Kamis, 31 Mei 2018

RISALAH PUASA NABI SHALLALLĀHU 'ALAYHI WA SALLAM, BAGIAN 08

🌍 BimbinganIslam.com
Kamis, 15 Ramadhan 1439 H / 31 Mei 2018 M
👤 Ustadz Fauzan S.T., Lc, M.A.
📔 Materi Tematik | Risalah Puasa Nabi Shallallāhu ‘Alayhi wa Sallam Bagian 08
⬇ Download Audio: BiAS-UFz-Tematik-Risalah-Puasa-Nabi-08
----------------------------------

 

RISALAH PUASA NABI SHALLALLĀHU 'ALAYHI WA SALLAM, BAGIAN 08


بسم اللّه الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وبعد

Para sahabat Bimbingan Islām yang dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla dan kaum muslimin yang berbahagia di manapun anda berada.

Alhamdulilāh, kita lanjutkan pelajaran kita, masih dalam membahas kitāb "Risalah puasa Ramadhān" dan kita masuk pada pembahasan tentang niat.

▪Niat

Masalah niat dalam berpuasa;

⒈ Untuk puasa fardhu disyaratkan adanya niat, baik puasa wajib seperti puasa qadhā' (mengganti) dan puasa kaffarat.

Seseorang, tatkala mengqahā' puasa Ramadhān atau puasa wajib maka wajib untuk berniat.

Sebagaimana sabda Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam:

لَا صِيَامَ لِمَنْ لَم يُبَيِّتِ الصِّيَامَ من اللَّيلِ

_"Tidak sah puasa bagi orang yang tidak berniat puasa di malam harinya."_

(Hadīts shahīh riwayat Abū Dāwūd nomor 2454)

⒉ Niat tidak perlu dilafazhkan, misalnya dengan mengucapkan, "Saya berniat puasa esok hari di bulan Ramadhān karena Allāh Subhānahu wa Ta'āla," ini tidak perlu.

Cukup berazam di dalam hati bahwasanya saya akan berniat berpuasa besok, ini sudah termasuk niat.

⒊ Niat puasa di malam hari, baik di awal malam, tengah malam atau akhir malam.

⒋ Puasa sunnah tidak disyaratkan untuk berniat di malam harinya, bahkan niatnya boleh secara tiba-tiba, sebagaimana hadīts dari Āisyah radhiyallāhu ta'āla 'anhā, beliau berkata:

 دَخَلَ عَلَيَّ رَسُولُ - صلى الله عليه وسلم -ذَاتَ يَوْمٍ. فَقَالَ: هَلْ عِنْدَكُمْ شَيْءٌ؟ " قُلْنَا: لَا. قَالَ: " فَإِنِّي إِذًا صَائِمٌ

_Pada suatu hari Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam datang kepadaku lalu bertanya, "Apakah kamu mempunyai sesuatu (yang bisa saya makan)?" Āisyah menjawab, "Tidak." Maka Nabi bersabda, "Kalau begitu aku berpuasa."_

(Hadīts riwayat Muslim 2/809)

Yang dimaksud di sini adalah puasa sunnah. Boleh seseorang apabila di pagi hari (misalnya) jam 10 pagi dia belum makan kemudian ingin melaksanakan (meniatkan) untuk puasa sunnah, maka ini tidak mengapa.

Dan boleh juga jika seorang ingin melaksanakan puasa sunnah dan meniatkannya di malam hari sebelumnya, maka ini lebih baik lagi, tidak mengapa.

Tapi berdasarkan hadīts Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam untuk puasa sunnah, tidak disyaratkan berniat di malam sebelumnya.

▪Ifthar (berbuka) dan Imsāk (menahan diri)

⑴ Menyegerakan berbuka.

Apabila matahari telah tengelam secara sempurna, maka orang yang berpuasa dibolehkan untuk berbuka (ifthar).

Termasuk sunnah ifthar adalah menyegerakan berbuka puasa, begitu matahari tenggelam langsung berbuka puasa.

Menyegerakan berbuka puasa adalah dalam rangka menyelisihi orang-orang Yahūdi dan Nashārā, karena orang-orang Yahūdi dan Nashārā mereka berbuka puasa setelah muculnya bintang-bintang (ba'da 'isya).

Menyegerakan berbuka adalah sunnah sebagaimana sabda Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam:

إِذَا أَقْبَلَ اللَّيْلُ مِنْ هَا هُنَا، وَأَدْبَرَ النَّهَارُ مِنْ هَا هُنَا،فَقَدْ أَفْطَرَ الصَّائِمُ

_"Apabila malam telah tiba dari arah sana dan siang pergi dari arah sana, maka orang yang berpuasa boleh berbuka."_

(Hadīts riwayat Bukhāri nomor 1954)

⑵ Disunnahkan berbuka dengan ruthāb.

Seseorang disunnahkan berbuka dengan ruthāb jika dia mendapatkan, jika tidak ada maka bisa dengan tamr ( kurma), kalau tidak ada juga maka minum seteguk air.

Jumlah ruthāb yang disunnahkan adalah ganjil.

⑶ Telah masuk waktu maghrib atau matahari telah terbenam.

Seorang apabila berbuka puasa dia harus yakin bahwasanya telah masuk waktu maghrib atau matahari telah terbenam. Apabila dia ragu-ragu maka dia tidak boleh dia berbuka karena kita menghukumi sesuai dengan hukum asalnya.

Hukum asalnya adalah siang hari atau belum terbenam, jadi kalau belum yakin matahari terbenam maka kembali ke hukum asal yaitu masih siang yang artinya masih wajib menahan diri dari perkara-perkara yang membatalkan puasa.

▪Sahūr

Sunnahnya adalah sahūr di akhir waktu, ketika fajar shubuh telah terbit, yaitu munculnya cahaya putih di ufuk timur. Maka setiap orang yang berpuasa wajib menahan diri dari yang membatalkan puasa.

Baik seorang mendengar adzan shubuh atau tidak, karena adzan shubuh pertanda telah masuk fajar shadiq.

Jadi seseorang tatkala mendengar adzan dan dia yakin bahwasanya adzan tersebut menunjukkan adanya fajar shadiq maka dia harus menahan diri dan tidak boleh dia melanjutkan makanannya kecuali yang Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam berikan rukhshah (yaitu) minuman atau makanan yang ada ditangannya maka dia habiskan lalu dia berhenti.

Adapun melanjutkan sampai selesai adzan maka ini tidak sesuai dengan sunnah.

Adapun perkara-perkara yang sekarang kontroversial yaitu apakah fajar shadiq yang sekarang tertera di dalam kalender atau hisab itu sesuai atau tidak?

Karena sebagian mengatakan bahwa fajar shadiq yang ditulis di dalam kalender itu waktunya terlalu cepat sampai 20 menit (misalnya), maka seorang kembali kepada keyakinannya apakah memang itu fajar shadiq atau bukan.

Intinya adalah seseorang berhenti (makan minum) pada saat fajar shadiq datang, apakah ada adzan atau tidak.

Kalau dia meyakini sesuai dengan keilmuan yang dia miliki, bahwasanya fajar shadiq yang sekarang ditetapkan melalui hisab terlalu cepat (belum masuk fajar shadiq yang sebenarnya) maka dipersilahkan sesuai dengan keilmuannya. 

▪Menetapkan 10 menit sebelum shubuh

Yang terjadi di masyarakat kita, dengan menetapkan 10 menit sebelum waktu shubuh (imsāk) maka ini tidak ada dalīlnya.

Kehati-hatian tidak harus dengan menetapkan 10 menit sebelum masuk waktu shubuh. Dan dalam syari'at telah dijelaskan apabila masuk fajar shadiq atau mendengar adzan maka seseorang harus berhenti dari makan dan minum.

Adapun jika seseorang ingin berhenti sebelum masuk fajar shadiq maka itu tidak mengapa sebagaimana dijelaskan dalam hadīts bahwasanya jarak antara sahūr Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam dengan adzan sekitar membaca Al Qur'ān 50 ayat.

Ini menunjukkan sunnah Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam untuk mengakhirkan sahūr.

Demikian Ikhwān Fīddīn A'ādzaniyallāh wa Iyyakum wa Akhawātiy Fīllāh, yang bisa disampaikan pada pertemuan kali ini, in syā Allāh kita akan lanjutkan pada pertemuan berikutnya, mudah-mudahan bermanfaat.


وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم
واخردعوانا أن الحمد لله رب العالمين
والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
 
_____________________
🏡 *Donasi Markas* Dakwah dapat disalurkan melalui :
| Bank Mandiri Syariah
| Kode Bank : 451
| No. Rek : 710-3000-507
| A.N : YPWA Bimbingan Islam
Konfirmasi Transfer *Hanya Via WhatsApp* & Informasi ;  0811-280-0606
SWIFT CODE : BSMDIDJA

▪ *Format Donasi : Markas Dakwah#Nama#Nominal#Tanggal*

📝 *Cantumkan Kode 25 di nominal transfer anda..*

Contoh : 100.025
_____________________

Rabu, 30 Mei 2018

KEUTAMAAN BULAN RAMADHĀN BAGIAN 02

🌍 BimbinganIslam.com
Senin, 14 Sya’ban 1439 H / 30 April 2017 M
👤 Ustadz Fauzan S.T., Lc, M.A.
📔 Materi Tematik | Keutamaan Bulan Ramadhan (Bagian 02)
⬇ Download Audio: BiAS-UFz-Tematik-Keutamaan Bulan Ramadhan-02
----------------------------------

*KEUTAMAAN BULAN RAMADHĀN BAGIAN 02*


بسم اللّه الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
إن الحمد لله نحمده ونستعينه ونستغفره، ونعوذ بالله من شرور أنفسنا ومن سيئات أعمالنا من يهده الله فلا مضل ومن يضلل فلا هادي له ، وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له وأشهد أن محمدا عبده ورسوله لا نبي بعده، أمَّا بعد


Para sahabat Bimbingan Islām dan kaum muslimin yang dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Keutamaan bulan Ramadhān yang keempat.

⑷ Bulan di mana di dalamnya dibuka pintu-pintu surga dan ditutup pintu-pintu neraka dan dibelenggu syaithān-syaithān.

Di dalam sebuah hadīts Beliau bersabda:

إذا كان أول ليلة من شهر رمضان صفدت الشياطين ومردة الجن، وغلقت أبواب النار فلم يفتح منها باب، وفتحت أبواب الجنة فلم يغلق منها باب، وينادي مناد يا باغي الخير أقبل ويا باغي الشر أقصر، ولله عتقاء من النار وذلك كل ليلة». (رواه الترمذي وابن ماجه وصححه الألباني)

_Apabila datang ramadhān, maka di hari yang pertama akan dibelenggu syaithān-syaithān dan juga jinn-jinn, dan akan ditutup pintu-pintu neraka dan tidak akan dibuka satupun pintu dari pintu neraka tersebut dan akan dibuka pintu-pintu surga dan tidak akan ditutup pintu-pintu surga itu satupun._

_Maka akan berseru seruan:_

_"Wahai orang-orang yang mengharapkan kebaikan, terimalah (sambutlah), wahai orang-orang yang senang dalam keburukan cukup (berhentilah)."_

_Dan Allāh Subhānahu wa Ta'āla akan membebaskan orang-orang dari api neraka dan itu terjadi setiap malam._

(Hadīts riwayat Tirmidzī dan Ibnu Mājah dan di shahīhkan oleh Albāniy rahimahullāh)

⑸ Bulan Ramadhān adalah pemuka para bulan dan merupakan bulan yang paling utama dibandingkan bulan-bulan yang lain.

Hal ini berdasarkan perkataan Ibnu Mas'ūd radhiyallāhu ta'āla 'anhu.

Beliau mengatakan: سيد الشهور الرمضان (pemukanya para bulan adalah Ramadhān).

Al Imam Ibnu Qayyim rahimahullāh dalam I’lāmul Muwaqi’īn, beliau mengatakan:

"Bahwasanya Allāh Subhānahu wa Ta’āla mengkhususkan satu zaman dari zaman lainnya begitu juga mengkhususkan satu bulan dari bulan lainnya, dan mengkhususkan satu malam dibanding malam lainnya maka malam lailatul qadar itu lebih baik seribu bulan dan menjadikan bulan Ramadhān sebagai pemuka para bulan."

⑹ Bahwasanya di dalam bulan Ramadhān tersebut Allāh jadikan satu malam yang mulia yang disebut lailatul qadr, malam itu lebih baik daripada 1000 bulan.

Allāh Subhānahu wa Ta'āla  berfirman:

 إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ * وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ * لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ * تَنَزَّلُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِمْ مِنْ كُلِّ أَمْرٍ * سَلَامٌ هِيَ حَتَّىٰ مَطْلَعِ الْفَجْرِ

_"Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Qur'an) pada malam qadar. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu ? Malam kemuliaan itu lebih baik daripada seribu bulan. Pada malam itu turun para malāikat dan Rūh (Jibrīl) dengan izin Tuhannya untuk mengatur semua urusan. Sejahteralah (malam itu) sampai terbit fajar."_

(QS Al Qadr: 1-5)

Oleh karena itu Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam memberikan kabar gembira kepada para shahābat tentang bulan Ramadhān.

فيه ليلة خير من ألف شهر من حرمها فقد حرم

_"Sesungguhnya di dalam bulan tersebut ada satu malam yang lebih baik daripada seribu bulan, barangsiapa yang tercegah dari kebaikan maka ini adalah orang yang merugi."_

(Hadīts riwayat Ahmad)

⑺ Pada bulan Ramadhān diturunkan kitāb-kitāb.

Pada bulan Ramadhān tidak hanya Al Qurān yang diturunkan tetapi kitāb-kitāb lain juga, sebagaimana sebuah hadīts dari Rasūlullāh Shallallāhu 'alayhi wa sallam.

Beliau bersabda:

نزلت صُحُفُ إِبْرَاهِيمَ عَلَيْهِ السَّلَام فِي أَوَّلِ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ وَأُنْزِلَتْ التَّوْرَاةُ لِسِتٍّ مَضَيْنَ مِنْ رَمَضَانَ وَالْإِنْجِيلُ لِثَلَاثَ عَشْرَةَ خَلَتْ مِنْ رَمَضَانَ وأنزل الزبور لثمان عشرة خلت من رمضان ، وَأُنْزِلَ الْفُرْقَانُ لِأَرْبَعٍ وَعِشْرِينَ خَلَتْ مِنْ رَمَضَانَ

_“Suhuf Ibrāhīm diturunkan pada malam pertama Ramadhān, Taurāt diturunkan pada enam Ramadhān, Injīl diturunkan pada tiga belas Ramadhān dan diturunkan Zabur setelah delapan belas hari pada bulan Ramadhan, diturunkan Al-? Qurān pada dua puluh empat Ramadhān."_

(Hadīts riwayat Imām Ahmad dan dishahīhkan oleh Syaikh Albāniy rahimahullāh)

⑻ Pada bulan Ramadhān, Allāh Subhānahu wa Ta'āla membebaskan orang-orang ahli neraka dari neraka.

