya karena sombong maka angkat, kalau tidak karena sombong maka tidak usah angkat."

Padahal masalah sombong adalah masalah hati dan Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam tatkala menegur para shahābat yang isbal untuk diangkat, tidak pernah bertanya-tanya, siapa saja ditegur oleh Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam.

⑶ Kisah 'Umar radhiyallāhu Ta'ālā 'anhu ketika akan meninggal dunia.

Tatkala akan meninggal dunia datang seorang pemuda yang memuji 'Umar bin Khaththab radhiyallāhu Ta'ālā 'anhu, setelah lelaki tersebut memuji 'Umar kemudian pergi dan dipanggil lagi oleh 'Umar. Kemudian 'Umar berkata:

ارْفَعْ ثَوْبَكَ فَإِنَّهُ أَنْقَى لِثَوْبِكَ وَ أَتْقَى لِرَبِّكَ

"Angkatlah pakaianmu, sesungguhnya (jika engkau tidak isbal) maka itu lebih bersih bagi pakaianmu dan lebih bertaqwa kepada Rabbmu."
(HR Bukhāri)

Lihat perkataan 'Umar radhiyallāhu Ta'ālā 'anhu dan 'Umar tidak bertanya, "Engkau melakukannya sombong atau tidak?". Akan tetapi langsung diperintahkan untuk mengangkat pakaiannya oleh 'Umar bin Khaththab radhiyallāhu Ta'ālā 'anhu.

Kemudian diantara dalil bahwasanya isbal haram secara mutlak yaitu,

⑷ Tatkala Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam mengatakan,

مَا كَانَ أَسْفَلَ مِنْ الْكَعْبَيْنِ مِنْ الْإِزَارِ فَفِي النَّارِ

"Seluruh pakaian yang berada dibawah mata kaki maka di neraka Jahannam."
(HR Bukhāri no. 5787)

Hadits ini dipandang keumumannya bahkan oleh Ummu Salamah radhiyallāhu Ta'ālā 'anhā (salah seorang istri Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam).

Tatkala mendengar hadits ini, mereka khawatir kalau para wanita terkena juga ancaman ini. Padahal kita tahu bahwa para wanita tatkala mereka isbal sama sekali bukan karena sombong tetapi karena dalam rangka untuk tertutup aurat mereka.

Maka Ummu Salamah pun menanyakan hal ini kepada Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam sehingga Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam mengizinkan dengan mengatakan:

يُرْخِيْنَ شِبْرًا

"Hendaknya mereka menjulurkan rok mereka sehingga dengan panjang 1 jengkal."

Maka Ummu Salamah masih berkata lagi:

إِذًا تَنْكَشِفُ أَقْدَامُهُنَّ

"Kalau begitu nanti kaki-kaki mereka akan tersingkap."

Maka Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam mengizinkan dia menambah. Kata Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam,

فَيُرْخِيْنَهُ ذِرَاعًا لا يَزِدْنَ عَلَيْهِ

"Tambah lagi, julurkanlah sehingga dengan jarak sehasta."
(HR Tirmidzi, dan lainnya)

Ini menunjukkan bagaimana semangatnya para wanita agar kaki-kaki mereka tidak tersingkap sehingga rok mereka dipanjangkan tergeret ditanah dengan panjang sehasta dan tidak boleh lebih lagi daripada ini.

Ini adalah dalil bahwasanya Ummu Salamah memandang isbal haram secara mutlak bahkan mencakup para wanita untuk isbal, namun datang dalil dari Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam yang mengecualikan para wanita.

Kalau memang isbal diharamkannya hanya karena sombong maka para wanita tidak perlu untuk khawatir masuk dalam ancaman tersebut, karena mereka memanjangkan rok mereka bukan karena sombong tapi karena agar tertutup aurat mereka.

Kemudian, para ulama yang menyatakan bahwasanya isbal adalah haram secara mutlak, baik sombong atau tidak sombong, menyebutkan hikmahnya dilarang isbal, diantaranya :

• ⑴ Bahwa ini adalah sikap berlebih-lebihan (israf). Seseorang tidak perlu memakai pakaian berlebihan apalagi sampai panjang sampai menjulur ke tanah.

• ⑵ Bisa menyebabkan kotoran mengenai bajunya, bisa juga ada kotoran yang lengket pada pakaiannya.

• ⑶ Ini termasuk pemandangan yang menarik perhatian, orang memakai pakaian kemudian pakaiannya terjulur di tanah.

Maka ini semua diharamkan.

