Sabtu, 20 Januari 2018

Kitābul Jāmi' | Bab Al-Birru (Kebaikan) Wa Ash-Shilah (Silaturahim) Hadits ke-12 | Memudahkan Seorang Yang Mengalami Kesulitan Karena Terlilit Hutang (Bagian 2)

🌍 BimbinganIslam.com
Sabtu, 03 Jumadal Ūla 1439 H / 20 Januari 2018 M
👤 Ustadz Dr. Firanda Andirja, M.A.
📗 Kitābul Jāmi' | Bab Al-Birru (Kebaikan) Wa Ash-Shilah (Silaturahim)
🔊 Hadits ke-12 | Memudahkan Seorang Yang Mengalami Kesulitan Karena Terlilit Hutang (Bagian 2)
~~~~~~~~~~~~~

MEMUDAHKAN SEORANG YANG MENGALAMI KESULITAN KARENA TERLILIT HUTANG

بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله

Ikhwan dan akhwat yang dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla, kita melanjutkan pembahasan kita dari hadits yang sebelumnya, pada bagian yang ke-2.

Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam mengatakan,

وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ يَسَّرَ اللَّهُ عَلَيْهِ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ

"Barangsiapa yang memudahkan seorang yang sedang mengalami kesulitan karena terlilit hutang maka Allāh akan memudahkan dia di dunia maupun di akhirat."

Kita tahu bahwasanya seseorang meminjam uang itu adalah hal yang diperbolehkan selama bukan merupakan kebiasaannya karena seseorang terkadang mengalami kesulitan dan dia terpaksa meminjam uang.

Oleh karenanya seorang (hendaknya) tidaklah meminjam uang kecuali dalam kondisi-kondisi terdesak.

Dalam hadits disebutkan bahwa Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam berlindung dari bahaya hutang ini.

Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam pernah berdo'a,

اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَعُوْذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ، وَأَعُوْذُ بِكَ مِنْ فِتْنَةِ الْمَسِيْحِ الدَّجَّالِ، وَأَعُوْذُ بِكَ مِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ. اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَعُوْذُ بِكَ مِنْ الْمَأْثَمِ وَالْمَغْرَمِ

“Ya Allāh , aku berlindung kepada Engkau dari adzab kubur. Dan aku berlindung kepada Engkau dari fitnah Al-Masīh Ad-Dajjāl. Dan aku berlindung kepada Engkau dari fitnah kehidupan dan fitnah kematian. Ya Allāh, aku berlindung kepada Engkau dari dosa dan hutang.”
(HR. Bukhari dan Muslim)

Seseorang bertanya kepada Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam dengan berkata,

مَا أَكْثَرَ مَا تَسْتَعِيذُ مِنْ الْمَغْرَمِ

"Ya Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam, sering sekali engkau berlindung kepada Allāh dari hutang, kenapa demikian?"

Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam mengatakan,

إِنَّ الرَّجُلَ إِذَا غَرِمَ حَدَّثَ فَكَذَبَ وَوَعَدَفَأَخْلَفَ 

"Seseorang kalau sudah berhutang, jika dia akan berkata maka dia akan berdusta, jika dia berjanji maka dia akan menyelisihi."

Oleh karenanya, terkadang hutang sering menjerumuskan orang ke dalam dosa-dosa yang lainnya yaitu jika dia berkata dia berdusta.

Kemudian jika dia berjanji akan membayar hutang, ternyata dia tidak membayar hutangnya.

Apalagi kalau seseorang terlilit hutang yang banyak kemudian datang para penagih hutang-hutang maka dia akan dalam kondisi yang sangat sulit.

Jika dia mengalami kesulitan seperti ini, lantas ada seorang mu'min menolongnya di dunia, maka Allāh akan menolongnya di dunia dan di akhirat.

Menghilangkan beban hutang bisa dengan beberapa model;

■ PERTAMA

Misal seseorang memiliki hutang kepada kita, kemudian tiba jatuh tempo untuk dia membayar hutang. Kemudian dia datang kepada kita dengan mengatakan: "Mohon maaf saya belum bisa membayar hutang saya."

Kemudian kita katakan: "Tidak mengapa, ditunda bulan depan."

Kata para ulama, kita menunda pembayaran hutang dia ini sudah termasuk ke dalam hadits ini, karena memberikan keringanan kepada dia.

Dan ini yang disebutkan oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla:

وَإِنْ كَانَ ذُو عُسْرَةٍ فَنَظِرَةٌ إِلَى مَيْسَرَةٍ 

"Jika dia memiliki kesulitan maka tundalah sampai tiba waktu dia mudah untuk membayar."
(QS Al-Baqarah 280)

Ini model yang pertama, yang termasuk dalam hadits ini yaitu jika dia punya hutang sama kita maka kita beri penundaan membayar pada waktu yang lain sehingga dia mendapatkan waktu yang lapang dan kesempatan untuk bisa membayar hutangnya.

■ KEDUA

Diantara bentuk menghilangkan kesulitan seorang yang terlilit hutang yaitu kita menyuruh dia untuk tidak membayar hutang semuanya.

Misal, dia hutang kepada kita 10 juta, maka kita katakan,
"Sudah antum bayar 5 juta atau 3 juta saja."
Maka ini memberi keringanan kepada dia.

Dan ingat, sikap kita dengan mengurangi hutang ini juga akan dibalas oleh Allāh di dunia maupun di akhirat.

Allāh akan mencatat amal kita dan akan memberi balasan di dunia dan di akhirat.

■ KETIGA

Yang terbaik adalah menghilangkan seluruh hutangnya, kita lunaskan hutangnya.

Allāh berkata,

وَأَن تَصَدَّقُواْ خَيْرٌ لَّكُمْ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ

"Dan engkau bersedekah maka itu lebih baik bagi kalian jika kalian mengetahuinya."
(QS Al-Baqarah 280)

⇒ Artinya, menunda membayar hutang itu baik dan akan lebih baik lagi kalau kau lunaskan, "Ya sudah, saya ikhlashkan", istilah kita.

Dan ini lebih baik di dunia dan di akhirat.

Oleh karenanya telah datang hadits-hadits "spesial" tentang masalah ini yaitu bagi orang yang memberi keringanan kepada orang yang terlilit hutang.

Karena terlilit hutang membuat seseorang pusing, sulit untuk tidur memikirkan bagaimana cara membayar hutang, sementara para penagih menagih terus.

Ini (tatkala terlilit hutang) membuat seorang menderita.

Ada hadits-hadits yang khusus membahas tentang masalah ini, contohnya,

• ⑴ Sabda Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam,

وأحب الأعمال إلى الله سرور تدخله في قلب مسلم

"Dan amalan yang paling dicintai oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla yaitu rasa gembira yang engkau masukkan ke dalam hati seorang Muslim."
(HR Bukhari Muslim)

Dalam riwayat lain, hadits selanjutnya kata Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam:

أَوُتَقْضِي عَنْهُ دَيْنًا 

"Atau engkau lunasi hutangnya."

Inilah di antara amalan yang sangat dicintai oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla, yaitu engkau melunasi hutang orang tersebut.

• ⑵ Dalam hadits yang lain juga Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam menyebutkan (bercerita), Beliau berkata:

تَلَقَّتِ المَلاَئِكَةُ رُوحَ رَجُلٍ مِمَّنْ كَانَ قَبْلَكُمْ، فقَالُوا: أَعَمِلْتَ مِنَ الخَيْرِ شَيْئًا؟ قَالَ لا قالوا تذكر قال كُنْتُ أداين الناس آمُرُ فتيانِي أَنْ يُنْظِرُوا وَيَتَجَاوَزُوا عَنِ المُوسِرِ، قَالَ: قَالَ الله : فَتَجَاوَزُوا عَنْهُ

Para malaikat bertemu dengan ruh seorang dari sebelum kalian.

⇒ Tatkala pada hari kiamat dihadirkan ruh seorang dari orang-orang sebelum kalian).

Maka para mailakat berkata, "Apakah engkau pernah melakukan kebaikan walaupun sedikit?"

Orang ini mengatakan: "Saya tidak pernah melakukan kebaikan."
Malaikat berkata: "Coba diingat, mungkin engkau pernah melakukan kebaikan."
Maka diapun ingat suatu kebaikan yang pernah dia lakukan.

⇒ Artinya, orang ini tidak pernah atau jarang melakukan kebaikan, tetapi dia ingat, dia berusaha mengingat-ingat apa kebaikan yang dia pernah lakukan waktu dia masih hidup, ternyata ada kebaikan yang pernah dia lakukan.

Dia mengatakan, "Saya dahulu memberi hutangan kepada orang-orang, namun saya menyuruh anak buahku untuk menunda orang yang sulit untuk membayar."

⇒ Nanti saja dilain waktu, kalau memang tidak bisa membayar sekarang.

"Dan untuk memaafkan orang yang mudah untuk membayar hutang."

⇒ Ada orang yang sudah ditunda kemudian suatu saat dia datang dan mampu untuk membayar tetapi dikatakan padanya, "Ya sudah, tidak usah membayar."

Subhānallāh, ini dia;
√ ⑴ Dia tunda orang yang kesulitan
√ ⑵ Dan kalau ada orang yang mau untuk membayar dia berkata "Ya sudah, saya maafkan, tidak usah membayar."

Maka Allāh berkata, "Ampuni dosa-dosanya"

⇒ Sebagaimana dia memaafkan orang yang bisa membayar hutang, dia maafkan (diikhlashkan, tidak usah membayar), maka kata Allāh, "Ampunilah dosa-dosanya."
(HR. Muslim No. 2917)

• ⑶ Dan hadits yang lain dari Abū Hurairah radhiyallāhu Ta'āla 'anhu, dari Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam.

Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam pernah berkata,

كَانَ تَاجِرٌ يُدَايِنُ النَّاسَ فَإِذَا رَأَى مُعْسِرًا قَالَ لِفِتْيَانِهِ تَجَاوَزُوا عَنْهُ لَعَلَّ اللَّهَ أَنْ يَتَجَاوَزَ عَنَّا فَتَجَاوَزَ اللَّهُ عَنْهُ

Ada seorang pedagang yang sering memberi hutangan kepada orang-orang. Jika dia melihat ada seorang yang sulit untuk membayar hutang.

Maka dia berkata kepada anak buahnya, "Maafkan dia (tidak usah dia bayar). Semoga Allāh, dengan saya memaafkan dia, Allāh akan memaafkan saya."

Maka kata Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam, "Maka Allāhpun mengampuni dosa-dosanya."
(HR Bukhari dan Muslim)

Oleh karenanya, jika seseorang memberi keringanan kepada orang yang berhutang maka semoga Allāh Subhānahu wa Ta'āla akan menghapuskan (memaafkan) dosa-dosanya.

Semoga Allāh menjauhkan kita dari kesulitan hutang dan semoga Allāh memudahkan kita untuk membantu orang yang berhutang.

السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته

Ditranskrip oleh Tim Transkrip BiAS
------------------------------------------

Kitābul Jāmi' | Bab Al-Birru (Kebaikan) Wa Ash-Shilah (Silaturahim) 🔊 Hadits ke-12 | Menghilangkan Penderitaan Sesama Muslim (Bagian 1)

🌍 BimbinganIslam.com
Jum’at, 02 Jumadal Ūla 1439 H / 19 Januari 2018 M
👤 Ustadz Dr. Firanda Andirja, M.A.
📗 Kitābul Jāmi' | Bab Al-Birru (Kebaikan) Wa Ash-Shilah (Silaturahim)
🔊 Hadits ke-12 | Menghilangkan Penderitaan Sesama Muslim (Bagian 1)
~~~~~~~~~~~~~