Sebagaimana hadīts yang telah lalu dari Abū Hurairah radhiyallāhu ta'āla 'anhu, Rasūlullāh  shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:

ولله عتقاء من النار وذلك كل ليلة

_"Dan Allāh Subhānahu wa Ta'āla  membebaskan orang-orang dari api neraka dan itu adalah setiap malamnya."_

Demikian yang bisa disampaikan, kita akan lanjutkan beberapa keutamaan pada pertemuan berikutnya. in syā Allāh.


وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم
واخردعوانا أن الحمد لله رب العالمين
والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته

_____________________
🏡 *Donasi Markas* Dakwah dapat disalurkan melalui :
| Bank Mandiri Syariah
| Kode Bank : 451
| No. Rek : 710-3000-507
| A.N : YPWA Bimbingan Islam
Konfirmasi Transfer *Hanya Via WhatsApp* & Informasi ;  0811-280-0606
SWIFT CODE : BSMDIDJA

▪ *Format Donasi : Markas Dakwah#Nama#Nominal#Tanggal*

📝 *Cantumkan Kode 25 di nominal transfer anda..*

Contoh : 100.025
_____________________

RISALAH PUASA NABI SHALLALLĀHU 'ALAYHI WA SALLAM BAGIAN 07

🌍 BimbinganIslam.com
Rabu, 14 Ramadhan 1439 H / 30 Mei 2018 M
👤 Ustadz Fauzan S.T., Lc, M.A.
📔 Materi Tematik | Risalah Puasa Nabi Shallallāhu ‘Alayhi wa Sallam Bagian 07
⬇ Download Audio: BiAS-UFz-Tematik-Risalah-Puasa-Nabi-07
----------------------------------

RISALAH PUASA NABI SHALLALLĀHU 'ALAYHI WA SALLAM BAGIAN 06


بسم اللّه الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وبعد

Para sahabat Bimbingan Islām yang dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla dan kaum muslimin yang diberbahagia di manapun anda berada.

Alhamdulilāh, kita lanjutkan materi kita, ini adalah pertemuan kita yang keenam, kita masih membahas kitāb "Risalah puasa Ramadhān"

Poin berikutnya adalah tentang;

• Orang yang sakit.

Pada dasarnya orang yang sakit mendapatkan rukhshah untuk berbuka. dalīl nya adalah firman Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Allāh Subhānahu wa Ta'āla  berfirman:

 وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ ۗ

"Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (dia tidak berpuasa), maka (wajib menggantinya), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain."

(QS Al Baqarah: 185)

Ini adalah naskh (dasar) bahwasanya orang yang sakit diberikan rukhshah boleh untuk berbuka.

Bagaimana sakit yang diperbolehkan untuk berbuka puasa?

Sakit yang diperbolehkan untuk berbuka puasa adalah apabila seorang berpuasa menambah mudharat bagi dirinya, maka dihilangkan dengan memberikan rukhshah boleh untuk berbuka puasa.

Apabila dengan dia berpuasa maka menambah parah sakitnya, dikhawatirkan akan berkembang sakitnya maka ini diperbolehkan untuk berbuka puasa.

Akan tetapi jika sakitnya ringan seperti pusing, batuk dan sebagaimana maka seorang tidak boleh berbuka. Karena sakitnya tidak memberikan kemudharatan yang besar untuk dirinya.

Orang yang sakit yang masih memungkinkan untuk sembuh artinya masih diharapkan dia sembuh maka dia menunggu kesembuhannya dan mengqadhā' (mengganti) dengan puasa yang lain sesuai dengan hari yang dia tinggalkan.

Namun apabila sakitnya tidak bisa diharapkan kesembuhannya (sakit menahun, misalnya) maka hendaknya dia membayar fidyah sebesar 1/2 Shā' setiap harinya (kurang lebih 1 1/2 Kg beras) ini tuntunan dari Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam.

Barangsiapa yang sakit kemudian sembuh dan sebenarnya dia mampu untuk mengganti puasa tersebut, namun karena malas atau karena suatu hal, sehingga dia tidak mengantinya sampai kemudian dia meninggal dunia, maka diambil sebagian dari hartanya untuk diberikan kepada fakir miskin sebanyak hari-hari puasa yang tidak ia kerjakan.

Berikutnya adalah;

• Orang yang lanjut usia lemah dan pikun.

Mereka ini adalah orang-orang yang tidak mampu untuk berpuasa, maka mereka tidak wajib untuk berpuasa.

Merek boleh tidak berpuasa selagi tidak mampu melakukannya.

Sebagaimana firman Allāh Subhānahu wa Ta'āla :

وَعَلَى ٱلَّذِينَ يُطِيقُونَهُۥ فِدْيَةٌۭ طَعَامُ مِسْكِينٍۢ

"Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, yaitu memberi makan seorang miskin."

(QS Al Baqarah: 184)

Orang yang sudah tua, sudah pikun, lupa ingatan, orang yang lemah, orang yang tidak mampu untuk berpuasa apabila dia berpuasa akan semakin lemah, mereka ini diperbolehkan untuk berbuka puasa dan diganti dengan membayar fidyah.

• Orang yang berperang melawan musuh

Orang yang berperang melawan musuh atau dikepung musuh dikampungnya dan puasa dapat melemahkan kekuatannya di dalam pertempuran, maka ia boleh berbuka puasa walaupun tidak dalam keadaan sakit dan safar. Jika terpaksa harus berbuka sebelum penyerangan maka boleh berbuka.

Sebagaimana terjadi pada perang Badar, di mana Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda kepada para shahābatnya mengatakan:

إِنَّكُمْ مُصَبِّحُو عَدُوِّكُمْ وَالْفِطْرُ أَقْوَى لَكُمْ ، فَأَفْطِرُوا

"Sesungguhnya kalian besok pagi hari akan langsung berhadapan dengan musuh dan berbuka itu lebih membuat kalian kuat, maka berbukalah."

(Hadīts riwayat Muslim nomor 1120, terbitan Abdul Baqi)

Hadīts ini juga menjadi dasar bagi orang-orang yang menghadapi musuh atau bertahan, sementara dengan ia puasa akan dapat melemahkan ia dalam menghadapi lawannya maka diperbolehkan bagi dia untuk berbuka puasa dan nanti diqadhā' (diganti) dengan hari-hari lain yang dia tinggalkan.

Demikian yang bisa disampaikan pada pertemuan kali ini, in syā Allāh kita akan lanjutkan pada pertemuan berikutnya, mudah-mudahan bermanfaat.


وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم
واخردعوانا أن الحمد لله رب العالمين
والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
 
_____________________
🏡 *Donasi Markas* Dakwah dapat disalurkan melalui :
| Bank Mandiri Syariah
| Kode Bank : 451
| No. Rek : 710-3000-507
| A.N : YPWA Bimbingan Islam
Konfirmasi Transfer *Hanya Via WhatsApp* & Informasi ;  0811-280-0606
SWIFT CODE : BSMDIDJA

▪ *Format Donasi : Markas Dakwah#Nama#Nominal#Tanggal*

📝 *Cantumkan Kode 25 di nominal transfer anda..*

Contoh : 100.025
_____________________

ETIKA MAKAN (DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN & AS-SUNNAH)

ETIKA MAKAN (DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN & AS-SUNNAH)

Menyoal etika makan, dapat dipastikan banyak dari kaum muslimin belum mempraktekkannya. Bukti konkrit, kerap kali kita saksikan di berbagai lokasi dan kesempatan. Misal, seorang muslim makan sambil berjalan, atau makan dengan tangan kirinya tanpa ada beban kekeliruan. Beragam jamuan makan ala barat, semisal standing party banyak digandrungi orang. Banyak faktor yang menjadi latar belakang. Ketidaktahuan, mungkin satu sebab diantaranya. Ironisnya, mereka yang telah mengetahui etika Islam justru meremehkan dan menganggapnya bukanlah satu hal urgent dan mendasar. Celaka lagi bila mereka meninggalkannya karena tertarik etika barat, dengan asumsi etika mereka lebih beradab dan lebih moderen. Wal ‘iyadzu billah.

Padahal, sebagaimana yang telah disepakati oleh para ulama, salah satu pembatal keislaman seseorang, ialah apabila ia meyakini ada petunjuk yang lebih baik dan lebih sempurna dari petunjuk Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam Seyogyanya setiap muslim senantiasa berupaya mengejewantahkan nilai-nilai islami, termasuk adab makan ini. Karena adab-adab tersebut merupakan bagian dari risalah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Berikut ini kami kemukakan point-point yang berkaitan dengan adab makan:

• Membaca basmalah, demi mengharap keberkahan dan mencegah syaithan ikut makan bersama kita.

Abu Hafs Umar bin Abi Salamah Radhiyallahu ‘anhu menuturkan,

كُنْتُ غُلَامًا فِي حَجْرِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَكَانَتْ يَدِي تَطِيشُ فِي الصَّحْفَةِ فَقَالَ لِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا غُلَامُ سَمِّ اللَّهَ وَكُلْ بِيَمِينِكَ وَكُلْ مِمَّا يَلِيكَ فَمَا زَالَتْ تِلْكَ طِعْمَتِي بَعْدُ

Ketika aku berada dalam bimbingan Rasulullah, pernah suatu kali tanganku bergerak di atas piring ke segala arah, hingga Rasulullah pun berkata kepadaku,”Wahai anak, sebutlah nama Allah, makanlah dengan tangan kananmu serta makanlah dari apa yang dekat denganmu.” Maka demikianlah cara makanku sejak saat itu. [1]

Dari Ummul mu’minin A’isyah Radhiyallahu ‘anha ia berkata Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا أَكَلَ أَحَدُكُمْ فَلْيَذْكُرِ اسْمَ اللَّهِ تَعَالَى فَإِنْ نَسِيَ أَنْ يَذْكُرَ اسْمَ اللَّهِ تَعَالَى فِي أَوَّلِهِ فَلْيَقُلْ بِسْمِ اللَّهِ أَوَّلَهُ وَآخِرَهُ

Jika salah seorang kalian makan, maka sebutlah nama Allah. Jika ia lupa untuk menyebutnya di awal, hendaklah ia membaca : بِسْمِ اللَّهِ أَوَّلَهُ وَآخِرَهُ (dengan menyebut nama Allah pada awal dan akhirnya). [2]

Berkenaan dengan hadits di atas, Syaikh Salim bin Ied Al Hilali mengemukakan, tasmiyyah ialah membaca lafadz bismillah. Adapun pendapat yang mengatakan tasmiyyah dengan membaca bismillahir rahman nir rahim, merupakan pendapat yang tidak memiliki hujjah. Demikian juga pendapat yang mengatakan tasmiyyah dibaca pada setiap suapan, adalah pendapat yang batil. Karena tasmiyyah ini hanya dibaca pada awal makan.[3]

Adapun doa yang disunnahkan setelah selesai makan, ialah sebagaimana dijelaskan dalam hadits-hadits berikut.

عَنْ أَبِي أُمَامَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا رَفَعَ مَائِدَتَهُ قَالَ الْحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيرًا طَيِّبًا مُبَارَكًافِيهِ غَيْرَ مَكْفِيٍّ وَلَا مُوَدَّعٍ وَلَا مُسْتَغْنًى عَنْهُ رَبَّنَا

Dari Abu Umamah, sesungguhnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, jika Beliau selesai makan Beliau berdoa,“Segala puji bagi Allah (aku memujinya) dengan pujian yang banyak, yang baik dan penuh berkah, yang senantiasa dibutuhkan, diperlukan dan tidak bisa ditinggalkan, ya Rabb kami.[4]

عَنْ مُعَاذِ بْنِ أَنَسٍ عَنْ أَبِيهِ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ أَكَلَ طَعَامًا ثُمَّ قَالَ الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَطْعَمَنِي هَذَا الطَّعَامَ وَرَزَقَنِيهِ مِنْ غَيْرِ حَوْلٍ مِنِّي وَلَا قُوَّةٍ غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ وَمَا تَأَخَّرَ

Dari Mu’adz bin Anas, dari ayahnya, bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,”Barangsiapa makan kemudian ia berdoa,’Segala puji bagi Allah Yang telah memberi makanan ini kepadaku dan memberi rizki kepadaku tanpa daya dan kekuatanku,’ niscaya diampuni dosanya yang telah lalu dan yang akan datang.[5]

• Wajib makan dengan tangan kanan, berdasarkan perintah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam,

عن سَلَمَةَ بْنِ الْأَكْوَعِ أَنَّ رَجُلًا أَكَلَ عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِشِمَالِهِ فَقَالَ كُلْ بِيَمِينِكَ قَالَ لَا أَسْتَطِيعُ قَالَ لَا اسْتَطَعْتَ مَا مَنَعَهُ إِلَّا الْكِبْرُ قَالَ فَمَا رَفَعَهَا إِلَى فِيهِ

Dari Salamah bin Al Akwa’, bahwa pernah seorang laki-laki makan dengan tangan kirinya di sisi Rasulullah, maka Beliau berkata,”Makanlah dengan tangan kananmu.” Laki-laki itu menjawab,”Aku tidak bisa.” Beliau pun berkata,”Engkau tidak bisa, tidak ada yang mencegahmu melakukannya melainkan kesombonganmu.” Akhirnya ia benar-benar tidak bisa mengangkat tangannya ke mulutnya.

Ucapan Rasulullah pada hadits di atas (لَا اسْتَطَعْتَ ) merupakan doa Beliau atas laki-laki tadi, karena kesombongannya enggan mengukuti sunnah.[6]

• Disunnahkan makan dengan tiga jari dan menjilatinya selesai makan serta mengambil suapan yang jatuh

عَنْ كَعْب قَالَ رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَأْكُلُ بِثَلَاثِ أَصَابِعَ فَإِذَا فَرَغَ لَعِقَهَا

Dari Ka’ab bin Malik ia berkata,”Aku melihat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam makan dengan tiga jarinya dan setelah selesai Beliau menjilatinya.” [7]

عَنْ جَابِرٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا وَقَعَتْ لُقْمَةُ أَحَدِكُمْ فَلْيَأْخُذْهَا فَلْيُمِطْ مَا كَانَ بِهَا مِنْ أَذًى وَلْيَأْكُلْهَا وَلَا يَدَعْهَا لِلشَّيْطَانِ وَلَا يَمْسَحْ يَدَهُ بِالْمِنْدِيلِ حَتَّى يَلْعَقَ أَصَابِعَهُ فَإِنَّهُ لَا يَدْرِي فِي أَيِّ طَعَامِهِ الْبَرَكَةُ

Dari Jabir, ia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda,”Jika jatuh suapan salah seorang diantara kalian, hendaklah ia mengambilnya. Kemudian membersihkan kotoron yang mungkin menempel dan memakannya. Janganlah ia tinggalkan suapan itu untuk syaithan, dan janganlah ia mengusap tangannya dengan sapu tangan sampai ia menjilatinya. Karena ia tidak tahu, di bagian mana berkah dari makannya.” [8]

• Tidak boleh makan dengan bersandar

عَنْ أبي جُحَيْفَةَ يَقُولُ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا آكُلُ مُتَّكِئًا

Dari Abu Juhaifah, ia berkata, Rasulullah bersabda,”Tidaklah aku makan dengan bersandar.” [9]

• Tidak boleh mencela makanan halal

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ مَا عَابَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ طَعَامًا قَطُّ إِنِ اشْتَهَاهُ أَكَلَهُ وَإِنْ كَرِهَهُ تَرَكَهُ

Dari Abi Hurairah, ia berkata,”Nabi tidak pernah mencela makanan sedikitpun. Jika Beliau suka, Beliau memakannya. Dan bila tidak suka, Beliau meninggalkannya.” [10]

• Disunnahkan untuk bercakap-cakap ketika makan dan memuji makanan meskipun sedikit.

عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَأَلَ أَهْلَهُ الْأُدُمَ فَقَالُوا مَا عِنْدَنَا إِلَّا خَلٌّ فَدَعَا بِهِ فَجَعَلَ يَأْكُلُ بِهِ وَيَقُولُ نِعْمَ الْأُدُمُ الْخَلُّ نِعْمَ الْأُدُمُ الْخَلُّ

Dari Jabir bin Abdillah, bahwasanya Nabi bertanya kepada keluarganya tentang lauk. Mereka menjawab,”Kita tidak memiliki lauk, kecuali cuka.” Maka Beliaupun minta untuk dibawakan. Kemudian Beliau makan dengan cuka tadi dan berkata,”Sebaik-baik lauk adalah cuka, sebaik-baik lauk adalah cuka.” [11]

• Mendahulukan orang tua ketika makan

عَنْ حُذَيْفَةَ قَالَ كُنَّا إِذَا حَضَرْنَا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ طَعَامًا لَمْ نَضَعْ أَيْدِيَنَا حَتَّى يَبْدَأَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَيَضَعَ يَدَهُ

Dari Hudzaifah ia berkata,” Jika kami menghadiri jamuan makan bersama Rasulullah, tidaklah kami menjulurkan tangan kami ke makanan sampai Rasulullah n memulainya” [12]

• Kita boleh makan dengan sendiri ataupun dengan berjamaah, berdasarkan firmanNya Subhanahu wa Ta’ala :

لَّيْسَ عَلَى اْلأَعْمَى حَرَجٌ وَلاَعَلَى اْلأَعْرَجِ حَرَجٌ وَلاَعَلَى الْمَرِيضِ حَرَجٌ وَلاَعَلَى أَنفُسِكُمْ أَن تَأْكُلُوا مِن بُيُوتِكُمْ أَوْ بُيُوتِ ءَابَآئِكُمْ أَوْ بُيُوتِ أُمَّهَاتِكُمْ أَوْ بُيُوتِ إِخْوَانِكُمْ أَوْ بُيُوتِ أَخَوَاتِكُمْ أَوْ بُيُوتِ أَعْمَامِكُمْ أَوْ بُيُوتِ عَمَّاتِكُمْ أَوْ بُيُوتِ أَخْوَالِكُمْ أَوْ بُيُوتِ خَالاَتِكُمْ أَوْ مَامَلَكْتُم مَّفَاتِيحَهُ أَوْ صَدِيقِكُمْ لَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَن تَأْكُلُوا جَمِيعًا أَوْ أَشْتَاتًا فَإِذَا دَخَلْتُم بُيُوتًا فَسَلِّمُوا عَلَى أَنفُسِكُمْ تَحِيَّةً مِّنْ عِندِ اللهِ مُبَارَكَةً طَيِّبَةً كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللهُ لَكُمُ اْلأَيَاتِ لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ

Tidak ada halangan bagi orang buta, tidak (pula) bagi orang pincang, tidak (pula) bagi orang sakit, dan tidak (pula) bagi dirimu sendiri, makan (bersama-sama mereka) di rumah kamu sendiri atau di rumah bapak-bapakmu, di rumah ibu-ibumu, di rumah saudara-saudaramu yang laki-laki, di rumah saudara-saudaramu yang perempuan, di rumah saudara-saudara bapakmu yang laki-laki, di rumah saudara-saudara bapakmu yang perempuan, di rumah saudara-saudara ibumu yang laki-laki, di rumah saudara-saudara ibumu yang perempuan, di rumah yang kamu miliki kuncinya atau di rumah kawan-kawanmu.Tidak ada halangan bagi kamu makan bersama-sama mereka atau sendirian. Maka apabila kamu memasuki (suatu rumah dari) rumah-rumah (ini) hendaklah kamu memberi salam kepada penghuninya salam yang ditetapkan dari sisi Allah, yang diberkati lagi baik.Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat(Nya) bagimu, agar kamu memahaminya. [An-Nuur/24:61]

Namun ada anjuran Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk makan berjamaah seperti yang diriwayatkan dalam satu hadits, para sahabat pernah bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam,” Wahai Rasulullah sesungguhnya kami sudah makan namun mengapakah kami tidak merasa kenyang? Beliau berkata,” Mungkin kalian makan dengan terpisah” Mereka menjawab,”Ya” Maka beliau pun bersabda,

فَجْتَمِعُوا على طَعَامٍكُم واذّْكُرُوا اسْمَ اللهِ يُبَرِكْ لَكُمْ

“Berkumpullah kalian ketika makan serta sebutlah nama Allah niscaya Allah akan memberikan keberkahan kepada kalian “[13]

• Jika diundang dalam jamuan makan, selayaknya kita memperhatikan adab-adab berikut:

1. Wajib memenuhi undangan sekalipun sedang berpuasa. Bagi yang berpuasa sunnah ia boleh berbuka dan tidak wajib mengqadhanya, berdasarkan hadis Nabi berikut:

الصَائِمُ المُتَطَوعُ أَمِرُ نَفْسِهِ إِنْ شَاءَ صَامَ وَ إِنْ شَاءَ أَفْطَرَ

“Orang berpuasa sunnah adalah amir bagi dirinya sendiri, jika mau ia boleh berpuasa dan jika mau ia boleh berbuka” [14]

2. Disunnahkan untuk mendoakan yang mengundang.
Abdullah bin Bisr mengisahkan, ayahnya pernah membuat makanan untuk Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu mengundang beliau. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun datang. Selesai makan beliau berdoa:

اللهم بَارِكْ لَهُمْ فِيْمَا رَزَقْتَهُم واغْفِرْ لَهُمْ وارْحَمْهُم

“Ya Allah berikanlah mereka keberkahan pada apa yang Kau rizqikan kepada mereka, ampunillah mereka serta sayangilah mereka” [15]

Kemudian sabda beliau yang lain:

أَكَلَ طَعَامَكُم الأبْرَار و صَلَّتْ عَلَيْكُم الملائكةُ و أَفْطَرَ عِنْدَكُم الصَائِمُون

“Semoga orang-orang baik memakan makanan kalian, para malaikat mendoakan kalian dan orang-orang yang berpuasa berbuka di rumah kalian” [16]

3. Tidak wajib menghadiri undangan yang di dalamnya terdapat maksiat.
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِالله و اليَوْمِ الآخِرِ قَلاَ يَقْعُدَنَّ على مَائِدَةٍ تُدَارُ عَلَيْهَا بِالخَمْرِ

“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir janganlah ia sekali-kali duduk di meja hidangan yang di situ dihidangkan minuman keras” [17]

4. Disunnahkan untuk memulai makan dari tepi wadah dan bukan dari tengah
Dari Abdullah bin Bisr ia berkata,”Nabi memiliki mangkuk besar yang dinamai Al Gharra’ yang diangkat oleh empat orang lelaki, tatkala para sahabat selesai shalat duha, mangkuk tersebut dihidangkan penuh berisi kuah dan roti, para sahabat berkerumun mengelilinginya. Ketika jumlah sahabat yang datang semakin banyak, Nabi duduk berlutut dengan menduduki punggung telapak kaki beliau. Seorang lelaki badui bertanya,”Duduk macam apakah ini? Rasulullah menjawab,”Sesungguhnya Allah telah menjadikanku sebagai hamba yang mulia dan tidaklah Ia menjadikanku seorang yang sombong lagi durhaka”Kemudian beliau bersabda,”Makanlah dari sisi-sisinya dan tinggalkanah puncaknya niscaya Allah memberikan berkah pada makanan ini [18]

5. Tidak boleh bagi orang yang tidak diundang untuk ikut makn kecuali dengan seizin tuan rumah.
Abu Mas’ud Al Badri bercerita,”Seorang laki-laki mengundang Nabi ke rumahnya untuk mencicipi makanan buatannya. Lalu ada seorang lelaki yang mengikuti beliau. Ketika sampai beliau berkata,”Lelaki ini mengikuti saya, engkau boleh mengizinkannya masuk atau jika tidak ia akan pulang” Pemilik rumah menjawab,”Saya mengizinkannya wahai Rasulullah” [19]

6. Tidak seyogyanya bagi tuan rumah mengkhususkan hanya mengundang orang-orang kaya dan terpandang saja tanpa menyertakan orang-orang miskin. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

شَرُّ الطَّعَامُ طَعَامُ الْوَلِيمَةِ يُدْعَى إِلَيْهِ الْأَغْنِيَاءُ وَيُتْرَكُ الْمَسَاكِينُ فَمَنْ لَمْ يَأْتِ الدَّعْوَةَ فَقَدْ عَصَى اللَّهَ وَرَسُولَهُ

“Seburuk-buruk makanan adalah makanan walimah yang diundang untuk menghadirinya hanya golongan kaya saja sedangkan orang-orang miskin dilarang” [20]

Wallahu a’lamu bish shawab
(Nur Hasanah)

Maraji :
– Riyadhus Shalihin tahqiq Abdul aziz Rabaah dan Ahmad Yusuf Ad-Daqaaq
– Bahjatun Nazhirin Syarhu Riyadhis Shalihin
– Adabuz Zifaaf
– Hishnul Muslim

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 01/Tahun VII/1420H/1999M Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km. 8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 08121533647, 08157579296]
_______
Footnote
[1]. HR Al Bukhari (Al Fath 9/521) dan Muslim (2202)
[2]. Hadits shahih dengan beberapa syawahidnya. Dikeluarkan oleh Abu Dawud, 3767; At Tirmidzi, 1858; An Nasai dalam Amalul Yaum wal Lailah, 281; Ahmad, 6/207-208; Ad Darimi, 2/ 94; Al Baihaqi, 7/276 dan Al Hakim, 4/108.HR Al Bukhari (Al Fath 9/521) dan Muslim (2202)
[3]. Bahjatun Nazhirin hal. 50 fiqhul hadits point 1 dan 2.
[4]. HR Al Bukhari, Al Fath 9/580.
[5]. HR Abu Dawud, 4043; At Tirmidzi, 3458; Ibnu Majah, 3285; Ahmad, 3/3439; dan Ibnu Sunni, 469.
[6]. Bahjatun Nazhirin hal. 239.
[7]. HR Muslim, 2032,132.
[8]. HR Muslim, 2033,134.
[9]. HR Al Bukhari, Al Fath, 9/540.
[10]. HR Muttafaqun ‘alaihi.
[11]. HR Muslim, 2052.
[12]. H.R Muslim (2017)
[13]. Hadits hasan lighairihi dengan beberapa syawahidnya, diriwayatkan oleh Abu Daud (3764), Ibnu Majah (3286), Ahmad ( 3/501) dan selain mereka dari jalan Al Walid bin Muslim ia berkata,” Telah menceritakan kepadaku kepadaku Wahsy bin Harb dari bapaknya dari kakeknya secara marfu’.Lihat Majma’ Az Zawaid (5/20-21) dan At Targhib wat Tarhib (3/133-134)
[14]. H.R An Nasai dalam Al Kubra (64/2), Al Hakim (1/439), Al Baihaqi (4/276) dari jalan Samak bin Harb dari Abu Shalih dari Umu Hani’ dengan marfu’
[15]. H.R Muslim (3/1615)
[16]. H.R Ahmad 93/138), Abu ali Ash Shafar dalam haditsnya (11/1), Ath Thahawi dalam Al Musykil (1/ 498-499), Al Baihaqi ( 7/287), ibnu Asakir (7/59-60) dan sanad mereka shahih
[17]. H.R Ahmad dari Umar, At Tirmidzi, di hasankan oleh Al Hakim dan ia juga mensahihkannya dari Jabir dan disepakatioleh Adz Dzahabi, At Thabrani dari Ibnu Abbas.
[18]. H.R Abu Daud (3773), Ibnu Majah (3263 & 3275) dengan sanad shahih
[19]. Muttafaqun alaihi
[20]. H.R Muslim (4/154) dan Al Baihaqi (7/262) dari hadits Abu Hurairah

 

Sumber: https://almanhaj.or.id/3044-etika-makan-dalam-perspektif-al-quran-as-sunnah.html

Selasa, 29 Mei 2018

RISALAH PUASA NABI SHALLALLĀHU 'ALAYHI WA SALLAM' BAGIAN 05

🌍 BimbinganIslam.com
Senin, 12 Ramadhan 1439 H / 28 Mei 2018 M
👤 Ustadz Fauzan S.T., Lc, M.A.
📔 Materi Tematik | Risalah Puasa Nabi Shallallāhu ‘Alayhi wa Sallam Bagian 05
⬇ Download Audio: BiAS-UFz-Tematik-Risalah-Puasa-Nabi-05
----------------------------------

*RISALAH PUASA NABI SHALLALLĀHU 'ALAYHI WA SALLAM' BAGIAN 05*


بسم اللّه الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وبعد

Para sahabat Bimbingan Islām dan kaum muslimin yang diberkahi oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Kita lanjutkan materi kita, ini adalah pertemuan kita yang kelima, kita masih membahas kitāb "Risalah puasa Ramadhān".

Dan masuk pada poin berikutnya yaitu Orang-orang yang diperbolehkan untuk berbuka puasa.


▪Orang yang sakit

Sebagaimana firman Allāh Subhānahu wa Ta'āla :

 وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ ۗ

_"Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (dia tidak berpuasa), maka (wajib menggantinya), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain."_

(QS Al Baqarah: 185)

Sakit yang dimaksud di sini adalah sakit yang apabila seseorang berpuasa maka sakitnya bertambah sakit atau apabila dia berpuasa akan menyebabkan dia pingsan, meninggal dunia dan lain sebagainya.

Adapun sakit yang ringan, misalnya pusing atau flu maka ini bukan sakit yang dimaksud di sini. Karena puasa tidak memberikan pengaruh besar pada sakitnya dan dia tetap wajib untuk menjalankan puasa.

