🌍 BimbinganIslam.com
Rabu, 22 Shafar 1440 H / 31 Oktober 2018 M
👤 Ustadz Fauzan S.T., M.A.
📗 Matan Abū Syujā' | Kitāb Shalāt
🔊 Kajian 53 | Shalāt Berjama'ah
〰〰〰〰〰〰〰
بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله أما بعد
Para shahābat BiAS yang dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla, kita lanjutkan halaqoh yang ke-53 dan kita masuk pada fasal tentang Shalāt Berjama'ah Bagian ke-3
قال المصنف:
Berkata penulis rahimahullāh
((ويجوز أن يأتم الحر بالعبد))
"Dan boleh bagi seorang yang merdeka mengikuti (menjadi makmum) dari seorang hamba sahaya (budak)"
Hal ini berdasarkan hadīts tentang 'Āisyah Radhiyallāhu Ta'āla 'anhā yang diriwayatkan oleh Imām Bukhāri 1/140:
وَكَانَتْ عَائِشَةُ: «يَؤُمُّهَا عَبْدُهَا ذَكْوَانُ مِنَ المُصْحَفِ»
"Dan 'Āisyah Radhiyallāhu Ta'āla 'anhā, beliau diimami oleh hamba sahayanya (Dzakwan) dengan membaca mushaf"
*⇛Dzakwan adalah budak 'Āisyah Radhiyallāhu Ta'āla 'anhā*
قال المصنف:
Berkata penulis rahimahullāh
((والبالغ بالمراهق))
"Dan begitu pula boleh bagi seorang yang bāligh menjadi makmum bagi anak kecil"
Disini adalah madzhab dari Syāfi'iyah dan kita lihat bagaimana hukum anak kecil yang menjadi imam.
*Pendapat pertama*
⇛ Bahwasanya tidak sah seorang Imām yang belum bāligh didalam shalāt yang wajib (Tidak sah hukumnya seorang anak kecil menjadi Imām dalam shalāt yang wajib)
Namun dia diperbolehkan dalam shalāt sunnah dengan syarat telah mencapai umur mumayyaz.
⇛ Umur Mumayyaz adalah umur seorang anak kecil yang sudah bisa membedakan mana yang bermanfaat dan mana yang mudharat (berbahaya)
⇛Ini adalah pendapat mayoritas (jumhur) ulamā dari kalangan :
√ Hanafiyyah
√ Mālikiyyah
√ Hanābilah
Adapun hanafiyah, mereka tidak membolehkan secara mutlak baik dalam shalāt wajib maupun shalāt sunnah.
⇛Diantara alasannya adalah bahwasanya posisi Imām adalah posisi kesempurnaan, dan anak kecil yang belum bāligh maka dia tidaklah sempurna.
*Pendapat Kedua:*
⇛Bolehnya seorang anak kecil yang mumayyaz (yang sudah tamyiz) menjadi Imām bagi orang yang bāligh baik fardhu maupun sunnnah, namun yang lebih utama adalah seorang yang bāligh yang menjadi Imām.
⇛Ini adalah pendapat Syāfi'iyah karena mereka tidak mensyaratkan syarat bāligh untuk seorang Imām.
Dalīl mereka diantaranya adalah hadīts Amr bin salamah," bahwasanya beliau mengimami kaumnya dizaman Nabi Shallallāhu 'alayhi wa sallam dan beliau masih berumur enam atau tujuh tahun".
Dan pendapat ini adalah pendapat yang rājih (lebih kuat).
Syaikh bin Bāz, beliau menjawab pertanyaan dalam masalah ini:
لا بأس بإمامة الصبي إذا كان قد أكمل سبع سنين أو أكثر وهو يحسن الصلاة؛ لأنه ثبت عن النبي صلى الله عليه وسلم ما يدل على ذلك ولكن الأفضل أن يختار الأقرأ من الجماعة
"Tidak mengapa kata beliau, Imām nya seorang anak kecil apabila dia telah menyempurnakan umurnya tujuh tahun atau lebih dan dia bagus dalam shalātnya, kata beliau bahwasanya hal itu ada dalīlnya dari Nabi Shallallāhu 'alayhi wa sallam yang menunjukan tentang bolehnya hal tersebut, akan tetapi yang paling afdhal adalah memilih yang paling baik bacaannya dari jama'ah atau dari kalangan orang-orang yang besar atau bāligh.
قال المصنف:
Berkata penulis rahimahullāh :
((ولا تصح قدوة رجل بامرأة))
"Dan tidak sah shalāt laki-laki yang mengikuti wanita"
*▪Bagaimana hukum Imamah wanita atau hukum wanita menjadi Imām di dalam shalāt ▪*
Ada 2 (dua) keadaan :
⑴ Apabila wanita tersebut menjadi Imām bagi para wanita yang lainnya,
maka hal ini *boleh dan sah*.
Berdasarkan dalīl-dalīl yang ada dan juga berdasarkan atsar bahwasanya 'Āisyah Radhiyallāhu Ta'āla 'anhā, beliau menjadi Imām dari kalangan shahābiat yang lainnya.
⑵ Wanita menjadi Imām bagi jama'ah laki-laki atau jama'ah campuran yang disana ada laki-lakinya atau jama'ah laki-laki yang masih kanak-kanak. Maka ini *hukumnya tidak sah*.
Menurut pendapat seluruh ulamā baik dari kalangan terdahulu maupun yang terkini, atau yang sekarang ini, baik ulama besar maupun yang kecil.
قال المصنف:
Berkata penulis rahimahullāh
((ولا قارئ بأمي))
"Dan tidak sah seorang qāri' yang mengikuti shalāt seorang yang ummi"
√ Qāri' disini (maksudnya) adalah orang yang baik dalam membaca surat Al Fātihah, karena Al Fātihah adalah termasuk rukun didalam shalāt.
√ Ummi disini (maksudnya) adalah orang yang jelek bacaan Al Fātihahnya, baik dalam makhrajnya, panjang pendeknya, tasydidnya dll, yang dapat merubah makna kalimat.
Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda :
يَؤُمُّ الْقَوْمَ أَقْرَؤُهُمْ لِكِتَابِ اللهِ
"Hendaklah yang menjadi Imām bagi sekelompok kaum, adalah orang yang paling bagus bacaan Al Qurānnya"
(Hadīts Riwayat Imām Muslim 1/465)
Demikian, semoga bermanfaat.
وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين
Waakhiru dakwah ana walhamdulillah
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Ditranskrip oleh Tim Transkrip BiAS
___________________
🏦 *Salurkan Donasi Dakwah Terbaik Anda* melalui :
▪ *Bank Syariah Mandiri (BSM)*
| Kode : 451
| No. Rek : 710-3000-507
| A.N : YPWA Bimbingan Islam
| Kode akhir nominal transfer : 700
| Konfirmasi : 0878-8145-8000
📝 *Format Donasi : Donasi Dakwah BIAS#Nama#Nominal#Tanggal*
___________________
Sebagai anggota BIAS N07 G-35, Dengan memanfaatkan Blog ini bertujuan untuk Menyimpan Catatan materi yang telah di sampaikan. dan juga dari berbagai sumber materi, Apabila ada komentar yang sifatnya membangun Insya Alloh akan kami terima. semoga bisa berguna untuk kedepannya terima kasih Semangat Belajar
Rabu, 31 Oktober 2018
Selasa, 30 Oktober 2018
SHALAT BERJAMA'AH (BAGIAN 2)
🌍 BimbinganIslam.com
Selasa, 21 Shafar 1440 H / 30 Oktober 2018 M
👤 Ustadz Fauzan ST, MA
📗 Matan Abū Syujā' | Kitāb Shalāt
🔊 Kajian 52 | Shalāt Berjama'ah (Bagian 2)
〰〰〰〰〰〰〰
SHALAT BERJAMA'AH (BAGIAN 2)
بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله أما بعد
Para shahābat BiAS yang dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla, kita lanjutkan halaqoh yang ke 52 dan kita masuk pada fasal tentang Shalāt Berjama'ah Bagian ke-2
قال المصنف:
Berkata penulis rahimahullāh :
((وَعَلَى المَأْمُوْمِ أَنْ يَنُوْيَ الجَمَاعَة دُوْنَ الإِمَام))
"Dan wajib bagi ma'mum untuk berniat shalāt berjama'ah, berbeda dengan imam (Imam tidak wajib)."
Disyaratkan bagi seorang makmum, sebelum shalāt untuk melaksanakan shalāt berjama'ah dan mengikuti imam, untuk meniatkan bahwasanya dia ingin shalāt berjama'ah atau ingin mengikuti imam.
Dan tidak perlu kemudian diucapkan (dilafadzkan) cukup di dalam hati tatkala ada niat untuk shalāt berjama'ah, maka itu sudah cukup.
Adapun bagi imam maka tidak disyaratkan niat untuk shalāt berjama'ah, namun apabila mengetahui lebih utama apabila seorang imam berniat shalāt berjama'ah agar mendapatkan keutamaannya.
Adapun untuk shalāt jum'at dan shalāt Eid', maka disyaratkan bagi seorang imam untuk niat shalāt berjama'ah.
Contoh misalnya, tatkala seorang sedang shalāt kemudian tiba-tiba dibelakangnya ada ma'mum yang shalāt mengikuti orang tersebut, sementara orang tersebut tidak menyadarinya bahwasanya ada yang mengikuti shalāt nya, maka shalāt mereka adalah sah karena ma'mum disyaratkan untuk niat shalāt berjama'ah sementara imam tidak disyaratkan.
Artinya tatkala Imām tidak mengetahui dia menjadi Imām atau tidak ada niat untuk menjadi Imām akan tetapi kemudian posisi dia ternyata sebagai Imām maka ini hukumnya sah.
*Ada beberapa poin penting*
▪Hukum niat ma'mum yang berbeda dengan niat Imām▪
Apa hukum niat ma'mum yang berbeda niat dengan Imām ?
⇛Masalah ini dijawab secara ringkas oleh Syaikh Bin Bāz.
Kata beliau :
الصواب أنها صحيحة؛ لأن الرسول -صلى الله عليه وسلم- صلى في الخوف ببعض المسلمين ركعتين صلاة الخوف، ثم صلى بالطائفة الأخرى ركعتين، فصارت الأولى له فريضة، والثانية له نافلة وهم لهم فريضة، وكان معاذ -رضي الله عنه- يصلي مع النبي -صلى الله عليه وسلم- في العشاء صلاة الفريضة، ثم يرجع ويصلي بقومه صلاة العشاء نافلةً له وهي لهم فرض، فدل ذلك على أنه لا حرج في اختلاف النية، وهكذا لو أن إنسان جاء إلى المسجد وصلى العصر, وهو لم يصلي الظهر, فإنه يصلي معهم العصر بنية الظهر ولا حرج عليه في أصح قولي العلماء, ثم يصلي العصر بعد ذلك. جزاكم الله خيراً
" Yang benar yang shahīh dalam masalah ini bahwasanya shalāt tersebut (berbeda niat antara Imām dan ma'mum) adalah sah."
Beliau berdalīl dengan shalāt khauf dan kisah shalātnya Mu'ādz bin Jabbal, manakala beliau (Mu'ādz bin Jabbal) shalāt Isya'fardhu bersama Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam, kemudian beliau pulang untuk mengimami kaumnya dan posisi shalāt beliau adalah posisi shalāt sunnah sementara kaumnya posisinya shalāt fardhu.
*Maka berbeda niat ini diperbolehkan*
Ada beberapa pembahasan seputar niat Imām dan niat ma'mum, yang secara ringkasnya sebagai berikut:
· Yang Pertama | Terkait dengan jenis shalāt
Secara ringkas ada beberapa keadaan:
1. Ma'mum shalāt wajib dibelakang Imām shalāt wajib maka hukumnya boleh.
2. Ma'mum shalāt sunnah dibelakang Imām yang shalāt sunnah maka hukumnya boleh.
3. Ma'mum shalāt sunnah dibelakang Imām yang shalāt wajib, maka hukumnya boleh.
4. Ma'mum shalāt wajib dan Imām shalāt sunnah, disini para ulama berbeda pendapat apakah sah ataukah tidak sah?
⇛Yang shahīh dan rājih sebagaiamana yang disampaikan Syaikh Utsaimin, maka boleh tidak mengapa dan sah shalātnya.
Dalīlnya berdasarkan kisah Mu'ādz bin Jabbal yang shalāt wajib bersama Rasūlullāh,kemudian beliau pulang lalu shalāt sunnah dan beliau mengimami kaumnya.
· Yang Kedua | Terkait dengan bilangan shalāt
Ringkasan keadaannya sebagai berikut :
⑴ Apabila ma'mum shalāt dengan Imām yang bilangan raka'atnya lebih sedikit.
⇛ Misalnya : Seorang ma'mum shalāt ashar (karena qadha' atau tertidur atau lupa atau sebab lainnya) sedangkan Imām shalāt maghrib, maka ma'mum harus 4 (empat) raka'at , Imām 3 (tiga) raka'at (Imām lebih sedikit), maka tatkala Imām selesai salam, maka ma'mum harus menyempurnakan shalāt menjadi 4 (empat) raka'at setelah Imām selesai.
⑵ Apabila ma'mum shalāt dengan raka'at yang sama dengan Imām, maka (jelas) ma'mum menyempurnakan shalātnya.
⇛ Misalnya : Ma'mum shalāt dhuhur dan Imām shalāt ashar (sama-sama 4 raka'at)
⑶ Apabila ma'mum shalāt dengan bilangan raka'at yang lebih sedikit dari Imām.
⇛Misalnya : Ma'mum shalāt maghrib 3 raka'at dan Imām shalāt isya' 4 raka'at .
*Dan disebutkan oleh Syaikh Utsaimin beberapa keadaan:*
√ Apabila Imām berada di raka'at ke-3 (tiga) dan ma'mum mulai shalāt raka'at ke-3 (tiga) dan ke-4 (empat) bersama Imām, artinya ma'mum masbuk pada raka'at ke-3 (tiga), maka tatkala Imām salam, dia (ma'mum) tinggal menyempurnakan raka'at yang kurang (masih kurang 1 (satu) raka'at lagi).
√ Apabila ma'mum masuk bersama Imām di raka'at ke-2 (dua), maka ma'mum ikut salam bersama Imām, tatkala Imām salam maka ma'mum pun salam (karena dia sudah selesai yaitu Maghrib 3 (tiga) raka'at dan Imām sudah selesai 4 (empat) raka'at dan selesai bersama-sama.
√ Apabila ma'mum masuk bersama Imām di raka'at pertama, maka pada raka'at yang ke-3 (tiga), apa yang dilakukan ?
Disebutkan ma'mum duduk tasyahud dan menunggu Imām yang bangkit ke raka'at ke-4 (empat) dan tatkala Imām sudah sampai di raka'at ke-4 dan kemudian tasyahud maka ma'mum pun salam bersama Imām.
Ada sebagian yang mengatakan bahwa lebih baik ma'mum ini menunggu dalam keadaan sujud, artinya dia sujud sampai Imām sujud, kemudian mengikuti gerakan Imām sampai salamnya (salam bersama Imām)
Menurut Syaikh Utsaimin ini adalah pendapat yang rājih dalam masalah ini, sebagaimana yang beliau nukilkan dari pendapat Syaikhul Islām Ibnu Taymiyyah rahimahullāh.
Demikian semoga bermanfaat.
وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين
Ditranskrip oleh Tim Transkrio BiAS
___________________
🏦 *Salurkan Donasi Dakwah Terbaik Anda* melalui :
▪ *Bank Syariah Mandiri (BSM)*
| Kode : 451
| No. Rek : 710-3000-507
| A.N : YPWA Bimbingan Islam
| Kode akhir nominal transfer : 700
| Konfirmasi : 0878-8145-8000
📝 *Format Donasi : Donasi Dakwah BIAS#Nama#Nominal#Tanggal*
___________________
Selasa, 21 Shafar 1440 H / 30 Oktober 2018 M
👤 Ustadz Fauzan ST, MA
📗 Matan Abū Syujā' | Kitāb Shalāt
🔊 Kajian 52 | Shalāt Berjama'ah (Bagian 2)
〰〰〰〰〰〰〰
SHALAT BERJAMA'AH (BAGIAN 2)
بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله أما بعد
Para shahābat BiAS yang dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla, kita lanjutkan halaqoh yang ke 52 dan kita masuk pada fasal tentang Shalāt Berjama'ah Bagian ke-2
قال المصنف:
Berkata penulis rahimahullāh :
((وَعَلَى المَأْمُوْمِ أَنْ يَنُوْيَ الجَمَاعَة دُوْنَ الإِمَام))
"Dan wajib bagi ma'mum untuk berniat shalāt berjama'ah, berbeda dengan imam (Imam tidak wajib)."
Disyaratkan bagi seorang makmum, sebelum shalāt untuk melaksanakan shalāt berjama'ah dan mengikuti imam, untuk meniatkan bahwasanya dia ingin shalāt berjama'ah atau ingin mengikuti imam.
Dan tidak perlu kemudian diucapkan (dilafadzkan) cukup di dalam hati tatkala ada niat untuk shalāt berjama'ah, maka itu sudah cukup.
Adapun bagi imam maka tidak disyaratkan niat untuk shalāt berjama'ah, namun apabila mengetahui lebih utama apabila seorang imam berniat shalāt berjama'ah agar mendapatkan keutamaannya.
Adapun untuk shalāt jum'at dan shalāt Eid', maka disyaratkan bagi seorang imam untuk niat shalāt berjama'ah.
Contoh misalnya, tatkala seorang sedang shalāt kemudian tiba-tiba dibelakangnya ada ma'mum yang shalāt mengikuti orang tersebut, sementara orang tersebut tidak menyadarinya bahwasanya ada yang mengikuti shalāt nya, maka shalāt mereka adalah sah karena ma'mum disyaratkan untuk niat shalāt berjama'ah sementara imam tidak disyaratkan.
Artinya tatkala Imām tidak mengetahui dia menjadi Imām atau tidak ada niat untuk menjadi Imām akan tetapi kemudian posisi dia ternyata sebagai Imām maka ini hukumnya sah.
*Ada beberapa poin penting*
▪Hukum niat ma'mum yang berbeda dengan niat Imām▪
Apa hukum niat ma'mum yang berbeda niat dengan Imām ?
⇛Masalah ini dijawab secara ringkas oleh Syaikh Bin Bāz.
Kata beliau :
الصواب أنها صحيحة؛ لأن الرسول -صلى الله عليه وسلم- صلى في الخوف ببعض المسلمين ركعتين صلاة الخوف، ثم صلى بالطائفة الأخرى ركعتين، فصارت الأولى له فريضة، والثانية له نافلة وهم لهم فريضة، وكان معاذ -رضي الله عنه- يصلي مع النبي -صلى الله عليه وسلم- في العشاء صلاة الفريضة، ثم يرجع ويصلي بقومه صلاة العشاء نافلةً له وهي لهم فرض، فدل ذلك على أنه لا حرج في اختلاف النية، وهكذا لو أن إنسان جاء إلى المسجد وصلى العصر, وهو لم يصلي الظهر, فإنه يصلي معهم العصر بنية الظهر ولا حرج عليه في أصح قولي العلماء, ثم يصلي العصر بعد ذلك. جزاكم الله خيراً
" Yang benar yang shahīh dalam masalah ini bahwasanya shalāt tersebut (berbeda niat antara Imām dan ma'mum) adalah sah."
Beliau berdalīl dengan shalāt khauf dan kisah shalātnya Mu'ādz bin Jabbal, manakala beliau (Mu'ādz bin Jabbal) shalāt Isya'fardhu bersama Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam, kemudian beliau pulang untuk mengimami kaumnya dan posisi shalāt beliau adalah posisi shalāt sunnah sementara kaumnya posisinya shalāt fardhu.
*Maka berbeda niat ini diperbolehkan*
Ada beberapa pembahasan seputar niat Imām dan niat ma'mum, yang secara ringkasnya sebagai berikut:
· Yang Pertama | Terkait dengan jenis shalāt
Secara ringkas ada beberapa keadaan:
1. Ma'mum shalāt wajib dibelakang Imām shalāt wajib maka hukumnya boleh.
2. Ma'mum shalāt sunnah dibelakang Imām yang shalāt sunnah maka hukumnya boleh.
3. Ma'mum shalāt sunnah dibelakang Imām yang shalāt wajib, maka hukumnya boleh.
4. Ma'mum shalāt wajib dan Imām shalāt sunnah, disini para ulama berbeda pendapat apakah sah ataukah tidak sah?
⇛Yang shahīh dan rājih sebagaiamana yang disampaikan Syaikh Utsaimin, maka boleh tidak mengapa dan sah shalātnya.
Dalīlnya berdasarkan kisah Mu'ādz bin Jabbal yang shalāt wajib bersama Rasūlullāh,kemudian beliau pulang lalu shalāt sunnah dan beliau mengimami kaumnya.
· Yang Kedua | Terkait dengan bilangan shalāt
Ringkasan keadaannya sebagai berikut :
⑴ Apabila ma'mum shalāt dengan Imām yang bilangan raka'atnya lebih sedikit.
⇛ Misalnya : Seorang ma'mum shalāt ashar (karena qadha' atau tertidur atau lupa atau sebab lainnya) sedangkan Imām shalāt maghrib, maka ma'mum harus 4 (empat) raka'at , Imām 3 (tiga) raka'at (Imām lebih sedikit), maka tatkala Imām selesai salam, maka ma'mum harus menyempurnakan shalāt menjadi 4 (empat) raka'at setelah Imām selesai.
⑵ Apabila ma'mum shalāt dengan raka'at yang sama dengan Imām, maka (jelas) ma'mum menyempurnakan shalātnya.
⇛ Misalnya : Ma'mum shalāt dhuhur dan Imām shalāt ashar (sama-sama 4 raka'at)
⑶ Apabila ma'mum shalāt dengan bilangan raka'at yang lebih sedikit dari Imām.
⇛Misalnya : Ma'mum shalāt maghrib 3 raka'at dan Imām shalāt isya' 4 raka'at .
*Dan disebutkan oleh Syaikh Utsaimin beberapa keadaan:*
√ Apabila Imām berada di raka'at ke-3 (tiga) dan ma'mum mulai shalāt raka'at ke-3 (tiga) dan ke-4 (empat) bersama Imām, artinya ma'mum masbuk pada raka'at ke-3 (tiga), maka tatkala Imām salam, dia (ma'mum) tinggal menyempurnakan raka'at yang kurang (masih kurang 1 (satu) raka'at lagi).
√ Apabila ma'mum masuk bersama Imām di raka'at ke-2 (dua), maka ma'mum ikut salam bersama Imām, tatkala Imām salam maka ma'mum pun salam (karena dia sudah selesai yaitu Maghrib 3 (tiga) raka'at dan Imām sudah selesai 4 (empat) raka'at dan selesai bersama-sama.
√ Apabila ma'mum masuk bersama Imām di raka'at pertama, maka pada raka'at yang ke-3 (tiga), apa yang dilakukan ?
Disebutkan ma'mum duduk tasyahud dan menunggu Imām yang bangkit ke raka'at ke-4 (empat) dan tatkala Imām sudah sampai di raka'at ke-4 dan kemudian tasyahud maka ma'mum pun salam bersama Imām.
Ada sebagian yang mengatakan bahwa lebih baik ma'mum ini menunggu dalam keadaan sujud, artinya dia sujud sampai Imām sujud, kemudian mengikuti gerakan Imām sampai salamnya (salam bersama Imām)
Menurut Syaikh Utsaimin ini adalah pendapat yang rājih dalam masalah ini, sebagaimana yang beliau nukilkan dari pendapat Syaikhul Islām Ibnu Taymiyyah rahimahullāh.
Demikian semoga bermanfaat.
وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين
Ditranskrip oleh Tim Transkrio BiAS
___________________
🏦 *Salurkan Donasi Dakwah Terbaik Anda* melalui :
▪ *Bank Syariah Mandiri (BSM)*
| Kode : 451
| No. Rek : 710-3000-507
| A.N : YPWA Bimbingan Islam
| Kode akhir nominal transfer : 700
| Konfirmasi : 0878-8145-8000
📝 *Format Donasi : Donasi Dakwah BIAS#Nama#Nominal#Tanggal*
___________________
Senin, 29 Oktober 2018
SHALĀT BERJAMA'AH (BAGIAN 1)
🌍 BimbinganIslam.com
Senin, 20 Shafar 1440 H / 29 Oktober 2018 M
👤 Ustadz Fauzan S.T., M.A.
📗 Matan Abū Syujā' | Kitāb Shalāt
🔊 Kajian 51 | Shalāt Berjama'ah (Bagian 1)
⬇ Download audio: bit.ly/MatanAbuSyuja-K51
〰〰〰〰〰〰〰
SHALĀT BERJAMA'AH (BAGIAN 1)
بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله أما بعد
Para shahābat BiAS yang dirahmati Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
Kita lanjutkan halaqah yang ke-51, dan kita masuk pada fasal tentang "Shalāt Berjama'ah"
قال المصنف :
Berkata penulis rahimahullāh
((وصلاة الجماعة سنة مؤكدة))
"Dan shalāt berjamaah hukumnya adalah sunnah mu'akkadah"
⇛Disini pendapat dari sebagian Syāfi'iyah tentang shalāt berjama'ah bahwasanya hukumnya adalah sunnah mu'akkadah.