MENGHILANGKAN PENDERITAAN SESAMA MUSLIM

بسم اللّه الرحمن الرحيم

Ikhwan dan akhwat yang dirahmati Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Kita lanjutkan pembahasan kita dari Kitābul Jāmi', masih dalam bab Al-Birr wa Ash-shilah.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُسْلِمٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا نَفَّسَ الله عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ يَسَّرَ اللَّهُ عَلَيْهِ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ وَمَنْ سَتَرَ عَلَى مُسْلِمٍ سَتَرَ اللَّهُ عَلَيْهِ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ وَاللَّهُ فِي عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِي عَوْنِ أَخِيهِ

Dari shāhabat Abu Hurairah radhiyallāhu 'anhu, beliau berkata, Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda,

"Barangsiapa yang menghilangkan dari seorang Muslim penderitaannya dari penderitaan di dunia, maka Allāh akan menghilangkan penderitaannya dari penderitaan-penderitaan hari Kiamat.

Barangsiapa yang memudahkan bagi orang yang mengalami kesulitan karena terlilit hutang, maka Allāh akan memudahkan baginya urusan di dunia dan di akhirat.

Barangsiapa yang menutupi aib orang Islam, maka Allāh akan menutupi aibnya di dunia dan di akhirat. Allāh senantiasa menolong hamba tersebut jika seorang hamba menolong saudaranya."
(HR Muslim)

Hadits ini menunjukkan kaidah yang sangat agung yaitu:

الْجَزَاءُ مِنْ جِنْسِ الْعَمَلِ

"Balasan sesuai dengan amal perbuatan."

Barangsiapa yang melakukan kebaikan maka Allāh akan balas dengan kebaikan, barangsiapa yang melakukan keburukan maka Allāh akan balas dengan keburukan.

Lihat hadits ini,

• Barangsiapa yang menghilangkan penderitaan orang lain Allāh akan menghilangkan penderitaannya.
• Barangsiapa yang memudahkan orang yang mengalami kesulitan maka Allāh akan mengilangkan kesulitannya.
• Barang siapa yang menutup aurat seorang Muslim maka Allāh akan menutup auratnya.
• Barang siapa menolong seorang hamba maka Allāh akan menolongnya.

Ini semua menunjukkan bahwasannya "balasan seusai dengan perbuatan".

Dan hadits ini membicarakan beberapa permasalahan.

■ PERTAMA

Yaitu sabda Nabi shallallāhu 'alayhi wasallam,

مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُسْلِمٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا نَفَّسَ الله عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ

"Barang siapa yang menghilangkan penderitaan seorang muslim dari penderitaan-penderitaannya di dunia maka Allāh Subhānahu wa Ta'āla akan menghilangkan penderitaanya pada hari kiamat kelak."

Disini Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam tidak mengatakan "Allāh akan menghilangkan penderitaannya di dunia dan di akhirat", tetapi Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam hanya MENCUKUPKAN "Allāh akan menghilangkan penderitaannya di hari kiamat kelak".

Kenapa bisa demikian?

Hal ini dijelaskan oleh Al-Hāfizh Ibnu Rajab Al-Hanbali dalam kitabnya Jamī'ul 'Ulūm wal Hikām, beliau menyebutkan bahwasanya,

"Karena penderitaan di dunia tidak ada apa-apanya (tidak ada bandingannya) jika dibandingkan dengan penderitaan pada hari kiamat kelak."

Sesungguhnya penderitaan pada hari kiamat kelak sangatlah berat. Oleh karenanya Allāh menyediakan bagi orang yang menghilangkan penderitaan sauadaranya di dunia, Allāh akan menghilangkan penderitaannya di akhirat.

Kenapa ?

Penderitaan di dunia masih bisa dihadapi tapi penderitaan di akhirat maka sangat mengerikan. Tidak ada orang yang bisa menghadapi penderitaan di akhirat kecuali jika ditolong oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Seperti dalam hadits disebutkan:

يَجْمَعُ اللَّهُ النَّاسَ الأَوَّلِينَ وَالآخِرِينَ فِي صَعِيدٍ وَاحِدٍ , يُسْمِعُهُمُ الدَّاعِي وَيَنْفُذُهُمُ الْبَصَرُ ، وَتَدْنُو الشَّمْسُ , فَيَبْلُغُ النَّاسَ مِنَ الْغَمِّ وَالْكَرْبِ مَا لا يُطِيقُونَ وَلا يَحْتَمِلُونَ , فَيَقُولُ النَّاسُ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ : أَلا تَرَوْنَ مَا قَدْ بَلَغَكُمْ , أَلا تَنْظُرُونَ مَنْ يَشْفَعُ لَكُمْ إِلَى رَبِّكُمْ

Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam mengatakan bahwasanya,

• Allāh akan mengumpulkan seluruh manusia sejak awal sampai akhir di satu dataran.
• Matahari akan direndahkan oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
• Maka orang-orang akan mengalami penderitaan dan kesulitan dan penderitaan yang mereka tidak mampu untuk menghadapinya, mereka tidak mampu untuk memikulnya.
• Maka sebagian orang berkata kepada yang lainnya, "Tidakkah kalian melihat yang kalian rasakan, tidakkah kalian melihat siapa yang bisa memberi syafa'at bagi kita di sisi Rabb kita."
(HR Bukhari dan Muslim)

Ini adalah hadits tentang syafa'at yang menjelaskan manusia dalam kondisi sangat sulit tatkala itu, karena matahari diturunkan dalam jarak satu mil.

Dalam hadits lain Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam mengatakan,

تُحْشَرُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حُفَاةً عُرَاةً غُرْلا

"Kalian akan dibangkitkan oleh Allāh pada hari kiamat dalam kondisi tidak memakai alas kaki, dalam kondisi tidak berpakaian dalam kondisi belum disunat."

'Aisyah radhiyallāhu 'anhā berkata:

يا رسول الله الرِّجَالُ وَالنِّسَاءُ جَمِيعًا ، يَنْظُرُ بَعْضُهُمْ إِلَى بَعْضٍ ؟ 

"Ya Rasūlullāh, lelaki dan wanita akan saling melihat diantara mereka (kalau mereka dikumpulkan bersama)?"

Kata Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam:

الأَمْرَ أَشَدُّ أَنْ يُهِمَّهُمْ مِنْ ذَلِك  

"Perkaranya sangat dahsyat sehingga mereka tidak sempat untuk memikirkan hal itu."
(HR Bukhari dan Muslim)

Allāh mengatakan,

يَوْمًا يَجْعَلُ الْوِلْدَانَ شِيبًا 

"Hari dimana Allāh menjadikan anak-anak menjadi beruban."
(QS. Al-Muzzammil 17)

Karena saking dahsyatnya, seandainya hari tersebut dilihat olah anak-anak maka rambut mereka bisa langsung beruban karena saking mengerikan pada hari tersebut.