Ini semua bisa dilihat oleh ahli medis, apakah puasa itu memudharatkan dia atau tidak. Apabila memberikan mudharat bagi dia, maka pada saat itu diperbolehkan untuk tidak berpuasa.

Orang yang sakit disini juga yang dimaksud adalah yang masih diharapkan bisa sembuh. Maka dia menunggu sembuhnya  kemudian dia mengqadhā'.

Berbeda dengan orang yang sakit yang tidak bisa diharapkan kesembuhannya secara medis dan pengalaman, maka orang seperti ini diperbolehkan membayar fidyah saja sebagai penganti atau penebus puasa yang dia tinggalkan (tidak perlu mengganti dihari lain).


▪Orang yang bekerja berat

Orang yang bekerja berat hendaknya dia berusaha mengerjakan pekerjaannya di malam hari, agar di siang hari dia bisa berpuasa.

Namun seandainya pekerjaan tersebut mengharuskan dia tidak berpuasa dan puasa memberikan mudharat yang besar, maka hendaknya dia bertaqwa kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla untuk mencari pekerjaan yang lebih baik, sehingga dia tidak melalaikan puasanya. Atau dia bisa mengambil cuti khusus di bulan Ramadhān walaupun tidak mengambil gaji. Ini adalah demi akhirat dia, karena Allāh lah yang memberikan rejeki kepada kita.

Apabila pekerjaan tersebut menghalangi kita dari ibadah kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla  maka hendaknya ditinggalkan.

Tetapi apabila dia mampu untuk bekerja walaupun berat dan dia sanggup untuk berpuasa maka hendaknya dia berpuasa.

Begitu pula sebagian orang yang menganggap bahwa puasa adalah satu penghalang untuk berpikir, sehingga tatkala ada ujian mereka berbuka puasa, maka ini juga tidak boleh.


▪Orang Lanjut Usia, Lemah dan Pikun

Ini juga termasuk yang diberikan rukhshah:

وَعَلَى ٱلَّذِينَ يُطِيقُونَهُۥ فِدْيَةٌۭ طَعَامُ مِسْكِينٍۢ

_"Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, yaitu memberi makan seorang miskin."_

(QS Al Baqarah: 184)

Dan Ibnu Abbās radhiyallāhu ta'āla 'anhu mengatakan:

"Ayat ini tidak mansukh (tidak dihapus hukumnya), orang yang dimaksud adalah lelaki dan perempuan yang lanjut usia yang tidak mampu berpuasa, maka keduanya harus memberi makan seorang miskin setiap hari."

(Hadīts riwayat Al Bukhāri, di dalam kitāb At Tafsir, Bab. Ayyamam Ma'dūdat)

Begitu pula diperbolehkan untuk berbuka apabila seseorang merasa terancam dengan banyaknya musuh kemudian puasa tersebut bisa melemahkan dia di dalam menghadapi peperangan.

Oleh karena itu, tatkala perang badar Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam mengatakan:

إِنَّكُمْ مُصَبِّحُو عَدُوِّكُمْ وَالْفِطْرُ أَقْوَى لَكُمْ ، فَأَفْطِرُوا

_"Sesungguhnya kalian besok pagi hari akan langsung berhadapan dengan musuh dan berbuka itu lebih membuat kalian kuat, maka berbukalah."_

(Hadīts riwayat Muslim nomor 1120, terbitan Abdul Baqi)

Ini adalah perintah Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam kepada orang-orang yang akan berperang, agar diri mereka lebih kuat dalam menghadapi musuh-musuh di medan perang.


▪ Niat di dalam berpuasa.

Di dalam puasa wajib (puasa Ramadhān) disyaratkan adanya niat, bahkan dia berniat sebelumnya.

Walaupun di sana ada pendapat ulamā yang membolehkan untuk berniat di awal langsung untuk 30 hari, tetapi yang jelas adalah seseorang yang akan melaksanakan puasa fardhu dia harus berniat di malam harinya.

Hal ini berdasarkan hadīts yang diriwayatkan oleh Imām Abū Dāwūd dan dishahīhkan oleh Syaikh Albāniy rahimahullāh.

Beliau berkata:

لَا صِيَامَ لِمَنْ لَمْ يُبَيِّتِ الصِّيَامَ من اللَّيلِ

_"Tidak sah puasa seseorang yang tidak berniat dimalam harinya."_

(Hadīts shahīh riwayat Abū Dāwūd nomor 2454)

Oleh karena itu niat sangatlah penting untuk puasa fardhu, adapun untuk puasa sunnah maka boleh langsung berniat pada saat ingin berpuasa walaupun siang hari.

Sebagaimana disebutkan di dalam hadīts dari Āisyah radhiyallāhu ta'āla 'anhā, beliau berkata:

دَخَلَ عَلَيَّ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ يَوْمٍ فَقَالَ هَلْ عِنْدَكُمْ شَيْءٌ فَقُلْنَا لَا قَالَ فَإِنِّي إِذَنْ صَائِمٌ
 
_Pada suatu hari Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam datang kepadaku lalu bertanya, "Apakah kamu mempunyai sesuatu yang bisa saya makan?" Āisyah pun menjawab: "Tidak". Maka Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam, 'Maka kalau begitu aku berpuasa."_

(Hadīts shahīh riwayat Muslim 2/809)

Ini menunjukkan bahwa puasa sunnah tidak diwajibkan (disyaratkan) untuk berniat di malam hari sebelumnya. Berbeda dengan puasa fardhu.

Adapun puasa sunnah khusus seperti puasa Arafah, puasa Asyurā, maka yang lebih berhati-hati adalah berniat di malam hari sebelumnya.

Perkara yang perlu diketahui, apabila seseorang telah memulai untuk mengerjakan puasa wajib, baik itu puasa qadhā', puasa nadzar atau puasa kafarah, maka dia wajib untuk menyempurnakan (menyelesaikannya) dia tidak boleh membatalkannya tanpa alasan yang dibenarkan oleh syari'at.

Adapun untuk puasa sunnah, maka seseorang boleh melanjutkan atau membatalkan.

Contohnya:

Seseorang datang ke rumahnya dan dia tidak menemukan makanan sedikitpun lalu dia puasa, lalu di siang atau sore hari kira-kira waktu ashar ada seseorang yang memberikan makanan, maka boleh orang tersebut membatalkan puasanya.

Demikianlah para sahabat sekalian yang bisa disampaikan pada pertemuan kali ini, mudah-mudahan bermanfaat.


وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم
واخردعوانا أن الحمد لله رب العالمين
والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
 
_____________________
🏡 *Donasi Markas* Dakwah dapat disalurkan melalui :
| Bank Mandiri Syariah
| Kode Bank : 451
| No. Rek : 710-3000-507
| A.N : YPWA Bimbingan Islam
Konfirmasi Transfer *Hanya Via WhatsApp* & Informasi ;  0811-280-0606
SWIFT CODE : BSMDIDJA

▪ *Format Donasi : Markas Dakwah#Nama#Nominal#Tanggal*

📝 *Cantumkan Kode 25 di nominal transfer anda..*

Contoh : 100.025
_____________________

RISALAH PUASA NABI SHALLALLĀHU 'ALAYHI WA SALLAM BAGIAN 06

🌍 BimbinganIslam.com
Selasa, 13 Ramadhan 1439 H / 29 Mei 2018 M
👤 Ustadz Fauzan S.T., Lc, M.A.
📔 Materi Tematik | Risalah Puasa Nabi Shallallāhu ‘Alayhi wa Sallam Bagian 06
⬇ Download Audio: BiAS-UFz-Tematik-Risalah-Puasa-Nabi-06
----------------------------------

RISALAH PUASA NABI SHALLALLĀHU 'ALAYHI WA SALLAM BAGIAN 06


بسم اللّه الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وبعد

Para sahabat Bimbingan Islām yang dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla dan kaum muslimin yang diberbahagia di manapun anda berada.

Alhamdulilāh, kita lanjutkan materi kita, ini adalah pertemuan kita yang keenam, kita masih membahas kitāb "Risalah puasa Ramadhān"

Dan masuk pada poin berikutnya yaitu orang-orang yang diperbolehkan untuk berbuka puasa.

Di antaranya:

• Musāfir

Musāfir adalah satu sifat seorang yang safar atau satu kelompok yang diberikan rukhshah untuk bisa berbuka puasa.

Namun di dalam safar ini ada beberapa syarat yang harus dipenuhi, di antaranya:

⑴ Memenuhi jarak

Sebagian ulamā mengatakan standar safar ini adalah jarak yaitu 90 km atau sesuai dengan 'urf (adat kebiasaan yang berlaku dimasyarakat) bahwasanya jarak atau perjalanan tersebut dikatakan sebagai safar.

⑵ Safar tersebut sudah harus melampaui kota, negeri atau kampungnya karena ada kemungkinan safar tersebut tidak jadi. Sehingga tatkala dia sudah masuk pada status safar maka diperbolehkan rukhshah yang berlaku pada safar.

⑶ Safar harus bukan untuk tujuan maksiat sebagaimana pendapat jumhur, karena apabila tujuannya untuk maksiat maka tidak ada rukhshah untuk berbuka puasa.

⑷ Safar tidak boleh dimaksudkan untuk mencari alasan supaya boleh berbuka puasa (tidak puasa).

⑸ Bagi seorang musāfir maka dia boleh berbuka walaupun perjalanannya ringan dan mudah (misalnya) safarnya ada di bawah naungan AC, perjalanan dekat.

Orang yang yang sulit perjalanannya maka yang terbaik baginya untuk berbuka puasa, sedang musāfir yang mudah perjalanannya boleh baginya berbuka atau tetap berpuasa dan puasanya tetap sah.

⑹ Barangsiapa yang bertekad untuk bepergian di bulan Ramadhān, maka dia tidak boleh berniat untuk berbuka sebelum dia masuk sebagai status musāfir (artinya) sebelum dia benar-benar keluar dan meninggalkan kampungnya dan melewati pinggiran rumah yang terakhir (bangunan-bangunan yang bersambung dengan kampungnya).

Apabila dia belum terpisah dari kampungnya dan dan melewati pinggiran rumah yang terakhir (bangunan-bangunan yang bersambung dengan kampungnya) maka status dia belum musāfir sehingga dia tidak boleh berniat untuk berbuka puasa atau berbuka puasa pada saat itu.

kapan bolehnya?

Seseorang (musāfir) boleh berbuka jika sudah melewati bangunan terakhir yang bersambung dengan kotanya atau apabila pesawat sudah take off.

⑺ Apabila seorang safar menggunakan pesawat dan saat itu ditempat asalnya matahari sudah terbenam dan ia telah berbuka puasa, kemudian pesawat take off dan ia melihat matahari, maka tidak wajib baginya untuk imsāk (menahan diri dari makan dan minum) karena ia telah menyempurnakan puasanya sehari penuh (status ia sudah berbuka ketika didarat).

Namun jika seorang berangkat (pesawat take off) sebelum matahari terbenam, sedang ia berniat menyempurnakan puasanya hari itu di dalam perjalanannya, maka ia tidak boleh berbuka sebelum matahari terbenam ketika dia berada di angkasa.

⑻ Apabila seseorang (musāfir) berniat untuk tinggal di suatu tempat (kota) lebih dari empat hari, maka ia terhitung sebagai seorang yang muqīm dan ia wajib berpuasa, menurut pendapat jumhur ulamā.

Berlaku baginya hukum safar ketika dia safar, akan tetapi ketika ia telah smapai dan muqīm maka berlaku hukum-hukum muqīm, menurut jumhur ulamā.

Sebagian mengatakan atau sebagaimana hadīts dari Ibnu Umar, bahwa Ibnu Umar terus dalam keadaan musāfir sampai bertahun-tahun, sebagian ulamā mengatakan bahwa Ibnu Umar pada saat itu tidak tahu kapan dia harus pulang dan tidak ada rencana berapa lama dia akan tinggal (bisa satu tahun, enam bulan atau berapa bulan), akan tetapi saat itu ada halangan-halangan yang menyebabkan beliau tidak bisa kembali.

Maka jama'nya seperti itu bahwa seorang yang apabila ada urusan dan dia tidak tahu berapa lama dia tinggal di tempat tersebut maka bisa dihukumi dengan kejadian yang menimpa Ibnu Umar radhiyallāhu ta'āla 'anhu.

Adapun pendapat jumhur apabila seorang berniat tinggal di suatu tempat lebih dari empat hari maka dia bukan sebagai seorang musāfir melainkan status dia adalah seorang muqīm.

Dan masih banyak lagi poin lain yang terkait dengan musāfir ini.

Demikian yang bisa disampaikan pada pertemuan kali ini, in syā Allāh kita akan lanjutkan pada pertemuan berikutnya, mudah-mudahan bermanfaat.


وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم
واخردعوانا أن الحمد لله رب العالمين
والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
 
_____________________
🏡 *Donasi Markas* Dakwah dapat disalurkan melalui :
| Bank Mandiri Syariah
| Kode Bank : 451
| No. Rek : 710-3000-507
| A.N : YPWA Bimbingan Islam
Konfirmasi Transfer *Hanya Via WhatsApp* & Informasi ;  0811-280-0606
SWIFT CODE : BSMDIDJA

▪ *Format Donasi : Markas Dakwah#Nama#Nominal#Tanggal*

📝 *Cantumkan Kode 25 di nominal transfer anda..*

Contoh : 100.025
_____________________

KEUTAMAAN BULAN RAMADHĀN BAGIAN 01

🌍 BimbinganIslam.com
Sabtu, 12 Sya’ban 1439 H / 28 April 2017 M
👤 Ustadz Fauzan S.T., Lc, M.A.
📔 Materi Tematik | Keutamaan Bulan Ramadhan (Bagian 01)
⬇ Download Audio: BiAS-UFz-Tematik-Keutamaan Bulan Ramadhan-01
----------------------------------

*KEUTAMAAN BULAN RAMADHĀN BAGIAN 01*


بسم اللّه الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
إن الحمد لله نحمده ونستعينه ونستغفره، ونعوذ بالله من شرور أنفسنا ومن سيئات أعمالنا من يهده الله فلا مضل ومن يضلل فلا هادي له ، وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له وأشهد أن محمدا عبده ورسوله لا نبي بعده، أمَّا بعد


Para sahabat Bimbingan Islām dan kaum muslimin yang dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Kita akan memasuki bulan Ramadhān dan kita perlu mengetahui bagaimana keutamaan-keutamaan bulan Ramadhān agar kita bersemangat dan bersiap-siap dalam menghadapi bulan Ramadhān.

Para sahabat yang berbahagia, bulan Ramadhān adalah bulan yang agung, yang mana Allāh Subhānahu wa Ta'āla menjadikan bulan ini melebihi bulan-bulan yang lain.

