🌍 BimbinganIslam.com
📆 Selasa, 08 Ramadhān 1442 H/ 20 April 2021 M
👤 Ustadz Arief Budiman, Lc
📗 Kitāb Shifatu Shaum Nabi ﷺ Fī Ramadhān
🔊 Halaqah 12 : Shalat Tarawih
〰〰〰〰〰〰〰
*SHALAT TARAWIH*
بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
والْحمد لله والصلاة والسلام على رسول لله و على أله و صحبه و من ولاه، أما بعد
Para pemirsa Bimbingan Islām rahīmaniy wa rahīmakumullāh
Ini adalah halaqah yang kedua belas dalam pembahasan Kitāb: صفة الصوم النبي ﷺ في رمضان (Shifatu Shaum Nabi ﷺ Fī Ramadhān), yaitu tentang Sifat Puasa Nabi ﷺ Pada Bulan Ramadhān, karya dua Syaikh yaitu Syaikh Salim bin Ied Al Hilali dan Syaikh Ali Hasan bin Abdul Hamid rahimahullāh.
Di halaqah keduabelas ini kita akan membahas tentang:
▪︎ Shalat Tarawih
Ada beberapa poin yang akan kita bahas.
⑴ Pensyari'atannya.
Shalat tarawih disyari'atkan dilakukan secara berjama'ah dan hukumnya sunnah mu'akadah (sunnah yang ditekankan) dan ini berdasarkan hadīts shahīh dalam Shahīh Al Bukhāri dan Muslim dari Aisyah radhiyallāhu 'anhā.
Bahwasanya Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam pada suatu malam awal bulan Ramadhān, beliau shallallāhu 'alayhi wa sallam keluar dan shalat di masjid. Dan ada sebagian shahabat yang mengetahui hal itu maka sebagian shahabat pun ikut shalat bersamanya.
Kemudian di pagi harinya mereka memperbincangkan shalat tersebut. Hingga berkumpullah banyak orang ketika Beliau shalat, mereka-pun ikut shalat bersamanya. Mereka meperbincangkan lagi, hingga bertambah banyaklah penghuni masjid pada malam ketiga, Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam keluar dan shalat.
Ketika malam keempat masjid tidak mampu menampung jama’ah, hingga Beliau hanya keluar untuk melakukan shalat shubuh.
Setelah selesai shalat beliau berbicara kepada para shahabat, Beliau mengatakan:
فَإِنَّهُ لَمْ تَخْفِ عَلَيَّ مَكَانُكُمْ وَلَكِنِّي خَشِيْتُ أَنْ تُفْرَ ضَ عَلَيْكُمْ فَتَعْجِزُوْا عَنْهَا
_"Sesungguhnya aku mengetahui perbuatan kalian semalam, namun aku khawatir diwajibkan atas kalian, sehingga kalian tidak mampu mengamalkannya.”_
(Hadīts shahīh riwayat Al Bukhāri 3/220 dan Muslim 761).
Kemudian Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam wafat dan tidak ada pensyari'atan tentang wajibnya shalat malam di bulan Ramadhān ini, sehingga kembali hukum asalnya adalah sunnah.
Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam tidak mengajak para shahabat untuk shalat tarawih berjama'ah karena khawatir shalat ini diwajibkan.
Dan ini satu kaidah yang berbunyi:
الحكم يدور مع علته وجودًا وعدمًا
_"Hukum itu berlaku sesuai dengan alasannya ada atau tidaknya."_
Tatkala tidak ada penjelasan dari Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam tentang wajibnya shalat tarawih sementara diawal sudah dilakukan oleh Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam dan para shahabat, maka hukumnya kembali kepada asalnya yaitu dianjurkannya dan disunnahkan shalat tarawih ini.
Demikian pula yang terjadi pada Umar bin Khaththāb radhiyallāhu 'anhu, sebagaimana disebutkan dalam satu riwayat dalam shahīh Al Bukhāri dan di dalam Muwatha Imam Mālik. Disebutkan dari riwayat Abdurrahman bin Abdin Al Qariy, beliau berkata:
خَرَجْتُ مَعَ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ لَيْلَةً فِي رَمَضَان إِلَى الْمَسْجِدِ فَإِذَا النَّاسُ أَوْزَاعٌ مُتَفَرِّقُونَ يُصَلِّي الرَّجُلُ لِنَفْسِهِ وَيُصَلِّي الرَّجُلُ فَيُصَلِّي بِصَلَاتِهِ الرَّهْطُ
_“Aku keluar bersama Umar bin Khaththāb radhiyallāhu 'anhu suatu malam di bulan Ramadhān ke masjid, ketika itu manusia berkelompok-kelompok. Ada yang shalat sendirian dan ada yang berjama’ah."_
Maka Umar berkata :
إِنِّي أرى لَوْ جَمَعْتُ هَؤُلَاءِ عَلَى قَارِئٍ وَاحِدٍ لَكَانَ أَمْثَلَ
_“Aku berpendapat kalau mereka dikumpulkan dalam satu imam, niscaya akan lebih baik."_
Kemudian beliau memerintahkan Ubay bin Ka’ab (yang dikenal dengan bacaan Al Qur'ānnya yang bagus di kalangan shahabat) untuk menjadi imam mereka. Kemudian pada malam berikutnya orang-orang berma'mum kepada Ubay bin Ka’ab radhiyallāhu 'anhu.