Tatkala matahari didekatkan oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla maka manusia bercucuran keringat, ada yang keringatnya sampai di mata kakinya, ada yang sampai di betisnya, ada yang di pinggangnya, bahkan sampai keringatnya di mulutnya karena saking panas dan penderitaan pada hari tersebut.

Oleh karenanya, ikhwan dan akhwat yang dirahmati Allāh Subhānahu wa Ta'āla,

Disini Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam mengkhususkan "Barangsiapa yang menghilangkan penderitaan seorang mu'min di dunia maka Allāh akan menghilangkan penderitaannya di akhirat" karena penderitaan di dunia masih bisa dihadapi, adapun penderitaan akhirat siapa yang bisa menghadapinya?

Penderitaan dengan berbagai macam model penderitaan.

Maka barangsiapa yang menghilangkan penderitaan seorang Mu'min maka dia akan dihilangkan penderitaannya di hari kiamat.

Naffasa (نَفَّسَ) dalam bahasa Arab diambil dari مَنْ نَفَّسَ, "barangsiapa melegakan" kalau kita artikan secara bahasa Indonesia.

Artinya misalnya seperti orang tercekik, susah untuk bernapas, dadanya sempit, udara sulit keluar dari kerongkongannya kemudian kita lepaskan, itu namanya tanfis. Jadi seakan-akan ia mudah untuk bernapas lagi.

Ini isyarat bahwasannya seorang tatkala saudaranya mengalami penderitaan, bisa jadi dia tidak menghilangkan penderitaannya secara total, tapi paling tidak dia meringankan sehingga orang tersebut yang sebelumnya sulit untuk bernapas, sulit untuk bergerak, tiba-tiba dia bisa lagi menghembuskan udara/nafasnya sehingga dia merasa ringan.

Oleh karenanya jika seseorang berusaha membantu saudaranya semaksimal mungkin maka Allāh akan menghilangkan penderitaannya pada hari kiamat.

Dan tadi kita telah jelaskan bahwa hadits ini menunjukkan "al jazā min jinsil 'amal (balasan sesuai dengan perbuatan)" namun pada hakikatnya amalan kita tidak sebanding dengan pemberian Allāh, dengan balasan yang Allāh berikan.

Bayangkan, kita hanya menghilangkan penderitaan seseorang di dunia, tetapi balasannya penderitaan kita di akhirat yang akan dihilangkan Allāh Subhānahu wa Ta'āla. Tentu tidak ada bandingannya antara penderitaan di dunia dengan penderitaan di akhirat.

Demikian ikhwan dan akhwat kita akan lanjutkan pada pembahasan berikutnya in syā Allāh.

والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته

Ditranskrip oleh Tim Transkrip BiAS
------------------------------------------

Kitābul Jāmi' | Bab Al-Birru (Kebaikan) Wa Ash-Shilah (Silaturahim) 🔊 Hadits ke-11 | Anjuran Memperhatikan Tetangga

🌍 BimbinganIslam.com
Kamis, 01 Jumadal Ūla 1439 H / 18 Januari 2018 M
👤 Ustadz Dr. Firanda Andirja, M.A.
📗 Kitābul Jāmi' | Bab Al-Birru (Kebaikan) Wa Ash-Shilah (Silaturahim)
🔊 Hadits ke-11 | Anjuran Memperhatikan Tetangga
~~~~~~~~~~~~~

ANJURAN MEMPERHATIKAN TETANGGA

بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله و على آله و صحبه و من واله.

Ikhwan dan akhwat yang dirahmati Allāh Subhānahu wa Ta'āla, kita masih dalam Bāb Al-Birr wa Ash-shilah dan kita masuk pada hadits berikutnya.

وَعَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللَّهِ صلى الله عليه و سلم : "إِذَا طَبَخْتَ مَرَقَةً فَأَكْثِرْ مَاءَهَا وَتَعَاهَدْ جِـيْرَانَكَ." أَخْرَجَهُ مُسْلِمٌ .

Dari Abū Dzarr radhiyallāhu Ta'āla 'anhu, beliau berkata: Rasūlullāh Shallallāhu Alayhi Wasallam bersabda: "Jika engkau memasak kuah, maka perbanyaklah airnya dan perhatikanlah tetangga-tetanggamu." (HR Muslim)

Maraqah (مَرَقَةً) artinya adalah air yang dimasak yang di dalamnya terdapat daging atau sayuran sehingga banyak kuahnya. Jadi intinya/pokoknya adalah kuah.

Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam menyuruh kita, kalau memasak sayur atau daging kita banyakkan kuahnya sehingga airnya tersebut bisa kita bagi-bagikan kepada tetangga.

Kata Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam:

وَتَعَاهَدْ جِـيْرَانَكَ

"Dan perhatikanlah tetangga-tetanggamu."

⇒ Artinya, berikanlah kepada mereka hadiah dari apa yang kita masak.

Ikhwan dan akhwat yang dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla,

Hadits ini memberi anjuran kepada kita untuk memperhatikan tetangga.

Dan telah berlalu hadits-hadits yang menjelaskan akan pentingnya berbuat baik kepada tetangga. Bahwasanya tetangga adalah termasuk orang yang paling utama bagi kita untuk berbuat baik kepadanya.

Dan hal ini akan menambahkan kasih sayang antara seseorang dengan tetangganya.

Apalagi jika terkadang timbul perselisihan antara seseorang dengan tetangganya gara-gara anak-anak misalnya, atau suara-suara tertentu atau namanya tetangga, terkadang terjadi keributan, cekcok dan ketidakcocokan.

Maka hal ini bisa dihilangkan dengan saling memberi hadiah.

Karena tatkala seseorang memberi hadiah kepada tetangganya maka akan hilang sū-uzhan, kebencian dan prasangka-prasangka yang buruk.

Dengan adanya hadiah-hadiah tersebut berarti dia husnuzhan, dia tahu bahwasanya tetangganya telah perhatian terhadap dia.

Hadits ini adalah contoh minimal, artinya minimal seorang berbuat baik meskipun hanya memberikan kuah.

Dan ini menunjukkan bahwa tidak ada alasan bagi seseorang untuk pelit.

Ada orang yang mungkin pelit ketika masak sesuatu dan ada orang yang miskin. Baik yang pelit maupun yang miskin, mungkin dia tidak bisa memberikan daging kepada tetangganya (karena pelit atau memang karena miskin).

Akan tetapi, kata Nabi Shallallāhu 'Alayhi wa Sallam, tidak mesti daging atau sayur yang diberikan, berikan kuahnya, perbanyak kuahnya.

Seseorang yang tadinya memasak kuah, misalnya dengan air 1 liter, maka tambahlah lagi 1 liter kemudian dia tambahi bumbunya sehingga tatkala memasak aroma kuahnya akan masuk ke rumah-rumah tetangga.

Tetangga akan mencium bau tersebut dan membuat hati mereka tertarik dengan masakan/makanan tersebut, maka kita berikan hadiah kepada mereka dari kuah tersebut.

Apalagi kalau kita memberikan juga sebagian dagingnya kepada mereka, ini lebih utama lagi. Kalau kuah saja dianjurkan oleh Nabi Shallallāhu 'Alayhi wa Sallam, apalagi daging.

Dan kata Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam tadi, "Perhatikanlah tetangga-tetanggamu". Artinya, kalau kita bisa berikan ke beberapa rumah, terutama rumah yang dekat dengan rumah kita, mereka lebih utama untuk kita berbuat baik kepada mereka.

Ikhwan dan akhwat yang dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla,

Bagi tetangga yang menerima hadiah tersebut jangan remehkan hadiah tersebut, sebagaimana bagi si pemberi hadiah jangan mengatakan:

"Apa sih? Ngapain kita kasih kuah? Nanti apa kata mereka terhadap kita?"
Jangan begitu, berikan saja, tidak masalah.

Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam menyuruh untuk memberikan meskipun hanya kuah.

Kalau kita punya kelebihan harta berikan juga dagingnya dan sayurnya.

Kemudian yang menerima hadiahpun juga jangan meremehkan dengan mengatakan:
"Apa sih orang tersebut? Masa memberi cuma kuah saja, pelit banget."

Jangan.

Ingat sabda Nabi Shallallāhu 'Alayhi wa Sallam, jangan meremehkan kebaikan apapun.

Orang tersebut berbuat baik kepada kita berarti dia sudah perhatian kepada kita.

Kita hargai perhatian tersebut, sebagaimana Nabi Shallallāhu 'Alayhi wa Sallam tidak menolak hadiah, hadiah apapun yang diberikan kepada Nabi, Nabi terima (tidak menolak).

Kalau seseorang misalnya tidak suka dengan hadiah tersebut maka bisa dia berikan kepada orang lain, artinya seseorang menyenangkan hati orang lain.

Tatkala orang lain memberikan hadiah kita terima dan kita husnuzhan kepada dia, minimal dia memberi perhatian kepada kita, minimal dia tidak melupakan kita.

Dan ini akan memberi pengaruh dalam hati meskipun pemberiannya tidak banyak.

Dan kita berusaha membalas kebaikan tersebut, minimal dengan mengucapkan "Jazākallāhu khairan" (semoga Allāh membalas kebaikanmu), kita mendo'akan dia atau kita berikan balik kepada dia.

Kalau memungkinkan, dia kasih kita kuah, maka suatu saat kita kasih dia daging.

Kemudian, ikhwan dan akhwat yang dirahmati Allāh Subhānahu wa Ta'āla,

Sebagian ulama mengatakan bahwasanya hadits ini datang dalam bentuk masalah kuah.

Artinya tatkala seseorang memasak sayur atau daging maka kuahnya akan sampai ke tetangganya dan dicium oleh tetangganya, maka kita dianjurkan untuk memberikan sebagian dari apa yang kita masak.

Demikian juga dengan apa yang dilihat, sebagaimana apa yang dicium dapat memberi pengaruh, demikian juga dengan apa yang dilihat.

Artinya misalnya kita beli makanan dari pasar kemudian kita bawa pulang ke rumah, misalnya kita bawa buah-buahan. Tatkala kita mau masuk rumah ternyata tetangga kita melihat kita baru dari pasar dan melihat buah-buahan yang kita bawa, sebagaimana di hatinya tertarik dengan mencium kuah, demikian juga di hatinya akan tertarik tatkala melihat makanan yang kita bawa.

Maka jangan lupa kita berikan sedikit kepada tetangga kita karena dia sudah terlanjur melihat makanan atau buah-buahan yang kita bawa.

Demikian, ikhwan dan akhwat yang dirahmati Allāh Subhānahu wa Ta'āla,

Jangan pernah meremehkan kebaikan apapun dan juga berusaha untuk berbuat baik kepada tetangga.

Dan ini akan menambah kasih sayang diantara tetangga dan menghilangkan berbagai macam cekcok & perselisihan di antara tetangga karena akan menghilangkan berbagai macam sū-uzhan dan menambah husnuzhan diantara para tetangga.

والله تعالى أعلم بالصواب

Ditranskrip oleh Tim Transkrip BiAS
------------------------------------------

Kitābul Jāmi' | Bab Al Birru (Kebaikan) Wa Ash Shilah (Silaturahim) Hadits ke-10 | Larangan Memandang Rendah Suatu Kebaikan

🌍 BimbinganIslam.com
Rabu, 29 Rabi’ul Akhir 1439 H / 17 Januari 2018 M
👤 Ustadz Dr. Firanda Andirja, M.A.
📗 Kitābul Jāmi' | Bab Al Birru (Kebaikan) Wa Ash Shilah (Silaturahim)
🔊 Hadits ke-10 | Larangan Memandang Rendah Suatu Kebaikan
~~~~~~~~~~~~~~