Ada beberapa keutaman bulan Ramadhān, di antaranya:

⑴ Pada bulan ini diturunkan Al Qurān.

Dan semua yang terkait dengan Al Qurān atau bersentuhan dengan Al Qurān maka Allāh Subhānahu wa Ta'āla akan angkat derajatnya (Allāh akan muliakan). 

Bulan Ramadhān di mana Al Qurān diturunkan di dalamnya, Allāh muliakan bulan ini dibandingkan bulan-bulan lainnya.

Sebagaimana firman Allāh Subhānahu wa Ta'āla :

شَهْرُ رَمَضَانَ ٱلَّذِىٓ أُنزِلَ فِيهِ ٱلْقُرْءَانُ هُدًۭى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَـٰتٍۢ مِّنَ ٱلْهُدَىٰ وَٱلْفُرْقَانِ

_"Bulan Ramadhān adalah bulan yang di dalamnya diturunkan Al Qurān, sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil)."_

(QS Al Baqarah: 185)

Di sini Allāh Subhānahu wa Ta'āla  menjelaskan bahwa;

√ Al Qurān diturunkan dibulan Ramadhān.
√ Al Qurān adalah mu'zijāt yang terbesar yang Allāh Subhānahu wa Ta'āla berikan kepada Rasūlullāh Shallallāhu 'alayhi wa sallam. (Mu'zijāt tersebut terasa sampai sekarang).

⑵ Di bulan Ramadhān diwajibkan kita untuk berpuasa.

Allāh Subhānahu wa Ta'āla  di dalam hadīts qudsi:

كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ لَهُ إِلَّا الصِّيَامَ، فَإِنَّهُ لِيْ وَأَنَا أَجْزِيْ بِهِ ,وَالصِّيَامُ جُنَّةٌ

_"Seluruh amalan anak Ādām untuk dia, kecuali puasa, karena puasa itu untukKu dan Aku yang akan membalasnya langsung."_

Bayangkan!

Allāh Subhānahu wa Ta'āla menisbahkan puasa adalah untuk Allāh, bukan berarti Allāh butuh, bukan!

Akan tetapi menunjukkan bahwa puasa adalah amalan yang sangat besar sehingga tidak ada yang membalas kecuali Allāh Subhānahu wa Ta'āla (langsung Allāh Subhānahu wa Ta'āla  yang membalas).

Kita tidak tahu apa yang akan diberikan oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Allāh Subhānahu wa Ta'āla  maha pencipta, Allāh yang mengatur alam semesta, begitu besar kekuasaan Allāh Subhānahu wa Ta'āla dan bagaimana kiranya rajanya para raja yang menguasai alam semesta ini akan memberikan hadiah kepada orang yang berpuasa. Tentunya hadiah yang luar biasa.

Oleh karena itu puasa adalah satu amalan yang sangat besar di sisi Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Dalam sebuah hadīts dari Abū Hurairah radhiyallāhu Ta'āla 'anhu, beliau berkata bahwasanya Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam, tatkala beliau memberikan kabar gembira kepada para shahābatnya:

قَدْ جَاءَكُمْ رَمَضَانُ ، شَهْرٌ مُبَارَكٌ ، افْتَرَضَ اللَّهُ عَلَيْكُمْ صِيَامَهُ

_“Telah datang kepada kalian Ramadhan, bulan yang diberkahi, Allāh mewajibkan atas kalian berpuasa padanya."_

Oleh karena itu, kita bersemangat untuk melaksanakan ibadah puasa di bulan Ramadhān.

⑶ Bulan Ramadhān adalah bulan penuh ampunan.

Sebagaimana di dalam sebuah hadīts dari Abū Hurairah, tatkala Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam naik mimbar.

عن أبي هريرة رضي الله عنه ، أن النبي صلى الله عليه وسلم صعد المنبر ، فقال : " آمين آمين آمين " . قيل : يا رسول الله ، إنك حين صعدت المنبر قلت : آمين آمين آمين . ، قال : " إن جبريل أتاني ، فقال : من أدرك شهر رمضان ولم يغفر له فدخل النار فأبعده الله ، قل : آمين ، فقلت : آمين . ومن أدرك أبويه أو أحدهما فلم يبرهما ، فمات فدخل النار فأبعدهa الله ، قل : آمين ، فقلت : آمين

_Dari Abi Hurairah radhiyallāhu Ta'āla 'anhu, Nabi shalallahu alayhi wasallam naik ke atas mimbar, kemudian Beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam) mengatakan:_

_"Āmīn, āmīn, āmīn (Semoga dikabulkan, semoga dikabulkan, semoga dikabulkan) tiga kali."_

_Kemudian ditanyakan kepada Rasūlullāh  shallallāhu 'alayhi wa sallam:_

_"Wahai Rasūlullāh, tatkala engkau naik mimbar engkau mengatakan āmīn, āmīn, āmīn, mengapa wahai Rasūlullāh?"_

_Kemudian beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam) mengatakan:_

_"Sesungguhnya Jibrīl datang kepadaku, dan mengatakan, 'Barangsiapa yang mendapati bulan Ramadhān dan dia tidak diampuni oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla kemudian masuk ke dalam neraka, maka celakalah dia. Katakan: āmīn,' maka sayapun mengatakan 'āmīn'."_

Kenapa dia celaka?
 
Karena pada bulan ini, bulan yang penuh ampunan, sehingga sangat mengherankan apabila seseorang dibulan yang dikucurkan begitu banyak ampunan dia tidak mendapatkan ampunan dari Allāh. Mereka inilah orang-orang yang celaka (orang-orang yang tercegah dari kebaikan). 

Maka untuk orang yang seperti ini katakan, "Āmīn, semoga Allāh menjauhkan dia karena tidak ada kebaikan di dalam dirinya."

Demikian yang bisa disampaikan, kita akan lanjutkan beberapa keutamaan pada pertemuan berikutnya. in syā Allāh.


وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم
واخردعوانا أن الحمد لله رب العالمين
والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته

_____________________
🏡 *Donasi Markas* Dakwah dapat disalurkan melalui :
| Bank Mandiri Syariah
| Kode Bank : 451
| No. Rek : 710-3000-507
| A.N : YPWA Bimbingan Islam
Konfirmasi Transfer *Hanya Via WhatsApp* & Informasi ;  0811-280-0606
SWIFT CODE : BSMDIDJA

▪ *Format Donasi : Markas Dakwah#Nama#Nominal#Tanggal*

📝 *Cantumkan Kode 25 di nominal transfer anda..*

Contoh : 100.025
_____________________

BAGAIMANA PARA SALAF MENYAMBUT BULAN RAMADHĀN, BAGIAN 04

🌍 BimbinganIslam.com
Jum'at, 11 Sya’ban 1439 H / 27 April 2018 M
👤 Ustadz Fauzan S.T., Lc, M.A.
📔 Materi Tematik | Bagaimana Para Salaf Menyambut Bulan Ramadhan bagian 04
⬇ Download Audio: BiAS-UFz-Tematik-MenyambutRamadhan-04
----------------------------------

*BAGAIMANA PARA SALAF MENYAMBUT BULAN RAMADHĀN, BAGIAN 04*


بسم اللّه الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وبعد

Para sahabat Bimbingan Islām dan kaum muslimin yang berbahagia.

Kita masih membahas tentang bagaimana para salaf di dalam Ramadhān mereka.

Para salaf juga menjadikan Ramadhān sebagai madrasah untuk membiasakan diri untuk menghilangkan penyakit-penyakit kebakhilan, membiasakan diri menjadi orang yang penuh dengan kedermawanan.

Di bulan Ramadhān para salaf memperbanyak shadaqāh, memperbanyak infāq, mereka bersegera di dalam kebaikan-kebaikan. Membantu saudara-saudaranya baik yang dikenal maupun tidak dia kenal.

Dalam sebuah hadīts yang diriwayatkan oleh Ibnu 'Abbās radhiyallāhu
Ta'āla 'anhu, beliau mengatakan:

كَانَ رسوالله صَلَّى اللّٰـهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدَ النَّاسِ وكان أَجْوَدُ مَا يَـكُوْنُ فِـيْ رَمَضَانَ حِيْنَ يَلْقَاهُ جِبْرِيْلُ وَكَانَ يَلْقَاهُ فِـيْ كُـّلِ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ فَـيُـدَارِسُهُ الْـقُـرْآنَ، فَلَرَسُوْلُ اللّٰـهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدُ بِالْـخَيْـرِ مِنَ الِرّيْحِ الْـمُرْسَلَةِ

_Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam adalah orang yang paling dermawan dan lebih dermawan lagi pada bulan Ramadhān._

_Ketika Jibrīl alayhissallām bertemu dengannya, jibrīl menemuinya setiap malam Ramadhān untuk saling mempelajari Al Qur'ān, sungguh, Rasūlullāh  shallallāhu 'alayhi wa sallam lebih dermawan daripada angin yang berhembus."_

(Hadīts shahīh riwayat Bukhāri dan Muslim)

Dan di dalam riwayat Ahmad ada tambahan:

لَا يُسْأَلُ عَنْ شَيْءٍ إِلَّا أَعْطَاهُ

_"(Pada saat bulan Ramadhān) Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam tidak pernah di minta segala sesuatu apapun kecuali pasti memberikan."_

✎ Berkata Imām Adz Dzahabi rahimahullāh:
 
وبلغن أن حمادا بن أبي سليمان كان ذا دنيا متسعة، وأنه كان يفطر في شهر رمضان خمسمائة إنسان ، وأنه كان يعطيهم بعد العيد لكل واحد مائة درهم

_"Bahwasanya sampai pada beliau seorang shālih yang bernama Hamād ibni Abī Sulaimān, beliau adalah orang kaya. Dibukakan dunia untuk dia dan beliau senantiasa memberikan makan 500 orang yang berbuka di bulan Ramadhān. Dan beliau senantiasa memberi pada hari 'Ied hari di mana kaum muslimin berbahagia setiap orang diberi 100 Dirham."_

✎ Imām Hasan Al Basri rahimahullāh:

يقول الحسن :-
إن الله جعل شهر رمضان مضمارا لخلقه يستبقون فيه بطاعته إلى مرضاته فسبق قوم ففازوا وتخلف آخرون فخابوا فالعجب من اللاعب الضاحك فى اليوم الذى يفوز فيه المحسنون ويخسر فيه المبطلون

_Berkata Imām Hasan Al Basri rahimahullāh:_

_"Sesungguhnya Allāh Subhānahu wa Ta'āla menjadikan Ramadhān sebagai tambang bagi hamba-hambanya. Dimana pada bulan tersebut orang-orang berlomba-lomba dengan ketaatan mengharapkan keridhāan Allāh._

_Maka ada sekelompok kaum yang mereka berlomba dan memenangkan perlombaan tersebut dan sekelompok kaum yang dia tertinggal dibelakang dan dia rugi._

_Maka sangat mengherankan bagi orang-orang yang senantiasa bermain-main, tertawa-tawa di bulan Ramadhān, di mana pada bulan tersebut orang-orang yang berbuat baik, taat kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla mereka memenangkan perlombaan ini. Dan juga orang-orang yang dia tidak berbuat ketaatan senantiasa berbuat kesia-siaan, dia merugi.”_

Oleh karena itu, begitulah keadaan para salaf, sekelumit kecil kehidupan para salaf di bulan Ramadhān. Mereka menjadikan bulan Ramadhān sebagai tambang untuk bisa menambang emas dan perak, menambang pahala untuk dipersembahkan kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla agar mendapatkan keridhāan dari Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Oleh karena itu hendaklah kita berusaha berbuat seperti mereka, berlomba-lomba di dalam kebaikan menyambut Ramadhān, melaksanakan amal-amal ibadah dengan sebaik mungkin di bulan Ramadhān.

Semoga Allāh Subhānahu wa Ta'āla mengampuni dosa-dosa kita semua dan menjadikan kita orang yang beruntung mendapatkan kemulian bulan Ramadhān.


وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم
واخردعوانا أن الحمد لله رب العالمين
والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته

_____________________
🏡 *Donasi Markas* Dakwah dapat disalurkan melalui :
| Bank Mandiri Syariah
| Kode Bank : 451
| No. Rek : 710-3000-507
| A.N : YPWA Bimbingan Islam
Konfirmasi Transfer *Hanya Via WhatsApp* & Informasi ;  0811-280-0606
SWIFT CODE : BSMDIDJA

▪ *Format Donasi : Markas Dakwah#Nama#Nominal#Tanggal*

📝 *Cantumkan Kode 25 di nominal transfer anda..*

Contoh : 100.025
_____________________

Senin, 28 Mei 2018

BAGAIMANA PARA SALAF MENYAMBUT BULAN RAMADHĀN, BAGIAN 03

🌍 BimbinganIslam.com
Kamis, 10 Sya’ban 1439 H / 26 April 2017 M
👤 Ustadz Fauzan S.T., Lc, M.A.
📔 Materi Tematik | Bagaimana Para Salaf Menyambut Bulan Ramadhan bagian 03
⬇ Download Audio: BiAS-UFz-Tematik-MenyambutRamadhan-03
----------------------------------

*BAGAIMANA PARA SALAF MENYAMBUT BULAN RAMADHĀN, BAGIAN 03*


بسم اللّه الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وبعد

Para sahabat Bimbingan Islām dan kaum muslimin yang berbahagia.

Kita masih membahas tentang bagaimana para salaf di dalam Ramadhān mereka.

Para salaf menjadikan bulan Ramadhān sebagai madrasah untuk mengasah jiwa mereka, membiasakan diri mereka untuk berpuasa.

Seseorang yang terbiasa dengan puasa wajib, dia membiasakan diri, maka diharapkan dia bisa menambah dengan puasa sunnah, karena mereka mendengar sabda Rasūlullāh  shallallāhu 'alayhi wa sallam:

مَنْ صَامَ يَوْمًا فِى سَبِيلِ اللَّهِ بَعَّدَ اللَّهُ وَجْهَهُ عَنِ النَّارِ سَبْعِينَ خَرِيفًا

_"Barangsiapa yang berpuasa satu hari di jalan Allāh (baik puasa sunnah maupun wajib) maka Allāh akan menjauhkan wajahnya (dirinya) dari neraka selama 70 tahun."_

(Muttafaqun 'alaiyh, Hadīts riwayat Bukhāri nomor 2840)

Allāh akan menjauhkan wajahnya dari neraka selama 70 tahun artinya jarak yang sangat jauh.

Begitu juga mereka (para salaf) menjadikan Ramadhān sebagai madrasah. Madrasah untuk membiasakan diri shalāt malam. Karena shalāt malam adalah salah satu ibadah yang luar biasa, ibadah yang sangat mulia.

Orang yang membiasakan diri shalāt malam, maka Allāh akan menjadikan cahaya pada wajahnya dan menjadikan sebab orang-orang menyukai dirinya, mencintai dirinya.