Dan kita lihat bahwasanya para ulamā telah ijma' bahwa shalāt berjama'ah hukumnya adalah disyariatkan dan memiliki keutamaan yang besar.
Namun para ulamā berselisih pendapat mengenai hukumnya.
⇛Imām An-Nawawi menyembutkan dalam Kitāb Al Majmu' bahwa para ulamā mahzhab Syāfi'iyah sendiri mereka berselisih pendapat tentang hukum shalāt berjama'ah bagi bagi seorang laki-laki.
· Pendapat pertama | Fardhu Kifayah
(Hukumnya wajib, namun apabila sebagian telah melaksanakan maka gugurlah kewajiban bagi yang lain.
Dalīl nya adalah, Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda :
سنن النسائي (2/ 106)
»ما من ثلاثة في قرية ولا بدو لا تقام فيهم الصلاة إلا قد استحوذ عليهم الشيطان، فعليكم بالجماعة؛ فإنما يأكل الذئب القاصية
"Apabila dalam sebuah kampung atau pedalaman ada tiga orang namun tidak menegakkan shalāt berjama'ah maka mereka telah dikuasai syaithān, Maka wajib bagi kalian untuk berjama'ah, karena sesungguhnya serigala hanyalah memangsa kambing yang sendirian."
(Hadīts riwayat Imām Nasāi', Abū Dāwūd dan Hakim)
⇛Dan kata beliau (Imām Nawawi) yang shahīh (Rājih) bahwasanya yang shahīh didalam mahzhab Syāfi'ī dan menjadi rujukan dalam Madzhab Syāfi'ī, adalah pendapat bahwa shalāt berjama'ah hukumnya fardhu kifayah.
·Pendapat Kedua | Sunnah muakkadah (Sunnah yang sangat ditekankan dan dianjurkan)
Dan ini juga disebutkan oleh sebagian para ulamā Syāfi'iyah.
Berdasarkan dalīl hadīts yang diriwayatkan oleh Abū Hurairah Radhiyallāhu 'anhu,
المجموع شرح المهذب (4/ 182)
لما روى أبو هريرة رضي الله عنه إن النبي صلى الله عليه وسلم قال : صلاة الجماعة افضل من صلاة أحدكم وحده بخمس وعشرين درجة
"Bahwasanya shalāt berjama'ah utama dua puluh lima derajat daripada shalāt kalian sendirian"
⇛Mereka mengatakan tatkala dibandingkan dengan sesuatu yang Sunnah maka hukum shalāt berjama'ah adalah sunnah.
⇛Ini pendapat sebagian Syāfi'iyah dan juga diantaranya pendapat penulis bahwa sunnah
· Pendapat ketiga | Fardhu 'ain
(Wajib bagi setiap muslim laki-laki)
Ini juga adalah pendapat kalangan ulamā Syāfi'iyah dan Hanābilah dan sebagian Hanafiyyah.
Dan juga dari para ulamā dari kalangan salaf dan pendapat ini dipilih oleh Imām Bukhāri, Imām Ibnu Taimiyyah, begitu juga Syaikh Bin Baz dan Syaikh Utsaimin.
Dan ini adalah pendapat yang Wallāhu a'lam lebih kuat dari sisi pendalīlannya dan juga lebih hati-hati.
Diantaranya adalah firman Allāh Subhānahu wa Ta'āla :
وَإِذَا كُنْتَ فِيهِمْ فَأَقَمْتَ لَهُمُ الصَّلَاةَ فَلْتَقُمْ طَائِفَةٌ مِنْهُمْ مَعَكَ
"Dan apabila kamu (Muhammad) berada ditengah-tengah mereka, maka tegakkan lah bersama mereka shalāt (berjamaah), dan hendaknya sebagian kelompok yang shalāt bersama engkau.."
(QS An Nisā' : 102)
Ayat diatas bercerita tentang tata cara shalāt berjama'ah dalam kondisi perang atau kondisi takut.
⇛Jika dalam kondisi perang saja, diwajibkan untuk shalāt, maka tentunya dalam kondisi aman dan tenang maka lebih utama untuk diwajibkan hukumnya.
Kemudian dalam hadist yang diriwayatkan oleh Abū Hurairah Radhiyallāhu 'anhu beliau berkata,
عن أبي هُرَيرَةَ رضي الله عنه، قال: )) أتَى النبيَّ صلَّى الله عليه وسلَّمَ رجلٌ أعمى، فقال: يا رسولَ الله، إنَّه ليس لي قائدٌ يقودني إلى المسجِدِ، فسألَ رسولَ اللهِ صلَّى الله عليه وسلَّمَ أن يرخِّصَ له، فيُصلِّيَ في بيتِه، فرخَّص له، فلمَّا ولَّى دعاه، فقال: هلْ تَسمعُ النِّداءَ بالصَّلاةِ؟ قال: نعَم، قال: فأجِبْ (( رواه مسلم
"Ada seorang yang buta, yang datang kepada Nabi Shallallāhu 'alayhi wa sallam kemudian dia berkata, " Wahai Rasūlullāh, saya tidak punya seorang yang bisa menuntun saya masjid", maka diapun meminta kepada Nabi Shallallāhu 'alayhi wa sallam agar memberikan rukhsah (keringanan) kepadanya sehingga dia bisa shalāt dirumahnya. Kemudian Nabipun memberikan keringanan kepadanya (orang buta tersebut) tatkal orang tersebut beranjak pergi, maka kemudian Nabi pun memanggilnya dan bersabda " Apakah kamu mendengar adzan untuk shalāt ?" Orang buta itu pun menjawab : "Ya", maka Rasūlullāh pun bersabda: " Maka jawablah atau datangilah (itu hukumnya wajib)"
(Hadīts riwayat Imām Muslim)
⇛Dalīl diatas menunjukkan bahwa hukum shalāt berjama'ah dimasjid adalah wajib, bahkan bagi orang yang buta yang dia mendengar adzan.
Maka tentunya bagi selainnya orang buta tersebut (orang yang sehat) maka hukumnya lebih wajib.
Demikian, semoga bermanfaat.
وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Ditranskrip oleh Tim Transkrip BiAS
___________________
🏦 *Salurkan Donasi Dakwah Terbaik Anda* melalui :
▪ *Bank Syariah Mandiri (BSM)*
| Kode : 451
| No. Rek : 710-3000-507
| A.N : YPWA Bimbingan Islam
| Kode akhir nominal transfer : 700
| Konfirmasi : 0878-8145-8000
📝 *Format Donasi : Donasi Dakwah BIAS#Nama#Nominal#Tanggal*
___________________
Senin, 20 Shafar 1440 H / 29 Oktober 2018 M
👤 Ustadz Fauzan S.T., M.A.
📗 Matan Abū Syujā' | Kitāb Shalāt
🔊 Kajian 51 | Shalāt Berjama'ah (Bagian 1)
⬇ Download audio: bit.ly/MatanAbuSyuja-K51
〰〰〰〰〰〰〰
SHALĀT BERJAMA'AH (BAGIAN 1)
بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله أما بعد
Para shahābat BiAS yang dirahmati Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
Kita lanjutkan halaqah yang ke-51, dan kita masuk pada fasal tentang "Shalāt Berjama'ah"
قال المصنف :
Berkata penulis rahimahullāh
((وصلاة الجماعة سنة مؤكدة))
"Dan shalāt berjamaah hukumnya adalah sunnah mu'akkadah"
⇛Disini pendapat dari sebagian Syāfi'iyah tentang shalāt berjama'ah bahwasanya hukumnya adalah sunnah mu'akkadah.
Dan kita lihat bahwasanya para ulamā telah ijma' bahwa shalāt berjama'ah hukumnya adalah disyariatkan dan memiliki keutamaan yang besar.
Namun para ulamā berselisih pendapat mengenai hukumnya.
⇛Imām An-Nawawi menyembutkan dalam Kitāb Al Majmu' bahwa para ulamā mahzhab Syāfi'iyah sendiri mereka berselisih pendapat tentang hukum shalāt berjama'ah bagi bagi seorang laki-laki.
· Pendapat pertama | Fardhu Kifayah
(Hukumnya wajib, namun apabila sebagian telah melaksanakan maka gugurlah kewajiban bagi yang lain.
Dalīl nya adalah, Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda :
سنن النسائي (2/ 106)
»ما من ثلاثة في قرية ولا بدو لا تقام فيهم الصلاة إلا قد استحوذ عليهم الشيطان، فعليكم بالجماعة؛ فإنما يأكل الذئب القاصية
"Apabila dalam sebuah kampung atau pedalaman ada tiga orang namun tidak menegakkan shalāt berjama'ah maka mereka telah dikuasai syaithān, Maka wajib bagi kalian untuk berjama'ah, karena sesungguhnya serigala hanyalah memangsa kambing yang sendirian."
(Hadīts riwayat Imām Nasāi', Abū Dāwūd dan Hakim)
⇛Dan kata beliau (Imām Nawawi) yang shahīh (Rājih) bahwasanya yang shahīh didalam mahzhab Syāfi'ī dan menjadi rujukan dalam Madzhab Syāfi'ī, adalah pendapat bahwa shalāt berjama'ah hukumnya fardhu kifayah.
·Pendapat Kedua | Sunnah muakkadah (Sunnah yang sangat ditekankan dan dianjurkan)
Dan ini juga disebutkan oleh sebagian para ulamā Syāfi'iyah.
Berdasarkan dalīl hadīts yang diriwayatkan oleh Abū Hurairah Radhiyallāhu 'anhu,
المجموع شرح المهذب (4/ 182)
لما روى أبو هريرة رضي الله عنه إن النبي صلى الله عليه وسلم قال : صلاة الجماعة افضل من صلاة أحدكم وحده بخمس وعشرين درجة
"Bahwasanya shalāt berjama'ah utama dua puluh lima derajat daripada shalāt kalian sendirian"
⇛Mereka mengatakan tatkala dibandingkan dengan sesuatu yang Sunnah maka hukum shalāt berjama'ah adalah sunnah.
⇛Ini pendapat sebagian Syāfi'iyah dan juga diantaranya pendapat penulis bahwa sunnah
· Pendapat ketiga | Fardhu 'ain
(Wajib bagi setiap muslim laki-laki)
Ini juga adalah pendapat kalangan ulamā Syāfi'iyah dan Hanābilah dan sebagian Hanafiyyah.
Dan juga dari para ulamā dari kalangan salaf dan pendapat ini dipilih oleh Imām Bukhāri, Imām Ibnu Taimiyyah, begitu juga Syaikh Bin Baz dan Syaikh Utsaimin.
Dan ini adalah pendapat yang Wallāhu a'lam lebih kuat dari sisi pendalīlannya dan juga lebih hati-hati.
Diantaranya adalah firman Allāh Subhānahu wa Ta'āla :
وَإِذَا كُنْتَ فِيهِمْ فَأَقَمْتَ لَهُمُ الصَّلَاةَ فَلْتَقُمْ طَائِفَةٌ مِنْهُمْ مَعَكَ
"Dan apabila kamu (Muhammad) berada ditengah-tengah mereka, maka tegakkan lah bersama mereka shalāt (berjamaah), dan hendaknya sebagian kelompok yang shalāt bersama engkau.."
(QS An Nisā' : 102)
Ayat diatas bercerita tentang tata cara shalāt berjama'ah dalam kondisi perang atau kondisi takut.
⇛Jika dalam kondisi perang saja, diwajibkan untuk shalāt, maka tentunya dalam kondisi aman dan tenang maka lebih utama untuk diwajibkan hukumnya.
Kemudian dalam hadist yang diriwayatkan oleh Abū Hurairah Radhiyallāhu 'anhu beliau berkata,
عن أبي هُرَيرَةَ رضي الله عنه، قال: )) أتَى النبيَّ صلَّى الله عليه وسلَّمَ رجلٌ أعمى، فقال: يا رسولَ الله، إنَّه ليس لي قائدٌ يقودني إلى المسجِدِ، فسألَ رسولَ اللهِ صلَّى الله عليه وسلَّمَ أن يرخِّصَ له، فيُصلِّيَ في بيتِه، فرخَّص له، فلمَّا ولَّى دعاه، فقال: هلْ تَسمعُ النِّداءَ بالصَّلاةِ؟ قال: نعَم، قال: فأجِبْ (( رواه مسلم
"Ada seorang yang buta, yang datang kepada Nabi Shallallāhu 'alayhi wa sallam kemudian dia berkata, " Wahai Rasūlullāh, saya tidak punya seorang yang bisa menuntun saya masjid", maka diapun meminta kepada Nabi Shallallāhu 'alayhi wa sallam agar memberikan rukhsah (keringanan) kepadanya sehingga dia bisa shalāt dirumahnya. Kemudian Nabipun memberikan keringanan kepadanya (orang buta tersebut) tatkal orang tersebut beranjak pergi, maka kemudian Nabi pun memanggilnya dan bersabda " Apakah kamu mendengar adzan untuk shalāt ?" Orang buta itu pun menjawab : "Ya", maka Rasūlullāh pun bersabda: " Maka jawablah atau datangilah (itu hukumnya wajib)"
(Hadīts riwayat Imām Muslim)
⇛Dalīl diatas menunjukkan bahwa hukum shalāt berjama'ah dimasjid adalah wajib, bahkan bagi orang yang buta yang dia mendengar adzan.
Maka tentunya bagi selainnya orang buta tersebut (orang yang sehat) maka hukumnya lebih wajib.
Demikian, semoga bermanfaat.
وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Ditranskrip oleh Tim Transkrip BiAS
___________________
🏦 *Salurkan Donasi Dakwah Terbaik Anda* melalui :
▪ *Bank Syariah Mandiri (BSM)*
| Kode : 451
| No. Rek : 710-3000-507
| A.N : YPWA Bimbingan Islam
| Kode akhir nominal transfer : 700
| Konfirmasi : 0878-8145-8000
📝 *Format Donasi : Donasi Dakwah BIAS#Nama#Nominal#Tanggal*
___________________
ILMU YANG HARUS DIPELAJARI TERLEBIH DAHULU
🌍 BimbinganIslam.com
Jum’at, 17 Shafar 1440 H / 26 Oktober 2018 M
👤 Ustadz Ratno, Lc
📗 Kitab Kewajiban Menuntut Ilmu
🔊 Halaqah 05| Ilmu Yang Harus Dipelajari Terlebih Dahulu
⬇ Download audio: bit.ly/KewajianMenuntut-Ilmu-05
〰〰〰〰〰〰〰
*ILMU YANG HARUS DIPELAJARI TERLEBIH DAHULU*
بسم اللّه الرحمن الرحيم
الحمد لله الذي أعلى شأن العلم ورفع أهله درجات، والصلاة والسلام على نبيه محمد وعلى آله وصحبه أجمعين وبعد
Sahabat BiAS yang di muliakan oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
Pada kesempatan kali ini, kita masih melanjutkan pembacaan (pembahasan) kitāb Mukhtashar Fardi Thalabil 'Ilmi karya Al Imām Abū Bakr Muhammad bin Al Husain Al Aajurriy rahimahullāh yang meninggal tahun 360 Hijriyyah.
Beliau rahimahullāh berkata:
_Jika ada seorang yang bertanya, "Engkau telah menyemangati kami untuk menuntut ilmu, engkau juga sudah memperingatkan kami dari kejāhilan, lalu ilmu apa yang harus kita pelajari terlebih dahulu sehingga kita bisa keluar dari pintu kebodohan?"_
_Maka aku katakan (Aku sarankan) :_
_⑴ Untuk mempelajari Al Qur'ān dan menghafalnya._
_Jika Allāh memudahkanmu untuk menghafal Al Qur'ān maka puji Allāh katakan Alhamdulilāh._
_Dan perbanyak pelajaranmu tentang Al Qur'ān._
(komentar saya: dan masuk dalam mempelajari Al Qur'ān adalah mempelajari bahasa arab, karena tanpanya seorang tidak akan mungkin bisa memahami Al Qur'ān dengan sempurna.)
_⑵ Pelajarilah ilmu halal dan haram (ilmu fiqih) dan berbagai hukum yang Allāh turunkan pada Al Qur'ān._
_⑶ Pelajarilah ilmu waris._
_Sebuah ilmu yang harusnya seorang yang telah menghafal Al Qur'ān faham terhadapnya._
_⑷ Pelajarilah sunnah dan hadīts-hadīts sehingga engkau tambah faham makna-makna Al Qur'ān._
_Dan tidak akan mungkin seorang bisa melaksanakan kewajiban Allāh kecuali dengan mengetahui hadist-hadits._
_⑸ Pelajarilah sunnah-sunnah atau jalan hidup shahābat Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam._
_⑹ Pelarilah kitāb-kitāb fiqih yang menerangkan makna-makna hadīts (kitāb Syarah)._
_⑺ Duduklah dengan orang-orang yang faham dalam agama dan pelajarilah dari mereka hal-hal yang wajib atas kalian._
_Dan tujuan utama menuntut ilmu adalah menghilangkan kejāhilan dan kebodohan, mengibadahi Allāh dengan cara yang Allāh kehendaki._
_Siapa yang ini adalah tujuannya pasti Allāh akan jadikan ilmunya bermanfaat dan pasti ia akan membawa manfaat._
_Serta pasti taufīq Allāh akan ia dapatkan, Allāh akan perbanyak ilmunya yang sekarang masih sedikit dan Allāh pasti akan memberikan keberkahan kepadanya._
_Jika ada yang mengatakan: "Aku hanya bisa menghafal Al Qur'ān , tapi aku tidak mampu mempelajari ilmu atau tidak bisa menuliskan pelajaran-pelajarannya, begitu juga dalam hadīts, lalu apa yang engkau anjurkan ?"_
_Aku anjurkan kepadamu untuk terus duduk bersama para ulamā, yang ia bisa memberikan manfaat dalam kehidupan agamamu, semangatlah untuk mempelajari ilmu yang ia miliki dan terus ikuti dia dalam majelis-mejelisnya._
_Dan jangan engkau menjadi seorang yang sibuk menghafalnya (Al Qur'ān) ? tapi tidak bisa menjaga batasan-batasan yang ada didalam padanya (Al Qur'ān)._
_Semangatlah untuk berakhlaq dengan akhlaq para penghafal Al Qur'ān dan mintalah pertolongan kepada Allāh._
_Barangsiapa yang mengamalkan ilmunya, pasti Allāh akan berikan dia taufīq dan kemudahan untuk memepajari ilmu yang belum ia ketahui._
_Orang yang sudah merasakan manfaat ilmu, pasti ia akan semangat mencarinya dan siapa yang telah merasakan manisnya ilmu, pasti ia akan mampu menelan rasa pahit jalan yang dilaluinya._
_Siapa yang benaknya bersih pasti akan merasakan kelezatan ilmu dan menghindari hal-hal yang memalingkan darinya. Dan barang siapa yang bertawakal kepada Allāh pasti Allah akan perbagus pertolongannya dan memenuhi kebutuhannya._
Semoga shalawat dan salam tetap tercurahkan kepada Nabi-Nya, keluarganya dan para shahābat semua
Wallāhu Ta'āla A'lam
🖋 Akhukum fillāh Ratno
________________________
🏦 *Salurkan Donasi Dakwah Terbaik Anda* melalui :
▪ *Bank Syariah Mandiri (BSM)*
| Kode : 451
| No. Rek : 710-3000-507
| A.N : YPWA Bimbingan Islam
| Kode akhir nominal transfer : 700
| Konfirmasi : 0878-8145-8000
📝 *Format Donasi : Donasi Dakwah BIAS#Nama#Nominal#Tanggal*
_______________________
Jum’at, 17 Shafar 1440 H / 26 Oktober 2018 M
👤 Ustadz Ratno, Lc
📗 Kitab Kewajiban Menuntut Ilmu
🔊 Halaqah 05| Ilmu Yang Harus Dipelajari Terlebih Dahulu
⬇ Download audio: bit.ly/KewajianMenuntut-Ilmu-05
〰〰〰〰〰〰〰
*ILMU YANG HARUS DIPELAJARI TERLEBIH DAHULU*
بسم اللّه الرحمن الرحيم
الحمد لله الذي أعلى شأن العلم ورفع أهله درجات، والصلاة والسلام على نبيه محمد وعلى آله وصحبه أجمعين وبعد
Sahabat BiAS yang di muliakan oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
Pada kesempatan kali ini, kita masih melanjutkan pembacaan (pembahasan) kitāb Mukhtashar Fardi Thalabil 'Ilmi karya Al Imām Abū Bakr Muhammad bin Al Husain Al Aajurriy rahimahullāh yang meninggal tahun 360 Hijriyyah.
Beliau rahimahullāh berkata:
_Jika ada seorang yang bertanya, "Engkau telah menyemangati kami untuk menuntut ilmu, engkau juga sudah memperingatkan kami dari kejāhilan, lalu ilmu apa yang harus kita pelajari terlebih dahulu sehingga kita bisa keluar dari pintu kebodohan?"_
_Maka aku katakan (Aku sarankan) :_
_⑴ Untuk mempelajari Al Qur'ān dan menghafalnya._
_Jika Allāh memudahkanmu untuk menghafal Al Qur'ān maka puji Allāh katakan Alhamdulilāh._
_Dan perbanyak pelajaranmu tentang Al Qur'ān._
(komentar saya: dan masuk dalam mempelajari Al Qur'ān adalah mempelajari bahasa arab, karena tanpanya seorang tidak akan mungkin bisa memahami Al Qur'ān dengan sempurna.)
_⑵ Pelajarilah ilmu halal dan haram (ilmu fiqih) dan berbagai hukum yang Allāh turunkan pada Al Qur'ān._
_⑶ Pelajarilah ilmu waris._
_Sebuah ilmu yang harusnya seorang yang telah menghafal Al Qur'ān faham terhadapnya._
_⑷ Pelajarilah sunnah dan hadīts-hadīts sehingga engkau tambah faham makna-makna Al Qur'ān._
_Dan tidak akan mungkin seorang bisa melaksanakan kewajiban Allāh kecuali dengan mengetahui hadist-hadits._
_⑸ Pelajarilah sunnah-sunnah atau jalan hidup shahābat Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam._
_⑹ Pelarilah kitāb-kitāb fiqih yang menerangkan makna-makna hadīts (kitāb Syarah)._
_⑺ Duduklah dengan orang-orang yang faham dalam agama dan pelajarilah dari mereka hal-hal yang wajib atas kalian._
_Dan tujuan utama menuntut ilmu adalah menghilangkan kejāhilan dan kebodohan, mengibadahi Allāh dengan cara yang Allāh kehendaki._
_Siapa yang ini adalah tujuannya pasti Allāh akan jadikan ilmunya bermanfaat dan pasti ia akan membawa manfaat._
_Serta pasti taufīq Allāh akan ia dapatkan, Allāh akan perbanyak ilmunya yang sekarang masih sedikit dan Allāh pasti akan memberikan keberkahan kepadanya._
_Jika ada yang mengatakan: "Aku hanya bisa menghafal Al Qur'ān , tapi aku tidak mampu mempelajari ilmu atau tidak bisa menuliskan pelajaran-pelajarannya, begitu juga dalam hadīts, lalu apa yang engkau anjurkan ?"_
_Aku anjurkan kepadamu untuk terus duduk bersama para ulamā, yang ia bisa memberikan manfaat dalam kehidupan agamamu, semangatlah untuk mempelajari ilmu yang ia miliki dan terus ikuti dia dalam majelis-mejelisnya._
_Dan jangan engkau menjadi seorang yang sibuk menghafalnya (Al Qur'ān) ? tapi tidak bisa menjaga batasan-batasan yang ada didalam padanya (Al Qur'ān)._
_Semangatlah untuk berakhlaq dengan akhlaq para penghafal Al Qur'ān dan mintalah pertolongan kepada Allāh._
_Barangsiapa yang mengamalkan ilmunya, pasti Allāh akan berikan dia taufīq dan kemudahan untuk memepajari ilmu yang belum ia ketahui._
_Orang yang sudah merasakan manfaat ilmu, pasti ia akan semangat mencarinya dan siapa yang telah merasakan manisnya ilmu, pasti ia akan mampu menelan rasa pahit jalan yang dilaluinya._
_Siapa yang benaknya bersih pasti akan merasakan kelezatan ilmu dan menghindari hal-hal yang memalingkan darinya. Dan barang siapa yang bertawakal kepada Allāh pasti Allah akan perbagus pertolongannya dan memenuhi kebutuhannya._
Semoga shalawat dan salam tetap tercurahkan kepada Nabi-Nya, keluarganya dan para shahābat semua
Wallāhu Ta'āla A'lam
🖋 Akhukum fillāh Ratno
________________________
🏦 *Salurkan Donasi Dakwah Terbaik Anda* melalui :
▪ *Bank Syariah Mandiri (BSM)*
| Kode : 451
| No. Rek : 710-3000-507
| A.N : YPWA Bimbingan Islam
| Kode akhir nominal transfer : 700
| Konfirmasi : 0878-8145-8000
📝 *Format Donasi : Donasi Dakwah BIAS#Nama#Nominal#Tanggal*
_______________________
RENDAH HATI ULAMĀ DAN PENUNTUT ILMU
🌍 BimbinganIslam.com
Kamis, 16 Shafar 1440 H / 25 Oktober 2018 M
👤 Ustadz Ratno, Lc
📗 Kitab Kewajiban Menuntut Ilmu
🔊 Halaqah 04| Rendah Hati Ulama Dan Penuntut Ilmu
⬇ Download audio: bit.ly/KewajianMenuntut-Ilmu-04
〰〰〰〰〰〰〰
*RENDAH HATI ULAMĀ DAN PENUNTUT ILMU*
بسم اللّه الرحمن الرحيم
الحمد لله الذي أعلى شأن العلم ورفع أهله درجات، والصلاة والسلام على نبيه محمد وعلى آله وصحبه أجمعين وبعد
Sahabat BiAS yang dimuliakan oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
Pada kesempatan kali ini, kita masih melanjutkan pembacaan (pembahasan) kitāb Mukhtashar Fardi Thalabil 'Ilmi karya Al Imām Abū Bakr Muhammad bin Al Husain Al Aajurriy rahimahullāh yang meninggal tahun 360 Hijriyyah.