Intinya para ikhwan dan akhwat yang dirahmati Allāh Subhānahu wa Ta'ālā,

◆ Isbal jika dilakukan karena sombong merupakan dosa besar dan ancamannya berat.
◆ Namun jika dilakukan tidak karena sombong maka dia lebih ringan dosanya dan ancamannya pun lebih ringan, akan tetapi isbal haram secara mutlak.

Dan para ulama tentunya sepakat bahwasanya di antara sunnah Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam adalah memakai pakaian di atas mata kaki baik sarung, celana atau jubah bagi kaum lelaki.

والله تعالى أعلم بالصواب
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته

Ditranskrip oleh Tim Transkrip BiAS
------------------------------------------

Sabtu, 21 Oktober 2017

Bab 04 | Kelahiran Dan Nasab Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam (Bag. 6 dari 6)

BimbinganIslam.com
Sabtu, 01 Shafar 1439 H / 21 Oktober 2017 M
 Ustadz Dr. Firanda Andirja, MA
 Sirah Nabawiyyah
 Bab 04 | Kelahiran Dan Nasab Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam (Bag. 6 dari 6)
▶ Link Download Audio: http://bit.ly/BIAS-FA-SIROH0406
~~~~~~~~~~~~~~~~
*KELAHIRAN DAN NASAB NABI SHALLALLĀHU 'ALAYHI WA SALLAM 6 DARI 6*
بسم اللّه الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
إنَّ  الـحَمْدَ لله نَـحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَن لاَّ إِلَهَ إِلاَّ الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُـحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُولُه لا نبي بعده  يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا الله حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُون, فَإِنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ وَخَيْرَ الْهَديِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَشَرَّ الأُمُوْرِ مُحَدَثَاتُهَا، وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلةٌ، وَكُلَّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ
Setelah Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam dilahirkan, dalam kondisi ayahnya sudah meninggal, sebagian ulamā menyebutkan, apa hikmahnya? 
Hikmahnya, yaitu:
⑴ Agar tidak terjadi tuduhan yang mengatakan bahwasanya Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam diajari oleh ayahnya, sementara kita tahu bahwa ayahnya berada dalam agama kesyirikan, sebagaimana adat Jāhilīyyah.
Sehingga bisa jadi ada yang berkata, "Apa yang dibawa Muhammad adalah dari adat Jāhilīyyah."
Maka Allāh Subhānahu wa Ta'āla ingin agar Dia yang langsung mengurus Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam, sehingga tidak perlu kepengurusan ayahnya.

⑵ Agar Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam tidak punya hutang budi kepada ayahnya.

⑶ Untuk memberi pelajaran kepada anak yatim agar mereka tidak putus asa bahwasanya keyatiman bukanlah halangan untuk mencapai keberhasilan.

Dan kita lihat ternyata Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam dirawat oleh ibunya dalam waktu yang cukup lama dan dirawat dengan sangat baik.
⇒ Ini bukti bahwa peran ibu sangat penting.
Kalau kita melihat sejarah para Nabi, kebanyakan mereka dirawat oleh ibu-ibu mereka,
Contohnya:
√ Nabi Mūsa 'alayhissalām (nabinya orang Yahūdi)
Nabi Mūsā bahkan di dalam Al Qurān disebutkan bahwa ibunyalah yang mengurusnya.
√ Nabi 'Īsā 'alayhissalam (nabinya orang Nashrāni)
√ Nabi Muhammad dilahirkan tanpa ayah dan dirawat oleh ibunya.

Oleh karenanya, peran ibu dalam mendidik anak sangat penting.
Dan perlu saya ingatkan, kita boleh memasukkan anak kita ke pondok pesantren, tapi ingatlah peran orangtua, terutama ibu, sangat penting.
Jangan sampai dia masukkan anak ke pondok kemudian oraang tuanya berlepas diri. Kalau anaknya nakal maka pondoklah yang disalahkan, tidak!
Orangtua harus punya tanggung jawab diantaranya:
√ Mengunjungi,
√ Menghubungi dan
√ Perhatian kepada anaknya.

Ini penting. Seseorang, tatkala hendak menikah hendaklah mencari istri yang shālihah karena keberhasilan anak sangat tergantung dengan keberhasilan seorang ibu.
Banyak ulamā yang lahir dari tarbiyah/didikan ibu-ibu mereka.
Kita masuk kepada pembahasan berikutnya tentang radhā'ah nya Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam.