✎ Sa’id Ibnu Musayyibah rahimahullāh:

قال سعيد بن المسيب رحمه الله : إن الرجل ليصلي بالليل، فيجعل الله في وجهه نورا يحبه عليه كل مسلم، فيراه من لم يره قط فيقول: إني لأحبُ هذا الرجل.

_Berkata Sa’id Ibnu Musayyibah rahimahullāh:_

_"Seseorang yang senantiasa shalāt malam, maka Allāh akan menjadikan cahaya pada wajahnya yang disukai oleh setiap muslim. Maka setiap orang yang melihatnya walaupun dia tidak pernah melihatnya maka dia akan mengatakan, 'Saya suka orang ini'."_

✎ Imām Al Hasan Al Basri rahimahullāh:

قيل للحسن: ما بال المتهجدين من أحسن الناس وجوها؟ قال: "لأنهم خلوا بالرحمن، فألبسهم من نوره نورا"

_Dikatakan kepada Imam Al Hasan Al Bashri rahimahullāh:_

_"Mengapa orang yang suka shalāt malam wajahnya paling baik?"_

_Maka beliaupun berkata:_

_"Karena mereka selalu bersendirian dengan Ar Rahmān (Allāh Subhānahu wa Ta'āla) di tengah malam gelap gulita, maka Allāh memakaikan di antara cahaya-Nya pada mereka."_

Ini adalah salah satu rahasia kenapa orang yang senantiasa membiasakan diri dengan shalāt malam, Allāh Subhānahu wa Ta'āla jadikan cahaya pada wajahnya.

Para salaf juga menjadikan Ramadhān sebagai madrasah (tempat) untuk membiasakan diri bergaul dengan Al Qur'ān, baik membaca Al Qur'ān, mendengarkan Al Qur'ān, memahami Al Qur'ān dan mentadabburi Al Qur'ān dan mengamalkan Al Qur'ān.

Kita lihat bagaimana Sufyān Ats Tsaurī. Beliau adalah seorang imām hadīts, seorang yang zuhud, wara', seorang ulamā besar. Apabila masuk bulan Ramadhān beliau meninggalkan seluruh pekerjaannya bahkan beliau meninggalkan pelajaran-pelajaran hadītsnya, beliau konsentrasi bergaul dengan Al Qur'ān (membaca, memahami, mentaddaburi Al-Qur'ān).

Begitu juga Muhammad bin Ismāil Al Bukhāri (Imām Bukhāri), beliau mengkhatamkan Al Qur'ān di bulan Ramadhān setiap hari. Beliau juga berdiri untuk shalāt tarawih dan mengkhatamkan Al Qur'ān di setiap tiga malam dalam shalat tarawihnya.

Semoga Allāh Subhānahu wa Ta'āla mengampuni dosa-dosa kita semua dan menjadikan kita orang yang beruntung mendapatkan kemulian bulan Ramadhān.


وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم
واخردعوانا أن الحمد لله رب العالمين
والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته

_____________________
🏡 *Donasi Markas* Dakwah dapat disalurkan melalui :
| Bank Mandiri Syariah
| Kode Bank : 451
| No. Rek : 710-3000-507
| A.N : YPWA Bimbingan Islam
Konfirmasi Transfer *Hanya Via WhatsApp* & Informasi ;  0811-280-0606
SWIFT CODE : BSMDIDJA

▪ *Format Donasi : Markas Dakwah#Nama#Nominal#Tanggal*

📝 *Cantumkan Kode 25 di nominal transfer anda..*

Contoh : 100.025
_____________________

BAGAIMANA PARA SALAF MENYAMBUT BULAN RAMADHĀN BAGIAN 02

🌍 BimbinganIslam.com
Rabu, 09 Sya’ban 1439 H / 25 April 2017 M
👤 Ustadz Fauzan S.T., Lc, M.A.
📔 Materi Tematik | Bagaimana Para Salaf Menyambut Bulan Ramadhan bagian 02
⬇ Download Audio: BiAS-UFz-Tematik-MenyambutRamadhan-02
----------------------------------

*BAGAIMANA PARA SALAF MENYAMBUT BULAN RAMADHĀN BAGIAN 02*


 بسم اللّه الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وبعد

Para sahabat Bimbingan Islām dan kaum muslimin yang dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Para salaf terdahulu, para shahābat Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam, mereka sangat bergembira dengan datangnya bulan Ramadhān.

Berkata Ibnu Rajab rahimahullāh:

 ﻛﻴﻒ ﻻ ﻳﺒﺸﺮ ﺍﻟﻤﺆﻣﻦ ﺑﻔﺘﺢ ﺃﺑﻮﺍﺏ ﺍﻟﺠﻨﺎﻥ ﻛﻴﻒ ﻻ ﻳﺒﺸﺮ ﺍﻟﻤﺬﻧﺐ ﺑﻐﻠﻖ ﺃﺑﻮﺍﺏ ﺍﻟﻨﻴﺮﺍﻥ ﻛﻴﻒ ﻻ ﻳﺒﺸﺮ ﺍﻟﻌﺎﻗﻞ ﺑﻮﻗﺖ ﻳﻐﻞ ﻓﻴﻪ ﺍﻟﺸﻴﺎﻃﻴﻦ ﻣﻦ ﺃﻳﻦ ﻳﺸﺒﻪ ﻫﺬﺍ ﺍﻟﺰﻣﺎﻥ ﺯﻣﺎﻥ

_"Bagaimana seorang mukmin tidak gembira (bahagia) dengan dibukanya pintu-pintu surga?_

_Dan bagaimana tidak bahagia orang-orang yang tengelam dalam perbuatan dosa, dengan ditutupnya pintu neraka dan juga diberikan ampunan-ampunan kepada mereka?_

_Dan bagaimana orang yang berakal tidak bahagia, diberikan waktu di mana syaithān-syaithān dibelenggu saat itu? Adakah waktu yang lain seperti waktu ini (Ramadhān)?"_

(Kitāb Lathā'if Al Ma'ārif hal 148)

⇒ Syaithān-syaithān adalah musuh-musuh manusia

Artinya sahabat sekalian, tidak ada waktu yang lebih baik daripada bulan Ramadhān. Ini kesempatan yang Allāh berikan kepada kita, untuk memanfaatkan waktu Ramadhān tersebut. Kita menggali, mendulang kebaikan demi kebaikan.

Oleh karena itu mereka (para salaf) sangat-sangat berbahagia, sangat senang dengan datangnya bulan Ramadhān.

Lihat bagaimana para salaf tatkala mereka menghadapi bulan Ramadhān!

Berkata Mualla bin Al Fadhl rahimahullāh:

كانوا يدعون الله تعالى ستة أشهر أن يبلغهم رمضان، ويدعونه ستة أشهر أن يتقبل منهم

_"Dahulu para salaf senantiasa berdo'a kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla selama 6 (enam) bulan, agar Allāh Subhānahu wa Ta'āla memberikan kesempatan kepada mereka agar bertemu dengan bulan Ramadhān."_

Bayangkan!

Enam bulan mereka berdo'a kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla, agar mereka bisa mendapatkan bulan Ramadhān dan mereka berdo'a kembali kepada Allāh selama 6 bulan agar puasa mereka diterima oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

⇒ Inilah sikap para salaf, mereka benar-benar merindukan bulan Ramadhān.

Begitu juga perkataan Yahya ibni Abī Katsīr, beliau mengatakan:

اللهم سلمني إلى رمضان وسلم لي رمضان وتسلمه مني متقبلا

_"Yā Allāh, antarkanlah diriku agar bisa menemui Ramadhān dan izinkan Ramadhān agar bisa mendapatiku serta terimalah dariku amal-amalku (di dalam bulan Ramadhān)."_

(Kitāb Lathā'if Al Ma'ārif hal 148)

Oleh karena itu Ibnu Rajab bin Hambali, beliau mengatakan:

بلوغُ شهر رمضان وصيامُه، نعمة عظيمة على من أقدره الله عليه، ويدل عليه حديث الثلاثة الذين استُشهد اثنان منهم، ثم مات الثالث على فراشه بعدهما، فَرُئِي في النوم سابقا لهما

فقال رسول الله - صلى الله عليه وسلم -:"أليس صلى بعدهما كذا وكذا صلاةً، وأدرك رمضان فصامه، فوالذي نفسي بيده، إن بينهما لأبعدَ مما بين السماء والأرض"] صحيح سنن ابن ماجة.

_Seseorang sampai kebulan Ramadhān, kemudian dia berpuasa di bulan Ramadhān, ini adalah salah satu nikmat yang sangat besar, kepada orang-orang yang Allāh berikan kemampuan di dalamnya (Allāh taqdirkan dia untuk sampai dibulan Ramadhān)._

_Dan hal ini ditunjukkan dalam sebuah hadīts di mana ada tiga orang, yang dua orang mati syahīd yang satu orang dia masih hidup._

_Kemudian orang yang ketiga ini, dia meninggal di atas kasurnya setelah yang keduanya._

_Maka diperlihatkan di dalam tidurnya bahwasanya yang ketiga itu mendahului dua orang yang mati syahīd._

_Maka Rasūlullāh  shallallāhu 'alayhi wa sallam pun bersabda:_

_"Bukankah orang yang ketiga (yang meninggal belakangan) dia shalāt sekian kali shalāt, dan dia mendapatkan bulan Ramadhān kemudian berpuasa di dalamnya. Dan demi jiwaku yang berada ditangan-Nya. Sesungguhnya jarak di antara keduanya (antara orang yang meninggal terakhir dan orang yang mati syahīd) adalah seperti langit dan bumi."_

(Hadīts shahīh riwayat Ibnu Mājah)

Kenapa?

Karena orang yang meninggal terakhir tadi dia shalāt dan berpuasa di bulan Ramadhān, dia melakukan berbagai macam amalan shālih yang menambah derajatnya sehingga derajatnya jauh melampaui derajat kedua sahabatnya yang meninggal mati syahīd.

Dan shahābat yang ketiga tadi meninggal di atas tidurnya. Walaupun dia meninggal di atas kasurnya namun dia telah melaksanakan amalan-amalan shālih, di antaranya adalah dia mendapatkan bulan Ramadhān kemudian berpuasa di dalamnya.

Ini adalah kenikmatan yang luar biasa, sehingga setiap orang hendaknya dia bersyukur tatkala dia menemukan (mendapatkan) bulan Ramadhān.

Ikhwāny Fīddīn a’āzaniyyallāhu wa Iyyākum (minan nār)

Bulan Ramadhān adalah bulan yang wajib kita syukuri karena ini adalah nikmat yang besar.

Oleh karena itu para shahābat sekalian,  bersiaplah untuk menyambut bulan ini (Ramadhān) dengan sepenuh hati.

Marilah kita bersiap-siap untuk banyak melakukan amalan shālih dan bersiap-siap untuk meminta ampun kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla  di bulan ini (Ramadhān).

Semoga Allāh Subhānahu wa Ta'āla memberikan kesempatan kepada kita agar sampai di bulan Ramadhān dan agar Allāh Subhānahu wa Ta'āla  mengampuni dosa-dosa kita.

Allāh Subhānahu wa Ta'āla Maha mampu atas itu dan tidak sulit bagi Allāh Subhānahu wa Ta'āla  untuk mengabulkan do'a-do'a kita.


وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم
واخردعوانا أن الحمد لله رب العالمين
والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته

_____________________
🏡 *Donasi Markas* Dakwah dapat disalurkan melalui :
| Bank Mandiri Syariah
| Kode Bank : 451
| No. Rek : 710-3000-507
| A.N : YPWA Bimbingan Islam
Konfirmasi Transfer *Hanya Via WhatsApp* & Informasi ;  0811-280-0606
SWIFT CODE : BSMDIDJA

▪ *Format Donasi : Markas Dakwah#Nama#Nominal#Tanggal*

📝 *Cantumkan Kode 25 di nominal transfer anda..*

Contoh : 100.025
_____________________

BAGAIMANA PARA SALAF MENYAMBUT BULAN RAMADHĀN, BAGIAN 01

🌍 BimbinganIslam.com
Selasa, 08 Sya’ban 1439 H / 24 April 2017 M
👤 Ustadz Fauzan S.T., M.A.
📔 Materi Tematik | Bagaimana Para Salaf Menyambut Bulan Ramadhan bagian 01
⬇ Download Audio: BiAS-UFz-Tematik-MenyambutRamadhan-01
----------------------------------

*BAGAIMANA PARA SALAF MENYAMBUT BULAN RAMADHĀN, BAGIAN 01*


 بسم اللّه الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وبعد

Para sahabat Bimbingan Islām dan kaum muslimin yang dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Alhamdulilāh kita panjatkan puji syukur kehadirat Allāh Subhānahu wa Ta'āla yang telah memberikan kenikmatan yang tidak terhingga yang tidak mampu kita menghitungnya.

Sebagaimana firman Allāh Subhānahu wa Ta'āla :

وَإِنْ تَعُدُّوا نِعْمَةَ اللَّهِ لَا تُحْصُوهَا

_"Seandainya kalian ingin menghitung nikmat Allāh, niscaya kalian tidak bisa menghitungnya."_

(QS An Nahl: 18)

Di antara kenikmatan tersebut, adalah:

√ Allāh Subhānahu wa Ta'āla  memberikan kesehatan kepada kita.

√ Allāh Subhānahu wa Ta'āla memberikan kesempatan kepada kita untuk bisa menyambut bulan Ramadhān.

Bulan Ramadhān:

√ Bulan yang mulia,
√ Bulan yang penuh dengan kebaikan,
√ Bulan yang penuh dengan ampunan,
√ Bulan di mana Allāh Subhānahu wa Ta'āla menurunkan Al Qur'ān,
√ Bulan di mana Allāh Subhānahu wa Ta'āla menjadikan satu malam lebih baik daripada seribu bulan (malam lailatul qadr, malam yang penuh dengan kemuliaan).
√ Bulan di mana para salaf (para shahābat Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam) begitu bergembira menyambut bulan ini (Ramadhān).

Oleh karena itu ikhwāny fīddīn A’ādzaniyallāh wa Iyyākum (minan nār).

Hendaklah kita senantiasa berdo'a kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla agar Allāh Subhānahu wa Ta'āla memberikan taufīq kepada kita, agar bisa menyambut bulan ini (Ramadhān) dengan penuh kebaikan.

Allāh Subhānahu wa Ta'āla memberikan kebaikan-kebaikan yang sangat banyak di dalam bulan ini sehingga ada penyeru dari langit:

يا باغي الخير أقبل , ويا باغي الشر أقصر

_"Wahai orang-orang yang menginginkan kebaikan, terimalah (sambutlah), wahai orang-orang yang tengelam di dalam perbuatan keburukan (orang-orang yang senantiasa menginginkan keburukan) berhentilah."_

Karena di bulan ini Allāh Subhānahu wa Ta'āla  turunkan berbagai macam ampunan kepada hamba-hamba-Nya.