LARANGAN MEMANDANG RENDAH SUATU KEBAIKAN

بسم الله الرحمن الرحيم

Ikhwan dan akhwat yang dirahmati Allāh Subhānahu wa Ta'āla, kita lanjutkan hadits berikutnya dan masih dalam Bab Al Birr wa Ash Shilah.

عَنْ أَبِيْ ذَرٍّ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللَّهِ صلى الله عليه و سلم : "لاَ تَحْقِرَنَّ مِنَ الْمَعْرُوْفِ شَيْئاً، وَلَوْ أَنْ تَلْقَى أَخَاكَ بِوَجْهٍ طَلْقٍ." أَخْرَجَهُ مُسْلِمٌ.

Dari Abū Dzarr Radhiyallāhu 'anhu ia berkata: Rasūlullāh Shallallāhu Alayhi Wasallam bersabda:

"Janganlah kamu meremehkan kebaikan apapun, meskipun kau bertemu dengan saudaramu dengan wajah berseri-seri."

(Hadits shahīh diriwayatkan oleh Imām Muslim).

⇒ Hadits ini menjelaskan bahwasanya syari'at memotivasi kita untuk berbuat kebaikan apapun.

Seluruh yang namanya kebaikan hendaknya kita lakukan karena sabda Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam:

لاَ تَحْقِرَنَّ

"Jangan sekali-sekali engkau meremehkan."

Karena di situ ada "nun taukid" artinya ini untuk penekanan sehingga maknanya, "JANGAN SEKALI-SEKALI engkau meremehkan".

مِنَ الْمَعْرُوْفِ شَيْئاً

"Kebaikan sekecil apapun juga (jangan kau remehkan)."

Maka kemudian Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam mencontohkan:

وَلَوْ أَنْ تَلْقَى أَخَاكَ بِوَجْهٍ طَلْقٍ

"Meskipun engkau bertemu dengan saudaramu dengan wajah tersenyum."

Karena bertemu saudara dengan wajah tersenyum merupakan kebaikan.

Ingat firman Allāh Subhānahu wa Ta'āla:

فَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ

"Barangsiapa yang melakukan kebaikan sebesar dzarrah, maka dia akan melihat hasilnya."
(QS Al-Zalzalah: 7)

Allāh tidak akan melupakan kebaikan apapun meskipun sebesar dzarrah.

⇒ Dzarrah, disebutkan oleh sebagian Ahli Tafsir bisa dimaknakan dengan salah satu dari 3 makna:

• ⑴ Semut kecil

Yang semut kecil itu seandainya kita letakkan di daun timbangan untuk mengetahui berapa gram beratnya seakan-akan hampir-hampir tidak terasa beratnya.

Kalau semut itu berada di pundak kita tidak akan merasa kalau ada semut karena saking ringannya.

⇒ Artinya, kalau ada orang berbuat kebaikan meskipun beratnya sebesar semut ini maka Allāh akan beri balasan.

Maka jangan diremehkan dan balasannya akan ada dihari kiamat kelak.

• ⑵ Misalnya seseorang meletakkan kedua telapak tangannya di tanah sehingga tangannya kotor, kemudian dia tepukkan kedua tangannya maka tersisalah butiran-butiran kecil di tangannya, itulah dzarrah.

Kalau kita ambil satu butir dari butiran-butiran yang ada tersisa di telapak tangan kemudian kita timbang itulah dzarrah.

Kalau kita letakkan di timbangan mungkin tidak ketahuan berapa beratnya, saking ringannya.

• ⑶ Misalnya seorang membuka jendela maka masuk cahaya matahari maka akan dia akan lihat butiran-butiran debu di udara, itulah dzarrah.

Artinya kalau kita ambil 1 butir dan kita timbang tidak akan terasa beratnya.

Namun disisi Allāh Subhānahu wa Ta'āla, Allāh tahu beratnya dan Allāh akan beri balasannya.
Kata Allāh:

فَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ

"Barangsiapa melakukan kebaikan sebesar dzarrahpun, Allāh akan berikan balasan."

Oleh karenanya ikhwan dan akhwat yg dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla,

Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam melarang kita untuk meremehkan kebaikan apapun.

Ingatlah, Allāh Maha Tahu. Allāh mengatakan:

وَمَا تَفْعَلُوا مِنْ خَيْرٍ فَإِنَّ اللَّهَ بِهِ عَلِيمٌ

"Kebaikan apapun yang kalian lakukan maka Allāh Maha Mengetahui."
(QS Al-Baqarah: 215)

Meskipun orang lain tidak tahu engkau senyum kepada orang lain, mungkin orang tidak peduli dengan senyumanmu atau mungkin engkau sendiri juga lupa dengan senyumanmu, tapi Allāh tidak lupa.

Allāh mengatakan:

فَإِنَّ اللَّهَ بِهِ عَلِيمٌ

Allāh mengetahui senyumanmu tersebut, Allāh mengetahui kebaikanmu tersebut.

Jadi kita berusaha melakukan kebaikan apapun meskipun orang lain tidak tahu, Allāh Maha Tahu.

Meskipun orang lain melupakan kebaikan kita atau bahkan kita sendiri melupakan kebaikan kita.

Dan Allāh tidak akan lupa dan Allāh akan memberi ganjaran di akhirat kelak.

Ikhwan dan akhwat yang dirahmati Allāh Subhānahu wa Ta'āla,

Betapa kita butuh dengan kebaikan di akhirat kelak karena di akhirat kelak kita butuh timbangan kebaikan kita menjadi berat.

Allāh Subhānahu wa Ta'āla berfirman:

فَأَمَّا مَن ثَقُلَتْ مَوَازِينُهُ (٦) فَهُوَ فِي عِيشَةٍ رَّاضِيَةٍ (٧)

"Adapun orang yang timbangan kebaikannya lebih berat maka dia akan berada dalam kehidupan yang dia senangi."
(QS Al Qāri'ah: 6-7)

Dia akan mendapatkan surga dan kita sangat butuh dengan kebaikan timbangan kita menjdi berat.

Oleh karenanya kita berusaha melakukan kebaikan apapun; senyum kepada saudara.

⇒ Ini akan menambah beratnya timbangan kebaikan kita di akhirat, jangan kita remehkan.

Oleh karenanya, seorang berusaha melatih diri untuk bertemu dengan saudaranya dengan wajah berseri-seri, dengan wajah senyum.

Jangan bertemu dengan saudaranya dengan wajah muram, kusam, garang, tetapi kita harus tawādhu' (rendah diri).