Beliau rahimahullāh berkata:
_Ketahuilah, semoga Allāh merahmati mu, suatu sifat yang sangat diperlukan oleh seorang ahli ilmu, oleh seorang penuntut ilmu, serta sifat yang sangat pantas untuk mereka genggam erat-erat adalah sifat rendah hati (tawadhu')._
_Sifat ini (tawadhu') jika dilihat dari penuntut ilmu akan tergambarkan pada dirinya, pada semangatnya._
_Seorang yang rendah hati akan tetap semangat dan tidak malu untuk mengambil ilmu dari orang-orang yang lebih muda atau orang-orang yang berada dibawah mereka. Sebagaimana ia tidak malu mengambil dari orang yang lebih tua, ia juga tidak malu mengambil ilmu dari orang yang lebih rendah kedudukannya. Ia akan menerima kebenaran dengan cara yang baik._
_Ia akan bersyukur kepada Allāh atas ilmu yang ia dapatkan, kemudian ia akan berterima kasih kepada perantaranya._
_Dan kerendahan hati ini juga akan terlihat ketika para penuntut ilmu itu semangat untuk bertanya kepada guru-guru mereka._
_Dan ada dua hal (sifat) yang menghalangi seseorang bertanya kepada para ulamā mengenai hal-hal yang belum mereka pahami, (yaitu) sifat malu dan sombong (dua ini adalah perusaknya)._
_Diriwayatkan dari mujāhid, ia berkata :_
لا يتعلَّمُ العلم مُستحي ولا مُستَكبِر
_"Orang pemalu dan sombong tidak akan mungkin mendapatkan ilmu."_
_Jika seorang penuntut ilmu mau merendahkan hati di hadapan para ulamā dan guru mereka, pasti mereka akan dicintai. Pasti mereka akan mendapat banyak pelajaran berharga._
_Akan tetapi jika mereka sombong dan menampakan diri bahwa ia tidak butuh kepada ilmu mereka, maka guru-guru mereka tidak akan simpati kepadanya. Bahkan mereka kurang suka memberikan faedah dan pelajaran kepada orang yang seperti itu sifatnya._
_Adapun kerendahan hati (tawadhu’)nya seorang ulamā adalah dengan ucapan syukurnya kepada Allāh dan kerendahan hati dihadapan-Nya. Dan ia tahu bahwa Allāh telah memberikan kepadanya kelebihan khusus, telah menjadikannya salah seorang pewaris nabi. Dan ia tahu bahwa manusia sangat butuh kepada ilmunya. Maka dia akan merendah dan berakhlak dihadapan para muridnya._
_Dia tidak akan merendahkan dan meremehkan para muridnya. Dan ia akan memberikan saran-saran serta trik-trik agar para muridnya bisa belajar dengan baik. Jika seorang ulamā, seorang guru, seorang pengajar bisa memiliki adab seperti itu, pasti Allāh akan mengangkat derajatnya dan pasti Allāh akan bikin manusia cinta kepada mereka._
_Umar bin Al Khaththāb berkata :_
_"Pelajarilah ilmu, pelajarilah adab ilmu, ketenangannya, kesabarannya. Dan rendahkah hati kalian kepada guru-guru kalian. Dan guru-guru kalian hendaknya juga rendah hati kepada kalian. Janganlah kalian menjadi orang yang angkuh kepada ilmu, karena kalau kalian angkuh dengan ilmu kalian, pasti ilmu itu tidak akan bisa mengalahkan kejāhilanmu."_
_Orang yang telah memperhatikan berbagai hal yang telah disampaikan, ia pasti akan mendahulukan ilmu yang wajib terlebih dahulu._
_Dan pasti ia akan bersabar dengan segala halangan dan rintangan dalam menggapainya._
_Dan yang akan melakukan hal itu adalah orang yang memiliki kecemburuan atas agamanya. Ia lebih cemburu kepada agamanya dari pada kepada jiwa dan hartanya. Hal tersebut dimiliki oleh orang yang berilmu lagi berakal._
_Dan harta yang paling berharga, modal pokok seorang mukmin adalah agamanya, ia tidak akan pernah meninggalkannya._
_Dan ketahuilah, semoga Allāh merahmatimu, kita sekarang berada pada suatu masa yang sangat banyak fitnah dan cobaannya, dari berbagai sisi pandangnya._
_Jika seorang tidak memiliki ilmu dan keikhlāsan, tentu mereka tidak akan bisa menghempaskan fitnah-fitnah tersebut dan pasti mereka akan hancur lebur._
Wallāhu Taala A'lam (bersambung in syā Allāh)
______________________
🏦 *Salurkan Donasi Dakwah Terbaik Anda* melalui :
▪ *Bank Syariah Mandiri (BSM)*
| Kode : 451
| No. Rek : 710-3000-507
| A.N : YPWA Bimbingan Islam
| Kode akhir nominal transfer : 700
| Konfirmasi : 0878-8145-8000
📝 *Format Donasi : Donasi Dakwah BIAS#Nama#Nominal#Tanggal*
_______________________
Kamis, 16 Shafar 1440 H / 25 Oktober 2018 M
👤 Ustadz Ratno, Lc
📗 Kitab Kewajiban Menuntut Ilmu
🔊 Halaqah 04| Rendah Hati Ulama Dan Penuntut Ilmu
⬇ Download audio: bit.ly/KewajianMenuntut-Ilmu-04
〰〰〰〰〰〰〰
*RENDAH HATI ULAMĀ DAN PENUNTUT ILMU*
بسم اللّه الرحمن الرحيم
الحمد لله الذي أعلى شأن العلم ورفع أهله درجات، والصلاة والسلام على نبيه محمد وعلى آله وصحبه أجمعين وبعد
Sahabat BiAS yang dimuliakan oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
Pada kesempatan kali ini, kita masih melanjutkan pembacaan (pembahasan) kitāb Mukhtashar Fardi Thalabil 'Ilmi karya Al Imām Abū Bakr Muhammad bin Al Husain Al Aajurriy rahimahullāh yang meninggal tahun 360 Hijriyyah.
Beliau rahimahullāh berkata:
_Ketahuilah, semoga Allāh merahmati mu, suatu sifat yang sangat diperlukan oleh seorang ahli ilmu, oleh seorang penuntut ilmu, serta sifat yang sangat pantas untuk mereka genggam erat-erat adalah sifat rendah hati (tawadhu')._
_Sifat ini (tawadhu') jika dilihat dari penuntut ilmu akan tergambarkan pada dirinya, pada semangatnya._
_Seorang yang rendah hati akan tetap semangat dan tidak malu untuk mengambil ilmu dari orang-orang yang lebih muda atau orang-orang yang berada dibawah mereka. Sebagaimana ia tidak malu mengambil dari orang yang lebih tua, ia juga tidak malu mengambil ilmu dari orang yang lebih rendah kedudukannya. Ia akan menerima kebenaran dengan cara yang baik._
_Ia akan bersyukur kepada Allāh atas ilmu yang ia dapatkan, kemudian ia akan berterima kasih kepada perantaranya._
_Dan kerendahan hati ini juga akan terlihat ketika para penuntut ilmu itu semangat untuk bertanya kepada guru-guru mereka._
_Dan ada dua hal (sifat) yang menghalangi seseorang bertanya kepada para ulamā mengenai hal-hal yang belum mereka pahami, (yaitu) sifat malu dan sombong (dua ini adalah perusaknya)._
_Diriwayatkan dari mujāhid, ia berkata :_
لا يتعلَّمُ العلم مُستحي ولا مُستَكبِر
_"Orang pemalu dan sombong tidak akan mungkin mendapatkan ilmu."_
_Jika seorang penuntut ilmu mau merendahkan hati di hadapan para ulamā dan guru mereka, pasti mereka akan dicintai. Pasti mereka akan mendapat banyak pelajaran berharga._
_Akan tetapi jika mereka sombong dan menampakan diri bahwa ia tidak butuh kepada ilmu mereka, maka guru-guru mereka tidak akan simpati kepadanya. Bahkan mereka kurang suka memberikan faedah dan pelajaran kepada orang yang seperti itu sifatnya._
_Adapun kerendahan hati (tawadhu’)nya seorang ulamā adalah dengan ucapan syukurnya kepada Allāh dan kerendahan hati dihadapan-Nya. Dan ia tahu bahwa Allāh telah memberikan kepadanya kelebihan khusus, telah menjadikannya salah seorang pewaris nabi. Dan ia tahu bahwa manusia sangat butuh kepada ilmunya. Maka dia akan merendah dan berakhlak dihadapan para muridnya._
_Dia tidak akan merendahkan dan meremehkan para muridnya. Dan ia akan memberikan saran-saran serta trik-trik agar para muridnya bisa belajar dengan baik. Jika seorang ulamā, seorang guru, seorang pengajar bisa memiliki adab seperti itu, pasti Allāh akan mengangkat derajatnya dan pasti Allāh akan bikin manusia cinta kepada mereka._
_Umar bin Al Khaththāb berkata :_
_"Pelajarilah ilmu, pelajarilah adab ilmu, ketenangannya, kesabarannya. Dan rendahkah hati kalian kepada guru-guru kalian. Dan guru-guru kalian hendaknya juga rendah hati kepada kalian. Janganlah kalian menjadi orang yang angkuh kepada ilmu, karena kalau kalian angkuh dengan ilmu kalian, pasti ilmu itu tidak akan bisa mengalahkan kejāhilanmu."_
_Orang yang telah memperhatikan berbagai hal yang telah disampaikan, ia pasti akan mendahulukan ilmu yang wajib terlebih dahulu._
_Dan pasti ia akan bersabar dengan segala halangan dan rintangan dalam menggapainya._
_Dan yang akan melakukan hal itu adalah orang yang memiliki kecemburuan atas agamanya. Ia lebih cemburu kepada agamanya dari pada kepada jiwa dan hartanya. Hal tersebut dimiliki oleh orang yang berilmu lagi berakal._
_Dan harta yang paling berharga, modal pokok seorang mukmin adalah agamanya, ia tidak akan pernah meninggalkannya._
_Dan ketahuilah, semoga Allāh merahmatimu, kita sekarang berada pada suatu masa yang sangat banyak fitnah dan cobaannya, dari berbagai sisi pandangnya._
_Jika seorang tidak memiliki ilmu dan keikhlāsan, tentu mereka tidak akan bisa menghempaskan fitnah-fitnah tersebut dan pasti mereka akan hancur lebur._
Wallāhu Taala A'lam (bersambung in syā Allāh)
______________________
🏦 *Salurkan Donasi Dakwah Terbaik Anda* melalui :
▪ *Bank Syariah Mandiri (BSM)*
| Kode : 451
| No. Rek : 710-3000-507
| A.N : YPWA Bimbingan Islam
| Kode akhir nominal transfer : 700
| Konfirmasi : 0878-8145-8000
📝 *Format Donasi : Donasi Dakwah BIAS#Nama#Nominal#Tanggal*
_______________________
Rabu, 24 Oktober 2018
KEUTAMAAN MENUNTUT ILMU
🌍 BimbinganIslam.com
Rabu, 15 Shafar 1440 H / 24 Oktober 2018 M
👤 Ustadz Ratno, Lc
📗 Kitab Kewajiban Menuntut Ilmu
🔊 Halaqah 03| Keutamaan Menuntut Ilmu
⬇ Download audio: bit.ly/KewajianMenuntut-Ilmu-03
〰〰〰〰〰〰〰
*KEUTAMAAN MENUNTUT ILMU*
بسم اللّه الرحمن الرحيم
الحمد لله الذي أعلى شأن العلم ورفع أهله درجات، والصلاة والسلام على نبيه محمد وعلى آله وصحبه أجمعين وبعد
Sahabat BiAS yang di muliakan oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla .
Pada kesempatan kali ini, kita masih melanjutkan pembacaan (pembahasan) kitāb Mukhtashar Fardi Thalabil 'Ilmi, karya Al Imām Abū Bakr Muhammad bin Al Husain Al Aajurriy rahimahullāh yang meninggal tahun 360 Hijriyyah.
Dalam buku tersebut beliau rahimahullāh menyatakan:
"Para penyandang gelar pentuntut ilmu harusnya berbahagia, karena ia telah menempuh suatu jalan yang Allāh Subhānahu wa Ta'āla akan mudahkan ia menuju Surga."
Dari Abū Hurairah radhiyallāhu Ta'āla 'anhu, Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:
مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ
_"Barangsiapa yang menempuh suatu jalan untuk menuntut ilmu, pasti akan Allāh mudahkan jalannya menuju Surga."_
Ini adalah suatu keutamaan yang akan didapat oleh seorang yang baik niatannya, ikhlas karena Allāh Ta’ala.
Jika ada yang bertanya: Apa arti niatan yang baik?
Kita jawab: Ia adalah seorang yang keluar untuk belajar ilmu dengan tujuan mengangkat kebodohan dari dalam dirinya, menuntut ilmu tentang hak-hak Allāh dalam peribadahan, sehingga ia bisa menyembah dan beribadah kepada Allāh dengan benar.
Ia mencari ilmu yang bermanfaat bagi dirinya, jika ada suatu permasalahan dunia ataupun akhirat yang belum ia ketahui, ia bergegas menuju kepada para ulamā untuk belajar, dengan niatan karena Allāh dan untuk menyelamatkan agamanya.
Dan setiap jalan yang ditempuh oleh penuntut ilmu, baik pendek atau panjang, ia tetap mendapatkan keutamaan sebagaimana dalam hadīts tersebut. Dan pasti ia akan diberikan pertolongan dalam usahanya, in syā Allāh.
Dan ketahuilah, semoga Allāh merahmati mu, bahwa di antara para penuntut ilmu ada beberapa orang yang Allāh kuatkan akalnya, yang Allāh indahkan adabnya dan ada yang Allāh karuniakan pemahaman yang tinggi padanya.
Mereka ingin agar sunnah-sunnah Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam itu hidup, begitu juga sunnah dan jalan hidup para shahābat dan agar ingin agar kebid’ahan itu lenyap dari muka bumi.
Mereka senang menghafal, dengan tujuan menjaga kaum muslimin di atas syari'atnya. Mereka takut kalau ilmu itu lenyap hilang tak berbekas.
Inilah para penuntut ilmu yang para malāikat meletakan sayap mereka sebagai bentuk penghormatan atas usahanya dan mereka selalu berada dijalan Allāh hingga ia kembali pulang.
Mereka itulah orang-orang yang para malāikat, ikan dilautan, beristighfār kepadanya. Dan mereka itulah orang-orang yang berusaha menempuh jalan menuju surga.
Orang-orang yang seperti ini sangat sedikit sekali, akan tetapi hal tersebut tidak menyurutkan semangat mereka, sehingga Allāh Subhānahu wa Ta'āla balas mereka dengan pahala yang sangat besar.
Adapun orang yang niatannya dalam mencari ilmu adalah dunia dan perhiasannya, bagaimana mungkin bisa disamakan dengan pahala orang-orang yang telah lalu penyebutannya.
Allāhul Musta'ān.
Alangkah beratnya cobaan keikhlāsan bagi para penuntut ilmu dan alangkah sedikitnya yang menuntut ilmu karena Allāh. Dan kedua jenis orang ini akan terlihat dari akhlak yang mereka tunjukan, apakah ia menuntutnya ikhlās atau tidak.
Dan dari apa yang telah kami paparkan, maksud dan tujuannya adalah agar para penuntut ilmu juga selektif dalam mencari guru. Hendaknya ia mencari guru yang ilmunya memberikan dampak dalam kehidupannya. Seorang guru yang tinggi tingkat pemahamannya, tinggi adabnya. Kalau guru tersebut tidak memiliki sifat-sifat seperti itu, hendaknya ditinggalkan.
Wallāhu Taala A'lam (bersambung in syā Allāh)
🖋 Al Faqīr Ilallāh Ratno
________________________
🏦 *Salurkan Donasi Dakwah Terbaik Anda* melalui :
▪ *Bank Syariah Mandiri (BSM)*
| Kode : 451
| No. Rek : 710-3000-507
| A.N : YPWA Bimbingan Islam
| Kode akhir nominal transfer : 700
| Konfirmasi : 0878-8145-8000
📝 *Format Donasi : Donasi Dakwah BIAS#Nama#Nominal#Tanggal*
________________________
Rabu, 15 Shafar 1440 H / 24 Oktober 2018 M
👤 Ustadz Ratno, Lc
📗 Kitab Kewajiban Menuntut Ilmu
🔊 Halaqah 03| Keutamaan Menuntut Ilmu
⬇ Download audio: bit.ly/KewajianMenuntut-Ilmu-03
〰〰〰〰〰〰〰
*KEUTAMAAN MENUNTUT ILMU*
بسم اللّه الرحمن الرحيم
الحمد لله الذي أعلى شأن العلم ورفع أهله درجات، والصلاة والسلام على نبيه محمد وعلى آله وصحبه أجمعين وبعد
Sahabat BiAS yang di muliakan oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla .
Pada kesempatan kali ini, kita masih melanjutkan pembacaan (pembahasan) kitāb Mukhtashar Fardi Thalabil 'Ilmi, karya Al Imām Abū Bakr Muhammad bin Al Husain Al Aajurriy rahimahullāh yang meninggal tahun 360 Hijriyyah.
Dalam buku tersebut beliau rahimahullāh menyatakan:
"Para penyandang gelar pentuntut ilmu harusnya berbahagia, karena ia telah menempuh suatu jalan yang Allāh Subhānahu wa Ta'āla akan mudahkan ia menuju Surga."
Dari Abū Hurairah radhiyallāhu Ta'āla 'anhu, Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:
مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ
_"Barangsiapa yang menempuh suatu jalan untuk menuntut ilmu, pasti akan Allāh mudahkan jalannya menuju Surga."_
Ini adalah suatu keutamaan yang akan didapat oleh seorang yang baik niatannya, ikhlas karena Allāh Ta’ala.
Jika ada yang bertanya: Apa arti niatan yang baik?
Kita jawab: Ia adalah seorang yang keluar untuk belajar ilmu dengan tujuan mengangkat kebodohan dari dalam dirinya, menuntut ilmu tentang hak-hak Allāh dalam peribadahan, sehingga ia bisa menyembah dan beribadah kepada Allāh dengan benar.
Ia mencari ilmu yang bermanfaat bagi dirinya, jika ada suatu permasalahan dunia ataupun akhirat yang belum ia ketahui, ia bergegas menuju kepada para ulamā untuk belajar, dengan niatan karena Allāh dan untuk menyelamatkan agamanya.
Dan setiap jalan yang ditempuh oleh penuntut ilmu, baik pendek atau panjang, ia tetap mendapatkan keutamaan sebagaimana dalam hadīts tersebut. Dan pasti ia akan diberikan pertolongan dalam usahanya, in syā Allāh.
Dan ketahuilah, semoga Allāh merahmati mu, bahwa di antara para penuntut ilmu ada beberapa orang yang Allāh kuatkan akalnya, yang Allāh indahkan adabnya dan ada yang Allāh karuniakan pemahaman yang tinggi padanya.
Mereka ingin agar sunnah-sunnah Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam itu hidup, begitu juga sunnah dan jalan hidup para shahābat dan agar ingin agar kebid’ahan itu lenyap dari muka bumi.
Mereka senang menghafal, dengan tujuan menjaga kaum muslimin di atas syari'atnya. Mereka takut kalau ilmu itu lenyap hilang tak berbekas.
Inilah para penuntut ilmu yang para malāikat meletakan sayap mereka sebagai bentuk penghormatan atas usahanya dan mereka selalu berada dijalan Allāh hingga ia kembali pulang.
Mereka itulah orang-orang yang para malāikat, ikan dilautan, beristighfār kepadanya. Dan mereka itulah orang-orang yang berusaha menempuh jalan menuju surga.
Orang-orang yang seperti ini sangat sedikit sekali, akan tetapi hal tersebut tidak menyurutkan semangat mereka, sehingga Allāh Subhānahu wa Ta'āla balas mereka dengan pahala yang sangat besar.
Adapun orang yang niatannya dalam mencari ilmu adalah dunia dan perhiasannya, bagaimana mungkin bisa disamakan dengan pahala orang-orang yang telah lalu penyebutannya.
Allāhul Musta'ān.
Alangkah beratnya cobaan keikhlāsan bagi para penuntut ilmu dan alangkah sedikitnya yang menuntut ilmu karena Allāh. Dan kedua jenis orang ini akan terlihat dari akhlak yang mereka tunjukan, apakah ia menuntutnya ikhlās atau tidak.
Dan dari apa yang telah kami paparkan, maksud dan tujuannya adalah agar para penuntut ilmu juga selektif dalam mencari guru. Hendaknya ia mencari guru yang ilmunya memberikan dampak dalam kehidupannya. Seorang guru yang tinggi tingkat pemahamannya, tinggi adabnya. Kalau guru tersebut tidak memiliki sifat-sifat seperti itu, hendaknya ditinggalkan.
Wallāhu Taala A'lam (bersambung in syā Allāh)
🖋 Al Faqīr Ilallāh Ratno
________________________
🏦 *Salurkan Donasi Dakwah Terbaik Anda* melalui :
▪ *Bank Syariah Mandiri (BSM)*
| Kode : 451
| No. Rek : 710-3000-507
| A.N : YPWA Bimbingan Islam
| Kode akhir nominal transfer : 700
| Konfirmasi : 0878-8145-8000
📝 *Format Donasi : Donasi Dakwah BIAS#Nama#Nominal#Tanggal*
________________________
Selasa, 23 Oktober 2018
MENUNTUT ILMU ITU WAJIB HUKUMNYA BAGIAN 02 DARI 02
🌍 BimbinganIslam.com
Selasa, 14 Shafar 1440 H / 23 Oktober 2018 M
👤 Ustadz Ratno, Lc
📗 Kitab Kewajiban Menuntut Ilmu
🔊 Halaqah 02| Menuntut Ilmu Itu Wajib Hukumnya (bag. 02 dari 02)
⬇ Download audio: bit.ly/KewajianMenuntut-Ilmu-02
〰〰〰〰〰〰〰
*MENUNTUT ILMU ITU WAJIB HUKUMNYA BAGIAN 02 DARI 02*
بسم اللّه الرحمن الرحيم
الحمد لله الذي أعلى شأن العلم ورفع أهله درجات، والصلاة والسلام على نبيه محمد وعلى آله وصحبه أجمعين وبعد
Sahabat BiAS yang dimuliakan oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla .
Pada kesempatan kali ini, kita akan melanjutkan pembacaan (pembahasan) kitāb Mukhtashar Fardi Thalabil 'Ilmi, karya Al Imām Abū Bakr Muhammad bin Al Husain Al Aajurriy rahimahullāh yang meninggal tahun 360 Hijriyyah.
Dalam buku tersebut beliau pernah mengutarakan suatu pertanyaan yang mungkin pernah terbesit dalam benak kita.
Beliau rahimahullāh berkata :
"Jika ada yang seorang yang bertanya, 'Adakah ilmu yang diberikan udzur dengan alasan kebodohan?'."
Beliau menjawab :
“Pertanyaan ini, hanyalah keluar dari hati yang kaku, karena seorang yang berakal, seorang yang hanif, tidak akan pernah menganggap baik suatu kebodohan yang ada pada dirinya. Karena ilmu adalah suatu kemuliaan disisi Allāh Subhānahu wa Ta'āla dan kemuliaan menurut penilaiaan orang-orang yang berakal. Akan tetapi harusnya ia memang memulai dari yang wajib terlebih dahulu, baru kemudian ia tuntut ilmu yang lainnya."
Adapun jika ada orang yang merasa berat untuk mempelajari ilmu yang wajib, tapi mudah ringan tangan dalam mempelajari ilmu yang tidak wajib, (semisal) cerita-cerita banī Isrāil kisah-kisah para nabi, kisah-kisah atau sejarah Khulafā' Ar Rāsyidīn. Maka kita katakan, "Ini adalah suatu kelalaian, ini adalah orang yang tertipu."
Karena jika seorang bodoh pada ibadah yang wajib, Allāh tidak akan menerima alasannya dan jika ia berbuat kesalahan atau maksiat, permohonan maafnya pun juga tidak akan diterima.