Para sahabat BiAS yang berbahagia.

Para salaf terdahulu, para shahābat Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam, mereka sangat bergembira dengan datangnya bulan Ramadhān.

Bagaimana tidak?

Pada bulan Ramadhān kita disyari'atkan untuk berpuasa dan dia (puasa) adalah salah satu rukun di antara rukun Islām.

Sebagaimana sabda Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam:

بُنِيَ الإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ شَهَادَةُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ وَإِقَامُ الصَّلاَةِ وَإِيتَاءُ الزَّكَاةِ وَصَوْمُ رَمَضَانَ وَحَجُّ الْبَيْتِ

_"Agama Islām ini dibangun di atas lima rukun (perkara) yaitu: ⑴ Bersyahadat bahwasanya tidak ada ilāh selain Allāh dan Muhammad adalah rasūl Allāh,  ⑵ menegakan shalāt, ⑶ menunaikan zakāt, ⑷ berpuasa dibulan Ramadhan dan ⑸ melaksanakan ibadah haji."_

(Muttafaqun 'alayh, Hadīts riwayat Bukhāri dan Muslim)

Oleh karena itu, Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam senantiasa memberikan kabar gembira kepada para shahābatnya. Ini menunjukkan bahwa Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam sangat bahagia dengan datangnya bulan Ramadhān.

Demikian juga para shahābat, mereka sangat bahagia dengan bulan Ramadhān, sehingga diberikan kabar gembira kepada mereka, sebagaimana sabda Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam kepada shahābatnya.

Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:

 أَتَاكُمْ رَمَضَانُ شَهْرٌ مُبَارَكٌ فَرَضَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ عَلَيْكُمْ صِيَامَهُ تُفْتَحُ فِيهِ أَبْوَابُ السَّمَاءِ وَتُغْلَقُ فِيهِ أَبْوَابُ الْجَحِيمِ وَتُغَلُّ فِيهِ مَرَدَةُ الشَّيَاطِينِ لِلَّهِ فِيهِ لَيْلَةٌ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ مَنْ حُرِمَ خَيْرَهَا فَقَدْ حُرِمَ

_"Telah datang kepada kalian bulan Ramadhān, bulan yang penuh keberkahan, Allāh Subhānahu wa Ta'āla mewajibkan kepada kalian berpuasa di bulan tersebut, pintu-pintu langit dibuka, pintu-pintu neraka ditutup, syaithān-syaithān dibelengu. Allāh Subhānahu wa Ta'āla menjadikan di malam tersebut satu malam yang lebih baik daripada seribu bulan, barangsiapa yang dia tercegah dari kebaikan di dalamnya maka ini adalah orang yang sangat merugi.”_

(Hadīts shahīh riwayat Imām An Nassā'i nomor 2106)

==> Merugi, karena dia tidak bisa mendapatkan kebaikan-kebaikan yang begitu banyak dibulan Ramadhān"

Oleh karena itu ikhwāh fīdīn, hendaklah kita berusaha dan menyiapkan diri kita untuk menyambut bulan Ramadhān, agar kita mendapatkan kebaikan-kebaikan yang banyak.

Semoga Allāh Subhānahu wa Ta'āla memberikan kesempatan kepada kita agar sampai di bulan Ramadhān dan agar Allāh Subhānahu wa Ta'āla  mengampuni dosa-dosa kita.

Allāh Subhānahu wa Ta'āla Maha mampu atas itu dan tidak sulit bagi Allāh Subhānahu wa Ta'āla  untuk mengabulkan do'a-do'a kita.


وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم
واخردعوانا أن الحمد لله رب العالمين
والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته

_____________________
🏡 *Donasi Markas* Dakwah dapat disalurkan melalui :
| Bank Mandiri Syariah
| Kode Bank : 451
| No. Rek : 710-3000-507
| A.N : YPWA Bimbingan Islam
Konfirmasi Transfer *Hanya Via WhatsApp* & Informasi ;  0811-280-0606
SWIFT CODE : BSMDIDJA

▪ *Format Donasi : Markas Dakwah#Nama#Nominal#Tanggal*

📝 *Cantumkan Kode 25 di nominal transfer anda..*

Contoh : 100.025
_____________________

RISALAH PUASA NABI SHALLALLĀHU 'ALAYHI WA SALLAM, BAGIAN 04

🌍 BimbinganIslam.com
Jum’at, 09 Ramadhan 1439 H / 25 Mei 2018 M
👤 Ustadz Fauzan S.T., Lc, M.A.
📔 Materi Tematik | Risalah Puasa Nabi Shallallāhu ‘Alayhi wa Sallam Bagian 04
⬇ Download Audio: BiAS-UFz-Tematik-Risalah-Puasa-Nabi-04
----------------------------------

*RISALAH PUASA NABI SHALLALLĀHU 'ALAYHI WA SALLAM, BAGIAN 04*


بسم اللّه الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وبعد

Para sahabat Bimbingan Islām yang berbahagia, ini adalah pertemuan kita yang keempat, kita masih membahas kitāb "Risalah puasa Ramadhān".

Kita masuk pada poin berikutnya;


▪Siapa yang wajib berpuasa Ramadhān

⑴ Puasa Ramadhān diwajibkan kepada setiap muslim, artinya orang-orang yang bukan muslim tidak diwajibkan kepada mereka secara asal.

Jadi seorang muslim akan diterima ibadahnya dan selain muslim tidak diterima, walaupun mereka diperintahkan secara umum.

⑵ Seorang telah mencapai aqil bāligh (mencapai bulugh /taklif/marhalah atau fase taklif).

Dan di sana ada beberapa tanda-tanda yang menunjukkan seorang telah bāligh.

Misalnya;

√ Untuk laki-laki sudah keluar mani atau sudah tumbuh rambut di antara kemaluannya.

√ Untuk wanita, apabila dia sudah hāidh, maka dia terkena taklif (pembebanan syari'at)

Bila seseorang telah mencapai bulugh maka dia wajib untuk melaksanakan syari'at tersebut walaupun di sana ada yang menyebutkan secara umur, akan tetapi yang benar bahwa umur ini bisa menjadi salah satu pendekatan.

Tetapi bila seorang telah hāidh walaupun umurnya dibawah 10 tahun atau 9 tahun maka dia sudah dihitung bāligh.

Begitu juga seorang anak laki-laki walaupun dia berumur 10 tahun akan tetapi sudah keluar air mani atau sudah mimpi basah maka dia sudah dihitung bāligh.

⑶ Muqim

Artinya dia tinggal ditempat tersebut, bukan musāfir karena di sana ada rukhsah (keringanan) bagi musāfir untuk tidak berpuasa.

Orang yang muqim lawan dari musāfir, maka dia wajib untuk melaksanakan ibadah puasa (Ramadhān).

⑷ Qadir (mampu)

Artinya mampu untuk melaksanakan ibadah puasa tersebut, maka orang yang sakit atau orang yang tua renta yang tidak mampu untuk menjalankan puasa, maka tidak wajib bagi mereka untuk mengerjakan ibadah puasa.

⑸ Terbebas dari penghalang (nifās dan hāidh)

Orang yang sedang hāidh atau nifās tidak diwajibkan untuk berpuasa.

• Untuk anak-anak yang dibawah umur bulugh apakah mereka berpuasa atau tidak?

Maka orang tua hendaknya melatih anak-anaknya untuk berpuasa. Sebagaimana hadīts tentang shalāt, anak-anak yang sudah mencapai usia 7 (tujuh) tahun diperintahkan shalāt dan apabila mencapai umur 10 (tahun) maka diperintahkan untuk dipukul apabila dia tidak shalāt (dalam rangka tarbiyah).

Dan anak yang berpuasa tetap mendapatkan pahala, begitu pula kedua orang tuanya mendapat pahala mendidik anak-anak mereka.

Oleh karenanya jangan sia-sia kan keluarga kita. Kita ajarkan mereka, kita didik mereka, dan kita biasakan mereka dalam kebaikan.

Allāh Subhānahu wa Ta'āla  berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ.....

_"Wahai orang-orang yang berimān! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan bebatuan....... "_

(QS At Tahrīm: 6)

Dengan menjaga keluarga kita dari perkara-perkara yang dilarang oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla, kita berharap agar mereka bisa selamat dunia dan akhirat dan kita telah melaksanakan tangung jawab (mentarbiyyah) anak-anak kita sesuai dengan keridhāan Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Apabila seorang kāfir masuk Islām atau seorang anak menjadi bāligh di tengah-tengah bulan Ramadhān (misalnya) di siang hari bulan Ramadhān dia mimpi basah atau di siang hari orang kāfir masuk Islām.

Maka pada saat itu dia wajib menahan diri (dari makan dan minum) sepanjang sisa hari itu, karena mereka telah menjadi orang-orang yang berkewajiban melakukan puasa.

Begitu pula orang gila (hilang akal) ia tidak kena beban taklif, dan jika seseorang kadang-kadang gila (hilang akal) dan kadang-kadang dia sadar, maka dia wajib berpuasa di waktu sadarnya saja.

Begitu pula anak-anak yang mimpi basah disiang hari kemudian dia bangun, maka dia pun sudah menjadi orang yang dibebani oleh syari'at.

▪Musāfir

Musāfir adalah orang yang dalam keadaan bepergian (safar) dia diperbolehkan untuk tidak berpuasa, dia diberikan rukhshah (keringanan).

Namun safar harus memenuhi syarat, di antaranya:

√ Jarak safar, sebagaimana pendapat sebagian ulamā yang mengatakan jarak safar adalah 90 Km.

√ Secara 'Urf (adat/kebiasaan) yang menyatakan bahwa ini sudah termasuk safar.

√ Safar harus melampaui pinggiran kotanya (keluar kota).

√ Safar tidak untuk tujuan maksiat (walau di sini ada khilāf para ulamā) tetapi pendapat jumhur ulamā seorang yang dia sengaja safar untuk tujuan maksiat maka dia tidak mendapatkan rukhshah.

√ Safar tidak boleh dimaksudkan untuk mencari alasan supaya boleh berbuka (tidak puasa) jumhur ulamā tidak membolehkan.

Di antara perkara yang disebutkan disini, bahwa seorang musāfir walaupun safarnya tidak ada masaqah, seperti sekarang (misalnya) safar menggunakan pesawat dan bisa ditempuh dalam waktu 30 menit atau bepergian selalu ada di bawah naungan AC (misalnya), maka rukhshah ini berlaku bagi dia.

Dan barangsiapa berazam (bertekad) untuk bepergian (safar) di bulan Ramadhān, maka ia tidak boleh berniat untuk berbuka (membatalkan puasanya) sebelum ia benar-benar melakukan safarnya, karena bisa jadi rencana bepergiannya (safar)nya batal karena suatu halangan.

Seorang musāfir tidak boleh membatalkan puasanya (berbuka) kecuali setelah dia telah benar-benar meninggalkan (keluar dari kampungnya) dan apabila ia telah terpisah dari bangunan-bangunan yang bersambung dengan kampungnya maka dia boleh berbuka (membatalkan puasanya).

Seorang musāfir apabila berencana pergi kesuatu tempat dan berencana untuk tinggal di sana lebih dari 4 (empat) hari, maka dia wajib untuk berpuasa, sebagaimana pendapat jumhur ulamā, karena dia sekarang menjadi muqim.

Contohnya:

Seseorang akan bertugas di satu kota selama satu bulan untuk pelatihan (misalnya)  maka orang tersebut diperbolehkan berbuka selama safar saja, akan tetapi bila dia sudah tingal di sana maka status orang tersebut adalah muqim maka dia wajib berpuasa.

• Apakah seorang musāfir wajib berbuka?

Apabila di sana ada masaqah (kesulitan) yang luar biasa maka dia wajib berbuka, karena apabila dia tetap berpuasa dia telah bermaksiat kepada Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam.

Namun apabila dalam satu safar dia tidak mengalami kesulitan dan dia ingin tetap  berpuasa, maka tidak mengapa bagi dia.  Begitu pula bila dia ingin berbuka maka tidak mengapa. Hal ini berdasarkan hadīts-hadīts Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam.

Bahwasanya Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam dalam safarnya terkadang beliau berpuasa dan terkadang beliau berbuka.

Beliau berbuka untuk menunjukkan bahwasanya di sini ada rukhshah untuk kaum muslimin.

Kita cukupkan, in syā Allāh kita akan lanjutkan pada pembahasan berikutnya.

Semoga bermanfaat.

وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم
واخردعوانا أن الحمد لله رب العالمين
والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
 
_____________________
🏡 *Donasi Markas* Dakwah dapat disalurkan melalui :
| Bank Mandiri Syariah
| Kode Bank : 451
| No. Rek : 710-3000-507
| A.N : YPWA Bimbingan Islam
Konfirmasi Transfer *Hanya Via WhatsApp* & Informasi ;  0811-280-0606
SWIFT CODE : BSMDIDJA

▪ *Format Donasi : Markas Dakwah#Nama#Nominal#Tanggal*

📝 *Cantumkan Kode 25 di nominal transfer anda..*

Contoh : 100.025
_____________________

RISALAH PUASA NABI SHALLALLĀHU ‘ALAYHI WA SALLAM, BAGIAN 03

🌍 BimbinganIslam.com
Kamis, 08 Ramadhan 1439 H / 24 Mei 2018 M
👤 Ustadz Fauzan S.T., Lc, M.A.
📔 Materi Tematik | Risalah Puasa Nabi Shallallāhu ‘Alayhi wa Sallam Bagian 03
⬇ Download Audio: BiAS-UFz-Tematik-Risalah-Puasa-Nabi-03
----------------------------------

*RISALAH PUASA NABI SHALLALLĀHU ‘ALAYHI WA SALLAM, BAGIAN 03*


بسم اللّه الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وبعد

Para sahabat Bimbingan Islām dan kaum muslimin yang berbahagia.

Kita lanjutkan pelajaran kita tentang kitāb "Risalah Puasa Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam" karya Syaikh Muhammad bin Shālih Al Munajib.

Dan kita sampai pada poin berikutnya;


▪Beberapa hal yang selayaknya dikerjakan di bulan Ramadhān

Hendaknya seorang tatkala menghadapi bulan Ramadhān, dia mempersiapkan dirinya, mempersiapkan jiwanya, mempersiapkan kondisinya agar tatkala menyambut bulan Ramadhān dia sambut dalam keadaan yang sempurna.

Sebagaimana seseorang tatkala akan kedatangan tamu agung atau tamu yang selama ini dia nanti-nantikan, pasti dia akan mempersiapkan segalanya. Dia akan menyiapkan makanannya, jamuannya dan sebagainya. Sehingga tatkala sesuatu yang kita nanti ini hadir maka kita bisa menjamu sebaik mungkin.