Apa salahnya jika kita senyum?

Apakah kalau kita senyum dengan orang lain berarti kita rendah?

Terkadang setan datang mengabarkan kepada kita kalau kita senyum kepada orang seakan-akan kita rendah, sehingga kita dengan wajah masam seakan-akan angkuh.

Jangan yā, ikhwan!

Kita berusaha senyum kepada setiap orang, hal ini menunjukkan kita tawādhu' di hadapan Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Kita senyum kepada dia karena perintah dari Nabi Shallallāhu 'Alayhi wa Sallam dan ini pasti ada balasannya di akhirat kelak.

Oleh karenanya, tebarkanlah senyuman maka niscaya Anda akan mendapatkan ganjaran sebanyak-banyaknya di sisi Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

وبالله التوفيق والهداية
السلام عليكم ورحمة الله و بركاته

Ditranskrip oleh Tim Transkrip BiAS
------------------------------------------

Kitābul Jāmi' | Bab Al-Birru (Kebaikan) Wa Ash-Shilah (Silaturahim) Hadits ke-9 | Setiap Kebaikan Adalah Sedekah

🌍 BimbinganIslam.com
Selasa, 29 Jumadal Ūla 1439 H / 16 Januari 2018 M
👤 Ustadz Dr. Firanda Andirja, M.A.
📗 Kitābul Jāmi' | Bab Al-Birru (Kebaikan) Wa Ash-Shilah (Silaturahim)
🔊 Hadits ke-9 | Setiap Kebaikan Adalah Sedekah
➖➖➖➖➖➖➖➖➖

SETIAP KEBAIKAN ADALAH SEDEKAH

بسم الله الرحمن الرحيم

Ikhwan dan akhwat yang dirahmati Allāh Subhānahu wa Ta'āla, kita masuk ke hadits berikutnya masih dalam bab "Al-Birr wa Ash-Shilah".

وَعَنْ جَابِرٍ رضي الله عنه قَالَ: قاَلَ رَسُوْلُ اللَّهِ صلى الله عليه و سلم : "كُلُّ مَعْرُوْفٍ صَدَقَةٌ." أَخْرَجَهُ الْبُخَارِيُّ.

Dari Jābir radhiyallāhu Ta'āla 'anhu, dia berkata: Rasūlullāh Shallallāhu Alayhi Wasallam bersabda:

"Seluruh perbuatan baik merupakan sedekah."
(HR Imām Al Bukhari)

Yang dimaksud sabda Nabi:

• Ma'rūf (مَعْرُوْفٍ) adalah lawan dari munkar.

⇒ Munkar, kita tahu perbuatan munkar dan ma'ruf adalah perbuatan kebaikan.

• Kullu ma'rūfin ( كُلُّ مَعْرُوْف), kullu adalah lafazh yang menunjukkan keumuman.

⇒ Yang kalau kita artikan dalam bahasa kita SELURUH perbuatan baik merupakan sedekah.

Hadits ini menjelaskan bahwasanya sedekah di mata syari'at bukan hanya terbatas pada harta, tetapi seluruh perbuatan baik (segala perbuatan kebaikan) juga merupakan sedekah.

Kebaikan apapun juga, entah kebaikan yang berkaitan dengan diri sendiri maupun kebaikan yang berkaitan dengan oranglain, pokoknya yang namanya kebaikan merupakan sedekah.

Dan telah datang dalam hadits-hadits yang lain dimana Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam menjelaskan bahwasanya seluruh kebaikan secara rinci juga merupakan sedekah.

Dalam hadits, Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam mengatakan:

وَكُلُّ تَسْبِيحَةٍ صَدَقَةٌ، وَكُلُّ تَحْمِيدَةٍ صَدَقَةٌ، وَكُلُّ تَهْلِيلَةٍ صَدَقَةٌ، وَكُلُّ تَكْبِيرَةٍ صَدَقَةٌ، وَأَمْرٌ بِالْمَعْرُوفِ صَدَقَةٌ وَنَهْيٌ عَنْ الْمُنْكَرِ صَدَقَةٌ

"Setiap Tasbih merupakan sedekah, setiap Tahmid (mengucapkan alhamdulillāh) juga merupakan sedekah, setiap bertahlil (mengucapkan lā ilāha illa Allāh) merupakan sedekah dan setiap takbir (mengucapkan Allāhu akbar) maka dia juga bersedekah. Dan menyeru oranglain kepada kebaikan juga sedekah dan juga mencegah oranglain dari perbuatan kemungkaran (nahyi munkar) juga dia bersedekah."
(HR Muslim no. 2376, dari shahābat Abū Dzar)

Kalau tadi Tashbih, Tahlil, Tahmid adalah bersedekah, (maka) ini berkaitan dengan diri hamba; dia memuji Allāh, mengagungkan Allāh maka dia bersedekah kepada dirinya sendiri.

Sekarang yang berkaitan dengan oranglain, (yaitu) seperti amr bin ma'ruf adalah sedekah. Menyuruh oranglain untuk melakukan kebaikan berarti dia sedang bersedekah.

Bahkan dalam perkara yang kita anggap perkara duniawi, kata Nabi Shallallāhu 'Alayhi wa Sallam:

وَفِـيْ بُضْعِ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ

"Engkau menggauli istrimu engkau telah bersedekah."
(HR Muslim)

⇒ Menyenangkan hati istri, berhubungan dengan istri ini dinilai sedekah menurut kacamata syari'at.

تَعْدِلُ بَيْنَ اثْنَيْنِ صَدَقَةٌ

Demikian juga jika ada 2 orang datang kemudian menjadikan engkau sebagai hakim (pengambil keputusan) jika engkau berbuat adil kepada keduanya maka berarti engkau telah bersedekah.

وَتُعِينُالرَّجُلَ فِي دَابَّتِهِ فَتَحْمِلُهُ عَلَيْهَا أَوْ تَرْفَعُ لَهُ عَلَيْهَا مَتَاعَهُ صَدَقَةٌ

Demikian juga jika engkau membantu seseorang lalu engkau mengangkatkan barangnya di atas tunggangannya ini juga merupakan sedekah.
(HR Bukhari no. 2989 dan Muslim no. 1009)

⇒ Lihat disini, sedekah tidak mesti dengan uang/harta.

Kita membantu oranglain, (yaitu) sedekah dengan tenaga, mengangkatkan barangnya, meletakkan diatas tunggangannya atau bisa meletakkan diatas mobilnya, kita bantu angkat barang, ini juga merupakan sedekah, kata Nabi Shallallāhu 'Alayhi wa Sallam.

Kemudian juga Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam mengatakan dalam hadits yang lain:

وَالْكَلِمَةُ الطَّيِّبَةُ صَدَقَةٌ

"Dan berkata-kata yang baik merupakan sedekah."
(HR Al Bukhari no. 2707 dan Muslim no. 2332)

Seseorang menahan dirinya dari perkataan buruk kemudian berusaha berbicara dengan perkataan yang baik, berarti dia telah bersedekah.

Apakah dia berbicara dengan saudaranya, orangtuanya, istrinya, dia berusaha memilih kata-kata yang baik. Tatkala dia berusaha memilih kata-kata yang baik sesungguhnya dia sedang bersedekah.

⇒ Ini dalil menunjukkan bahwasanya seluruh bentuk kebaikan merupakan sedekah.

Oleh karenanya, ikhwan dan akhwat yang dirahmati Allāh Subhānahu wa Ta'āla,

Ini menjelaskan bahwasanya sedekah tidak terbatas dengan harta saja tetapi dengan segala kebaikan juga merupakan sedekah.

Hal ini menunjukkan sedekah tidak hanya bisa dilakukan oleh orang-orang kaya, orang-orang miskin yang tidak punya harta juga bisa bersedekah.

Namun Allāh membuka cara sedekah dengan cara yang lain, tidak mesti dengan harta.

Dan sebagian ulama mengatakan bahwasanya ini dalil diantara hikmahNya Allāh Subhānahu wa Ta'āla menjadikan ibadah itu bermacam-macam.

Dan ini merupakan ujian bagi hamba. Sebagaimana yang kita katakan di awal pengajian, para hamba berusaha untuk memasuki sebanyak-banyaknya pintu-pintu kebaikan.

Dan juga diantaranya hikmah bahwasanya dibuat banyak pintu-pintu kebaikan artinya Allāh memberi kemudahan bagi siapa saja (setiap orang) bisa bersedekah dan berbuat baik.

• Ada yang bisa berbuat baik dengan hartanya, silakan bersedekah dengan hartanya.
• Ada yang bisa bersedekah dengan tenaganya, maka silakan dia bersedekah dengan tenaganya.
• Ada yang bisa bersedekah dengan pikirannya, maka dia membantu kaum muslimin dengan pikirannya.
• Ada yang bersedekah dengan senyumannya, maka silakan dia senyum kepada saudaranya.
• Ada yang bersedekah dengan kata-kata yang baik, maka silakan dia berkata-kata yang baik dengan saudaranya.
• Ada yang bersedekah di rumah, dia bertasbih, dzikir, bertakbir, maka dia juga bisa bersedekah.