Adapun jika seorang telah belajar hal-hal yang wajib, kemudian ada suatu permasalahan yang terjadi padanya, tapi ia masih bodoh tentang hukumnya, (seperti) hukum-hukum pernikahan, thalāq atau sengketa antar manusia, maka ini masih bisa diterima alasan ketidak tahuannya. Baru setelah muncul berbagai permasalahan ini, ilmu itu menjadi wajib atasnya.
Sehingga seorang muslim tidak akan pernah lepas dari gelar "Penuntut Ilmu" selama-lamanya, selama nafas masih dihirup, selama nyawa masih dikandung badan.
Dan barang siapa yang sudah meniatkan untuk mempelajari apa yang Allāh wajibkan terlebih dahulu dan niatnya sangat jujur, pasti ia juga akan diberikan taufīq oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla untuk menuntut ilmu pada permasalahan-permasalahan yang ia butuhkan dikemudian hari. Pasti !
Wallāhu A'lam (bersambung in syā Allāh)
🖋 Al Faqīr Ilallāh Ratno
______________________
🏦 *Salurkan Donasi Dakwah Terbaik Anda* melalui :
▪ *Bank Syariah Mandiri (BSM)*
| Kode : 451
| No. Rek : 710-3000-507
| A.N : YPWA Bimbingan Islam
| Kode akhir nominal transfer : 700
| Konfirmasi : 0878-8145-8000
📝 *Format Donasi : Donasi Dakwah BIAS#Nama#Nominal#Tanggal*
________________________
Selasa, 14 Shafar 1440 H / 23 Oktober 2018 M
👤 Ustadz Ratno, Lc
📗 Kitab Kewajiban Menuntut Ilmu
🔊 Halaqah 02| Menuntut Ilmu Itu Wajib Hukumnya (bag. 02 dari 02)
⬇ Download audio: bit.ly/KewajianMenuntut-Ilmu-02
〰〰〰〰〰〰〰
*MENUNTUT ILMU ITU WAJIB HUKUMNYA BAGIAN 02 DARI 02*
بسم اللّه الرحمن الرحيم
الحمد لله الذي أعلى شأن العلم ورفع أهله درجات، والصلاة والسلام على نبيه محمد وعلى آله وصحبه أجمعين وبعد
Sahabat BiAS yang dimuliakan oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla .
Pada kesempatan kali ini, kita akan melanjutkan pembacaan (pembahasan) kitāb Mukhtashar Fardi Thalabil 'Ilmi, karya Al Imām Abū Bakr Muhammad bin Al Husain Al Aajurriy rahimahullāh yang meninggal tahun 360 Hijriyyah.
Dalam buku tersebut beliau pernah mengutarakan suatu pertanyaan yang mungkin pernah terbesit dalam benak kita.
Beliau rahimahullāh berkata :
"Jika ada yang seorang yang bertanya, 'Adakah ilmu yang diberikan udzur dengan alasan kebodohan?'."
Beliau menjawab :
“Pertanyaan ini, hanyalah keluar dari hati yang kaku, karena seorang yang berakal, seorang yang hanif, tidak akan pernah menganggap baik suatu kebodohan yang ada pada dirinya. Karena ilmu adalah suatu kemuliaan disisi Allāh Subhānahu wa Ta'āla dan kemuliaan menurut penilaiaan orang-orang yang berakal. Akan tetapi harusnya ia memang memulai dari yang wajib terlebih dahulu, baru kemudian ia tuntut ilmu yang lainnya."
Adapun jika ada orang yang merasa berat untuk mempelajari ilmu yang wajib, tapi mudah ringan tangan dalam mempelajari ilmu yang tidak wajib, (semisal) cerita-cerita banī Isrāil kisah-kisah para nabi, kisah-kisah atau sejarah Khulafā' Ar Rāsyidīn. Maka kita katakan, "Ini adalah suatu kelalaian, ini adalah orang yang tertipu."
Karena jika seorang bodoh pada ibadah yang wajib, Allāh tidak akan menerima alasannya dan jika ia berbuat kesalahan atau maksiat, permohonan maafnya pun juga tidak akan diterima.
Adapun jika seorang telah belajar hal-hal yang wajib, kemudian ada suatu permasalahan yang terjadi padanya, tapi ia masih bodoh tentang hukumnya, (seperti) hukum-hukum pernikahan, thalāq atau sengketa antar manusia, maka ini masih bisa diterima alasan ketidak tahuannya. Baru setelah muncul berbagai permasalahan ini, ilmu itu menjadi wajib atasnya.
Sehingga seorang muslim tidak akan pernah lepas dari gelar "Penuntut Ilmu" selama-lamanya, selama nafas masih dihirup, selama nyawa masih dikandung badan.
Dan barang siapa yang sudah meniatkan untuk mempelajari apa yang Allāh wajibkan terlebih dahulu dan niatnya sangat jujur, pasti ia juga akan diberikan taufīq oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla untuk menuntut ilmu pada permasalahan-permasalahan yang ia butuhkan dikemudian hari. Pasti !
Wallāhu A'lam (bersambung in syā Allāh)
🖋 Al Faqīr Ilallāh Ratno
______________________
🏦 *Salurkan Donasi Dakwah Terbaik Anda* melalui :
▪ *Bank Syariah Mandiri (BSM)*
| Kode : 451
| No. Rek : 710-3000-507
| A.N : YPWA Bimbingan Islam
| Kode akhir nominal transfer : 700
| Konfirmasi : 0878-8145-8000
📝 *Format Donasi : Donasi Dakwah BIAS#Nama#Nominal#Tanggal*
________________________
Senin, 22 Oktober 2018
KEUTAMAAN MEMBACA 50, 100, 200, 500 AYAT SEHARI SEMALAM…
KEUTAMAAN MEMBACA 50, 100, 200, 500 AYAT SEHARI SEMALAM…
BBG AL ILMU
Telegram salafyways https://goo.gl/vLphkg
@salafyways
Ustadz Badru Salam, حفظه الله تعالى
🌴🌴🌴
Barang siapa membaca 50 ayat Al-Qur’an sehari semalam, maka dia tidak ditulis ke dalam golongan orang-orang yang lalai.
Barang siapa yang membaca 100 ayat, maka dia ditulis ke dalam golongan orang-orang yang taat.
Barang siapa membaca 200 ayat, maka Al-Quran tidak akan mendebatnya pada Hari Kiamat..
dan barang siapa yang membaca 500 ayat, maka ditulis untuknya pahala yang banyak melimpah..
(Hadits Hasan diriwayatkan oleh ibn assunni dalam amal alyaumi wallailah 437)
Ref : http://salamdakwah.com/baca-artikel/keutamaan-membaca-50–100–200–500-ayat-sehari-semalam.html
🌴🌴🌴
Wirid-wirid membaca ayat al Qur-aan berdasarkan hadits yang shahiih
1. Membaca ayat kursi [1 ayat]
dibaca setiap selesai shalat [total 5x], pagi [1x] dan petang [1x], sebelum tidur malam [1x];
[total 8]
2. al-ikhlash, al-falaq dan an-Naas [total 15 ayat]
dibaca masing-masing SEKALI setiap selesai shalat [5×15 = 75], pagi petang (masing-masing 3x) [2 x (3×15) = 2 x 45 = 90], sebelum tidur (dibaca secara berurutan 3x) [45]
[total 210]
3. ‘Aali Imran 190-200 [10 ayat]
dibaca ketika bangun tidur [10 ayat]
[total 10 ayat]
4. al Baqarah 285-286 [2 ayat]
dibaca ketika sebelum tidur [2 ayat]
[total 2 ayat]
5. Surat as-Sajadah [30 ayat] dan Surat al-Mulk [30 ayat]; total [60 ayat]
dibaca ketika sebelum tidur [60 ayat]
TOTAL POINT 1 – 5 = 290
🌴🌴🌴
untuk ini saja totalnya sudah, 290 ayat yang kita baca dalam sehari semalam.
maka kita tinggal memerlukan 210 ayat (dan ini kira-kira setara dengan satu juz, lebih sedikit) al Qur-aan untuk mencapai 500 ayat sehingga kita bisa dicatat pembendaharaan harta berupa pahala..
marilah kita meraih keutamaan ini… TAPI ingatlah, amalan yang dicintai Allah adalah yang sedikit, tapi KONTINYU..
🌴🌴🌴
Bertahaplah dalam mengamalkan sesuatu, sehingga kita tidak terbebani dengan beban yang berat, yang malah nantinya kita meninggalkannya yang ini tidak baik bagi kita sendiri.
Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam bersabda:
يَا عَبْدَ اللَّهِ ، لاَ تَكُنْ مِثْلَ فُلاَنٍ ، كَانَ يَقُومُ اللَّيْلَ فَتَرَكَ قِيَامَ اللَّيْلِ
“Wahai ‘Abdullah ( ibn ’ Amr ibnul ’ Ash ) , janganlah engkau seperti si fulaan. Dulu dia biasa mengerjakan shalat malam, namun sekarang dia tidak mengerjakannya lagi.”
(HR. Bukhari no. 1152; sumber penomoran:http://rumaysho.com/belajar-islam/amalan/2724-di-balik-amalan-yang-sedikit-namun-kontinu.html )
🌴🌴🌴
Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam bersabda:
عَلَيْكُمْ بِمَا تُطِيقُونَ فَوَاللَّهِ لَا يَمَلُّ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ حَتَّى تَمَلُّوا إِنَّ أَحَبَّ الدِّينِ إِلَى اللَّهِ مَا دَاوَمَ عَلَيْهِ صَاحِبُهُ
“Hendaknya kalian melakukan sesuatu yang kalian mampui. Demi Allah, Allah Azzawajalla tidak akan pernah bosan hingga kalian sendiri yang bosan. Sesungguhnya amalan yang paling disukai oleh Allah adalah yang paling kontinyu (terus menerus).”
[Hadits shahih, dikeluarkan oleh Ahmad 6/247, Muslim 6/73, Ath-Thabrany, hadits nomor 564 di dalam Al-Kabir; sumber penomoran: almanhaj.or.id/content/1912/slash/0 ]
🌴🌴🌴
Bukankah kita MAMPU
Membaca ayat kursi dalam setiap selesai shalat [total 5x], pagi [1x] dan petang [1x], sebelum tidur malam [1x]
bukankah kita MAMPU
Membaca surat al-ikhlash, al-falaq dan an-Naas dalam setiap shalat 5 waktu (masing-masing sekali); pagi dan petang (masing2 3x), dan sebelum tidur (secara berurutan masing2 3x)?!
Untuk kedua hal ini saja, bacaan rutin ayat al qur-aan kita dalam sehari sudah 218 ayat; yang semoga kita termasuk dalam orang-orang yang tidak dibantah al Qur-aan di hari kiamat.
🌴🌴🌴
Maka semoga Allah memberikan kita kekuatan dan kemudahan dalam menjalankan agamaNya yang mulia dan agung ini.. aamiin
Ref : https://abuzuhriy.wordpress.com/2011/02/08/bacaan-qur-aan-sehari-semalam/
Reposted by : 👥 Grup wa manhaj salaf Channel telegram salafyways https://goo.gl/vLphkg
IG: SALAFYWAYS
BBG AL ILMU
Telegram salafyways https://goo.gl/vLphkg
@salafyways
Ustadz Badru Salam, حفظه الله تعالى
🌴🌴🌴
Barang siapa membaca 50 ayat Al-Qur’an sehari semalam, maka dia tidak ditulis ke dalam golongan orang-orang yang lalai.
Barang siapa yang membaca 100 ayat, maka dia ditulis ke dalam golongan orang-orang yang taat.
Barang siapa membaca 200 ayat, maka Al-Quran tidak akan mendebatnya pada Hari Kiamat..
dan barang siapa yang membaca 500 ayat, maka ditulis untuknya pahala yang banyak melimpah..
(Hadits Hasan diriwayatkan oleh ibn assunni dalam amal alyaumi wallailah 437)
Ref : http://salamdakwah.com/baca-artikel/keutamaan-membaca-50–100–200–500-ayat-sehari-semalam.html
🌴🌴🌴
Wirid-wirid membaca ayat al Qur-aan berdasarkan hadits yang shahiih
1. Membaca ayat kursi [1 ayat]
dibaca setiap selesai shalat [total 5x], pagi [1x] dan petang [1x], sebelum tidur malam [1x];
[total 8]
2. al-ikhlash, al-falaq dan an-Naas [total 15 ayat]
dibaca masing-masing SEKALI setiap selesai shalat [5×15 = 75], pagi petang (masing-masing 3x) [2 x (3×15) = 2 x 45 = 90], sebelum tidur (dibaca secara berurutan 3x) [45]
[total 210]
3. ‘Aali Imran 190-200 [10 ayat]
dibaca ketika bangun tidur [10 ayat]
[total 10 ayat]
4. al Baqarah 285-286 [2 ayat]
dibaca ketika sebelum tidur [2 ayat]
[total 2 ayat]
5. Surat as-Sajadah [30 ayat] dan Surat al-Mulk [30 ayat]; total [60 ayat]
dibaca ketika sebelum tidur [60 ayat]
TOTAL POINT 1 – 5 = 290
🌴🌴🌴
untuk ini saja totalnya sudah, 290 ayat yang kita baca dalam sehari semalam.
maka kita tinggal memerlukan 210 ayat (dan ini kira-kira setara dengan satu juz, lebih sedikit) al Qur-aan untuk mencapai 500 ayat sehingga kita bisa dicatat pembendaharaan harta berupa pahala..
marilah kita meraih keutamaan ini… TAPI ingatlah, amalan yang dicintai Allah adalah yang sedikit, tapi KONTINYU..
🌴🌴🌴
Bertahaplah dalam mengamalkan sesuatu, sehingga kita tidak terbebani dengan beban yang berat, yang malah nantinya kita meninggalkannya yang ini tidak baik bagi kita sendiri.
Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam bersabda:
يَا عَبْدَ اللَّهِ ، لاَ تَكُنْ مِثْلَ فُلاَنٍ ، كَانَ يَقُومُ اللَّيْلَ فَتَرَكَ قِيَامَ اللَّيْلِ
“Wahai ‘Abdullah ( ibn ’ Amr ibnul ’ Ash ) , janganlah engkau seperti si fulaan. Dulu dia biasa mengerjakan shalat malam, namun sekarang dia tidak mengerjakannya lagi.”
(HR. Bukhari no. 1152; sumber penomoran:http://rumaysho.com/belajar-islam/amalan/2724-di-balik-amalan-yang-sedikit-namun-kontinu.html )
🌴🌴🌴
Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam bersabda:
عَلَيْكُمْ بِمَا تُطِيقُونَ فَوَاللَّهِ لَا يَمَلُّ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ حَتَّى تَمَلُّوا إِنَّ أَحَبَّ الدِّينِ إِلَى اللَّهِ مَا دَاوَمَ عَلَيْهِ صَاحِبُهُ
“Hendaknya kalian melakukan sesuatu yang kalian mampui. Demi Allah, Allah Azzawajalla tidak akan pernah bosan hingga kalian sendiri yang bosan. Sesungguhnya amalan yang paling disukai oleh Allah adalah yang paling kontinyu (terus menerus).”
[Hadits shahih, dikeluarkan oleh Ahmad 6/247, Muslim 6/73, Ath-Thabrany, hadits nomor 564 di dalam Al-Kabir; sumber penomoran: almanhaj.or.id/content/1912/slash/0 ]
🌴🌴🌴
Bukankah kita MAMPU
Membaca ayat kursi dalam setiap selesai shalat [total 5x], pagi [1x] dan petang [1x], sebelum tidur malam [1x]
bukankah kita MAMPU
Membaca surat al-ikhlash, al-falaq dan an-Naas dalam setiap shalat 5 waktu (masing-masing sekali); pagi dan petang (masing2 3x), dan sebelum tidur (secara berurutan masing2 3x)?!
Untuk kedua hal ini saja, bacaan rutin ayat al qur-aan kita dalam sehari sudah 218 ayat; yang semoga kita termasuk dalam orang-orang yang tidak dibantah al Qur-aan di hari kiamat.
🌴🌴🌴
Maka semoga Allah memberikan kita kekuatan dan kemudahan dalam menjalankan agamaNya yang mulia dan agung ini.. aamiin
Ref : https://abuzuhriy.wordpress.com/2011/02/08/bacaan-qur-aan-sehari-semalam/
Reposted by : 👥 Grup wa manhaj salaf Channel telegram salafyways https://goo.gl/vLphkg
IG: SALAFYWAYS
MENUNTUT ILMU ITU WAJIB HUKUMNYA BAGIAN 01 DARI 02
🌍 BimbinganIslam.com
Senin, 13 Shafar 1440 H / 22 Oktober 2018 M
👤 Ustadz Ratno, Lc
📗 Kitab Kewajiban Menuntut Ilmu
🔊 Halaqah 01| Menuntut Ilmu Itu Wajib Hukumnya (bag. 01 dari 02)
⬇ Download audio: bit.ly/KewajianMenuntut-Ilmu-01
〰〰〰〰〰〰〰
*MENUNTUT ILMU ITU WAJIB HUKUMNYA BAGIAN 01 DARI 02*
بسم اللّه الرحمن الرحيم
الحمد لله الذي أعلى شأن العلم ورفع أهله درجات، والصلاة والسلام على نبيه محمد وعلى آله وصحبه أجمعين وبعد
Sahabat BiAS yang dimuliakan oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla .
Pada kesempatan kali ini, kita akan membaca sebuah kitāb karya Al Imām Abū Bakr Muhammad bin Al Husain Al Ājurriy yang meninggal tahun 360 Hijriyyah.
Kata As Suyūti rahimahullāh, beliau adalah seorang ulamā yang rajin beribadah dan Ibnu Muflih Al Hanbali mengatakan bahwa beliau termasuk pembesar ulama ahli fiqih.
Judul karya tulis beliau ini adalah فرض طلب العلم (kewajiban menuntut ilmu), yang diringkas oleh DR. Umar bin Mushlih Al Husaini, salah seorang pengajar di Universitas Islām Madīnah dan salah seorang penulis buku مكانة السنة النبوية yang juga dipelajari di Universitas Islām Madīnah.
Kita akan masuk ke dalam pembahasan,
• Pembahasan Pertama | Menuntut ilmu itu wajib hukumnya
Di antara tanda-tanda seorang dikehendaki dengan suatu kebaikan oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla adalah Allāh tinggikan tingkat kefahaman orang tersebut dalam agama, sebagaimana sebuah hadīts dari shahābat Mu'āwiyyah bin Abī Sufyān radhiyallāhu ta'āla 'anhumā beliau mendengar Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda :
مَنْ يُرِدِ اَللَّهُ بِهِ خَيْرًا, يُفَقِّهْهُ فِي اَلدِّينِ
"Siapa yang dikehendaki Allāh dengan kebaikan pasti ia akan difahamkan dalam agama."
(Hadīts shahīh riwayat Bukhāri nomor 1565)
Seorang muslim pasti sudah tahu, bahwa Allāh Subhānahu wa Ta'āla mewajibkan beberapa bentuk ibadah kepadanya, di antaranya ada yang wajib. Dan dengan amalan-amalan yang wajib itu, seorang bisa mendekatkan diri kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
Tentunya amalan-amalan tersebut harus sesuai dengan kehendak dan keinginan Allāh, bukan atas kehendak dan hasrat pribadi.
Sehingga menuntut ilmu agar faham apa yang Allāh Subhānahu wa Ta'āla inginkan, agar 'aqidah dan ibadah menjadi sah, agar muamalat dan akad jual beli menjadi halal adalah suatu kewajiban.
Dan jika seorang telah mengerti permasalahan tersebut dan faham apa yang Allāh inginkan, maka itu adalah suatu kebaikan, yang dengannya Allāh selamatkan ia dari kejāhilan dan kebodohan.
Oleh karena itu, harusnya setiap muslim yang memiliki penalaran yang baik, memiliki akal yang sehat tidak menyibukan diri kecuali untuk memahami ilmu pada seluruh permasahan agama dan akhiratnya.
Kalau tidak, pasti segala urusannya akan menjadi kacau dan alasan kebodohan (kejāhilan) tidak akan Allāh terima darinya dalam peribadahannya kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
Sehingga menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap Muslim sebagaimana dalam sebuah hadīts.
Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:
طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ
“Menuntut ilmu adalah kewajiban setiap muslim.”
(Hadīts riwayat Ibnu Mājah nomor 224)
Jika ada yang mengatakan: "Ilmu itu sangat luas, bagaikan lautan yang tidak bertepi, bagaimana mungkin diwajibkan untuk menuntut dan mempelajarinya ?"
Kita jawab:
Ilmu itu ada beberapa macam, disana ada ilmu yang harus dipelajari oleh seorang muslim yang telah dewasa lagi berakal, tidak boleh tidak.
Seperti;
√ Mengenal Allāh, sifat-sifat Nya dan kriteria apa saja yang menjadikan tauhīdnya sah.
√ Bagaimana cara meng-Esakan Allāh dalam setiap peribadahan.
√ Begitu juga ilmu tentang seluk beluk musuh terbesar manusia yaitu iblīs.
Dan jiwa yang selalu memerintahkan kepada kejelekan, bagaimana bersuci, bagaimana shalāt, apa saja rukun Islām. Hal-hal tersebut harus di ilmui oleh seorang muslim.
√ Jika bulan Ramadhān telah datang, ia harus belajar hukum-hukum puasa.
√ Jika ia telah mampu berhaji, ia harus belajar hukum-hukum haji.
√ Jika ia hendak berjihād, ia harus belajar hukum-hukum jihād. Dan seorang muslim dilarang berjihād tanpa ilmu.
Begitu juga jika ia ingin berbisnis, ia harus mempelajari hukum halal dan haram, muamalah jual beli dan bisnisnya, dan begitu seterusnya.
Kesimpulannya, seorang tidak boleh masuk dalam perkara yang wajib (seperti) shalāt atau puasa atau suatu perkara yang boleh (mubah) seperti jual beli hingga ia mempelajari ilmunya. Dan itu berlaku untuk urusan dunia dan akhirat.
Sehingga seorang muslim harusnya selalu memikul gelar (menyandang gelar) "Pencari ilmu/penuntut ilmu" hingga sifat bodoh jauh darinya.
Dengan tujuan akhir, ia tahu apa yang Allāh wajibkan atas dirinya dalam ibadah, muamalah, dalam kehidupan berkeluarga dan yang lainnya.
Dan hal tersebut dengan mendatangi para ulamā harus dengan keletihan dan pengorbanan harta benda, bahkan jika perlu ia harus merantau keluar daerah atau keluar negeri untuk menuntut ilmu kepada ahlinya.
Wallāhu A'lam (bersambung in syā Allāh)
🖋 Al Faqīr Ilallāh Ratno
______________________________________
🏦 *Salurkan Donasi Dakwah Terbaik Anda* melalui :
▪ *Bank Syariah Mandiri (BSM)*
| Kode : 451
| No. Rek : 710-3000-507
| A.N : YPWA Bimbingan Islam
| Kode akhir nominal transfer : 700
| Konfirmasi : 0878-8145-8000
📝 *Format Donasi : Donasi Dakwah BIAS#Nama#Nominal#Tanggal*
______________________________________
Senin, 13 Shafar 1440 H / 22 Oktober 2018 M
👤 Ustadz Ratno, Lc
📗 Kitab Kewajiban Menuntut Ilmu
🔊 Halaqah 01| Menuntut Ilmu Itu Wajib Hukumnya (bag. 01 dari 02)
⬇ Download audio: bit.ly/KewajianMenuntut-Ilmu-01
〰〰〰〰〰〰〰
*MENUNTUT ILMU ITU WAJIB HUKUMNYA BAGIAN 01 DARI 02*
بسم اللّه الرحمن الرحيم
الحمد لله الذي أعلى شأن العلم ورفع أهله درجات، والصلاة والسلام على نبيه محمد وعلى آله وصحبه أجمعين وبعد
Sahabat BiAS yang dimuliakan oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla .
Pada kesempatan kali ini, kita akan membaca sebuah kitāb karya Al Imām Abū Bakr Muhammad bin Al Husain Al Ājurriy yang meninggal tahun 360 Hijriyyah.
Kata As Suyūti rahimahullāh, beliau adalah seorang ulamā yang rajin beribadah dan Ibnu Muflih Al Hanbali mengatakan bahwa beliau termasuk pembesar ulama ahli fiqih.
Judul karya tulis beliau ini adalah فرض طلب العلم (kewajiban menuntut ilmu), yang diringkas oleh DR. Umar bin Mushlih Al Husaini, salah seorang pengajar di Universitas Islām Madīnah dan salah seorang penulis buku مكانة السنة النبوية yang juga dipelajari di Universitas Islām Madīnah.
Kita akan masuk ke dalam pembahasan,
• Pembahasan Pertama | Menuntut ilmu itu wajib hukumnya
Di antara tanda-tanda seorang dikehendaki dengan suatu kebaikan oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla adalah Allāh tinggikan tingkat kefahaman orang tersebut dalam agama, sebagaimana sebuah hadīts dari shahābat Mu'āwiyyah bin Abī Sufyān radhiyallāhu ta'āla 'anhumā beliau mendengar Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda :
مَنْ يُرِدِ اَللَّهُ بِهِ خَيْرًا, يُفَقِّهْهُ فِي اَلدِّينِ
"Siapa yang dikehendaki Allāh dengan kebaikan pasti ia akan difahamkan dalam agama."