Disebutkan bahwa setelah Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam dilahirkan oleh ibunya lalu disusui oleh ibunya selama beberapa hari (ada yang mengatakan 3 hari, 7 hari). Dan Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam juga disusui oleh Tsuwaibah (budaknya Abū Lahab, paman Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam).

Tatkala keponakannya lahir, Abū Lahab gembira kemudian budaknya menyusui Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam dan membebaskan budaknya karena menyusui keponakannya (yang nantinya akan menjadi musuhnya).

Dan Tsuwaibah menyusui Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam, disebutkan dalam suatu hadīts, dalam Umratul Qadha maka dikatakan kepada Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam:
_"Kenapa engkau tidak menikah dengan putrinya Hamzah (Hamzah bin 'Abdul Muththalib, paman Nabi, nama putrinya Fāthimah)?"_
Maka Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam mengatakan:
_"Dia adalah putri dari saudaraku sepersusuan."_

Jadi, Hamzah adalah paman Nabi sekaligus saudara sepersusuan. Makanya Nabi sangat sayang kepada Hamzah dan sangat sedih tatkala Hamzah terbunuh di perang Uhud.

Ummu Habībah (istri Nabi) berkata:
_"Kami mendengar berita engkau wahai suamiku, engkau akan menikah dengan putrinya Abū Salamah."_
Kata Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam:
_"Abū Salamah?"_
Kata Ummu Habībah:
_"Ya"_
Kata Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam:
_"Sesungguhnya Abū Salamah adalah saudaraku sepersusuan."_

Jadi, Nabi selain disusui oleh ibunya, juga disusui oleh Tsuwaibah dan ibu susuannya yang lain yang berasal dari Thāif.

Kisah yang panjang tentang Halīmah As Sa'diyah, seorang wanita yang datang dari Thāif, dan saya mendengar kampungnya sampai sekarang masih ada.
Jadi, kebiasaan orang-orang Arab dahulu kalau mereka punya anak, mereka meletakkan anak mereka untuk tumbuh di masa kecilnya di perkampungan, bukan daerah kota (Mekkah tatkala itu adalah kota).
Kebiasaan orang-orang kampung, mereka datang ke kota untuk mencari anak-anak untuk dipelihara. Maka pada suatu tahun, tahun kemarau saat itu, berangkatlah para wanita Thāif, diantaranya adalah Halīmah As Sa'diyyah ditemani suami mereka.
Tatkala itu Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam ditawarkan kepada mereka, namun semua orang menolak, tidak ada yang mau menyusui Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam.
Ada apa?
Karena mereka tahu bahwa Muhammad yatim (tidak punya bapak), kalau tidak ada bapak lalu darimana upahnya?
⇒ Mereka bekerja untuk mencari upah dengan menyusui anak anak-anak kecil.
Awalnya Halīmah As Sa'diyyah juga tidak mau.
Saat datang ke Mekkah, dia mengendarai keledai betina. Ketika semua sudah dapat anak-anak yang akan disusui, tinggal Halīmah As Sa'diyyah, maka dia berdiskusi dengan suaminya untuk mengambil Muhammad untuk disusui. Akhirnya dengan berat hati diapun membawa Muhammad ke Thaif, disamping itu dia juga membawa anak kandungnya.

Begitu Nabi Muhammad shallallāhu 'alayhi wa sallam diambil berkatalah Halīmah :
_"Sebelumnya anak saya tidak bisa menyusu kepada saya, karena tidak ada makanan (musim kering)."_
Sehingga air susu untuk anaknya saja tidak cukup, namun begitu dia menggendong Muhammad maka air susunya menjadi banyak, bisa untuk menyusui anaknya dan Muhammad.
Kemudian, tadinya dia datang mengendarai keledai yang lemah lalu tatkala pulang, keledai itu menjadi kuat.
Dan setelah sampai di rumahnya di Thāif dia mendapati ternyata kambing-kambingnya dalam keadaan gemuk dan susunya penuh.

Ini keberkahan yang Halīmah As Sa'diyyah rasakan setelah menyusui Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam. Maka diapun mencintai Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam dan merawat Beliau dengan sebaik-baiknya.
Sampai disebutkan beberapa kali, ibunya Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam ingin mengambil Nabi tetapi ditolak oleh Halīmah.
Sampai akhirnya pada suatu hari, ibunya memaksa dan akhirnya dilepaskan setelah beberapa tahun disusui Halīmah.
Kemudian Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam dibawa kembali ke Mekkah dan hidup di bawah naungan ibunya.