Oleh karenanya, pintu-pintu sedekah dan pintu-pintu kebaikan banyak, maka semakin banyak kita bisa masuk pintu-pintu kebaikan tersebut dan ini yang terbaik.

Dan kalau kita tidak bisa masuk ke seluruh pintu-pintu kebaikan maka kita masuk (ke) yang dimudahkan Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Demikian.

والله تعالى أعلم بالصواب

Ditranskrip oleh Tim Transkrip BiAS
------------------------------------------

Kitābul Jāmi' | Bab Al-Birru (Kebaikan) Wa Ash-Shilah (Silaturahim) Hadits ke-8 | Larangan Mendiamkan Saudaranya Lebih Dari Tiga Hari (Bagian 3)

🌍 BimbinganIslam.com
Senin, 28 Rabi’ul Akhir 1439 H / 15 Januari 2018 M
👤 Ustadz Dr. Firanda Andirja, M.A.
📗 Kitābul Jāmi' | Bab Al-Birru (Kebaikan) Wa Ash-Shilah (Silaturahim)
🔊 Hadits ke-8 | Larangan Mendiamkan Saudaranya Lebih Dari Tiga Hari (Bagian 3)
~~~~~~~~~~~~~~~~~

LARANGAN MENDIAMKAN SAUDARANYA LEBIH DARI TIGA HARI (BAGIAN 3)

بسم الله والصلاة والسلام على رسول الله و على آله و صحبه ومن واله

Ikhwan dan akhwat yang dirahmati Allāh Subhānahu wa Ta'āla, kita lanjutkan pembahasan masalah hajr.

Kita katakan bahwasanya seorang yang menghajr/memboikot/tidak menyapa saudaranya karena perkara dunia, terkadang syaithān datang membuat dia menghiasi seakan-akan yang dia lakukan adalah perkara syari'at, padahal bukan, akan tetapi karena hawa nafsunya.

Bukan karena ingin mendidik orang yang tidak dia sapa tersebut atau karena ingin menyelamatkan dirinya tapi karena hanya ingin memuaskan hawa nafsu.

Dan saya ingatkan, dan ini juga diingatkan oleh Syaikhul Islām Ibnu Taimiyyah, betapa banyak orang yang menghajr saudaranya karena perkara dunia namun dia membawakannya dalam "chasing" seakan-akan dia menghajr karena perkara akhirat.

Dan ini hukumnya haram.

Dan telah kita jelaskan bahwasanya menghajr saudaranya lebih daripada 3 hari hukumnya adalah haram, bahkan sebagian oleh para ulama memasukkannya ke dalam dosa besar.

Diantara dalil-dalil yang menunjukkan akan bahayanya perkara ini;

● HADITS ⑴

Hadits dari Abū Hurairah radhiyallāhu Ta'āla 'anhu dan dishahihkan oleh Syaikh Al Albāni rahimahullāh.

أَنَّ رَسُوْلَ الله صلى الله عليه وسلم قَالَ: تُفْتَحُ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ يَوْمُ الاثْنَيْنِ وَ الْخَمِيسِ فَيُغْفَرُ لِكُلِّ عَبْدٍ لا يُشْرِكُ بِالله شَيْئًا إِلا رَجُلا كَانَتْ بَيْنَهُ وَبَيْنَ أَخِيهِ شَحْنَاءُ ، فَيُقَالُ : أَنْظِرُوا هَذَيْنِ حَتَّى يَصْطَلِحَا

Bahwasanya Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:

"Telah dibukakan pintu-pintu surga setiap hari Senin dan Kamis. Maka seluruh hamba yang tidak berbuat syirik kepada Allāh sama sekali akan diberi ampunan oleh Allāh, kecuali seorang yang dia punya permusuhan antara dia dengan saudaranya."

Maka dikatakan kepada para malaikat:

"Tangguhkanlah (dari ampunan Allāh) 2 orang ini sampai mereka berdua damai."
(HR Muslim no. 2565)

⇒ Ini dalil yang mengerikan.

Yang sebenarnya dalil ini merupakan kabar gembira bagi orang yang bertauhid (tidak berbuat syirik kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla).

Dan alhamdulillāh banyak teman-teman ikhwan dan akhwat yang berusaha menjauhkan diri dari segala bentuk kesyirikan, baik syirik besar maupun syirik kecil, meskipun banyak maupun sedikit.

Dan orang-orang yang seperti ini (yang berusaha bertauhid kepada Allāh) maka mereka diberi ganjaran oleh Allāh yaitu:

✓Diberi anugerah pada setiap hari Senin dan Kamis dibukakan pintu-pintu surga.
✓Diberi ampunan.

Akan tetapi ternyata ada orang-orang bertauhid yang rugi pada hari Senin dan Kamis yaitu tidak mendapat ampunan Allāh, siapa?

Yaitu orang yang bertauhid namun dia ternyata bermusuhan dengan saudaranya.

Oleh karenanya Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam mengatakan, "Kecuali seorang yang antara dia dengan saudaranya ada permusuhan".

Maka dikatakan, "Tangguhkanlah ampunan pada kedua orang ini sampai mereka berdua berdamai."

⇒ Ini kerugian besar bagi orang yang bertengkar dengan saudaranya.

Padahal gara-gara perkara dunia bermusuhan kepada saudaranya, karena dia terhalangi dari ampunan yang Allāh anugerahkan setiap hari Senin dan Kamis.

● HADITS ⑵

Hadits yang shahīh juga, diriwayatkan oleh Abū Dāwūd dan dishahīhkan oleh Syaikh Al-Albani rahimahullāh.

وعن أبي خراش السلمي رضي الله عنه أنه سمع رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول : مَنْ هَجَرَ أَخَاهُ سَنَةً فَهُوَ كَسَفْكِ دَمِهِ

Dari Abū Khirāsh As-Sulamiy radhiyallāhu 'anhu: Sesungguhnya dia mendengar dari Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:

"Barangsiapa yang memboikot/menghajr saudaranya selama setahun maka seakan-akan dia telah menumpahkan darah saudaranya."
(HR Ahmad 17935, Abū Dāwūd 4915)

Bayangkan, seakan-akan dia telah membunuh saudaranya!

⇒ Ini ancaman yang berat dari Nabi Shallallāhu 'Alayhi wa Sallam, karena kita tahu membunuh adalah dosa besar.

⇒ Ini dijadikan dalil oleh para ulama bahwasanya menghajr saudara sampai 1 tahun termasuk dosa besar.

Yang seharusnya 2 saudara (itu):
✓Saling mencintai
✓Saling menyayangi
✓Saling menashihati
✓Saling menginginkan kebaikan kepada yang lain
✓Tidak boleh hasad diantara mereka
✓Saling mengunjungi.

Namun semua dalil yang menyuruh kita untuk saling bersaudara ini semuanya hancur gara-gara emosional, mengikuti hawa nafsu & perkara dunia menghajr/memboikot saudaranya.

Terkadang dikesankan seakan-akan perkara-perkara syari'at ternyata tidak benar.

Maka ini hukumnya seperti "menumpahkan darah", berarti dosa besar.

⇒ Ini ancaman bagi orang-orang yang menghajr/memboikot lebih daripada 1 tahun.

● HADITS ⑶

Hadits yang dihasankan oleh Syaikh Al-Albani rahimahullāh.

عن ابن عباس رضي الله تعالى عنهماقال:قال رسول الله صلى الله عليه و سلم : ثَلَاثَةٌ لَا تُرْفَعُ لهم صَلَاتُهُمْ فَوْقَ رُءُوسِهِمْ شِبْرًا : رَجُلٌ أَمَّ قَوْمًا وَهُمْ لَهُ كَارِهُونَ ، وَامْرَأَةٌ بَاتَتْ وَزَوْجُهَا عَلَيْهَا سَاخِطٌ ، وَأَخَوَانِ مُتَصَارِمَانِ

Dari Ibnu 'Abbās radhiyallāhu Ta'āla 'anhumā, ia berkata: Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:

"Ada 3 golongan/orang yang shalat mereka tidak akan terangkat diatas kepala mereka meskipun hanya sejengkal (artinya shalat mereka tidak diterima oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla) :

• ⑴ Seorang yang menjadi imam pada suatu kaum padahal kaumnya itu benci kepadanya (tidak suka dia menjadi imam).

• ⑵ Seorang wanita yang dia tidur sementara suaminya marah kepadanya (tentunya marah karena ada sebab yang syar'i), maka wanita ini tidak diterima shalatnya.

Yang ketiga, perhatikan dalam hadits ini, kata Nabi Shallallāhu 'Alayhi wa Sallam:

• ⑶ Dua orang saudara yang saling bermusuhan (saling menghajr).

(HR Ibnu Mājah I/311 no. 971 dan dihasankan oleh Al-Albāni dalam Misyakatul Mashabih no. 1128)

⇒ Ini adalah kerugian bagi orang yang menghajr.

Namun ingat, menghajr bukan karena syar'i, tetapi menghajr ;

• karena hawa nafsu
• lebih dari 3 hari
• bermusuhan
• karena tidak ingin dia dibantah
• karena hobinya membantah

Mengesankan ini perkara agama padahal karena hasad dan dengki, dia hasad kepada saudaranya dan dia menghajr saudaranya menggambarkan seakan-akan bahwasanya ini perkara agama.

Maka seluruh hajr dan boikot yang tidak syar'i menyebabkan seseorang tidak diterima shalatnya, sebagaimana hadits yang dihasankan oleh Syaikh Al-Albani rahimahullāh.

Oleh karenanya para ikhwan dan akhwat yang dirahmati Allāh Subhānahu wa Ta'āla,

Seseorang (hendaknya) mengingat akan hari akhirat, bahwasanya di dunia ini memang tidak luput dari permasalahan.

Kalau seseorang marah kepada saudaranya maka silahkan marah, tetapi ingat tidak boleh lebih dari 3 hari !

⇒ Boleh dia cuekin saudaranya selama 3 hari namun tidak boleh lebih daripada 3 hari.

(Hendaknya) Dia maafkan saudaranya atau dia mulai dengan salam.

Karena hari akhirat jauh lebih indah dan tidak mungkin seseorang mendapatkan kenikmatan akhirat kecuali dengan bersabar dengan problematika kehidupan dunia ini.

والله تعالى أعلم بالصواب

Ditranskrip oleh Tim Transkrip BiAS
------------------------------------------

Bab 07 |Pembangunan Ka'bah Dan Awal Diturunkan Wahyu (Bag. 3 dari 12)

🌍 BimbinganIslam.com
Sabtu, 26 Rabi’ul Akhir 1439 H / 13 Januari 2018 M
👤 Ustadz Dr. Firanda Andirja, M.A.
📗 Sirah Nabawiyyah
📖 Bab 07 |Pembangunan Ka'bah Dan Awal Diturunkan Wahyu (Bag. 3 dari 12)
▶ Link Download Audio: bit.ly/BiAS-FA-Sirah-0703
~~~~~~~~~~~~~~~