(Hadīts shahīh riwayat Bukhāri nomor 1565)
Seorang muslim pasti sudah tahu, bahwa Allāh Subhānahu wa Ta'āla mewajibkan beberapa bentuk ibadah kepadanya, di antaranya ada yang wajib. Dan dengan amalan-amalan yang wajib itu, seorang bisa mendekatkan diri kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
Tentunya amalan-amalan tersebut harus sesuai dengan kehendak dan keinginan Allāh, bukan atas kehendak dan hasrat pribadi.
Sehingga menuntut ilmu agar faham apa yang Allāh Subhānahu wa Ta'āla inginkan, agar 'aqidah dan ibadah menjadi sah, agar muamalat dan akad jual beli menjadi halal adalah suatu kewajiban.
Dan jika seorang telah mengerti permasalahan tersebut dan faham apa yang Allāh inginkan, maka itu adalah suatu kebaikan, yang dengannya Allāh selamatkan ia dari kejāhilan dan kebodohan.
Oleh karena itu, harusnya setiap muslim yang memiliki penalaran yang baik, memiliki akal yang sehat tidak menyibukan diri kecuali untuk memahami ilmu pada seluruh permasahan agama dan akhiratnya.
Kalau tidak, pasti segala urusannya akan menjadi kacau dan alasan kebodohan (kejāhilan) tidak akan Allāh terima darinya dalam peribadahannya kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
Sehingga menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap Muslim sebagaimana dalam sebuah hadīts.
Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:
طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ
“Menuntut ilmu adalah kewajiban setiap muslim.”
(Hadīts riwayat Ibnu Mājah nomor 224)
Jika ada yang mengatakan: "Ilmu itu sangat luas, bagaikan lautan yang tidak bertepi, bagaimana mungkin diwajibkan untuk menuntut dan mempelajarinya ?"
Kita jawab:
Ilmu itu ada beberapa macam, disana ada ilmu yang harus dipelajari oleh seorang muslim yang telah dewasa lagi berakal, tidak boleh tidak.
Seperti;
√ Mengenal Allāh, sifat-sifat Nya dan kriteria apa saja yang menjadikan tauhīdnya sah.
√ Bagaimana cara meng-Esakan Allāh dalam setiap peribadahan.
√ Begitu juga ilmu tentang seluk beluk musuh terbesar manusia yaitu iblīs.
Dan jiwa yang selalu memerintahkan kepada kejelekan, bagaimana bersuci, bagaimana shalāt, apa saja rukun Islām. Hal-hal tersebut harus di ilmui oleh seorang muslim.
√ Jika bulan Ramadhān telah datang, ia harus belajar hukum-hukum puasa.
√ Jika ia telah mampu berhaji, ia harus belajar hukum-hukum haji.
√ Jika ia hendak berjihād, ia harus belajar hukum-hukum jihād. Dan seorang muslim dilarang berjihād tanpa ilmu.
Begitu juga jika ia ingin berbisnis, ia harus mempelajari hukum halal dan haram, muamalah jual beli dan bisnisnya, dan begitu seterusnya.
Kesimpulannya, seorang tidak boleh masuk dalam perkara yang wajib (seperti) shalāt atau puasa atau suatu perkara yang boleh (mubah) seperti jual beli hingga ia mempelajari ilmunya. Dan itu berlaku untuk urusan dunia dan akhirat.
Sehingga seorang muslim harusnya selalu memikul gelar (menyandang gelar) "Pencari ilmu/penuntut ilmu" hingga sifat bodoh jauh darinya.
Dengan tujuan akhir, ia tahu apa yang Allāh wajibkan atas dirinya dalam ibadah, muamalah, dalam kehidupan berkeluarga dan yang lainnya.
Dan hal tersebut dengan mendatangi para ulamā harus dengan keletihan dan pengorbanan harta benda, bahkan jika perlu ia harus merantau keluar daerah atau keluar negeri untuk menuntut ilmu kepada ahlinya.
Wallāhu A'lam (bersambung in syā Allāh)
🖋 Al Faqīr Ilallāh Ratno
______________________________________
🏦 *Salurkan Donasi Dakwah Terbaik Anda* melalui :
▪ *Bank Syariah Mandiri (BSM)*
| Kode : 451
| No. Rek : 710-3000-507
| A.N : YPWA Bimbingan Islam
| Kode akhir nominal transfer : 700
| Konfirmasi : 0878-8145-8000
📝 *Format Donasi : Donasi Dakwah BIAS#Nama#Nominal#Tanggal*
______________________________________
Rabu, 17 Oktober 2018
KITĀB BAHJATU QULŪBIL ABRĀR HADĪTS 20
🌍 BimbinganIslam.com
Rabu, 08 Shafar 1440 H / 17 Oktober 2018 M
👤 Ustadz Riki Kaptamto Lc
📗 Kitab Bahjatu Qulūbul Abrār Wa Quratu ‘Uyūni Akhyār fī Syarhi Jawāmi' al Akhbār
🔊 Halaqah 021 | Hadits 20
⬇ Download audio: bit.ly/BahjatulQulubilAbrar-H021
〰〰〰〰〰〰〰
KITĀB BAHJATU QULŪBIL ABRĀR HADĪTS 20
بسم اللّه الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
الحمد لله ربّ العالمين والصلاة والسلام على نبينا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين، اما بعد
Kaum muslimin dan muslimat rahīmani wa rahīmakumullāh.
Ini adalah halaqah kita yang ke-21 dalam mengkaji kitāb بهجة قلوب الأبرار وقرة عيون الأخيار في شرح جوامع الأخبار (Bahjatu Qulūbil abrār wa Quratu 'uyūnil Akhyār fī Syarhi Jawāmi' al Akhyār) yang ditulis oleh Syaikh Abdurrahmān bin Nāshir As Sa'dī rahimahullāh.
Kita sudah sampai pada hadīts yang ke-20, yaitu hadīts yang diriwayatkan oleh Abū Hurairah radhiyallāhu ta'āla 'anhu.
Beliau mengatakan, Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:
لاَ يَقْبَلُ اللَّهُ صَلاَةَ أَحَدِكُمْ إِذَا أَحْدَثَ حَتَّى يَتَوَضَّأَ (متفق عليه)
"Allāh tidak menerima shalāt salah seorang dari kalian apabila dia berhadats sampai dia melakukan wudhū." (Muttafaqun 'alayh)
(Hadīts riwayat Imān Bukhāri dan Muslim)
Hadīts ini berbicara tentang salah satu syarat dari syarat-syarat sahnya shalāt, di mana seorang yang dia melakukan shalāt, shalāt tersebut tidak dianggap sah dan tidak diterima oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla, kecuali apabila dia melakukannya dalam keadaan telah berwudhū' (menghilangkan hadats pada dirinya) serta dengan terpenuhinya syarat-syarat yang lain tentunya.
Karena yang namanya suatu ibadah maka tidaklah bisa menjadi sah kecuali apabila telah terpenuhi perkara-perkara yang itu merupakan syarat.
Karena Allāh Subhānahu wa Ta'āla telah mengkaitkan atau menjadikan pada amalan-amalan ibadah itu penentu sah atau tidaknya dengan terpenuhinya syarat dan hilangnya al mawani yaitu sesuatu yang berlaku pada amalan-amalan ibadah yang lain juga tidak hanya pada shalāt.
Oleh karena itu peran para fuqahā' atau para ulamā sangatlah besar dalam hal ini, dimana mereka menjelaskan kepada umat tentang syarat-syarat yang harus terpenuhi apabila seorang melakukan suatu amalan ibadah.
Karena syarat-syarat tersebut tentunya tidak diketahui serta merta dari satu hadīts akan tetapi dikumpulkan dari hadīts-hadīts yang lain sehingga terpadu dan terbentuklah suatu kesimpulan dimana hal-hal itu merupakan syarat-syarat sahnya ibadah dalam hal ini kita contohkan dengan shalāt.
Dimana syarat sahnya shalāt bukan hanya bersih dari hadats, berwudhū' saja tetapi ada syarat-syarat yang lain dan semua itu harus terpenuhi agar shalātnya menjadi sah, sehingga dari situlah tampak bagi kita peran besar para ulamā dimana mereka telah berupaya untuk mempermudah dan menjelaskan kepada umat tentang syarat-syarat satu ibadah.
Oleh karena itu Syaikh Abdurrahmān bin Nāshir As Sa'dī rahimahullāh menjelaskan di sini bahwasanya hadīts ini berbicara tentang suatu kaedah secara umum bahwasanya suatu amalan ibadah atau shalāt pada khususnya tidak akan sah kecuali apabila telah terpenuhi syarat-syaratnya dan juga bebas dari hal-hal yang merusaknya dan ini juga berlaku bagi amalan-amalan ibadah yang lainnya.
Kemudian beliau menjelaskan bahwa yang dimaksud berhadats di dalam hadīts ini yaitu di dalam ucapan Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam إذا أحدث apabila dia berhadats.
Maksudnya adalah hadats secara umum yang itu merupakan atau diistilahkan sebagai Nawāqidul wudhū (pembatal-pembatal wudhū) maka itu termasuk di dalamnya hadats tersebut adalah seorang yang dia buang air besar atau buang air kecil atau buang angin.
Di antara hadats lainnya adalah tidur dengan posisi yang dijelaskan para ulamā bisa membatalkan wudhū.
Sebagaiman beliau jelaskan juga yang termasuk hadats adalah keluarnya najis dari anggota tubuh dengan kadar yang banyak, begitu juga makan daging unta kemudian menyentuh wanita dengan syahwat, juga diantaranya adalah menyentuh kemaluan dengan tangan.
Dan pada pembatal-pembatal wudhū ini tentunya sebagiannya ada yang disepakati para ulamā dan sebagian yang lain merupakan perkara yang diperdebatkan oleh para ulamā.
Namun beliau tidak membahas panjang disini, hanya saja apabila seorang melakukan hadats maka batal wudhūnya dan tidak sah shalātnya, dia harus berwudhū' terlebih dahulu sebelum dia melakukan shalāt.
Maka dari hadīts ini juga, kita bisa mengetahui bahwasanya orang yang dia shalāt namun dia lupa atau dia tidak tahu bahwasanya sebelumnya dia sudah berhadats dan tidak berwudhū', maka dia wajib untuk mengulang shalātnya.
Karena Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:
"Allāh tidak menerima shalāt seseorang apabila dia berhadats sampai dia melakukan wudhū."
Baik dia lupa atau dia tidak tahu maka dia wajib untuk mengulang shalātnya, karena dia shalāt tanpa bertaharah (shalāt dalam keadaan berhadats) berdasarkan keumuman hadīts ini.
Namun beda halnya beliau sebutkan di sini, beda halnya apabila dia shalāt dalam keadaan dia lupa ternyata di badannya atau di pakaiannya ada suatu najis. Maka dia tidak perlu mengulang shalātnya.
Jadi dibedakan antara shalāt dalam keadaan berhadats karena lupa dengan shalāt yang dia membawa najis dalam keadaan lupa juga.
Kalau dia berhadats, dia wajib mengulang bagaimana pun keadaannya, kalau adanya najis maka dia tidak perlu untuk mengulang.
Kenapa dibedakan ?
Alasannya disebutkan karena yang namanya menghilangkan hadats yaitu termasuk dari sisi melakukan sesuatu (berwudhū') maka tidak terpenuhi kecuali dilakukan.
Adapun bila menghilangkan najis, maka beliau sebutkan ini masuk ke dalam kategori meninggalkan sesuatu yang dilarang. Oleh karena itu seorang dia mendapatkan udzur apabila dia lupa untuk meninggalkannya.
Beda halnya kalau dia lupa untuk melakukannya dan dia tetap dituntut untuk melakukan perbuatan yang diperintahkan. Ini alasannya yang beliau kemukakan dalam membedakan antara dua hal tersebut.
Maka intinya dari hadīts ini mengetahui bahwasanya seorang yang dia akan melakukan shalāt maka dia wajib untuk menghilangkan hadats, baik hadats kecil maupun hadats besar.
⇒ Hadats kecil dengan cara berwudhū', sedangkan hadats besar dengan cara mandi.
Apabila dia shalāt dalam keadaan dia berhadats karena lupa maka dia tetap wajib untuk mengulang shalātnya.
Wallāhu Ta'āla A'lam.
Itulah yang bisa kita sampaikan pada halaqah kita kali ini dan in syā Allāh akan kita lanjutkan lagi pada hadīts berikutnya di halaqah mendatang.
وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم
والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
___________________
🏡 *Salurkan Donasi Dakwah Terbaik Anda* melalui :
• *Bank Mandiri Syariah* (Kode : 451)
• *No. Rek : 710-3000-507*
• *A.N : YPWA Bimbingan Islam*
• *Kode akhir nominal transfer :* 700
• *Konfirmasi ke : 0878-8145-8000*
📝 *Format : Donasi Dakwah BIAS#Nama#Nominal#Tanggal*
___________________
Rabu, 08 Shafar 1440 H / 17 Oktober 2018 M
👤 Ustadz Riki Kaptamto Lc
📗 Kitab Bahjatu Qulūbul Abrār Wa Quratu ‘Uyūni Akhyār fī Syarhi Jawāmi' al Akhbār
🔊 Halaqah 021 | Hadits 20
⬇ Download audio: bit.ly/BahjatulQulubilAbrar-H021
〰〰〰〰〰〰〰
KITĀB BAHJATU QULŪBIL ABRĀR HADĪTS 20
بسم اللّه الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
الحمد لله ربّ العالمين والصلاة والسلام على نبينا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين، اما بعد
Kaum muslimin dan muslimat rahīmani wa rahīmakumullāh.
Ini adalah halaqah kita yang ke-21 dalam mengkaji kitāb بهجة قلوب الأبرار وقرة عيون الأخيار في شرح جوامع الأخبار (Bahjatu Qulūbil abrār wa Quratu 'uyūnil Akhyār fī Syarhi Jawāmi' al Akhyār) yang ditulis oleh Syaikh Abdurrahmān bin Nāshir As Sa'dī rahimahullāh.
Kita sudah sampai pada hadīts yang ke-20, yaitu hadīts yang diriwayatkan oleh Abū Hurairah radhiyallāhu ta'āla 'anhu.
Beliau mengatakan, Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:
لاَ يَقْبَلُ اللَّهُ صَلاَةَ أَحَدِكُمْ إِذَا أَحْدَثَ حَتَّى يَتَوَضَّأَ (متفق عليه)
"Allāh tidak menerima shalāt salah seorang dari kalian apabila dia berhadats sampai dia melakukan wudhū." (Muttafaqun 'alayh)
(Hadīts riwayat Imān Bukhāri dan Muslim)
Hadīts ini berbicara tentang salah satu syarat dari syarat-syarat sahnya shalāt, di mana seorang yang dia melakukan shalāt, shalāt tersebut tidak dianggap sah dan tidak diterima oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla, kecuali apabila dia melakukannya dalam keadaan telah berwudhū' (menghilangkan hadats pada dirinya) serta dengan terpenuhinya syarat-syarat yang lain tentunya.
Karena yang namanya suatu ibadah maka tidaklah bisa menjadi sah kecuali apabila telah terpenuhi perkara-perkara yang itu merupakan syarat.
Karena Allāh Subhānahu wa Ta'āla telah mengkaitkan atau menjadikan pada amalan-amalan ibadah itu penentu sah atau tidaknya dengan terpenuhinya syarat dan hilangnya al mawani yaitu sesuatu yang berlaku pada amalan-amalan ibadah yang lain juga tidak hanya pada shalāt.
Oleh karena itu peran para fuqahā' atau para ulamā sangatlah besar dalam hal ini, dimana mereka menjelaskan kepada umat tentang syarat-syarat yang harus terpenuhi apabila seorang melakukan suatu amalan ibadah.
Karena syarat-syarat tersebut tentunya tidak diketahui serta merta dari satu hadīts akan tetapi dikumpulkan dari hadīts-hadīts yang lain sehingga terpadu dan terbentuklah suatu kesimpulan dimana hal-hal itu merupakan syarat-syarat sahnya ibadah dalam hal ini kita contohkan dengan shalāt.
Dimana syarat sahnya shalāt bukan hanya bersih dari hadats, berwudhū' saja tetapi ada syarat-syarat yang lain dan semua itu harus terpenuhi agar shalātnya menjadi sah, sehingga dari situlah tampak bagi kita peran besar para ulamā dimana mereka telah berupaya untuk mempermudah dan menjelaskan kepada umat tentang syarat-syarat satu ibadah.
Oleh karena itu Syaikh Abdurrahmān bin Nāshir As Sa'dī rahimahullāh menjelaskan di sini bahwasanya hadīts ini berbicara tentang suatu kaedah secara umum bahwasanya suatu amalan ibadah atau shalāt pada khususnya tidak akan sah kecuali apabila telah terpenuhi syarat-syaratnya dan juga bebas dari hal-hal yang merusaknya dan ini juga berlaku bagi amalan-amalan ibadah yang lainnya.
Kemudian beliau menjelaskan bahwa yang dimaksud berhadats di dalam hadīts ini yaitu di dalam ucapan Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam إذا أحدث apabila dia berhadats.
Maksudnya adalah hadats secara umum yang itu merupakan atau diistilahkan sebagai Nawāqidul wudhū (pembatal-pembatal wudhū) maka itu termasuk di dalamnya hadats tersebut adalah seorang yang dia buang air besar atau buang air kecil atau buang angin.
Di antara hadats lainnya adalah tidur dengan posisi yang dijelaskan para ulamā bisa membatalkan wudhū.
Sebagaiman beliau jelaskan juga yang termasuk hadats adalah keluarnya najis dari anggota tubuh dengan kadar yang banyak, begitu juga makan daging unta kemudian menyentuh wanita dengan syahwat, juga diantaranya adalah menyentuh kemaluan dengan tangan.
Dan pada pembatal-pembatal wudhū ini tentunya sebagiannya ada yang disepakati para ulamā dan sebagian yang lain merupakan perkara yang diperdebatkan oleh para ulamā.
Namun beliau tidak membahas panjang disini, hanya saja apabila seorang melakukan hadats maka batal wudhūnya dan tidak sah shalātnya, dia harus berwudhū' terlebih dahulu sebelum dia melakukan shalāt.
Maka dari hadīts ini juga, kita bisa mengetahui bahwasanya orang yang dia shalāt namun dia lupa atau dia tidak tahu bahwasanya sebelumnya dia sudah berhadats dan tidak berwudhū', maka dia wajib untuk mengulang shalātnya.
Karena Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:
"Allāh tidak menerima shalāt seseorang apabila dia berhadats sampai dia melakukan wudhū."
Baik dia lupa atau dia tidak tahu maka dia wajib untuk mengulang shalātnya, karena dia shalāt tanpa bertaharah (shalāt dalam keadaan berhadats) berdasarkan keumuman hadīts ini.
Namun beda halnya beliau sebutkan di sini, beda halnya apabila dia shalāt dalam keadaan dia lupa ternyata di badannya atau di pakaiannya ada suatu najis. Maka dia tidak perlu mengulang shalātnya.
Jadi dibedakan antara shalāt dalam keadaan berhadats karena lupa dengan shalāt yang dia membawa najis dalam keadaan lupa juga.
Kalau dia berhadats, dia wajib mengulang bagaimana pun keadaannya, kalau adanya najis maka dia tidak perlu untuk mengulang.
Kenapa dibedakan ?
Alasannya disebutkan karena yang namanya menghilangkan hadats yaitu termasuk dari sisi melakukan sesuatu (berwudhū') maka tidak terpenuhi kecuali dilakukan.
Adapun bila menghilangkan najis, maka beliau sebutkan ini masuk ke dalam kategori meninggalkan sesuatu yang dilarang. Oleh karena itu seorang dia mendapatkan udzur apabila dia lupa untuk meninggalkannya.
Beda halnya kalau dia lupa untuk melakukannya dan dia tetap dituntut untuk melakukan perbuatan yang diperintahkan. Ini alasannya yang beliau kemukakan dalam membedakan antara dua hal tersebut.
Maka intinya dari hadīts ini mengetahui bahwasanya seorang yang dia akan melakukan shalāt maka dia wajib untuk menghilangkan hadats, baik hadats kecil maupun hadats besar.
⇒ Hadats kecil dengan cara berwudhū', sedangkan hadats besar dengan cara mandi.
Apabila dia shalāt dalam keadaan dia berhadats karena lupa maka dia tetap wajib untuk mengulang shalātnya.
Wallāhu Ta'āla A'lam.
Itulah yang bisa kita sampaikan pada halaqah kita kali ini dan in syā Allāh akan kita lanjutkan lagi pada hadīts berikutnya di halaqah mendatang.
وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم
والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
___________________
🏡 *Salurkan Donasi Dakwah Terbaik Anda* melalui :
• *Bank Mandiri Syariah* (Kode : 451)
• *No. Rek : 710-3000-507*
• *A.N : YPWA Bimbingan Islam*
• *Kode akhir nominal transfer :* 700
• *Konfirmasi ke : 0878-8145-8000*
📝 *Format : Donasi Dakwah BIAS#Nama#Nominal#Tanggal*
___________________
Selasa, 16 Oktober 2018
WAKTU-WAKTU YANG DILARANG UNTUK MELAKSANAKAN SHALAT (BAG.1)
🌍 BimbinganIslam.com
Selasa, 23 Dzulhijjah 1439 H / 04 September 2018 M
👤 Ustadz Fauzan ST, MA
📗 Matan Abū Syujā' | Kitāb Shalāt
🔊 Kajian 49 | Waktu-Waktu Yang Dilarang Untuk Melaksanakan Shalat (Bagian 1)
〰〰〰〰〰〰〰
WAKTU-WAKTU YANG DILARANG UNTUK MELAKSANAKAN SHALAT (BAG.1)
بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله أما بعد
Para Shahābat BiAS yang dirahmati Allāh Subhānahu wa Ta'āla, kita lanjutkan halaqah yang ke-49, dan kita masuk pada pembahasan tentang "Waktu-waktu yang dilarang untuk melaksanakan shalāt bagian pertama "
قال المصنف:
Berkata penulis rahimahullāh :
وخمسة أوقات لا يصلى فيها
"Dan ada 5 waktu yang tidak boleh shalāt didalamnya".
⇒ Larangan shalāt disini adalah larangan untuk shalāt sunnah mutlak.
⇒ Larangan di lima waktu berlaku untuk semua tempat kecuali Harām Mekkah.
Apa Hukum shalāt sunnah mutlak di Harām Mekkah?
▪ Disana ada 2 (dua) pendapat
⑴ Syāfi'iyah
Pendapat Syāfi'iyah dalam masalah ini adalah membolehkan shalāt diwaktu yang terlarang jika dilakukan di Harām Mekkah, bahkan tidak terbatas pada masjidnya namun meliputi tanah Harām seluruhnya (Boleh shalāt di waktu yang terlarang).
Berdasarkan hadīts Jabir bin Muth'im dalam sunan Tirmidzi dan lainnya.
Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:
يا بني عبد مناف، لا تمنعوا أحدا طاف بهذا البيت وصلى أية ساعة شاء من ليل أو نهار
"Wahai bani Abdi Manaf, janganlah kalian melarang siapapun yang hendak thawāf di rumah ini (Ka'bah) dan shalāt kapan saja di malam ataupun di siang hari."
(HR Tirmidzi)
⑵ Jumhūr ulamā
Adapun pendapat jumhūr ulamā (mayoritas ulamā) bahwasanya hadīts tersebut maksudnya adalah hanya khusus shalāt thawāf 2 (dua) rakaat saja (shalāt sunnah thawāf).
⇒ Pendapat jumhūr dalam masalah ini lebih kuat daripada pendapat yang lainnya.
Berkata penulis :
إلا صلاة لها سبب
"Kecuali shalāt yang memiliki sebab"
⇒ Madzhab Syāfi'iyah dan juga jumhūr membolehkan seluruh shalāt yang memiliki sebab dalam waktu yang terlarang, baik shalāt sunnah ataupun shalāt wajib, ini adalah pendapat yang lebih kuat (rajih).
Disana ada yang mengatakan bahwasanya shalāt sunnah tidak boleh dilakukan pada saat waktu yang terlarang.
· Shalāt yang memiliki waktu sebab diantaranya adalah :
√ Shalāt wajib
√ Shalāt sunnah tahiyyatul masjid
√ Shalāt sunnah wudhu
√ Dan shalāt-shalāt sunnah yang lainnya yang dia memiliki sebab.
Hal ini berdasarkan hadīts Anas, Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:
مَنْ نَسِيَ صَلَاةً فَلْيُصَلِّهَا إِذَا ذَكَرَهَا
"Barangsiapa yang lupa untuk shalāt (shalāt apa saja), maka hendaknya dia shalāt tatkala dia ingat"
(HR Imam yang lima /Al khamsah)
Disini disebutkan bahwasanya dia shalāt pada saat dia ingat (pada saat kapan saja dia ingat) maka dia shalāt.