Ada beberapa faidah yang disebutkan oleh para ulamā tentang masalah menyusuinya Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam:

Diantaranya:
⑴ Pentingnya anak- anak di masa kecil untuk hidup di daerah yang segar, ini kebiasaan orang-orang Arab. Mereka meletakkan anak-anak mereka ditempat-tempat yang segar sehingga tubuh mereka tumbuh dengan sehat.

Oleh karenanya kebiasaan para ulamā dahulu tatkala masih kecil, mereka diletakkan di kampung-kampung Arab sehingga mereka bisa menjaga bahasa Arab mereka.
Adapun kalau di kota, bahasanya sudah campur-campur, karena orang dari luar Arab datang.
Bahasa Arab yang kuat ini sangat penting untuk memahami Al Qurān dan Sunnah Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam, karena keduanya dengan bahasa Arab.

Oleh karenanya diantara musibah yang menimpa orang-orang Indonesia tatkala tulisan bahasa Arab jawa dihilangkan.
Dahulu orang-orang tua kita masih menulis dengan tulisan Arab walaupun bahasanya Indonesia tetapi tulisannya Arab, ini punya pengaruh. Orang jadi lihai menulis Arab dan akan menumbuhkan kecintaan kepada bahasa Arab, akhirnya semua orang mudah memahami bahasa Arab.

Di Arab saudi saat ini, banyak orang-orang yang ingin agar bahasa yang tersebar adalah bahasa 'ammiyyah (bahasa pasaran, bahasa yang tidak pakai kaidah), bahkan bagaimana mereka membuat sya'ir-sya'ir dengan bahasa Arab yang tidak baku.
Kalau kaidah-kaidah bahasa Arab hilang maka bagaimana orang bisa memahami Al Qurān dan Sunnah Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam?

Oleh karena itu, mempelajari bahasa Arab merupakan bagian dari agama.
Bahkan sebagian ulamā mengatakan belajar bahasa Arab wajib bagi yang mampu.
Kenapa?
Karena tidak mungkin bisa memahami Al Qurān dan Sunnah dengan baik kecuali dengan memahami bahasa Arab.

Namun yang menyedihkan, betapa banyak orang lebih semangat mengajarkan anaknya dengan bahasa Inggris (misalnya), sementara bahasa Arab sama sekali tidak diajarkan.
Dan semangat untuk belajar bahasa Arab tidak ada sama sekali. Sampai kita dapati disebagian kota dibuka kursus bahasa Arab gratis dan yang mendaftar hanya sedikit, sedikit yang berminat. Tetapi kalau bahasa Inggris, meskipun bayar mau datang.

Lalu bagaimana umat ini akan jaya?
Sementara bahasa Al Qurān dan Sunnah tidak faham.
Demikianlah kajian yang bisa kita sampaikan pada kesempatan hari ini,  In syā Allāh mudah-mudahan besok kita lanjutkan lagi.
وبالله التوفيق و الهداية
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ، وَأَتُوْبُ إِلَيْكَ
Ditranskrip oleh Tim Transkrip BiAS
_________________________

Jumat, 20 Oktober 2017

Bab 04 | Kelahiran Dan Nasab Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam (Bag. 5 dari 6)

BimbinganIslam.com
Jum’at, 30 Muharam 1439 H / 20 Oktober 2017 M
 Ustadz Dr. Firanda Andirja, MA
 Sirah Nabawiyyah
 Bab 04 | Kelahiran Dan Nasab Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam (Bag. 5 dari 6)
▶ Link Download Audio: http://bit.ly/BIAS-FA-SIROH0405
~~~~~~~~~~~~~~~~
*KELAHIRAN DAN NASAB NABI SHALLALLĀHU 'ALAYHI WA SALLAM 5 DARI 6*
بسم اللّه الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
إنَّ  الـحَمْدَ لله نَـحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَن لاَّ إِلَهَ إِلاَّ الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُـحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُولُه لا نبي بعده  يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا الله حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُون, فَإِنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ وَخَيْرَ الْهَديِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَشَرَّ الأُمُوْرِ مُحَدَثَاتُهَا، وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلةٌ، وَكُلَّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ
Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam dilahirkan pada hari Senin. Dalam hadīts yang shahīh dalam riwayat Muslim, Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam berpuasa pada setiap hari Senin, kemudian Beliau ditanya tentang kenapa Beliau berpuasa pada hari Senin? 
Kata Beliau:

ذَاكَ يَوْمٌ وُلِدْتُ فِيهِ وَيَوْمٌ أُنْزِلَ عَلَيَّ فِيهِ النُّبُوَّةُ

_"Karena hari Senin adalah hari dimana aku dilahirkan dan hari dimana wahyu turun (yaitu malāikat Jibrīl datang menemui Nabi di Gua Hira)."_

Oleh karenanya diantara bentuk syukur Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam (hari Senin hari yang mulia) selain malāikat juga mengangkat amalan pada hari Senin. Ada sebab lain yang menyebabkan Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam berpuasa pada hari Senin.
Diantaranya:
• Para malāikat mengangkat amalan.
• Nabi Muhammad shallallāhu 'alayhi wa sallam dilahirkan.
• Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam diturunkan wahyu.
• Bahkan disebutkan oleh shahābat seperti Ibnu 'Abbas radhiyallāhu 'anhumma  bahwasanya Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam tatkala hijrah menuju ke Madīnah juga hari Senin dan sampai di Madīnah juga hari Senin.
• Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam wafat pada hari Senin.

Pada tanggal berapakah Beliau lahir?
⇒ Ada 2 (dua) pendapat pada bulan apa Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam lahir:

⑴ Ada yang mengatakan pada bulan Ramādhan.
Disebutkan dalam hadits Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam diutus diawal dari 40 tahun, mereka mengatakan tatkala Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam diutusnya pada bulan Ramadhān maka kita mundur 40 tahun lalu beliau juga lahir, persis  bulan Ramadhān, maka lahirnya Nabi pada bulan Ramadhān (ini pendapat, tetapi pendapat ini lemah).

⑵ Jumhūr ulamā mengatakan Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam lahir pada bulan Rabī'ul Awwal.

Ada khilaf yang kuat di kalangan para ulamā yaitu tentang "Kapan tanggal lahirnya Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam?".
Dan khilaf itu disebutkan oleh para ulamā seperti An Nawāwi, Ibnu Katsīr dalam kitāb-kitābnya menyebutkan tentang khilaf kapan lahirnya Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam.
Demikian juga Ibnu Hisyām, Adz Dzahabi dan para ulamā Syāfi'iyyah menyebutkan bahwasanya para ulamā khilaf tentang kapan lahirnya Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam.
Ada yang mengatakan Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam lahir:
• Tanggal 2 Rabī'ul Awwal
• Tanggal 8 Rabī'ul Awwal
• Tanggal 10 Rabī'ul Awwal
• Tanggal 12 Rabī'ul Awwal

⇒ Intinya tidak ada dalīl yang kuat/shahīh yang menyebutkan kapan Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam dilahirkan (seluruhnya riwayat-riwayat (pendapat-pendapat) ulamā namun tidak ada yang shahīh).
Namun, para ulamā sepakat Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam lahir pada tanggal 12 Rabī'ul Awwal.

⇒ Dari sini kita tahu bahwasanya sebagian orang yang  memastikan Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam lahir tanggal 12 Rabī'ul Awwal maka pendapat ini tidak tepat karena ada khilaf diantara para ulamā dan tidak bisa dipastikan.

Berbeda dengan wafatnya Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam, Beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam) wafat pada hari Senin tanggal 12 Rabī'ul Awwal.

Dari sini tidak ada kelaziman seperti yang disangka oleh sebagian orang bahwasanya kita harus merayakan hari kelahiran Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam karena tanggal lahir Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam pun diperselisihkan oleh para ulama.
⇒ Dan para shahābat dahulu tidak merayakan hari kelahiran Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam.
Dan kalau kita melihat orang-orang yang merayakan hari kelahiran Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam secara umum ada 3 (tiga) model, diantaranya:

⑴ Bersyukur dengan lahirnya Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam (sesuai dengan sunnah Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam).
⇒ Bagaimana cara kita bergembira dengan lahirnya Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam?
Yaitu kita berpuasa setiap hari senin.
Tatkala Nabi ditanya kenapa Beliau berpuasa pada hari Senin.
Beliau menjawab:
_"Itu hari dimana saya dilahirkan."_
Oleh karena itu, diantara rasa bersyukurnya Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam adalah Beliau berpuasa pada hari Senin karena Beliau dilahirkan pada hari Senin.
Kitapun demikian, kalau kita ingin gembira dengan lahirnya Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam, maka bukan dengan perayaan tahunan, tidak! Tetapi setiap pekan kita bergembira dan bersyukur dengan lahirnya Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam.
Caranya bagaimana? Yaitu dengan  berpuasa.
⇒ Istilah kita dengan "Maulid Nabi" yang sunnah adalah seperti ini, yaitu dengan berpuasa setiap pekan di hari Senin.
⑵ Mengadakan acara maulid dengan membaca sejarah Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam kemudian beramal shālih pada hari tersebut, (misal) dengan membagikan makan pada faqir miskin.
(Ini pendapatnya sebagian Syāfi'iyyah, Ibnu Hajar dan yang lainnya).
Dan yang sering tersebar di tanah air kita (Indonesia) adalah yang ketiga yang diingkari oleh ulama Syāfi'īyyah juga yaitu;