*PEMBANGUNAN KA'BAH DAN AWAL DITURUNKANNYA WAHYU, BAGIAN 03 DARI 12*

بسم اللّه الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
الحمد لله على إحسانه، والشكر له على توفيقه وامتنانه، وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له تعظيما لشأنه، وأشهد أن محمدا عبده ورسوله الداعي إلى رضوانه، اللهم صلى عليه وعلى آله وأصحابه وإخوانه

Kita lanjutkan pembahasan kita tentang sirah Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam, kita masuk pada pembahasan tentang "Pembangunan Ka'bah".

Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam pernah berkata kepada 'Āisyah radhiyallāhu Ta'āla 'anhā:

لَوْلَا حَدَاثَةُ قَوْمِكِ بِالْكُفْرِ لَنَقَضْتُ الْبَيْتَ ثُمَّ لَبَنَيْتُهُ عَلَى أَسَاسِ إِبْرَاهِيمَ عَلَيْهِ السَّلَام فَإِنَّ قُرَيْشًا اسْتَقْصَرَتْ بِنَاءَهُ وَجَعَلْتُ لَهُ خَلْفًا

_"Seandainya bukan karena zaman kaummu yang masih lekat dengan kekufuran tentu aku sudah membongkar Ka'bah lalu aku bangun kembali di atas pondasi yang dibangun oleh Nabi Ibrahim 'alaihissalam, karena orang-orang Quraisy telah mengurangi pembangunannya. Dan aku akan buatkan pintu (dari belakangnya)."_

(HR Bukhari nomor 1482, versi Fathul Bari nomor 1585)

Ini cita-cita dan keinginan Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam yang didengar oleh 'Āisyah radhiyallāhu Ta'āla 'anhā.

'Āisyah memiliki keponakan yang bernama 'Abdullāh bin Zubair radhiyallāhu Ta'āla 'anhu.

Karena itulah 'Āisyah diberi kunyah dengan Umū 'Abdillāh, yaitu beliau berkuniyah dengan nama keponakannya.

Saat pemerintahan 'Abdullāh bin Zubair, Ka'bah mengalami kerusakan akibat kebakaran dan dia ingin memperbaiki dan merestorasi Ka'bah.

Tapi seperti biasa, orang-orang takut terjadi apa-apa pada dirinya.

'Abdullāh bin Zubair berhasil membangun Ka'bah dengan sempurna dan Hijr Ismā'īl berhasil ditutup dengan lengkap sehingga Ka'bah menjadi lebih panjang dan lebih tinggi lagi dari 9 adzrā menjadi 27 adzrā (kira-kira 15 meter).

Di zaman ‘Abdullah bin Zubair inilah, Ka'bah berhasil dipugar secara sempurna dan lengkap sebagaimana keinginan Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam.

Namun setelah 'Abdullāh bin Zubair meninggal, Al Hajjaj bin Yūsuf Ats Tsaqafiy yang terkenal kejam, lalim dan membunuh sebagian tābi'īn, karena dibakar kejengkelannya terhadap 'Abdullāh bin Zubair, dia pun mengembalikan Ka'bah sebagaimana zaman jāhilīyyah.

Maka dia minta izin kepada khalifah untuk membongkar Ka'bah sehingga Ka'bah sebagaimana seperti sedia kala, dikurangi dan dipasang Hijr Ismā'īl lagi, tetapi tingginya tidak dikurangi. Dan jadilah bentuk Ka'bah seperti sekarang ini.

Kemudian di zaman Imām Mālik, khalifahnya ingin mengembalikan bentuk Ka'bah sebagaimana impian Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam.

Maka Imām Mālik menegur, jangan sampai Ka'bah menjadi mainan para Raja.

Setiap ada raja yang ingin merubah maka dirubah. Maka dibiarkanlah bentuk Ka'bah seperti sekarang ini.

⑶ Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam dikenal sebagai orang yang berakhlaq mulia.

Oleh karenanya ketika beliau masuk dari Bābush Shaffa, di kala orang-orang Quraisy sedang bertikai, dengan serta merta dan serentak mereka mengatakan:

"Telah datang kepada kita orang yang amanah."

Beliau shallallāhu 'alayhi wa sallam dikenal amanah karena Beliau bergaul dan berinteraksi dengan masyarakat.

Oleh Karena itu, hendaknya seorang da'i atau seorang yang ingin menyebarkan Islām, dia harus bergaul dan berinteraksi.

Lihatlah masyarakat Nabi saat itu adalah masyarakat jāhilīyyah, penuh dengan kerusakan.

Namun, Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam sebagai pemuda tetap bergaul dengan mereka.

Perhatikan pula  bagaimana Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam bergaul, beliau tidak pernah bergaul pada perkara-perkara yang harām.

Oleh karena itu, orang yang rajin ke masjid tidak boleh acuh tak acuh.

Islām mengajarkan untuk bersosialisasi dan bermasyarakat.

Meskipun seseorang itu rajin shalāt dan hafal Al Qurān, tidak ada salahnya dia bergaul dengan masyarakat, bertemu dan menyalami mereka, menunjukkan akhlaq yang mulia.

Namun apabila mereka melakukan kemaksiatan, seperti minum khamr atau berjudi, maka jangan ikut-ikutan dan menjauhi mereka.

Ada orang yang ingin "luwes" dengan masyarakat tetapi kebablasan, sehingga ikut-ikutan berjudi atau minum khamr, ini tidak benar.

Seorang muslim yang memiliki aqidah yang kuat, bukan berarti dia tidak bergaul dengan masyarakat.

Lantas bagaimana kiranya seseorang menjadi da'i, tetapi dia tidak pernah bergaul dengan masyarakat sehingga tidak ada yang mengenalnya.

⑷ Allāh menjaga Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam agar tidak tersingkap auratnya.

Saat paman beliau mengusulkan untuk menggunakan sarungnya mengangkat batu.

⑸ Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam berakal cerdas.

Terlihat saat orang-orang Quraisy sedang bertikai dan berebut tentang siapa diantara mereka yang berhak meletakkan Hajar Aswad pada tempatnya.

Mereka ini adalah kalangan orang-orang tua, ada paman-paman Nabi dan orang-orang terpandang.

Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam masih muda  ketika itu (baru berumur 35 tahun). Namun saat Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam memberikan ide untuk mengangkat hajar aswad di atas kain, maka merekapun setuju dengan Beliau. Ini menunjukkan cerdasnya Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam.

Seandainya yang mengungkapkan ide tersebut bukan Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam maka bisa jadi mereka tidak terima. Tetapi karena yang mengungkapkan adalah seorang yang dikenal amanah dan jujur, sehingga mereka pun mau tunduk, yang pada akhirnya yang meletakkan Hajar Aswad adalah Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam sendiri, bukan mereka.

Inilah kejadian yang terjadi sebelum Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam diangkat menjadi seorang Nabi.

Dengan kejadian ini maka semakin terpandanglah Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam.

Dengan adanya peristiwa orang-orang Quraisy yang berselisih, kemudian Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam menjadi pemberi keputusan di antara mereka, maka Nabipun terangkat kedudukannya diantara orang-orang Quraisy ini.

Ini merupakan pendahuluan tanda kenabian yang Allāh berikan agar Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam saat diangkat menjadi Nabi. Beliau telah dikenal di kalangan mereka sebagai orang yang amanah, jujur dan cerdas.

Sampai disini saja kajian kita, In syā Allāh besok kita lanjutkan.