Dan disini bisa lebih jelas yaitu hadits Ummu Salamah beliau berkata:
"Manakala Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam shalāt dua raka'at setelah Ashar, maka Ummu Salamah pun bertanya akan hal itu, maka Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam menjawab :
يَا بِنْتَ أَبِي أُمَيَّةَ سَأَلْتِ عَنِ الرَّكْعَتَيْنِ بَعْدَ الْعَصْرِ، إِنَّهُ أَتَانِي نَاسٌ مِنْ عَبْدِ الْقَيْسِ بِالْإِسْلَامِ مِنْ قَوْمِهِمْ، فَشَغَلُونِي عَنِ الرَّكْعَتَيْنِ اللَّتَيْنِ بَعْدَ الظُّهْرِ، فَهُمَا هَاتَانِ»
Wahai anak Abū Umayyah (Ummu Salamah), kamu menanyakan dua raka'at setelah shalāt Ashar ? orang-orang dari kabilah Abdil Qais, mereka mendatangiku untuk masuk Islam dari kaumnya, maka hal itu membuatku sibuk dari dua raka'at/sibuk untuk mengerjakan shalāt dua raka'at setelah dhuhur, maka dua raka'at tadi penggantinya"
(HR Bukhāri dan Muslim I/571)
Jadi Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam mengganti (mengqadha) shalāt ba'diyah dhuhur dilakukan pada waktu shalāt Ashar.
⇒ Begitu juga shalāt tahiyatul masjid diperintahkan untuk shalāt tatkala masuk masjid kapan saja, berdasarkan hadīts Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam :
إِذَا دَخَلَ أَحَدُكُمُ المَسْجِدَ فَلْيَرْكَعْ رَكْعَتَيْنِ قَبْلَ أَنْ يَجْلِسَ
"Apabila salah seorang dari kalian masuk masjid, maka shalātlah dua raka'at sebelum duduk"
(HR Bukhari I/96 dan Muslim)
⇒ Jadi shalāt dua raka'at dikaitkan dengan masuk dalam masjid waktunya kapan saja.
⇒ Jadi waktu-waktu yang terlarang tersebut terkait dengan shalāt sunnah muthlak.
Apa itu shalāt sunnah muthlak?
Shalāt sunah mutlak adalah semua shalāt sunah yang dilakukan,
√ Tanpa terikat waktu
√ Tanpa sebab tertentu
√ Jumlah raka'at tertentu
Sehingga boleh dilakukan kapan saja, di mana saja, dengan jumlah (raka'at) berapa saja, selama tidak dilakukan di waktu atau ditempat yang terlarang untuk shalāt
(al-Mausu’ah al-Fiqhiyah al-Kuwaitiyah, 27:154)
Demikian yang bisa disampaikan, semoga bermanfaat.
وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Ditranskrip oleh Tim Transkrio BiAS
_____________________
🏦 Donasi Dakwah BIAS dapat disalurkan melalui :
🎗 Bank Mandiri Syariah
🥇 Kode Bank : 451
💳 No. Rek : 710-3000-507
🏬 A.N : YPWA Bimbingan Islam
📲 Pendaftaran Donatur Tetap & Konfirmasi Transfer Hanya via WhatsApp ke: 0878-8145-8000
SWIFT CODE : BSMDIDJA (Luar Negeri)
▪ Format Donasi : DONASIDAKWAHBIAS#Nama#Nominal#Tanggal
📝 Cantumkan Kode 700 di akhir nominal transfer anda...
_____________________
Selasa, 23 Dzulhijjah 1439 H / 04 September 2018 M
👤 Ustadz Fauzan ST, MA
📗 Matan Abū Syujā' | Kitāb Shalāt
🔊 Kajian 49 | Waktu-Waktu Yang Dilarang Untuk Melaksanakan Shalat (Bagian 1)
〰〰〰〰〰〰〰
WAKTU-WAKTU YANG DILARANG UNTUK MELAKSANAKAN SHALAT (BAG.1)
بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله أما بعد
Para Shahābat BiAS yang dirahmati Allāh Subhānahu wa Ta'āla, kita lanjutkan halaqah yang ke-49, dan kita masuk pada pembahasan tentang "Waktu-waktu yang dilarang untuk melaksanakan shalāt bagian pertama "
قال المصنف:
Berkata penulis rahimahullāh :
وخمسة أوقات لا يصلى فيها
"Dan ada 5 waktu yang tidak boleh shalāt didalamnya".
⇒ Larangan shalāt disini adalah larangan untuk shalāt sunnah mutlak.
⇒ Larangan di lima waktu berlaku untuk semua tempat kecuali Harām Mekkah.
Apa Hukum shalāt sunnah mutlak di Harām Mekkah?
▪ Disana ada 2 (dua) pendapat
⑴ Syāfi'iyah
Pendapat Syāfi'iyah dalam masalah ini adalah membolehkan shalāt diwaktu yang terlarang jika dilakukan di Harām Mekkah, bahkan tidak terbatas pada masjidnya namun meliputi tanah Harām seluruhnya (Boleh shalāt di waktu yang terlarang).
Berdasarkan hadīts Jabir bin Muth'im dalam sunan Tirmidzi dan lainnya.
Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:
يا بني عبد مناف، لا تمنعوا أحدا طاف بهذا البيت وصلى أية ساعة شاء من ليل أو نهار
"Wahai bani Abdi Manaf, janganlah kalian melarang siapapun yang hendak thawāf di rumah ini (Ka'bah) dan shalāt kapan saja di malam ataupun di siang hari."
(HR Tirmidzi)
⑵ Jumhūr ulamā
Adapun pendapat jumhūr ulamā (mayoritas ulamā) bahwasanya hadīts tersebut maksudnya adalah hanya khusus shalāt thawāf 2 (dua) rakaat saja (shalāt sunnah thawāf).
⇒ Pendapat jumhūr dalam masalah ini lebih kuat daripada pendapat yang lainnya.
Berkata penulis :
إلا صلاة لها سبب
"Kecuali shalāt yang memiliki sebab"
⇒ Madzhab Syāfi'iyah dan juga jumhūr membolehkan seluruh shalāt yang memiliki sebab dalam waktu yang terlarang, baik shalāt sunnah ataupun shalāt wajib, ini adalah pendapat yang lebih kuat (rajih).
Disana ada yang mengatakan bahwasanya shalāt sunnah tidak boleh dilakukan pada saat waktu yang terlarang.
· Shalāt yang memiliki waktu sebab diantaranya adalah :
√ Shalāt wajib
√ Shalāt sunnah tahiyyatul masjid
√ Shalāt sunnah wudhu
√ Dan shalāt-shalāt sunnah yang lainnya yang dia memiliki sebab.
Hal ini berdasarkan hadīts Anas, Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:
مَنْ نَسِيَ صَلَاةً فَلْيُصَلِّهَا إِذَا ذَكَرَهَا
"Barangsiapa yang lupa untuk shalāt (shalāt apa saja), maka hendaknya dia shalāt tatkala dia ingat"
(HR Imam yang lima /Al khamsah)
Disini disebutkan bahwasanya dia shalāt pada saat dia ingat (pada saat kapan saja dia ingat) maka dia shalāt.
Dan disini bisa lebih jelas yaitu hadits Ummu Salamah beliau berkata:
"Manakala Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam shalāt dua raka'at setelah Ashar, maka Ummu Salamah pun bertanya akan hal itu, maka Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam menjawab :
يَا بِنْتَ أَبِي أُمَيَّةَ سَأَلْتِ عَنِ الرَّكْعَتَيْنِ بَعْدَ الْعَصْرِ، إِنَّهُ أَتَانِي نَاسٌ مِنْ عَبْدِ الْقَيْسِ بِالْإِسْلَامِ مِنْ قَوْمِهِمْ، فَشَغَلُونِي عَنِ الرَّكْعَتَيْنِ اللَّتَيْنِ بَعْدَ الظُّهْرِ، فَهُمَا هَاتَانِ»
Wahai anak Abū Umayyah (Ummu Salamah), kamu menanyakan dua raka'at setelah shalāt Ashar ? orang-orang dari kabilah Abdil Qais, mereka mendatangiku untuk masuk Islam dari kaumnya, maka hal itu membuatku sibuk dari dua raka'at/sibuk untuk mengerjakan shalāt dua raka'at setelah dhuhur, maka dua raka'at tadi penggantinya"
(HR Bukhāri dan Muslim I/571)
Jadi Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam mengganti (mengqadha) shalāt ba'diyah dhuhur dilakukan pada waktu shalāt Ashar.
⇒ Begitu juga shalāt tahiyatul masjid diperintahkan untuk shalāt tatkala masuk masjid kapan saja, berdasarkan hadīts Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam :
إِذَا دَخَلَ أَحَدُكُمُ المَسْجِدَ فَلْيَرْكَعْ رَكْعَتَيْنِ قَبْلَ أَنْ يَجْلِسَ
"Apabila salah seorang dari kalian masuk masjid, maka shalātlah dua raka'at sebelum duduk"
(HR Bukhari I/96 dan Muslim)
⇒ Jadi shalāt dua raka'at dikaitkan dengan masuk dalam masjid waktunya kapan saja.
⇒ Jadi waktu-waktu yang terlarang tersebut terkait dengan shalāt sunnah muthlak.
Apa itu shalāt sunnah muthlak?
Shalāt sunah mutlak adalah semua shalāt sunah yang dilakukan,
√ Tanpa terikat waktu
√ Tanpa sebab tertentu
√ Jumlah raka'at tertentu
Sehingga boleh dilakukan kapan saja, di mana saja, dengan jumlah (raka'at) berapa saja, selama tidak dilakukan di waktu atau ditempat yang terlarang untuk shalāt
(al-Mausu’ah al-Fiqhiyah al-Kuwaitiyah, 27:154)
Demikian yang bisa disampaikan, semoga bermanfaat.
وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Ditranskrip oleh Tim Transkrio BiAS
_____________________
🏦 Donasi Dakwah BIAS dapat disalurkan melalui :
🎗 Bank Mandiri Syariah
🥇 Kode Bank : 451
💳 No. Rek : 710-3000-507
🏬 A.N : YPWA Bimbingan Islam
📲 Pendaftaran Donatur Tetap & Konfirmasi Transfer Hanya via WhatsApp ke: 0878-8145-8000
SWIFT CODE : BSMDIDJA (Luar Negeri)
▪ Format Donasi : DONASIDAKWAHBIAS#Nama#Nominal#Tanggal
📝 Cantumkan Kode 700 di akhir nominal transfer anda...
_____________________
AMALAN-AMALAN UTAMA DIBULAN RAMADHĀN, BAGIAN 12
🌍 BimbinganIslam.com
Rabu, 30 Sya’ban 1439 H / 16 Mei 2018 M
👤 Ustadz Fauzan S.T., Lc, M.A.
📔 Materi Tematik | Amalan-Amalan Di Bulan Ramadhan (Bagian 12)
⬇ Download Audio: BiAS-UFz-Tematik-Amalan-Amalan Di Bulan Ramadhan-12
----------------------------------
*AMALAN-AMALAN UTAMA DIBULAN RAMADHĀN, BAGIAN 12*
بسم اللّه الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
إن الحمد لله نحمده، و نستعينه، ونستغفره، ونعوذ بالله من شرور أنفسنا، ومن سيئات أعمالنا, من يهده الله فلا مضل له، ومن يضلل فلا هادي له، وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له, وأ شهد أن محمداً عبدُه ورسولُه لا نبي بعدي أما بعد
Para sahabat Bimbingan Islām dan kaum muslimin yang dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
Alhamdulilāh kita dipertemukan oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla pada bulan yang mulia yaitu bulan Ramadhān.
Pertanyaannya adalah:
√ Bagaimana kita menghadapi bulan Ramadhān ?
√ Bagaimana kita menyambut bulan Ramadhān yang penuh berkah?
Sebagaimana Allāh Subhānahu wa Ta'āla berfirman:
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَىٰ وَالْفُرْقَانِ ۚ
_"Bulan Ramadhān adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan Al Qur'ān, sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang benar dan yang bathil)."_
(QS Al Baqarah: 185)
Allāh Subhānahu wa Ta'āla mengkhususkan bulan Ramadhān, dibanding bulan-bulan yang lainnya. Dan menjadikan bulan ini bulan yang mulia dengan kekhususan yang banyak, dengan kelebihan yang banyak dan juga keistimewaan yang luar biasa.
Di antara kekhususan (keistimewaan) bulan Ramadhān, adalah:
⑴ Bau mulut orang yang berpuasa di sisi Allāh lebih wangi daripada wangi misk.
⑵ Para malāikat senantiasa memintakan ampun kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla bagi orang-orang yang berpuasa sampai mereka berbuka puasa (ini kelebihan yang luar biasa).
⑶ Allāh Subhānahu wa Ta'āla setiap hari menghiasi surga-Nya dan berkata, "Akan datang hamba-hamba shālih yang mereka akan terlepas dari gangguan dan mereka akan datang kepadamu, wahai surga."
⑷ Pada bulan Ramadhān syaithān-syaithān dibelenggu.
⑸ Pintu-pintu surga dibuka dan pintu-pintu neraka ditutup.
⑹ Di dalam bulan Ramadhān ada satu malam yang lebih baik dari 1000 bulan yaitu lailatul qadr.
Lailatul qadr (malam kemuliaan), orang yang tidak bisa mendapatkan malam ini, tidak melalui malam ini dengan kebaikan maka sungguh kebaikan itu tercegah bagi dia.
⑺ Orang yang berpuasa diampuni setiap malamnya (di bulan Ramadhān).
⑻ Allāh Subhānahu wa Ta'āla memilih hamba-hamba-Nya dan membebaskan mereka dari neraka dan itu setiap malam di bulan Ramadhān.
Oleh karena itu ikhwāh fīdīn a'ādzaniyallāh wa Iyyakum.
Bulan ini bulan yang istimewa, bulan yang penuh dengan keutamaan, bulan yang penuh kemuliaan.
Pertanyaannya:
Bagaimana kita menyambutnya?
Bagaimana kita menghadapinya?
Bagaimana kita menjalaninya?
Apakah kita menjalaninya dengan perkara-perkara yang sia-sia, permainan, senda gurau, nonton TV, nonton telenovela dan sebagainya?
Atau bahkan dengan perbuatan-perbuatan maksiat (na'ūdzu billāhi min dzālik), sebagaimana kita lihat sebagian orang menghabis waktunya, tertipu dengan senda gurau, permainan dan kemaksiatan.
Akan tetapi ikhwāh fīdīn, di sana ada hamba-hamba yang shālih yang ta'at kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
Mereka menyambut bulan Ramadhān dengan taubatan nasuha. Mereka menyambut Ramadhān dengan penuh rasa gembira, dengan penuh semangat. Mereka mempunyai azam dihatinya untuk bisa memanfaatkan waktunya semaksimal mungkin di bulan Ramadhān.
Mereka memanfaatkan waktu-waktu yang ada dengan amal shālih dan senantiasa meminta (berdo'a) kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla agar dibantu, dimudahkan sebagaimana para salaf terdahulu.
Para salaf dahulu enam bulan mereka berdo'a kepada Allāh agar bertemu dengan bulan Ramadhān, agar bisa memanfaatkan bulan Ramadhān dengan baik.
Oleh karena itu, apa amalan-amalan shālih yang dilakukan oleh para salaf.
⑴ Shaum (berpuasa)
Shaum adalah satu kewajiban bagi kaum. muslimin dan rukun di antara rukun Islām dan puasa ini pahalanya luar biasa.
Sebagaimana sabda Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam:
كل عمل ابن آدم له الحسنة بعشر أمثالها إلى سبعمائة ضعف قال عز وجل: إلا الصيام فإنه لي وأنا الذي أجزي به إنه ترك شهوته وطعامه وشرابه من أجلي للصائم فرحتان: فرحة عند فطره وفرحة عند لقاء ربه ولخلوف فم الصائم أطيب عند الله من ريح المسك
_"Setiap amalan anak Ādām itu adalah untuk dia, satu kebaikan dibalas dengan sepuluh kebaikan sampai 700 kali lipat."_
Dalam hadīts qudsi Allāh Ta'āla berfirman:
"Kecuali puasa, karena puasa itu untuk-Ku dan Aku yang langsung membalasnya."
⇒ Artinya tidak ada kadar yang ditentukan disini. Dan bayangkan Allāh yang langsung membalasnya!
Kata Allāh Subhānahu wa Ta'āla:
"Puasa itu untukku karena orang yang berpuasa, dia telah meninggalkan syahwatnya, meninggalkan makan dan minum untuk Ku.”
"Dan bagi orang yang berpuasa ada ada dua kebahagiaan, yaitu:
1. Kebahagiaan tatkala dia berbuka puasa.
2. Kebahagiaan tatkala bertemu dengan Allāh Subhānahu wa Ta'āla."
"Bau mulut orang yang berpuasa itu lebih baik, lebih wangi di sisi Allāh Subhānahu wa Ta'āla daripada misk."
(Hadīts riwayat Bukhāri dan Muslim)
Dalam hadīts lain.
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
_"Barangsiapa yang berpuasa di bulan Ramadhān karena iman dan mengharap pahala dari Allāh maka Allāh akan ampuni dosa-dosanya yang telah lalu."_
(Hadīts riwayat Bukhāri dan Muslim)
Puasa akan mendatangkan ampunan dari Allāh Subhānahu wa Ta'āla. Akan tetapi perlu diperhatikan, bahwasanya balasan-balasan dari amalan puasa ini, bukan semata-mata karena seseorang meninggalkan makan dan minum akan tetapi juga dengan beramal shālih
Oleh karena itu kata Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam:
مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِى أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ
_"Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta, malah mengamalkannya, maka Allāh tidak butuh dari rasa lapar dan haus yang dia tahan."_
(Hadīts riwayat Bukhari nomor 1903)
⇒ Artinya dia tidak mendapatkan pahala puasa sebagaimana tadi disebutkan.
Dalam hadīts lain.
Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:
وَالصِّيَامُ جُنَّةٌ وَإِذَا كَانَ يَوْمُ صَوْمِ أَحَدِكُمْ فَلَا يَرْفُثْ وَلَا يَصْخَبْ فَإِنْ سَابَّهُ أَحَدٌ أَوْ قَاتَلَهُ فَلْيَقُلْ إِنِّي امْرُؤٌ صَائِمٌ
_Puasa adalah perisai, jika salah seorang dari kalian sedang berpuasa janganlah berkata rafats (kotor) janganlah berkata yang buruk, jangan pula bertingkah laku jāhil (mengejek, membodohi orang) Jika ada orang yang mencela atau memeranginya, maka ucapkanlah, ‘'Aku sedang berpuasa."_
(Hadīts riwayat Bukhāri Muslim)
Oleh karena itu apabila anda berpuasa hendaknya telinga, pandangan, lisan dan seluruh anggota tubuh ikut berpuasa dari perkara-perkara buruk. Jangan sampai amalan kita sama, baik sedang berpuasa atau tidak berpuasa.
Jangan sampai kita masuk dalam hadīts ini.
فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِى أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ
_"Allāh tidak butuh dari rasa lapar dan haus kita (puasa kita)."_
Demikian yang bisa kami sampaikan, in syā Allāh kita akan lanjutkan pada pertemuan yang akan datang bi idznillāh.
وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم
واخردعوانا أن الحمد لله رب العالمين
والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
_____________________
🏡 *Donasi Markas* Dakwah dapat disalurkan melalui :
| Bank Mandiri Syariah
| Kode Bank : 451
| No. Rek : 710-3000-507
| A.N : YPWA Bimbingan Islam
Konfirmasi Transfer *Hanya Via WhatsApp* & Informasi ; 0811-280-0606
SWIFT CODE : BSMDIDJA
▪ *Format Donasi : Markas Dakwah#Nama#Nominal#Tanggal*
📝 *Cantumkan Kode 25 di nominal transfer anda..*
Contoh : 100.025
_____________________
Rabu, 30 Sya’ban 1439 H / 16 Mei 2018 M
👤 Ustadz Fauzan S.T., Lc, M.A.
📔 Materi Tematik | Amalan-Amalan Di Bulan Ramadhan (Bagian 12)
⬇ Download Audio: BiAS-UFz-Tematik-Amalan-Amalan Di Bulan Ramadhan-12
----------------------------------
*AMALAN-AMALAN UTAMA DIBULAN RAMADHĀN, BAGIAN 12*
بسم اللّه الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
إن الحمد لله نحمده، و نستعينه، ونستغفره، ونعوذ بالله من شرور أنفسنا، ومن سيئات أعمالنا, من يهده الله فلا مضل له، ومن يضلل فلا هادي له، وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له, وأ شهد أن محمداً عبدُه ورسولُه لا نبي بعدي أما بعد
Para sahabat Bimbingan Islām dan kaum muslimin yang dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
Alhamdulilāh kita dipertemukan oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla pada bulan yang mulia yaitu bulan Ramadhān.
Pertanyaannya adalah:
√ Bagaimana kita menghadapi bulan Ramadhān ?
√ Bagaimana kita menyambut bulan Ramadhān yang penuh berkah?
Sebagaimana Allāh Subhānahu wa Ta'āla berfirman:
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَىٰ وَالْفُرْقَانِ ۚ
_"Bulan Ramadhān adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan Al Qur'ān, sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang benar dan yang bathil)."_
(QS Al Baqarah: 185)
Allāh Subhānahu wa Ta'āla mengkhususkan bulan Ramadhān, dibanding bulan-bulan yang lainnya. Dan menjadikan bulan ini bulan yang mulia dengan kekhususan yang banyak, dengan kelebihan yang banyak dan juga keistimewaan yang luar biasa.
Di antara kekhususan (keistimewaan) bulan Ramadhān, adalah:
⑴ Bau mulut orang yang berpuasa di sisi Allāh lebih wangi daripada wangi misk.
⑵ Para malāikat senantiasa memintakan ampun kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla bagi orang-orang yang berpuasa sampai mereka berbuka puasa (ini kelebihan yang luar biasa).
⑶ Allāh Subhānahu wa Ta'āla setiap hari menghiasi surga-Nya dan berkata, "Akan datang hamba-hamba shālih yang mereka akan terlepas dari gangguan dan mereka akan datang kepadamu, wahai surga."
⑷ Pada bulan Ramadhān syaithān-syaithān dibelenggu.
⑸ Pintu-pintu surga dibuka dan pintu-pintu neraka ditutup.
⑹ Di dalam bulan Ramadhān ada satu malam yang lebih baik dari 1000 bulan yaitu lailatul qadr.
Lailatul qadr (malam kemuliaan), orang yang tidak bisa mendapatkan malam ini, tidak melalui malam ini dengan kebaikan maka sungguh kebaikan itu tercegah bagi dia.
⑺ Orang yang berpuasa diampuni setiap malamnya (di bulan Ramadhān).
⑻ Allāh Subhānahu wa Ta'āla memilih hamba-hamba-Nya dan membebaskan mereka dari neraka dan itu setiap malam di bulan Ramadhān.
Oleh karena itu ikhwāh fīdīn a'ādzaniyallāh wa Iyyakum.
Bulan ini bulan yang istimewa, bulan yang penuh dengan keutamaan, bulan yang penuh kemuliaan.
Pertanyaannya:
Bagaimana kita menyambutnya?
Bagaimana kita menghadapinya?
Bagaimana kita menjalaninya?
Apakah kita menjalaninya dengan perkara-perkara yang sia-sia, permainan, senda gurau, nonton TV, nonton telenovela dan sebagainya?
Atau bahkan dengan perbuatan-perbuatan maksiat (na'ūdzu billāhi min dzālik), sebagaimana kita lihat sebagian orang menghabis waktunya, tertipu dengan senda gurau, permainan dan kemaksiatan.
Akan tetapi ikhwāh fīdīn, di sana ada hamba-hamba yang shālih yang ta'at kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
Mereka menyambut bulan Ramadhān dengan taubatan nasuha. Mereka menyambut Ramadhān dengan penuh rasa gembira, dengan penuh semangat. Mereka mempunyai azam dihatinya untuk bisa memanfaatkan waktunya semaksimal mungkin di bulan Ramadhān.
Mereka memanfaatkan waktu-waktu yang ada dengan amal shālih dan senantiasa meminta (berdo'a) kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla agar dibantu, dimudahkan sebagaimana para salaf terdahulu.
Para salaf dahulu enam bulan mereka berdo'a kepada Allāh agar bertemu dengan bulan Ramadhān, agar bisa memanfaatkan bulan Ramadhān dengan baik.
Oleh karena itu, apa amalan-amalan shālih yang dilakukan oleh para salaf.
⑴ Shaum (berpuasa)
Shaum adalah satu kewajiban bagi kaum. muslimin dan rukun di antara rukun Islām dan puasa ini pahalanya luar biasa.
Sebagaimana sabda Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam:
كل عمل ابن آدم له الحسنة بعشر أمثالها إلى سبعمائة ضعف قال عز وجل: إلا الصيام فإنه لي وأنا الذي أجزي به إنه ترك شهوته وطعامه وشرابه من أجلي للصائم فرحتان: فرحة عند فطره وفرحة عند لقاء ربه ولخلوف فم الصائم أطيب عند الله من ريح المسك
_"Setiap amalan anak Ādām itu adalah untuk dia, satu kebaikan dibalas dengan sepuluh kebaikan sampai 700 kali lipat."_
Dalam hadīts qudsi Allāh Ta'āla berfirman:
"Kecuali puasa, karena puasa itu untuk-Ku dan Aku yang langsung membalasnya."