⑶ Mengadakan acara maulid dengan berhura-hura (berlebih-lebihan) sampai bercampur di dalamnya kemungkaran-kemungkaran.
Oleh karenanya pendiri NU, Hadratush Syaikh Kyai Hāsyim Asy'ari, beliau menulis buku tentang "Peringatan-peringatan penting tentang mengingatkan umat tentang kemunkaran-kemungkaran  yang dilakukan oleh orang-orang pada terjadi pada acara maulid". 
Diantaranya beliau menyebutkan kemungkaran-kemungkaran diacara maulid adalah  adanya nyanyian-nyanyian (adanya musik), padahal seluruh ulamā 4 (empat) madzhab mengharāmkan musik, apalagi ulamā Syāfi'īyyah.
⇒ Namun sudah menjadi  fitnah yang tersebar bahkan dakwahpun dengan musik.
Sampai-sampai Imām Syāfi'ī dalam kitābnya Al 'Umm menyatakan:
_"Kalau ada orang dicuri alat musiknya maka pencuri tadi tidak perlu dipotong tangannya, karena hukum dia mencuri alat musik sama dengan mencuri bir dan mencuri babi."_
Kemudian dalam kitāb Al 'Umm juga Imām Syāfi'ī mengatakan:
_"Barangsiapa ada orang datang kemudian merusak alat musik seseorang maka dia tidak perlu mengganti."_
Sama-sama perkara haram.

Sampai-sampai Ibnu Hajar Al Haitami dalam kitābnya Al Jawāzir Fī Ightirāfil Kabāir (ini buku-buku yang ma'ruf dikalangan Syāfi'iyyah) memasukkan memainkan alat musik termasuk dosa-dosa besar, kenapa?
Karena melalaikan (syaithān ingin kita terlalaikan).

Bagaimana umat bisa tegak sementara mereka sibuk (terlalaikan) dan lupa membaca Al Qurān dan hadīts-hadīts Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam.

Demikianlah kemungkaran yang terjadi disebagian acara maulid Nabi yang diingkari ulamā Syāfi'iyyah diantaranya, acara maulid dilakukan dengan ikhtilat antara laki-laki dan perempuan, tabdzir (berlebih-lebihan), adapula yang membuat patung dan pawai.
Apakah dengan hal-hal ini bisa menambah imān seseorang? Menambah kecintaan kepada Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam?
Belum lagi saat waktunya shalāt tidak dilakukan shalāt berjama'ah.

Kalau seseorang ingin melaksanakan kecintaan kepada Nabi maka laksanakan maulid dengan tatacara Nabi dan ini jelas berpahala.
Caranya dengan berpuasa setiap pekan yaitu setiap hari Senin.

Hari kelahiran Nabi (hari Senin) ini membawa perubahan pada alam semesta karena Allāh Subhānahu wa Ta'āla mengutus Nabi-Nya pada kondisi yang sangat rusak tatkala itu (seperti yang telah kita jelaskan). Perzinahan, minum khamr, kebejatan, kesyirikan tersebar. Penyembahan terhadap berhala tersebar. Kerusakan baik sisi agama maupun moral.
Maka waktu yang tepat bagi Allāh Subhānahu wa Ta'āla mengutus Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam sebagaimana didalam Shahih Muslim:

اللَّهَ نَظَرَ إِلَى أَهْلِ الْأَرْضِ فَمَقَتَهُمْ عَرَبَهُمْ وَعَجَمَهُمْ إِلَّا بَقَايَا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ

_"Allāh Subhānahu wa Ta'āla melihat pada penduduk dunia dan Allāh murka kepada mereka, orang Arab dan juga orang 'Ajm kecuali sebagian dari sisa-sisa Ahli Kitāb."_
Demikianlah kajian yang bisa kita sampaikan pada kesempatan hari ini,  In syā Allāh mudah-mudahan besok kita lanjutkan lagi.
وبالله التوفيق و الهداية
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ، وَأَتُوْبُ إِلَيْكَ
Ditranskrip oleh Tim Transkrip BiAS
_________________________

Kamis, 19 Oktober 2017

Bab 04 | Kelahiran Dan Nasab Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam (Bag. 4 dari 6)