Yang benar datangnya dari Allāh Subhānahu wa Ta'āla yang salah dari pribadi saya sendiri, semoga Allāh Subhānahu wa Ta'āla mengampuni kita semua.

وبالله التوفيق و الهداية
والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته

Ditranskrip oleh Tim Transkrip BiAS
-----------------------------------------

Bab 07 |Pembangunan Ka'bah Dan Awal Diturunkan Wahyu (Bag. 2 dari 12)

🌍 BimbinganIslam.com
Jum’at, 25 Rabi’ul Akhir 1439 H / 12 Januari 2018 M
👤 Ustadz Dr. Firanda Andirja, M.A.
📗 Sirah Nabawiyyah
📖 Bab 07 |Pembangunan Ka'bah Dan Awal Diturunkan Wahyu (Bag. 2 dari 12)
▶ Link Download Audio: bit.ly/BiAS-FA-Sirah-0702
~~~~~~~~~~~~~~~

*PEMBANGUNAN KA'BAH DAN AWAL DITURUNKANNYA WAHYU, BAGIAN 02 DARI 12*

بسم اللّه الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
الحمد لله على إحسانه، والشكر له على توفيقه وامتنانه، وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له تعظيما لشأنه، وأشهد أن محمدا عبده ورسوله الداعي إلى رضوانه، اللهم صلى عليه وعلى آله وأصحابه وإخوانه

Kita lanjutkan pembahasan kita tentang sirah Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam, dan kita masuk pada pembahasan tentang "Pembangunan Ka'bah".

Akhirnya Ka'bah pun selesai dibangun, namun belum sempurna. Sebagaimana dalam hadīts yang shahīh. Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam mengatakan:

إِنَّ قَوْمَكِ قَصَّرَتْ بِهِمُ النَّفَقَةُ

_“Sesungguhnya kaummu (Quraisy) kekurangan biaya.”_

(HR Bukhari nomor 1481, versi Fathul Bari nomor 1584)

Bahwa kaum Quraisy saat itu tidak memiliki uang yang memadai untuk bisa memugar Ka'bah secara sempurna di atas pondasi Nabi Ibrāhīm 'alayhissalām.

Hal ini, karena mereka telah bersepakat bahwa Ka'bah harus dibangun dengan hasil yang suci dan bersih.

Sehingga mereka membangun Ka'bah hanya separuh kemudian sisanya mereka beri tanda yang mereka beri nama Hijr Ismā'īl.

Sebenarnya pondasi yang dipasang Nabi Ibrāhīm 'alayhissalām panjang. Ka'bah itu sebenarnya panjang sampai Hijr Ismā'īl. Dan ini dijelaskan oleh Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam.

Setelah selesai, maka tinggal meletakkan Hajar Aswad pada tempatnya.

Orang-orang Quraisy dari berbagai macam kabilah faham bahwa meletakkan Hajar Aswad pada tempatnya merupakan suatu kemuliaan, sehingga merekapun akhirnya berebut dan bertikai.

Satu dengan lainnya saling mengklaim yang paling berhak. Pertikaian di antara mereka ini hampir memakan korban dan saling membunuh di antara mereka.

Di antara mereka ada yang bersumpah sambil memasukkan tangan mereka ke dalam darah dan berkata siap mati agar bisa meletakkan Hajar Aswad pada tempatnya.

Disebutkan oleh sebagian ahli sejarah bahwa mereka berdebat dan berebut selama 3 hari, sampai akhirnya ada salah seorang di antara mereka yang senior memberikan ide, "Bagaimana kalau perkara ini kita serahkan kepada orang yang pertama kali masuk ke dalam Masjidil Harām?"

Usulan ini mereka setujui. Akhirnya mereka pun menanti-nanti siapa gerangan orang yang pertama kali datang ke Masjidil Harām.

Ternyata Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam sebagaimana di dalam riwayat Ahmad, beliau masuk melalui Bābush Shaffa.

Maka mereka sepakat mengatakan:

أتانا الأمين

_"Telah datang kepada kita orang yang terpercaya lagi amanah dan jujur."_

Akhirnya mereka menjadikan Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam sebagai hakim penentu dan bermusyawarah menceritakan perselisihan mereka.

Dengan cerdasnya, Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam memberikan ide agar mereka membentangkan kain yang cukup besar, lalu beliau meletakkan Hajar Aswad di tengah kain untuk dibawa bersama-sama, sehingga semua kabilah bisa bersama-sama mengembalikan Hajar Aswad di tempatnya semua. Dan ini adalah keputusan yang  sangat adil.

Setelah mereka mengangkat Hajar Aswad bersama-sama, mereka sepakat bahwa yang layak meletakkan Hajar Aswad di tempatnya adalah Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam dan mereka ridha dengan hal tersebut.

Ada beberapa faidah yang bisa dipetik dari kisah ini:

⑴ Orang-orang kāfir Quraisy saat di zaman jāhilīyyah mengakui gemar melakukan maksiat, riba, zina, kezhāliman dan hal-hal harām yang lain.

Akan tetapi, ketika mereka ingin membangun Ka'bah, rumah Allāh Subhānahu wa Ta'āla, mereka sadar bahwa tidak boleh dibangun dengan harta yang harām.

Namun ironinya, sekarang ini riba telah dibuat indah oleh sebagian orang. Bahkan orang akan merasa bangga kerena bekerja di tempat-tempat riba, padahal ini adalah suatu dosa besar.

Karena itulah orang-orang Quraisy dahulu tatkala ingin membangun Ka'bah, mereka tidak mau mebangunnya dari hasil yang harām atau hasil menzhālimi orang.

Tidak seperti zaman sekarang, membangun masjid malah dari hasil korupsi atau hasil judi. Dan dia merasa amalnya ini akan diterima oleh Allāh, padahal sama sekali tidak akan diterima oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

⑵ Bahwasanya Ka'bah yang ada sekarang bentuknya sama dengan Ka'bah yang ada di zaman ketika orang-orang Quraisy memugarnya, yaitu dari sisi ukurannya. Karena orang-orang Quraisy ketika kehabisan uang untuk pemugaran, maka mereka bangun hanya separuhnya, dan meletakkan Hijr Ismā'īl sebagai tanda bahwasanya ini bagian dari Ka'bah.

⇒Inilah rahasianya bahwa orang saat thawāf tidak boleh masuk Hijr Ismā'īl.

Maka barangsiapa yang thawāfnya masuk ke Hijr Ismā'īl berarti thawāfnya tidak sah, karena dia belum mengelilingi Ka'bah, karena Ka'bah masih separuhnya lagi.

Ini juga hikmahnya, bahwa seseorang ketika thawāf yang diusap hanya 2 rukun, yaitu:

⒈ Rukun Yamani dan
⒉ Rukun Hajar Aswad.

Itulah rukun yang asli.

Adapun 2 rukun yang lain adalah belum selesai Ka'bahnya, sehingga Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam dan para shahābat hanya menyentuh Rukun Yamani dan Rukun Hajar Aswad.

Oleh karenanya saat Mu'āwiyah radhiyallāhu Ta'āla 'anhu menyentuh 4 rukun ditegur oleh Ibnu 'Abbas radhiyallāhu Ta'āla 'anhumā.

Dia mengatakan: "Aku tidak ingin ada bagian rukun yang tidak disentuh."

Maka Ibnu 'Abbas membacakan firman Allāh Subhānahu wa Ta'āla:

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُول اللَّه أُسْوَة حَسَنَة 

_"Sungguh pada diri Nabi ada tauladan yang baik bagi kalian."_

(QS Al Ahzāb: 21)

Maka akhirnya Mu'āwiyah hanya mengusap 2 saja yaitu Rukun Yamani dan Rukun Hajar Aswad karena dua rukun yang lain tidak asli.

Saat restorasi Ka'bah, orang-orang Quraisy membuatnya tambah tinggi.

Sebelumnya, Ka'bah tingginya hanya 9 adzrā (kira-kira 4 atau 4.5 meter) ditambah 9 adzrā lagi menjadi 18 adzrā (8-9 meter), pintu Ka'bah mereka angkat menjadi lebih tinggi lagi sehingga tidak lagi menempel di tanah.

Diantara tujuan mereka melakukan hal ini adalah :

⑴ Untuk memperkuat pondasi Ka’bah dan agar tidak terkena banjir saat hujan.

⑵ Agar tidak semua orang bisa masuk Ka’bah dan yang ingin masuk harus minta izin terlebih dahulu kepada orang-orang Quraisy.

Sampai disini saja kajian kita, In syā Allāh besok kita lanjutkan.

Yang benar datangnya dari Allāh Subhānahu wa Ta'āla yang salah dari pribadi saya sendiri, semoga Allāh Subhānahu wa Ta'āla mengampuni kita semua.

وبالله التوفيق و الهداية
والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته

Ditranskrip oleh Tim Transkrip BiAS
-----------------------------------------

Kajian

IMAN TERHADAP WUJUD ALLĀH

🌍 BimbinganIslam.com 📆 Jum'at, 30 Syawwal 1442 H/11 Juni 2021 M 👤 Ustadz Afifi Abdul Wadud, BA 📗 Kitāb Syarhu Ushul Iman Nubdzah  Fī...

hits