⇒ Artinya tidak ada kadar yang ditentukan disini. Dan bayangkan Allāh yang langsung membalasnya!
Kata Allāh Subhānahu wa Ta'āla:
"Puasa itu untukku karena orang yang berpuasa, dia telah meninggalkan syahwatnya, meninggalkan makan dan minum untuk Ku.”
"Dan bagi orang yang berpuasa ada ada dua kebahagiaan, yaitu:
1. Kebahagiaan tatkala dia berbuka puasa.
2. Kebahagiaan tatkala bertemu dengan Allāh Subhānahu wa Ta'āla."
"Bau mulut orang yang berpuasa itu lebih baik, lebih wangi di sisi Allāh Subhānahu wa Ta'āla daripada misk."
(Hadīts riwayat Bukhāri dan Muslim)
Dalam hadīts lain.
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
_"Barangsiapa yang berpuasa di bulan Ramadhān karena iman dan mengharap pahala dari Allāh maka Allāh akan ampuni dosa-dosanya yang telah lalu."_
(Hadīts riwayat Bukhāri dan Muslim)
Puasa akan mendatangkan ampunan dari Allāh Subhānahu wa Ta'āla. Akan tetapi perlu diperhatikan, bahwasanya balasan-balasan dari amalan puasa ini, bukan semata-mata karena seseorang meninggalkan makan dan minum akan tetapi juga dengan beramal shālih
Oleh karena itu kata Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam:
مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِى أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ
_"Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta, malah mengamalkannya, maka Allāh tidak butuh dari rasa lapar dan haus yang dia tahan."_
(Hadīts riwayat Bukhari nomor 1903)
⇒ Artinya dia tidak mendapatkan pahala puasa sebagaimana tadi disebutkan.
Dalam hadīts lain.
Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:
وَالصِّيَامُ جُنَّةٌ وَإِذَا كَانَ يَوْمُ صَوْمِ أَحَدِكُمْ فَلَا يَرْفُثْ وَلَا يَصْخَبْ فَإِنْ سَابَّهُ أَحَدٌ أَوْ قَاتَلَهُ فَلْيَقُلْ إِنِّي امْرُؤٌ صَائِمٌ
_Puasa adalah perisai, jika salah seorang dari kalian sedang berpuasa janganlah berkata rafats (kotor) janganlah berkata yang buruk, jangan pula bertingkah laku jāhil (mengejek, membodohi orang) Jika ada orang yang mencela atau memeranginya, maka ucapkanlah, ‘'Aku sedang berpuasa."_
(Hadīts riwayat Bukhāri Muslim)
Oleh karena itu apabila anda berpuasa hendaknya telinga, pandangan, lisan dan seluruh anggota tubuh ikut berpuasa dari perkara-perkara buruk. Jangan sampai amalan kita sama, baik sedang berpuasa atau tidak berpuasa.
Jangan sampai kita masuk dalam hadīts ini.
فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِى أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ
_"Allāh tidak butuh dari rasa lapar dan haus kita (puasa kita)."_
Demikian yang bisa kami sampaikan, in syā Allāh kita akan lanjutkan pada pertemuan yang akan datang bi idznillāh.
وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم
واخردعوانا أن الحمد لله رب العالمين
والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
_____________________
🏡 *Donasi Markas* Dakwah dapat disalurkan melalui :
| Bank Mandiri Syariah
| Kode Bank : 451
| No. Rek : 710-3000-507
| A.N : YPWA Bimbingan Islam
Konfirmasi Transfer *Hanya Via WhatsApp* & Informasi ; 0811-280-0606
SWIFT CODE : BSMDIDJA
▪ *Format Donasi : Markas Dakwah#Nama#Nominal#Tanggal*
📝 *Cantumkan Kode 25 di nominal transfer anda..*
Contoh : 100.025
_____________________
KITĀB BAHJATU QULŪBIL ABRĀR HADĪTS 19
🌍 BimbinganIslam.com
Selasa, 07 Shafar 1440 H / 16 Oktober 2018 M
👤 Ustadz Riki Kaptamto Lc
📗 Kitab Bahjatu Qulūbul Abrār Wa Quratu ‘Uyūni Akhyār fī Syarhi Jawāmi' al Akhbār
🔊 Halaqah 020 | Hadits 19
⬇ Download audio: bit.ly/BahjatulQulubilAbrar-H020
〰〰〰〰〰〰〰
KITĀB BAHJATU QULŪBIL ABRĀR HADĪTS 19
بسم اللّه الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
الحمد لله ربّ العالمين والصلاة والسلام على نبينا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين، اما بعد
Kaum muslimin dan muslimat rahīmani wa rahīmakumullāh.
Ini adalah halaqah kita yang ke-20 dalam mengkaji kitāb بهجة قلوب الأبرار وقرة عيون الأخيار في شرح جوامع الأخبار (Bahjatu Qulūbil abrār wa Quratu 'uyūnil Akhyār fī Syarhi Jawāmi' al Akhyār) yang ditulis oleh Syaikh Abdurrahmān bin Nāshir As Sa'dī rahimahullāh.
Kita sudah sampai pada hadīts yang ke-19 yang diriwayatkan oleh Abū Hurairah radhiyallāhu ta'āla 'anhu.
Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:
انْظُرُوا إِلَى مَنْ هو أَسفَل مِنْكُمْ وَلا تَنْظُرُوا إِلَى مَنْ هُوَ فَوقَكُم؛ فهُوَ أَجْدَرُ أَن لا تَزْدَرُوا نعمةَ اللَّه عَلَيْكُمْ (متفقٌ عَلَيْهِ)
"Lihatlah kepada orang yang keadaannya berada dibawahmu dan janganlah engkau melihat kepada orang yang keadaannya di atasmu. Karena yang demikian itu akan lebih menjadikan kalian untuk tidak meremehkan nikmat yang Allāh Subhānahu wa Ta'āla berikan kepada kalian." (Muttafaqun 'alayh)
(Hadīts riwayat Imām Bukhāri dan Muslim)
Hadīts ini merupakan hadīts yang berisi tentang wasiat yang bermanfaat dan ungkapan yang menjadi obat atau solusi di dalam memandang segala nikmat yang beraneka ragam yang Allāh berikan kepada manusia.
Sebagaimana hadīts ini juga menunjukkan atau berisi anjuran untuk senantiasa bersyukur kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla, karena mensyukuri nikmat yang Allāh berikan merupakan ra'sul ibadah (penuntun seorang ke dalam ibadah) dan juga azas dari segala kebaikan serta bersyukur itu wajib dilakukan oleh seorang hamba, karena nikmat yang diberikan kepada mereka sangatlah banyak.
Baik nikmat yang zhahir maupun nikmat yang bathin serta nikmat yang umum maupun nikmat yang khusus yang hanya Allāh berikan kepadanya atau orang-orang semisalnya.
Semua itu datang dari Allāh Subhānahu wa Ta'āla dan semua itu wajib untuk disyukuri dengan cara mengakui, meyakini bahwasanya semua nikmat tersebut semata-mata datang hanya dari sisi Allāh Subhānahu wa Ta'āla serta dengan menggunakan nikmat tersebut di dalam menjalankan ketaatan kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
Di dalam hadīts ini Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam memberikan suatu arahan, yang menjadi suatu obat yang sangat mujarab ketika seorang dia merasa nikmat yang Allāh berikan kepadanya sedikit.
Yaitu dengan cara dia melihat kepada orang yang keadaannya dalam sisi nikmat-nikmat itu lebih sedikit dibandingkan nikmat yang Allāh berikan kepadanya.
Maka apabila dia terus memandang dengan cara pandangan yang seperti itu, maka dia akan tahu bahwasanya nikmat yang Allāh berikan kepada dirinya lebih dibandingkan nikmat yang Allāh berikan kepada orang lain yang begitu banyak yang semuanya tidak sama bahkan kurang dari nikmat yang dia dapatkan.
Maka dia akan merasakan, dia akan terbuka hatinya untuk mensyukuri nikmat tersebut karena ternyata nikmat yang sudah dia dapatkan itu lebih baik dibandingkan kondisi orang lain yang mereka kurang dalam segi kenikmatan yang mereka dapatkan.
Baik kenikmatan akal, kenikmatan harta, kenikmatan dalam segi kesehatan atau hal lain dimana begitu banyak orang lain yang akalnya mungkin kurang dibandingkan akal yang dia miliki.
Begitu juga banyak orang yang dalam harta mereka tidak seperti apa yang Allāh berikan kepada dirinya atau kesehatan di mana Allāh memberikan kepada dirinya nikmat sehat namun banyak orang yang tidak Allāh karuniakan nikmat tersebut kepada mereka.
Maka dengan cara pandang yang demikian, dia akan merasa bahwasanya nikmat Allāh sudah begitu besar.
Juga dengan cara menutup pandangan dari orang-orang yang kondisi atau keadaan mereka lebih baik dibandingkan dirinya dalam segi nikmat-nikmat tersebut.
Dalam segi nikmat-nikmat duniawi, karena dengan memandang kepada mereka hanya akan menimbulkan kesedihan, menimbulkan kesempitan hatinya dan akan menjadikan dia memandang bahwasanya nikmat yang Allāh berikan kepada dirinya sedikit dibandingkan orang lain.
Maka dia akan senantiasa berada di dalam kesempitan, berada dalam kesusahan, tidak memiliki kelapangan dada karena dia selalu dihantui perasaan ingin mendapatkan nikmat seperti yang didapatkan orang lain.
Maka Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam menganjurkan agar kita melihat kepada orang yang kondisi dia berada di bawah kita dan tidak memandang kepada orang yang kondisinya berada di atas kita dalam segi nikmat-nikmat duniawi.
Karena yang demikian itu kata beliau akan lebih menjadikan kalian untuk tidak meremehkan nikmat yang telah Allāh Subhānahu wa Ta'āla berikan.
Dikarenakan pentingnya rasa syukur kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla yang itu merupakan azas dari segala kebaikan maka Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam pernah memberikan suatu wasiat kepada seorang shahābat yang bernama Mu'ādz bin Jabbal Radhiyallāhu ta'āla 'anhu.
Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda kepada Mu'ādz.
يَا مُعَاذُ، إِنِّي لَأُحِبُّكَ، فلَا تَدَعَنَّ أَنْ تَقُولَ دُبُر كُلِّ صَلَاةٍ مقتوبة : اللَّهُمَّ أَعِنِّي عَلَى ذِكْرِكَ، وَشُكْرِكَ، وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ
"Wahai Mu'ādz, sesungguhnya aku mencintaimu. Maka janganlah engkau tinggalkan do'a setiap akhir shalāt, "Allāhuma a'iniy alā dzikrika wa syukrika wa husni 'ibādatik (Yā Allāh, tolonglah aku untuk mengingatmu dan bersyukur kepadamu serta memperbaiki ibadahku kepadamu). "
Ini adalah suatu ibadah yang diajarkan oleh Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam agar meminta untuk ditolong oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla di dalam mensyukuri nikmat-nikmat yang telah Allāh berikan.
Begitu juga Syaikh Abdurrahmān bin Nāshir As Sa'dī rahimahullāh di sini membawakan, do'a lain yang disebutkan didalam hadīts yang lain dimana lafadz do'a tersebut,
Adalah:
اللهم اجْعَلْنِي لَكَ شَكَّارًا لَكَ ذَكَّارًا
اللَّهُمَّ اجْعَلْنِي أُعَظِّمُ شُكْرَكَ وَأُكْثِرُ ذِكْرَكَ وَأَتَّبِعُ نَصِيحَتَكَ وَأَحْفَظُ وَصِيَّتَكَ
"Yā Allāh, jadikanlah aku termasuk hamba yang bersyukur kepada Mu, yang senantiasa mengingat Mu.”
“Yā Allāh, jadikanlah aku mengagungkan rasa syukur kepada Mu dan memperbanyak dzikir kepada Mu, serta mengikuti nasehat yang engkau berikan, serta menjaga wasiat-wasiat yang engkau wasiatkan."
Maka dari semua ini kita mengetahui, bahwasanya bersyukur kepada Allāh adalah suatu yang wajib dilakukan oleh seorang hamba.
Dan bagaimana caranya agar dia bersyukur?
Caranya dengan apa yang dianjurkan oleh Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam dalam hadīts ini.
Yaitu memandang kepada orang yang berada di bawah kita, dalam segi kenikmatan-kenikmatan duniawi dan tidak memandang kepada orang-orang yang berada di atas kita dalam segi kenikmatan-kenikmatan tersebut.
Demikian yang bisa kita kaji pada halaqah kita kali ini dan in syā Allāh akan kita lanjutkan lagi pada hadīts berikutnya di halaqah mendatang.
وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم
والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
___________________
🏦 *Donasi Dakwah BiAS* dapat disalurkan melalui :
• *Bank Mandiri Syariah* (Kode : 451)
• *No. Rek : 710-3000-507*
• *A.N : YPWA Bimbingan Islam*
📲 Konfirmasi donasi ke : *0878-8145-8000*
▪ *Format Donasi : DONASIDAKWAHBIAS#Nama#Nominal#Tanggal*
📝 Cantumkan kode angka 700 di akhir nominal transfer Anda...
___________________
Selasa, 07 Shafar 1440 H / 16 Oktober 2018 M
👤 Ustadz Riki Kaptamto Lc
📗 Kitab Bahjatu Qulūbul Abrār Wa Quratu ‘Uyūni Akhyār fī Syarhi Jawāmi' al Akhbār
🔊 Halaqah 020 | Hadits 19
⬇ Download audio: bit.ly/BahjatulQulubilAbrar-H020
〰〰〰〰〰〰〰
KITĀB BAHJATU QULŪBIL ABRĀR HADĪTS 19
بسم اللّه الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
الحمد لله ربّ العالمين والصلاة والسلام على نبينا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين، اما بعد
Kaum muslimin dan muslimat rahīmani wa rahīmakumullāh.
Ini adalah halaqah kita yang ke-20 dalam mengkaji kitāb بهجة قلوب الأبرار وقرة عيون الأخيار في شرح جوامع الأخبار (Bahjatu Qulūbil abrār wa Quratu 'uyūnil Akhyār fī Syarhi Jawāmi' al Akhyār) yang ditulis oleh Syaikh Abdurrahmān bin Nāshir As Sa'dī rahimahullāh.
Kita sudah sampai pada hadīts yang ke-19 yang diriwayatkan oleh Abū Hurairah radhiyallāhu ta'āla 'anhu.
Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:
انْظُرُوا إِلَى مَنْ هو أَسفَل مِنْكُمْ وَلا تَنْظُرُوا إِلَى مَنْ هُوَ فَوقَكُم؛ فهُوَ أَجْدَرُ أَن لا تَزْدَرُوا نعمةَ اللَّه عَلَيْكُمْ (متفقٌ عَلَيْهِ)
"Lihatlah kepada orang yang keadaannya berada dibawahmu dan janganlah engkau melihat kepada orang yang keadaannya di atasmu. Karena yang demikian itu akan lebih menjadikan kalian untuk tidak meremehkan nikmat yang Allāh Subhānahu wa Ta'āla berikan kepada kalian." (Muttafaqun 'alayh)
(Hadīts riwayat Imām Bukhāri dan Muslim)
Hadīts ini merupakan hadīts yang berisi tentang wasiat yang bermanfaat dan ungkapan yang menjadi obat atau solusi di dalam memandang segala nikmat yang beraneka ragam yang Allāh berikan kepada manusia.
Sebagaimana hadīts ini juga menunjukkan atau berisi anjuran untuk senantiasa bersyukur kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla, karena mensyukuri nikmat yang Allāh berikan merupakan ra'sul ibadah (penuntun seorang ke dalam ibadah) dan juga azas dari segala kebaikan serta bersyukur itu wajib dilakukan oleh seorang hamba, karena nikmat yang diberikan kepada mereka sangatlah banyak.
Baik nikmat yang zhahir maupun nikmat yang bathin serta nikmat yang umum maupun nikmat yang khusus yang hanya Allāh berikan kepadanya atau orang-orang semisalnya.
Semua itu datang dari Allāh Subhānahu wa Ta'āla dan semua itu wajib untuk disyukuri dengan cara mengakui, meyakini bahwasanya semua nikmat tersebut semata-mata datang hanya dari sisi Allāh Subhānahu wa Ta'āla serta dengan menggunakan nikmat tersebut di dalam menjalankan ketaatan kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
Di dalam hadīts ini Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam memberikan suatu arahan, yang menjadi suatu obat yang sangat mujarab ketika seorang dia merasa nikmat yang Allāh berikan kepadanya sedikit.
Yaitu dengan cara dia melihat kepada orang yang keadaannya dalam sisi nikmat-nikmat itu lebih sedikit dibandingkan nikmat yang Allāh berikan kepadanya.
Maka apabila dia terus memandang dengan cara pandangan yang seperti itu, maka dia akan tahu bahwasanya nikmat yang Allāh berikan kepada dirinya lebih dibandingkan nikmat yang Allāh berikan kepada orang lain yang begitu banyak yang semuanya tidak sama bahkan kurang dari nikmat yang dia dapatkan.
Maka dia akan merasakan, dia akan terbuka hatinya untuk mensyukuri nikmat tersebut karena ternyata nikmat yang sudah dia dapatkan itu lebih baik dibandingkan kondisi orang lain yang mereka kurang dalam segi kenikmatan yang mereka dapatkan.
Baik kenikmatan akal, kenikmatan harta, kenikmatan dalam segi kesehatan atau hal lain dimana begitu banyak orang lain yang akalnya mungkin kurang dibandingkan akal yang dia miliki.
Begitu juga banyak orang yang dalam harta mereka tidak seperti apa yang Allāh berikan kepada dirinya atau kesehatan di mana Allāh memberikan kepada dirinya nikmat sehat namun banyak orang yang tidak Allāh karuniakan nikmat tersebut kepada mereka.
Maka dengan cara pandang yang demikian, dia akan merasa bahwasanya nikmat Allāh sudah begitu besar.
Juga dengan cara menutup pandangan dari orang-orang yang kondisi atau keadaan mereka lebih baik dibandingkan dirinya dalam segi nikmat-nikmat tersebut.
Dalam segi nikmat-nikmat duniawi, karena dengan memandang kepada mereka hanya akan menimbulkan kesedihan, menimbulkan kesempitan hatinya dan akan menjadikan dia memandang bahwasanya nikmat yang Allāh berikan kepada dirinya sedikit dibandingkan orang lain.
Maka dia akan senantiasa berada di dalam kesempitan, berada dalam kesusahan, tidak memiliki kelapangan dada karena dia selalu dihantui perasaan ingin mendapatkan nikmat seperti yang didapatkan orang lain.
Maka Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam menganjurkan agar kita melihat kepada orang yang kondisi dia berada di bawah kita dan tidak memandang kepada orang yang kondisinya berada di atas kita dalam segi nikmat-nikmat duniawi.
Karena yang demikian itu kata beliau akan lebih menjadikan kalian untuk tidak meremehkan nikmat yang telah Allāh Subhānahu wa Ta'āla berikan.
Dikarenakan pentingnya rasa syukur kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla yang itu merupakan azas dari segala kebaikan maka Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam pernah memberikan suatu wasiat kepada seorang shahābat yang bernama Mu'ādz bin Jabbal Radhiyallāhu ta'āla 'anhu.
Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda kepada Mu'ādz.
يَا مُعَاذُ، إِنِّي لَأُحِبُّكَ، فلَا تَدَعَنَّ أَنْ تَقُولَ دُبُر كُلِّ صَلَاةٍ مقتوبة : اللَّهُمَّ أَعِنِّي عَلَى ذِكْرِكَ، وَشُكْرِكَ، وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ
"Wahai Mu'ādz, sesungguhnya aku mencintaimu. Maka janganlah engkau tinggalkan do'a setiap akhir shalāt, "Allāhuma a'iniy alā dzikrika wa syukrika wa husni 'ibādatik (Yā Allāh, tolonglah aku untuk mengingatmu dan bersyukur kepadamu serta memperbaiki ibadahku kepadamu). "
Ini adalah suatu ibadah yang diajarkan oleh Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam agar meminta untuk ditolong oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla di dalam mensyukuri nikmat-nikmat yang telah Allāh berikan.
Begitu juga Syaikh Abdurrahmān bin Nāshir As Sa'dī rahimahullāh di sini membawakan, do'a lain yang disebutkan didalam hadīts yang lain dimana lafadz do'a tersebut,
Adalah:
اللهم اجْعَلْنِي لَكَ شَكَّارًا لَكَ ذَكَّارًا
اللَّهُمَّ اجْعَلْنِي أُعَظِّمُ شُكْرَكَ وَأُكْثِرُ ذِكْرَكَ وَأَتَّبِعُ نَصِيحَتَكَ وَأَحْفَظُ وَصِيَّتَكَ
"Yā Allāh, jadikanlah aku termasuk hamba yang bersyukur kepada Mu, yang senantiasa mengingat Mu.”
“Yā Allāh, jadikanlah aku mengagungkan rasa syukur kepada Mu dan memperbanyak dzikir kepada Mu, serta mengikuti nasehat yang engkau berikan, serta menjaga wasiat-wasiat yang engkau wasiatkan."
Maka dari semua ini kita mengetahui, bahwasanya bersyukur kepada Allāh adalah suatu yang wajib dilakukan oleh seorang hamba.
Dan bagaimana caranya agar dia bersyukur?
Caranya dengan apa yang dianjurkan oleh Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam dalam hadīts ini.
Yaitu memandang kepada orang yang berada di bawah kita, dalam segi kenikmatan-kenikmatan duniawi dan tidak memandang kepada orang-orang yang berada di atas kita dalam segi kenikmatan-kenikmatan tersebut.
Demikian yang bisa kita kaji pada halaqah kita kali ini dan in syā Allāh akan kita lanjutkan lagi pada hadīts berikutnya di halaqah mendatang.
وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم
والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
___________________
🏦 *Donasi Dakwah BiAS* dapat disalurkan melalui :
• *Bank Mandiri Syariah* (Kode : 451)
• *No. Rek : 710-3000-507*
• *A.N : YPWA Bimbingan Islam*
📲 Konfirmasi donasi ke : *0878-8145-8000*
▪ *Format Donasi : DONASIDAKWAHBIAS#Nama#Nominal#Tanggal*
📝 Cantumkan kode angka 700 di akhir nominal transfer Anda...
___________________
Senin, 15 Oktober 2018
KITĀB BAHJATU QULŪBIL ABRĀR HADĪTS 18
🌍 BimbinganIslam.com
Senin, 06 Shafar 1440 H / 15 Oktober 2018 M
👤 Ustadz Riki Kaptamto Lc
📗 Kitab Bahjatu Qulūbul Abrār Wa Quratu ‘Uyūni Akhyār fī Syarhi Jawāmi' al Akhbār
🔊 Halaqah 019 | Hadits 18
⬇ Download audio: bit.ly/BahjatulQulubilAbrar-H019
〰〰〰〰〰〰〰
KITĀB BAHJATU QULŪBIL ABRĀR HADĪTS 18
بسم اللّه الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
الحمد لله ربّ العالمين والصلاة والسلام على نبينا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين، اما بعد
Kaum muslimin dan muslimat rahīmani wa rahīmakumullāh.
Ini adalah halaqah kita yang ke-19 dalam mengkaji kitāb بهجة قلوب الأبرار وقرة عيون الأخيار في شرح جوامع الأخبار (Bahjatu Qulūbil abrār wa Quratu 'uyūnil Akhyār fī Syarhi Jawāmi' al Akhyār) yang ditulis oleh Syaikh Abdurrahmān bin Nāshir As Sa'dī rahimahullāh.
Kita sudah sampai pada hadīts yang ke-18 yaitu hadīts yang diriwayatkan oleh Abdullāh bin Umar radhiyallāhu ta'āla 'anhumā.
Beliau mengatakan, Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:
الظُّلْمَ ظُلُمَاتٌ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
"Kezhāliman adalah kegelapan pada hari kiamat" (Muttafaqun 'alayhi)
(Hadīts riwayat Imām Bukhāri dan Muslim)
Syaikh Abdurrahmān bin Nāshir As Sa'dī rahimahullāh menjelaskan bahwa hadīts ini berisi tentang peringatan dari perbuatan zhālim sekaligus anjuran agar kita melakukan perbuatan adil.
Perbuatan adil adalah lawan dari kezhāliman, karena syari'at Islām seluruhnya berbicara tentang keadilan. Oleh karena itu Allāh Subhānahu wa Ta'āla memerintahkan di dalam beberapa ayat-ayat Al-Qur'ān agar kita bersikap adil.
Di antaranya Allāh Subhānahu wa Ta'āla berfirman di dalam surat Al 'Arāf ayat 29.
قُلْ أَمَرَ رَبِّي بِالْقِسْطِ
Katakanlah wahai Muhammad, bahwa Rabbku memerintahkan agar berbuat keadilan."
Dan juga di dalam surat An Nahl 90, Allāh Subhānahu wa Ta'āla berfirman:
إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ
"Sesungguhnya Allāh perintahkan agar seorang berbuat adil."