BimbinganIslam.com
Kamis, 29 Muharam 1439 H / 19 Oktober 2017 M
 Ustadz Dr. Firanda Andirja, MA
 Sirah Nabawiyyah
 Bab 04 | Kelahiran Dan Nasab Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam (Bag. 4 dari 6)
▶ Link Download Audio: bit.ly/BiAS-FA-Sirah-0404
~~~~~~~~~~~~~~~~
*KELAHIRAN DAN NASAB NABI SHALLALLĀHU 'ALAYHI WA SALLAM 4 DARI 6*
بسم اللّه الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
إنَّ  الـحَمْدَ لله نَـحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَن لاَّ إِلَهَ إِلاَّ الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُـحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُولُه لا نبي بعده  يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا الله حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُون, فَإِنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ وَخَيْرَ الْهَديِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَشَرَّ الأُمُوْرِ مُحَدَثَاتُهَا، وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلةٌ، وَكُلَّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ
Dalam hadīts yang lain:
_'Āisyah terjaga dimalam hari. Maka diapun mencari suaminya. Tiba-tiba 'Āisyah memegang kedua  kaki Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam dan Nabi dalam keadaan sujud ('Āisyah memegang kedua kakinya berdiri tegak Nabi dalam keadaan sujud)._
Kalau seandainya Nabi bercahaya maka 'Āisyah tidak perlu mencari-cari Nabi, karena Nabi terlihat (sedang sujud), namun 'Āisyah bangun karena dia kehilangan Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam.
⇒ Ini menunjukan tubuh Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam tidak bercahaya sebagaimana yang dikatakan oleh orang-orang (artinya) keluar cahaya seperti lampu.
Tapi kalau yang dimaksud cahaya adalah Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam putih, tampan maka ini benar. Tetapi kalau keluar lampu atau sinar maka ini tidak benar.
Oleh karenanya, orang-orang musyrikin, mereka dahulu mengejek Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam, mereka mengatakan:
وَقَالُوا مَالِ هَذَا الرَّسُولِ يَأْكُلُ الطَّعَامَ وَيَمْشِي فِيالْأَسْوَاقِ لَوْلَا أُنْزِلَ إِلَيْهِ مَلَكٌ فَيَكُونَ مَعَهُ نَذِيراً
_"Apa Rasūl seperti ini, berjalan di pasar, makan makanan, coba diturunkan malāikat kepadanya dan malāikat itu turun ikut berdakwah bersamanya baru kami berimān."_
(QS Al Furqān: 7)
Jadi, orang-orang musyrikin dahulu berangan-angan bahwasanya Rasūl itu dari kalangan malāikat. Kalau seandainya Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam keluar cahaya maka semua akan berimān.
Kenapa? 
⇒ karena ini adalah mu'jizat.  Manusia kok ada cahayanya?
Namun Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam tidak keluar cahaya sebagaimana  yang dikatakan oleh sebagian orang.
Dan para Rasūl seluruhnya pun demikian.
وَمَا أَرْسَلْنَا قَبْلَكَ مِنَ الْمُرْسَلِينَ إِلَّا إِنَّهُمْ لَيَأْكُلُونَ الطَّعَامَ وَيَمْشُونَ فِي الْأَسْوَاقِ ۗ
_"Dan inilah Kami mengutus para Rasūl (mursalīn) kecuali mereka berjalan dipasar dan makan makanan sebagaimana manusia yang lain."_
(QS Al Furqān: 20)
Oleh karenanya Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam tatkala melempar jamarah pada musim haji, para shahābat datang menaungi Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam dengan baju karena Nabi kepanasan. Seandainya tubuh Nabi bercahaya, kemudian cahaya tersebut memantul tentu Nabi tidak akan kepanasan, karena cahaya matahari kalah dengan cahaya Beliau shallallāhu 'alayhi wa sallam.
Cerita-cerita ini merupakan kisah yang lemah (hadīts yang lemah) dan ini juga sama dengan mencela 'Abdullāh (bapak Nabi), seakan-akan bapaknya Nabi memiliki istri simpanan atau bergaul dengan wanita pezina atau menerima wanita yang menuntut istibdha (ingin mencari bibit unggul). Dan kisah-kisah ini tidak bisa dijadikan dalīl.
⇒ Intinya, 'Abdullāh (bapaknya Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam) menikah dengan Āminah bintu Wahbin (Ibu Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam).