Umar-pun berkata :
نعم الْبِدْعَةُ هَذِهِ
_"Sebaik-baik bid’ah adalah ini."_
Harus kita perhatikan !
Bid'ah di sini maksudnya bid'ah secara bahasa, bukan secara istilah yang artinya mengada-ada ibadah baru tanpa ada contoh dari Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam.
Secara bahasa, maksudnya perkara baru yang ada di zaman Umar bin Khaththāb. Kalau secara istilah ini tidak baru. Secara istilah syari', sudah ada di zaman Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam dan dilakukan oleh para shahabat, bahkan oleh Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam tahu (diawali sudah kita jelaskan).
Kemudian Umar melanjutkan perkataan:
وَالَّتِي تَنَامُونَ عَنْهَا أَفْضَلُ مِنَ الَّتِي تَقُومُونَ. يُرِيدُ آخِرَ اللَّيْلِ
_"Orang yang tidur lebih baik dari yang bangun, ketika itu manusia shalat di awal malam."_
(Hadīts shahīh riwayat Al Bukhāri 4/218 dan tambahannya dalam riwayat Malik 1/114, Abdurrazaq 7733)
Jadi pensyari'atannya adalah dalīl dari shahīh Al Bukhāri dan Muslim dari 'Aisyah dan juga dari peristiwa yang terjadi pada Umar bin Khaththāb radhiyallāhu 'anhu.
⑵ Jumlah Raka'at Shalat Tarawih.
Pada asalnya ini adalah permasalahan khilafiyyah yang para ulama berselisih pendapat dalam hal ini. Namun kalau kita berbicara tentang perkataan yang paling tepat dan sesuai dengan apa yang dilakukan oleh Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam, maka tidak sak lagi bahwa jumlah shalat tarawih adalah sebelas raka'at dengan perincian delapan raka'at shalat tarawih ditambah tiga shalat witir.
Ditambah lagi ada hadīts 'Aisyah di dalam shahīh Al Bukhāri dan Muslim.
مَاكَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَزِيْدُ فِيْ رَمَضَانَ وَلاَ فِي غَيْرِهِ عَلَى اِحْدَى عَشَرَةَ رَكْعَةً
_“Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam tidak pernah shalat malam di bulan Ramadhān atau selainnya lebih dari sebelas raka’at."_
(Hadīts riwayat Al Bukhāri 3/16 dan Muslim 736 Al Hafizh berkata (Fath 4/54))
Dan juga sesuai dengan hadīts Jabīr radhiyallāhu 'anhu sebagaimana di dalam Shahīh Ibnu Hibbān dengan sanad yang hasan dengan syawāhidnya.
Jabīr radhiyallāhu 'anhu mengatakan :
أن النبي ﷺ لما أحيى بالناس ليلة في رمضان صلى ثماني ركعات وأوتر
_"Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam ketika menghidupkan satu malam di bulan Ramadhān beliau shalat delapan raka'at kemudian witir tiga raka'at."_
Dan Umarpun ketika mengumpulkan orang-orang untuk shalat tarawih kembali, beliau memerintahkan sebelas raka'at sesuai dengan hadīts-hadīts sebelumnya. Sebagaimana riwayat Malik dalam Muwatha dengan sanad yang shahīh dari Muhammad bin Yusuf dari As Sāib bin Yazid (seorang tabi'in) beliau mengatakan:
أمر عمرُ بنُ الخطابِ أُبَيَّ بنَ كعبٍ وتميمًا الدَّاريَّ أن يقوما للناس بإحدى عشرةَ ركعةً
_"Umar bin Khaththāb ketika memerintahkan sahabat Ubay bin Ka’ab dan Tamīm Ad Dari untuk menjadi imam shalat tarawih, beliau memerintahkan keduanya untuk mengerjakan shalat tarawih sebelas raka'at."_
Kemudian As Sāib bin Yazid mengatakan:
وقد كان القارئُ يقرأُ بالمئِين, حتى كنا نعتمدُ على العِصِيِّ من طولِ القيامِ وما كنا ننصرفُ إلا في بزوغِ الفجرِ
_"Dan sungguh Ubay bin Ka’ab dan Tamīm Ad Dari ini membaca Al Qur'ān ketika mengimani shalat tarawih ratusan ayat sampai-sampai kami bertelekan pada tongkat karena lamanya berdiri, dan kami tidak bubar dari shalat tarawih ini kecuali di awal fajar (menjelang sahur)."_
Inilah jumlah raka'at shalat tarawih.
Sekali lagi ini ada khilaf dimana ulama berselisih pendapat dalam hal ini. Namun kalau kita berbicara hal (minimalnya) yang paling mendekati kebenaran dan apa yang dilakukan Nabi shallallāhu shallallāhu 'alayhi wa sallam tidak sak lagi beliau berdasarkan keterangan dari istrinya (Aisyah) dan juga para sahabat. Beliau melakukan shalat tarawih sebanyak sebelas raka'at.
Wallāhu A'lam.
صلى الله على النبيا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين
وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته
____________________
Tidak ada komentar:
Posting Komentar