Begitu juga bulan Ramadhān. Kalau kita rindu dengan bulan Ramadhān, kita cinta bulan Ramadhān, kita senantiasa menunggu bulan Ramadhān, maka kita sambut bulan ini dengan cara kita banyak muhasabah, kita banyak mengintrospeksi diri kita. Dengan cara kita mempersiapkan segala perkara yang bisa mengkondisikan hati kita, agar kita menghadapi bulan Ramadhān dengan kondisi yang prima. Kita bertaubat kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Ikhwāh Fīddīn A'ādzaniyallāh wa Iyyakum

Seorang yang benar-benar bersiap-siap untuk menghadapi bulan Ramadhān, Allāh akan memberikan taufīq kepada dia, agar dia beramal shālih, agar dia bisa mendapatkan kebaikan-kebaikan yang banyak.

Semoga Allāh Subhānahu wa Ta'āla memberikan taufīq kepada orang-orang yang bersungguh-sungguh di dalam menjalankan shalāt tarawih, shalāt malam, dan berupaya maksimal untuk mendapatkan Lailatul Qadar, qira'atul Qur'ān, bersedekah, membantu orang lain dan sebagainya 

Kemudian ada perkara yang sering dilakukan kaum muslimin yaitu memberi tahni'ah (ucapan selamat) atas datangnya bulan suci Ramadhān.

• Apakah boleh mengucapkan selamat atas datangnya bulan suci Ramadhān?

Tidak mengapa (diperbolehkan) kita mengucapkan selamat atas datangnya bulan suci Ramadhān.

Karena Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam senantiasa memberikan kabar gembira (tahni'ah) kepada para shahābat apabila datang bulan suci Ramadhān.

Sebagaimana hadīts yang telah lalu, Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:

أَتَاكُمْ رَمَضَانُ شَهْرٌ مُبَارَكٌ

_"Telah datang kepada kalian bulan suci,  Ramadhān, bulan yang penuh berkah."_

Oleh karena itu boleh kita memberikan tahni'ah dan mengingatkan saudara-saudara kita bahwa bulan Ramadhān telah tiba.


▪Beberapa hukum yang berkaitan dengan puasa

Puasa ada beberapa macam, diantaranya:

⑴ Puasa yang dilakukan secara berkesinambungan (bersambung).

Seperti;

√ Puasa Ramadhān.

Puasa Ramadhān dilakukan terus menerus bersambung selama satu bulan.

√ Puasa Kafarat (tebusan), seperti puasa kafarat zhihar.

Puasa kafaratu zhihar bagi orang-orang yang melakukan berbuatan zhihar (misalnya, seseorang mengatakan kepada istrinya, "Engkau seperti ibuku," atau "Punggungmu seperti punggung ibuku.") Jadi ada ucapan yang menyamakan dengan ibunya, artinya tidak mau melakukan hubungan.

Maka perbuatan zhihar ini, puasanya berturut-turut selama dua bulan, jika tidak berturut-turut maka tidak diterima, (artinya) dia harus mengulang puasa dari awal sampai dia bisa melakukan puasa selama dua bulan berturut-turut.

⑵ Puasa yang tidak harus dilakukan Berkesinambungan (tidak bersambung).

Seperti;

√ Puasa qadha'

Misalnya; Seorang ketika bulan Ramadhān ada udzur (sakit) selama sepuluh hari sehingga tidak berpuasa, maka dia boleh mengqadha' (mengganti) puasa Ramadhān di hari lain yang dia mampu dan tidak harus berurutan (bersambung).

Ikhwāh Fīddīn A'ādzaniyallāh wa Iyyakum.

Dan diingatkan juga bahwa perkara-perkara yang sunnah itu melengkapi perkara yang wajib.

Allāh Subhānahu wa Ta'āla  memerintahkan malāikat-Nya untuk melihat perkara yang wajib, apabila ada yang kurang maka lihatlah perkara yang sunnah, karena yang sunnah ini akan menutupi kekurangan yang wajib.

Termasuk juga puasa, puasa sunnah dapat menutup kekurangan puasa wajib. Oleh karena itu kita dianjurkan memperbanyak melakukan puasa sunnah.

Puasa-puasa sunnah, seperti:

√ Puasa Senin Kamis.
√ Puasa pada hari-hari putih (tanggal 13,14 dan 15 ).
√ Puasa Asyura'.
√ Puasa Arafah.
√ Puasa enam hari di bulan Syawwāl.
√ Memperbanyak puasa di bulan Muharram dan Sya'bān.

Dan perlu diketahui, bahwa di sana ada puasa yang dilarang, seperti:

√ Puasa pada dua hari raya ('Idul Fitri dan 'Idul Adhā).
√ Puasa yang mengkhususkan hari Jum'at saja atau hari Sabtu saja.
√ Puasa wishal (puasa yang tidak menggunakan buka/tanpa sahūr dan berbuka puasa).
√ Puasa setiap hari sepanjang tahun.
√ Puasa dihari Tasyriq (selain jama'ah haji yang tidak mendapatkan hadyu, mereka harus mengganti dengan puasa).


▪Penetapan masuknya bulan Ramadhān

Menetapkan masuknya bulan Ramadhān adalah dengan ru'yah (melihat), sebagaimana sabda Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam:

صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ، فَإِنْ غُبِّيَ عَلَيْكُمْ: فَأَكْمِلُوا عِدَّةَ شَعْبَانَ ثَلَاثِينَ

_"Berpuasalah kamu bila melihatnya dan berhari rayalah bila melihatnya, apabila tertutup pandangan kalian maka sempurnakan Sya'bān menjadi 30 hari."_

Jadi, kata Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bahwasanya hari-hari di bulan Hijriyyah adalah antara 29 dan 30.

Bila di hari yang ke-29 sudah terlihat hilal Ramadhān maka kaum muslimin berpuasa, tetapi bila tanggal 29 tidak terlihat maka bulan Sya'bān disempurnakan menjadi 30 hari.

Dan kaedah ahlus sunnah bahwa kita berpuasa sesuai dengan puasanya orang-orang.

الصوم يوم يصوم الناس والفطر يوم يفطر الناس 

_"Berpuasalah kalian pada saat orang-orang berpuasa dan berbukalah kalian pada saat orang-orang berbuka."_

(Hadīts riwayat At Tirmidzī)

Artinya kita tidak menyelisihi jumhur kaum muslimin, apabila sudah ditetapkan oleh pemerintah maka kita mengikuti berdasarkan hadīts ini.

Akan tetapi secara asal mereka para mas'ulin (para penanggung jawab) yang menetapkan waktu Ramadhān maka harus berdasarkan hadīts ini.

صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ

Dan cukup apabila ada satu orang syahīd (saksi) adil, tatkala dia melihat hilal dan persaksiannya diterima, maka ini bisa menjadi landasan (dasar).

Adapun hari 'Idul Fithr dan 'Idul Adhā maka syaratnya minimal dua orang saksi, baru diterima.

Demikian yang bisa disampaikan, in syā Allāh akan kita lanjutkan pada pelajaran berikutnya. 

Semoga bermanfaat.

وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم
واخردعوانا أن الحمد لله رب العالمين
والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
 
_____________________
🏡 *Donasi Markas* Dakwah dapat disalurkan melalui :
| Bank Mandiri Syariah
| Kode Bank : 451
| No. Rek : 710-3000-507
| A.N : YPWA Bimbingan Islam
Konfirmasi Transfer *Hanya Via WhatsApp* & Informasi ;  0811-280-0606
SWIFT CODE : BSMDIDJA

▪ *Format Donasi : Markas Dakwah#Nama#Nominal#Tanggal*

📝 *Cantumkan Kode 25 di nominal transfer anda..*

Contoh : 100.025
_____________________

Minggu, 27 Mei 2018

RISALAH PUASA NABI SHALLALLĀHU ‘ALAYHI WA SALLAM, BAGIAN 02

🌍 BimbinganIslam.com
Rabu, 07 Ramadhan 1439 H / 23 Mei 2018 M
👤 Ustadz Fauzan S.T., Lc, M.A.
📔 Materi Tematik | Risalah Puasa Nabi Shallallāhu ‘Alayhi wa Sallam Bagian 02
⬇ Download Audio: BiAS-UFz-Tematik-Risalah-Puasa-Nabi-02
----------------------------------

*RISALAH PUASA NABI SHALLALLĀHU ‘ALAYHI WA SALLAM, BAGIAN 02*


بسم اللّه الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وبعد

Para sahabat Bimbingan Islām dan kaum muslimin yang dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Alhamdulilāh kita masih diberi kesempatan oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla untuk terus belajar dan menuntut ilmu.

Kita lanjutkan materi kita selanjutnya yaitu:

Adab-adab di dalam berpuasa,

⑶ Menghindari pembicaraan yang tidak bermanfaat (rafats),

Seorang yang berpuasa hendaknya meninggalkan pembicaraan yang tidak bermanfaat (perkataan kotor /rafats) sebagaimana taujih atau arahan dari Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam.

Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:

إِذَا كَانَ يَوْمُ صَوْمِ أَحَدِكُمْ فَلاَ يَرْفُثْ

_"Apabila kalian berpuasa maka janganlah salah seorang di antara kalian melakukan rafats (berbicara kotor atau hubungan badan/jima')."_

Seorang apabila tidak meninggalkan (perkataan rafats) maka akan mengurangi pahala puasanya bahkan menghilangkannya.

Dalam sebuah hadīts Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:

مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِى أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ

_"Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta, malah mengamalkannya, maka Allāh tidak butuh dari rasa lapar dan haus yang dia tahan."_

(Hadīts riwayat Bukhāri)

Dalam hadīts lain.

Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:

رُبَّ صَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ صِيَامِهِ الْجُوعُ. 
 
_"Betapa banyak orang yang berpuasa namun dia tidak mendapatkan dari puasanya tersebut kecuali rasa lapar dan dahaga."_

Oleh karena itu jangan sampai kita mendapat hal yang demikian.

 ⑷ Menjauhi perkara-perkara sia-sia.

Hendaknya menjauhi perkara-perkara sia-sia yang bisa menghapus atau mengurangi pahala kebaikan.

Seperti menghabiskan waktunya selama puasa dengan bermain, senda gurau, nonton TV atau tontonan lain yang tidak bermanfaat.

Jangan sampai kita disibukkan dengan perkara-perkara yang sia-sia, hendaknya hal ini ditinggalkan.

⑸ Tidak gaduh atau teriak-teriak.

Hendaknya orang yang berpuasa tidak membuat keributan (seperti) teriak-teriak. Karena Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda dalam sebuah hadīts:

و إِنِ امرُؤٌ قَاتَلَهُ، أوْ شَاتَمَهُ، فَلْيَقُلْ : إِنِّي صَائِمٌ إِنِّي صَائِمٌ 

_Dan jika ada seseorang yang menyerangnya atau memakinya, maka hendaklah ia (orang yang sedang berpuasa) mengatakan, "Aku sedang berpuasa, aku sedang berpuasa."_

(Hadīts riwayat Al Bukhāri)

Jangan sampai orang yang sedang berpuasa terpancing emosinya.

⑹ Tidak terlalu banyak makan.

Hendaknya orang yang berpuasa tidak terlalu banyak makan karena Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam beliau bersabda:

 مَامَلَ أَابنُ آدَمَ وِعَاءً شَرًّا مِنْ بَطْنِهِ......

_"Tiada bejana yang dipenuhi oleh manusia yang lebih buruk daripada perutnya..... "_

(Hadīts riwayat At Tirmidzī)

Bulan puasa (Ramadhān) adalah bulan beribadah, bukan bulan berlomba-lomba untuk makan berbagai macam jenis makanan atau memasak berbagi jenis masakan.

Sehingga kebanyakan orang sibuk memikirkan apa yang dia akan makan atau apa yang dia akan masak, bukan sibuk memikirkan amalan (ibadah) apa yang akan dikerjakan di bulan puasa ini.

⑺ Banyak bersedekah.

Hendaknya banyak bersedekah baik sedekah harta, sedekah ilmu, sedekah kemampuan kita dan lain sebagainya.

Sebagainya dalam sebuah hadīts yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbās radhiyallāhu ta'āla 'anhu, beliau berkata:

كان رسول الله صلى الله عليه وسلم أجود الناس، وكان أجود ما يكون في رمضان حين يلقاه جبريل وكان جبريل يلقاه في كل ليلة من رمضان فيدارسه القرآن فَلَرَسول الله صلى الله عليه وسلم حين يلقاه جبريل أجود بالخير من الريح المرسلة" . ((متفق عليه))

_"Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam adalah orang yang paling dermawan. Dan beliau lebih dermawan lagi di bulan Ramadhān saat beliau bertemu Jibrīl. Jibrīl menemuinya setiap malam untuk mengajarkan Al Qur'ān. Dan kedermawanan Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam melebihi angin yang berhembus."_

(Hadīts riwayat Bukhāri dan Muslim)

Kemudian dalam sebuah hadīts Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam menjelaskan.

إِنَّ فِي الْجَنَّةِ غُرْفَةً ، يُرَى ظَاهِرُهَا مِنْ بَاطِنِهَا ، وَبَاطِنُهَا مِنْ ظَاهِرِهَا ، أَعَدَّهَا اللهُ لِمَنْ أَطْعَمَ الطَّعَامَ ، وَأَلاَنَ الْكَلاَمَ ، وَتَابَعَ الصِّيَامَ ، وَصَلَّى وَالنَّاسُ نِيَامٌ

_"Sesungguhnya di surga itu ada kamar-kamar yang luarnya terlihat dari dalam dan bagian dalam tampak dari luar, yang disediakan oleh Allāh bagi orang yang memberikan makanan, bertutur kata baik, menyambung puasa (Ramadhān dengan puasa enam hari Syawwāl) dan shalāt di malam hari di waktu manusia sedang istirahat."_

(Hadīts riwayat Ahmad dan Ibnu Mājah)

Ini yang bisa disampaikan, in syā Allāh kita akan lanjutkan pada pertemuan berikutnya.

Semoga bermanfaat.

وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم
واخردعوانا أن الحمد لله رب العالمين
والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
 
_____________________
🏡 *Donasi Markas* Dakwah dapat disalurkan melalui :
| Bank Mandiri Syariah
| Kode Bank : 451
| No. Rek : 710-3000-507
| A.N : YPWA Bimbingan Islam
Konfirmasi Transfer *Hanya Via WhatsApp* & Informasi ;  0811-280-0606
SWIFT CODE : BSMDIDJA

▪ *Format Donasi : Markas Dakwah#Nama#Nominal#Tanggal*

📝 *Cantumkan Kode 25 di nominal transfer anda..*

Contoh : 100.025
_____________________

Kajian

IMAN TERHADAP WUJUD ALLĀH

🌍 BimbinganIslam.com 📆 Jum'at, 30 Syawwal 1442 H/11 Juni 2021 M 👤 Ustadz Afifi Abdul Wadud, BA 📗 Kitāb Syarhu Ushul Iman Nubdzah  Fī...

hits