Disebutkan, saat bapak Nabi ('Abdullāh) sedang berdagang ke negeri Syām, kemudian ketika kembali (mampir) ke kota Madīnah maka beliau sakit dan meninggal dunia lalu dikuburkan di Madīnah. 
⇒ Tatkala itu Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam masih dalam keadaan janin.
Diantara hikmah Allāh Subhānahu wa Ta'āla, Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam dilahirkan dalam keadaan yatim. Dan Allāh Subhānahu wa Ta'āla sebutkan dalam Al-Qurān:
أَلَمْ يَجِدك يَتِيمًا فَآوَى
_"Bukankah Allāh Subhānahu wa Ta'āla mendapati engkau dalam keadaan yatim maka Allāh menaungimu."_
(QS Adh Dhuhā:  6)
⇒ Dan keyatiman yang sempurna adalah seorang anak lahir dalam keadaan ayahnya tidak ada.
Ada orang yang yatimnya menyusul, dia lahir saat ayah ibunya masih hidup dan akhirnya ayahnya meninggal dunia. Ini yatim dan ini juga penderitaan.
Akan tetapi keyatiman Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam sempurna, tatkala Beliau lahir, ayahnya sudah tidak ada. Kemudian tidak lama setelah melahirkan ibunya pun meninggal dunia saat Beliau masih kecil.
Adapun proses lahirnya Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam, bagaimana proses kelahiran Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam?
Ada riwayat-riwayat yang lemah yang menceritakan bahwasanya tatkala Beliau lahir, Beliau dilahirkan dalam kondisi kedua tangannya seperti duduk bersandarkan dan matanya melihat ke atas langit (tidak wajar seperti bayi biasanya). Ini hadītsnya lemah, tidak bisa dijadikan dalīl.
Seperti juga disebutkan ketika Beliau lahir diletakkan (seperti tempat) di atas batu kemudian batu itu pecah (agar Nabi tetapi melihat ke atas), inipun hadītsnya lemah.
Demikian juga riwayat lain yang menyatakan:
⑴ Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam dilahirkan dalam keadaan sudah tersunat, itupun hadītsnya lemah, tidak bisa dijadikan dalīl.
⑵ Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam lahir kemudian pada hari ke-7 kakeknya ('Abdul Muththalib) yang menyunat Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam.
Kedua hadīts di atas lemah, akan tetapi kata Imām Adz Dzahabi yang hadīts tentang Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam dilahirkan dalam keadaan telah tersunat lebih lemah, maka para ulamā sering menyebutkan bahwasanya Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam dilahirkan kemudian disunat oleh kakeknya ('Abdul Muththalib).
Sebagaimana perkataan Adz Dzahabi, beliau berkata:
_"Bahwasanya hadīts yang menjelaskan Nabi dilahirkan kemudian disunat oleh kakeknya pada hari ke-7 lebih shahīh daripada hadīts yang mengatakan Nabi dilahirkan dalam kondisi sudah disunat."_
Kalau seandainya Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam dilahirkan dalam keadaan sudah disunat maka akan menimbulkan kegemparan di kalangan orang-orang Quraisy.
Bayangkan!
Bayi keluar (baru lahir) kemudian sudah di sunnat, maka akan memudahkan mereka untuk berimān kepada Nabi, karena sejak lahir, lahirnya sudah aneh (sudah disunnat). 
Ini menunjukkan:
√ Beliau lahir seperti biasa, tidak dalam kondisi sudah disunat.
√ Beliau disunat oleh kakeknya.
√ Kakeknya yang menamakan Nabi dengan nama  Muhammad.
Sebagaimana datang dalam sebagian riwayat.
Demikianlah kajian yang bisa kita sampaikan pada kesempatan hari ini,  In syā Allāh mudah-mudahan besok kita lanjutkan lagi.
وبالله التوفيق و الهداية
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ، وَأَتُوْبُ إِلَيْكَ
_________________________
 Raih Pahala Jariyah dengan Donasi Markaz Dakwah & Studio Bimbingan Islam
√ Bank Mandiri Syariah
√ Kode Bank : 451
√ No. Rek : 710-3000-507
√ A.N : YPWA Bimbingan Islam
Konfirmasi Transfer Via WA & Informasi ;  0811-280-0606
----------------------------------

Kajian

IMAN TERHADAP WUJUD ALLĀH

🌍 BimbinganIslam.com 📆 Jum'at, 30 Syawwal 1442 H/11 Juni 2021 M 👤 Ustadz Afifi Abdul Wadud, BA 📗 Kitāb Syarhu Ushul Iman Nubdzah  Fī...

hits