Yang dimaksud dengan adil adalah:
العدل وضع الشيء في موضعه، والقيام بالحقوق الواجبة
Menempatkan sesuatu pada posisinya dan menunaikan hak-hak yang wajib untuk ditunaikan.
Itulah yang dinamakan sebagai suatu keadilan.
Adapun yang dinamakan dengan kezhāliman adalah lawan dari hal tersebut yaitu menempatkan sesuatu tidak pada posisi yang seharusnya, serta tidak menunaikan hak-hak yang wajib diberikan kepada pemiliknya.
Oleh karena itu Allāh Subhānahu wa Ta'āla menyebutkan bahwasanya perbuatan kesyirikan adalah kezhāliman.
Sebagaimana Allāh Subhānahu wa Ta'āla berfirman:
الَّذِينَ آمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ أُولَٰئِكَ لَهُمُ الْأَمْنُ وَهُمْ مُهْتَدُونَ
"Orang-orang yang berimān dan tidak mencampuradukkan imān mereka dengan kezhaliman, mereka itulah orang-orang yang mendapat rasa aman dan mereka mendapat petunjuk."
(QS Al An'ām: 82)
Maka kezhāliman yang paling zhālim adalah perbuatan syirik, karena tidak menunaikan hak yang wajib dia tunaikan atau hak yang wajib dia penuhi terhadap Allāh Subhānahu wa Ta'āla (tidak meng-Esa-kan Allāh).
Dan keadilan yang paling adil adalah lawan kesyirikan tersebut yaitu tauhīd. Mentauhīdkan Allāh Subhānahu wa Ta'āla, itulah keadilan yang paling adil. Menjadikan ibadah hanya semata-mata milik Allāh karena Allāh sajalah yang berhak.
Ini tentang definisi keadilan dan kezhāliman yang beliau jelaskan di dalam permasalahan ini.
Jadi pengertian adil adalah menempatkan sesuatu pada posisi yang seharusnya serta menunaikan hak-hak yang wajib untuk ditunaikan kepada pemilik hak tersebut.
Sedangkan kezhāliman adalah menempatkan sesuatu tidak pada posisi yang seharusnya dan tidak menunaikan hak-hak yang wajib dia penuhi kepada pemilik hak tersebut.
Kemudian beliau contohkan bentuk-bentuk perbuatan-perbuatan yang termasuk ke dalam perbuatan kezhāliman, di antaranya adalah tidak memenuhi hak Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam, tidak memenuhi hak-hak Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam.
Di mana hak beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam) adalah untuk diimani, dicintai dan lebih diprioritaskan dibandingkan kecintaan terhadap makhluk-makhluk selain beliau serta ditaati dan dimuliakan perintah-perintahnya serta tidak dilanggar larangan-larangannya. Itu adalah hak Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam.
Maka sikap keadilan dalam hak Rasūlullāh adalah menunaikan hak-hak tersebut dan kezhāliman di dalam hak Rasūlullāh adalah tidak menunaikan hak-hak tersebut.
Kemudian di antara bentuk yang beliau contohkan di sini adalah perbuatan adil diantara sesama manusia dan di antara menunaikan hak-hak mereka.
Memberikan hak-hak yang seharusnya mereka dapatkan, perlakuannya dari kita maka ini adalah perbuatan adil terhadap manusia.
Seperti kedua orang tua wajib ditaati, kerabat wajib disambung silaturahimnya kemudian teman atau orang-orang sekitar harus dipenuhi hak-hak mereka sebagai kerabat kita, maka itulah bentuk keadilan di dalam bermuamalah terhadap sesama manusia.
Begitu juga di dalam masalah kehormatan mereka, harta mereka dan yang lainnya yang itu merupakan hak-hak seharusnya diperlakukan kepada mereka maka apabila kita menunaikan maka itulah keadilan.
Dan apabila dia tidak menunaikan hak-hak tersebut maka berarti dia menempatkan sesuatu bukan pada posisinya yang berarti kita berbuat kezhāliman kepada mereka.
Kemudian beliau sebutkan juga contoh perbuatan adil dalam kehidupan keluarga antara seorang suami dan istri, di mana satu sama lain dikatakan berbuat adil apabila memenuhi hak yang lain dan dikatakan berbuat zhālim apabila tidak memenuhi hak salah satu dari keduanya.
Dan beliau sebutkan bahwasanya bentuk kezhāliman banyak bentuknya semua itu berporos pada apa yang disebutkan oleh Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam.
إنَّ دِماءَكُم، وأمْوالَكم وأعْراضَكُم حرامٌ عَلَيْكُم كَحُرْمة يومِكُم هَذَا، في شهرِكُمْ هَذَا، في بلَدِكُم هَذَا
"Sesungguhnya darah-darah kalian, harta kalian dan kehormatan kalian itu haram (untuk dilanggar, haram untuk dizhālimi) sebagaimana kehormatan hari kalian ini, bulan kalian ini dan negeri kalian ini."
Hadīts ini menjelaskan. bahwasanya kezhāliman itu dilarang baik kezhāliman dalam bentuk harta, dalam bentuk menumpahkan darah atau kezhāliman dalam bentuk yang mengambil harta dengan cara yang bathil atau pun kezhāliman dengan cara merendahkan kehormatan atau merusak kehormatan orang lain.
⇒ Seperti mencaci, memaki dia, melaknat atau melecehkan dirinya.
Semua itu adalah bentuk kezhāliman dan semuanya termasuk dalam hadīts yang disebutkan Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam di dalam permasalahan ini yaitu semua itu adalah akan mengakibatkan seseorang ditimpa kegelapan pada hari kiamat.
Adapun keadilan maka berarti kebalikan dan kebalikan justru akan mendatangkan cahaya pada hari kiamat sebagaimana Allāh Subhānahu wa Ta'āla berfirman:
يَوْمَ تَرَى ٱلْمُؤْمِنِينَ وَٱلْمُؤْمِنَـٰتِ يَسْعَىٰ نُورُهُم بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَبِأَيْمَـٰنِهِم
"Pada hari ketika kamu melihat orang mukmin laki-laki dan perempuan, sedang cahaya mereka bersinar di hadapan dan di sekitar mereka."
(QS Al-Hadīd: 12)
Maka di sini menunjukkan orang-orang yang mereka beriman yang mereka berbuat adil, maka keadilan itu akan menjadi penyebab mereka mendapatkan cahaya pada hari kiamat.
Dan sebaliknya kezhāliman dalam bentuk apapun maka itu akan menjadikan mereka ditimpa kegelapan pada hari kiamat.
Kemudian yang terakhir beliau (rahimahullāh) sebutkan di sini bahwasanya bentuk kezhāliman dilihat dari adanya ampunan Allāh atau tidak, maka terbagi menjadi tiga.
⑴ Kezhāliman yang tidak akan sedikitpun Allāh ampunkan, yaitu kesyirikan.
Sesuai dengan firman Allāh Subhānahu wa Ta'āla :
إِنَّ ٱللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَن يُشْرَكَ بِهِ
"Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik."
(QS An-Nissā': 48)
Allāh tidak mengampuni perbuatan kesyirikan karena berbuat syirik berarti telah menzhālimi hak Allāh yang sangat mulia yang berhak untuk ditauhīdkan (di-Esa-kan) dalam beribadah.
⑵ Kezhāliman yang akan tetap Allāh perhitungan dan akan diminta pertanggung jawabannya, yaitu kezhāliman yang terjadi di antara sesama manusia baik dalam darah, harta atau kehormatan.
Maka semua itu akan diminta pertanggungjawabannya kelak di hari kiamat, kelak akan diminta qishāsh (bayaran) di antara sesama mereka sesuai kezhāliman yang pernah mereka lakukan.
⑶ Kezhāliman yang berada di bawah kehendak Allāh Subhānahu wa Ta'āla dimana apabila Allāh berkendak maka Allāh akan ampunkan kezhāliman tersebut, Allāh akan hapuskan dosa-dosanya. Dan jika Allāh kehendaki Allāh tidak akan menghapus dosa-dosanya tetapi justru menghukum pelakunya.
Yang termasuk kategori ketiga ini adalah kezhāliman atau dosa-dosa yang terjadi di antara seorang hamba dengan Allāh Subhānahu wa Ta'āla, pada selain perbuatan kesyirikan.
Maka ada kemungkinan Allāh akan mengampuninya atau ada kemungkinan Allāh tidak akan mengampuninya tetapi akan Allāh hukum orang yang melakukannya untuk dicuci dosa-dosanya.
Demikian penjelasan yang beliau sampaikan berkenaan dengan hadīts ini dan in syā Allāh akan kita lanjutkan lagi pada hadīts berikutnya di halaqah mendatang.
وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم
والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
___________________
🏦 *Donasi Dakwah BiAS* dapat disalurkan melalui :
• *Bank Mandiri Syariah* (Kode : 451)
• *No. Rek : 710-3000-507*
• *A.N : YPWA Bimbingan Islam*
📲 Konfirmasi donasi ke : *0878-8145-8000*
▪ *Format Donasi : DONASIDAKWAHBIAS#Nama#Nominal#Tanggal*
📝 Cantumkan kode angka 700 di akhir nominal transfer Anda...
___________________
Senin, 06 Shafar 1440 H / 15 Oktober 2018 M
👤 Ustadz Riki Kaptamto Lc
📗 Kitab Bahjatu Qulūbul Abrār Wa Quratu ‘Uyūni Akhyār fī Syarhi Jawāmi' al Akhbār
🔊 Halaqah 019 | Hadits 18
⬇ Download audio: bit.ly/BahjatulQulubilAbrar-H019
〰〰〰〰〰〰〰
KITĀB BAHJATU QULŪBIL ABRĀR HADĪTS 18
بسم اللّه الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
الحمد لله ربّ العالمين والصلاة والسلام على نبينا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين، اما بعد
Kaum muslimin dan muslimat rahīmani wa rahīmakumullāh.
Ini adalah halaqah kita yang ke-19 dalam mengkaji kitāb بهجة قلوب الأبرار وقرة عيون الأخيار في شرح جوامع الأخبار (Bahjatu Qulūbil abrār wa Quratu 'uyūnil Akhyār fī Syarhi Jawāmi' al Akhyār) yang ditulis oleh Syaikh Abdurrahmān bin Nāshir As Sa'dī rahimahullāh.
Kita sudah sampai pada hadīts yang ke-18 yaitu hadīts yang diriwayatkan oleh Abdullāh bin Umar radhiyallāhu ta'āla 'anhumā.
Beliau mengatakan, Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:
الظُّلْمَ ظُلُمَاتٌ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
"Kezhāliman adalah kegelapan pada hari kiamat" (Muttafaqun 'alayhi)
(Hadīts riwayat Imām Bukhāri dan Muslim)
Syaikh Abdurrahmān bin Nāshir As Sa'dī rahimahullāh menjelaskan bahwa hadīts ini berisi tentang peringatan dari perbuatan zhālim sekaligus anjuran agar kita melakukan perbuatan adil.
Perbuatan adil adalah lawan dari kezhāliman, karena syari'at Islām seluruhnya berbicara tentang keadilan. Oleh karena itu Allāh Subhānahu wa Ta'āla memerintahkan di dalam beberapa ayat-ayat Al-Qur'ān agar kita bersikap adil.
Di antaranya Allāh Subhānahu wa Ta'āla berfirman di dalam surat Al 'Arāf ayat 29.
قُلْ أَمَرَ رَبِّي بِالْقِسْطِ
Katakanlah wahai Muhammad, bahwa Rabbku memerintahkan agar berbuat keadilan."
Dan juga di dalam surat An Nahl 90, Allāh Subhānahu wa Ta'āla berfirman:
إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ
"Sesungguhnya Allāh perintahkan agar seorang berbuat adil."
Yang dimaksud dengan adil adalah:
العدل وضع الشيء في موضعه، والقيام بالحقوق الواجبة
Menempatkan sesuatu pada posisinya dan menunaikan hak-hak yang wajib untuk ditunaikan.
Itulah yang dinamakan sebagai suatu keadilan.
Adapun yang dinamakan dengan kezhāliman adalah lawan dari hal tersebut yaitu menempatkan sesuatu tidak pada posisi yang seharusnya, serta tidak menunaikan hak-hak yang wajib diberikan kepada pemiliknya.
Oleh karena itu Allāh Subhānahu wa Ta'āla menyebutkan bahwasanya perbuatan kesyirikan adalah kezhāliman.
Sebagaimana Allāh Subhānahu wa Ta'āla berfirman:
الَّذِينَ آمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ أُولَٰئِكَ لَهُمُ الْأَمْنُ وَهُمْ مُهْتَدُونَ
"Orang-orang yang berimān dan tidak mencampuradukkan imān mereka dengan kezhaliman, mereka itulah orang-orang yang mendapat rasa aman dan mereka mendapat petunjuk."
(QS Al An'ām: 82)
Maka kezhāliman yang paling zhālim adalah perbuatan syirik, karena tidak menunaikan hak yang wajib dia tunaikan atau hak yang wajib dia penuhi terhadap Allāh Subhānahu wa Ta'āla (tidak meng-Esa-kan Allāh).
Dan keadilan yang paling adil adalah lawan kesyirikan tersebut yaitu tauhīd. Mentauhīdkan Allāh Subhānahu wa Ta'āla, itulah keadilan yang paling adil. Menjadikan ibadah hanya semata-mata milik Allāh karena Allāh sajalah yang berhak.
Ini tentang definisi keadilan dan kezhāliman yang beliau jelaskan di dalam permasalahan ini.
Jadi pengertian adil adalah menempatkan sesuatu pada posisi yang seharusnya serta menunaikan hak-hak yang wajib untuk ditunaikan kepada pemilik hak tersebut.
Sedangkan kezhāliman adalah menempatkan sesuatu tidak pada posisi yang seharusnya dan tidak menunaikan hak-hak yang wajib dia penuhi kepada pemilik hak tersebut.
Kemudian beliau contohkan bentuk-bentuk perbuatan-perbuatan yang termasuk ke dalam perbuatan kezhāliman, di antaranya adalah tidak memenuhi hak Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam, tidak memenuhi hak-hak Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam.
Di mana hak beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam) adalah untuk diimani, dicintai dan lebih diprioritaskan dibandingkan kecintaan terhadap makhluk-makhluk selain beliau serta ditaati dan dimuliakan perintah-perintahnya serta tidak dilanggar larangan-larangannya. Itu adalah hak Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam.
Maka sikap keadilan dalam hak Rasūlullāh adalah menunaikan hak-hak tersebut dan kezhāliman di dalam hak Rasūlullāh adalah tidak menunaikan hak-hak tersebut.
Kemudian di antara bentuk yang beliau contohkan di sini adalah perbuatan adil diantara sesama manusia dan di antara menunaikan hak-hak mereka.
Memberikan hak-hak yang seharusnya mereka dapatkan, perlakuannya dari kita maka ini adalah perbuatan adil terhadap manusia.
Seperti kedua orang tua wajib ditaati, kerabat wajib disambung silaturahimnya kemudian teman atau orang-orang sekitar harus dipenuhi hak-hak mereka sebagai kerabat kita, maka itulah bentuk keadilan di dalam bermuamalah terhadap sesama manusia.
Begitu juga di dalam masalah kehormatan mereka, harta mereka dan yang lainnya yang itu merupakan hak-hak seharusnya diperlakukan kepada mereka maka apabila kita menunaikan maka itulah keadilan.
Dan apabila dia tidak menunaikan hak-hak tersebut maka berarti dia menempatkan sesuatu bukan pada posisinya yang berarti kita berbuat kezhāliman kepada mereka.
Kemudian beliau sebutkan juga contoh perbuatan adil dalam kehidupan keluarga antara seorang suami dan istri, di mana satu sama lain dikatakan berbuat adil apabila memenuhi hak yang lain dan dikatakan berbuat zhālim apabila tidak memenuhi hak salah satu dari keduanya.
Dan beliau sebutkan bahwasanya bentuk kezhāliman banyak bentuknya semua itu berporos pada apa yang disebutkan oleh Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam.
إنَّ دِماءَكُم، وأمْوالَكم وأعْراضَكُم حرامٌ عَلَيْكُم كَحُرْمة يومِكُم هَذَا، في شهرِكُمْ هَذَا، في بلَدِكُم هَذَا
"Sesungguhnya darah-darah kalian, harta kalian dan kehormatan kalian itu haram (untuk dilanggar, haram untuk dizhālimi) sebagaimana kehormatan hari kalian ini, bulan kalian ini dan negeri kalian ini."
Hadīts ini menjelaskan. bahwasanya kezhāliman itu dilarang baik kezhāliman dalam bentuk harta, dalam bentuk menumpahkan darah atau kezhāliman dalam bentuk yang mengambil harta dengan cara yang bathil atau pun kezhāliman dengan cara merendahkan kehormatan atau merusak kehormatan orang lain.
⇒ Seperti mencaci, memaki dia, melaknat atau melecehkan dirinya.
Semua itu adalah bentuk kezhāliman dan semuanya termasuk dalam hadīts yang disebutkan Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam di dalam permasalahan ini yaitu semua itu adalah akan mengakibatkan seseorang ditimpa kegelapan pada hari kiamat.
Adapun keadilan maka berarti kebalikan dan kebalikan justru akan mendatangkan cahaya pada hari kiamat sebagaimana Allāh Subhānahu wa Ta'āla berfirman:
يَوْمَ تَرَى ٱلْمُؤْمِنِينَ وَٱلْمُؤْمِنَـٰتِ يَسْعَىٰ نُورُهُم بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَبِأَيْمَـٰنِهِم
"Pada hari ketika kamu melihat orang mukmin laki-laki dan perempuan, sedang cahaya mereka bersinar di hadapan dan di sekitar mereka."
(QS Al-Hadīd: 12)
Maka di sini menunjukkan orang-orang yang mereka beriman yang mereka berbuat adil, maka keadilan itu akan menjadi penyebab mereka mendapatkan cahaya pada hari kiamat.
Dan sebaliknya kezhāliman dalam bentuk apapun maka itu akan menjadikan mereka ditimpa kegelapan pada hari kiamat.
Kemudian yang terakhir beliau (rahimahullāh) sebutkan di sini bahwasanya bentuk kezhāliman dilihat dari adanya ampunan Allāh atau tidak, maka terbagi menjadi tiga.
⑴ Kezhāliman yang tidak akan sedikitpun Allāh ampunkan, yaitu kesyirikan.
Sesuai dengan firman Allāh Subhānahu wa Ta'āla :
إِنَّ ٱللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَن يُشْرَكَ بِهِ
"Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik."
(QS An-Nissā': 48)
Allāh tidak mengampuni perbuatan kesyirikan karena berbuat syirik berarti telah menzhālimi hak Allāh yang sangat mulia yang berhak untuk ditauhīdkan (di-Esa-kan) dalam beribadah.
⑵ Kezhāliman yang akan tetap Allāh perhitungan dan akan diminta pertanggung jawabannya, yaitu kezhāliman yang terjadi di antara sesama manusia baik dalam darah, harta atau kehormatan.
Maka semua itu akan diminta pertanggungjawabannya kelak di hari kiamat, kelak akan diminta qishāsh (bayaran) di antara sesama mereka sesuai kezhāliman yang pernah mereka lakukan.
⑶ Kezhāliman yang berada di bawah kehendak Allāh Subhānahu wa Ta'āla dimana apabila Allāh berkendak maka Allāh akan ampunkan kezhāliman tersebut, Allāh akan hapuskan dosa-dosanya. Dan jika Allāh kehendaki Allāh tidak akan menghapus dosa-dosanya tetapi justru menghukum pelakunya.
Yang termasuk kategori ketiga ini adalah kezhāliman atau dosa-dosa yang terjadi di antara seorang hamba dengan Allāh Subhānahu wa Ta'āla, pada selain perbuatan kesyirikan.
Maka ada kemungkinan Allāh akan mengampuninya atau ada kemungkinan Allāh tidak akan mengampuninya tetapi akan Allāh hukum orang yang melakukannya untuk dicuci dosa-dosanya.
Demikian penjelasan yang beliau sampaikan berkenaan dengan hadīts ini dan in syā Allāh akan kita lanjutkan lagi pada hadīts berikutnya di halaqah mendatang.
وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم
والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
___________________
🏦 *Donasi Dakwah BiAS* dapat disalurkan melalui :
• *Bank Mandiri Syariah* (Kode : 451)
• *No. Rek : 710-3000-507*
• *A.N : YPWA Bimbingan Islam*
📲 Konfirmasi donasi ke : *0878-8145-8000*
▪ *Format Donasi : DONASIDAKWAHBIAS#Nama#Nominal#Tanggal*
📝 Cantumkan kode angka 700 di akhir nominal transfer Anda...
___________________
Sabtu, 13 Oktober 2018
AMALAN-AMALAN UTAMA DIBULAN RAMADHĀN, BAGIAN 10
🌍 BimbinganIslam.com
Sabtu, 26 Sya’ban 1439 H / 12 Mei 2018 M
👤 Ustadz Fauzan S.T., Lc, M.A.
📔 Materi Tematik | Amalan-Amalan Di Bulan Ramadhan (Bagian 10)
⬇ Download Audio: BiAS-UFz-Tematik-Amalan-Amalan Di Bulan Ramadhan-10
----------------------------------
*AMALAN-AMALAN UTAMA DIBULAN RAMADHĀN, BAGIAN 10*
بسم اللّه الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وبعد
Para sahabat Bimbingan Islām dan kaum muslimin yang dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
Kita lanjutkan amalan berikutnya yang hendaknya kita lakukan di bulan Ramadhān dan di luar Ramadhān (tentunya) yaitu:
⒀ Memberi Makan Orang Yang Berbuka Puasa.
Memberi makan orang yang berbuka puasa pahalanya sangat besar, dia bisa mendapatkan pahala orang yang berpuasa.
_Dari Zaid ibni Khālid Al Juhaniy radhiyallāhu ta'āla 'anhu berkata, Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:_
_"Siapa memberi makan orang yang berpuasa, maka baginya pahala seperti orang yang berpuasa tersebut, tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa itu sedikit pun juga."_
(Hadīts shahīh riwayat Imām Tirmidzī nomor 807)
Kita bayangkan, apabila kita memberi buka puasa untuk 100 orang, sebagaimana dalam hadīts, kita akan mendapatkan pahala puasa dari 100 orang tersebut.
Apabila kita memberi makan (buka puasa) untuk 1000 orang, maka kita mendapatkan pahala puasa dari 1000 orang tersebut, berdasarkan hadīts yang shahīh. Ini adalah amalan yang luar biasa.
Amalan ringan tetapi pahalanya luar biasa, ini adalah kemurahan dari Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
⒁ Mengeluarkan Zakāt Fithrah
عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ فَرَضَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَكَاةَ الْفِطْرِ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ عَلَى الْعَبْدِ وَالْحُرِّ وَالذَّكَرِ وَالْأُنْثَى وَالصَّغِيرِ وَالْكَبِيرِ مِنْ الْمُسْلِمِينَ وَأَمَرَ بِهَا أَنْ تُؤَدَّى قَبْلَ خُرُوجِ النَّاسِ إِلَى الصَّلَاةِ
_Dari Ibnu Umar radhiyallāhu ta'āla 'anhumā, beliau berkata, Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:_
_"Bahwasanya Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam mewajibkan untuk mengeluarkan zakāt fithrah, satu shā' dari tamr atau satu shā' dari sya'īr. Kewajiban itu dikenakan kepada budak, orang merdeka, lelaki, wanita, anak kecil dan orang tua dari kalangan umat Islām. Dan beliau memerintahkan agar zakāt fithri itu ditunaikan sebelum keluarnya orang-orang menuju shalāt."_
(Hadīts riwayat Bukhāri dan Muslim, lafazh ini dari Imām Muslim)
Ini menunjukkan bahwa setiap jiwa yang ditanggung oleh seseorang wajib dikeluarkan zakātnya. Baik dia seorang hamba, budak sahaya, seorang merdeka, anak kecil maupun orang dewasa. Selama masih dalam tanggungan seseorang maka wajib dikeluarkan zakātnya (zakāt fithrah).
Dan ini (zakāt fithrah) termasuk amalan yang diperintahkan di bulan Ramadhān.
عَن أَبَا سَعِيدٍ الْخُدْرِيَّ ـ رضى الله عنه ـ يَقُولُ كُنَّا نُخْرِجُ زَكَاةَ الْفِطْرِ صَاعًا مِنْ طَعَامٍ، أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ، أَوْ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ، أَوْ صَاعًا مِنْ أَقِطٍ، أَوْ صَاعًا مِنْ زَبِيبٍ.
_Dari Abū Sa'id Al Khudriy radhiyallāhu ta'āla 'anhu beliau berkata:_
_"Dahulu kami mengeluarkan zakāt fithri dengan satu shā' dari makanan kami atau satu shā' dari sya'īr (gandum) atau satu shā' tamr (kurma) atau satu shā' aqith (keju) atau satu shā' dari zabīb (anggur)."_
(Hadīts riwayat Bukhāri nomor 1506 dan Muslim nomor 2330)
Ini menunjukkan bahwasanya mengeluarkan zakāt fithrah adalah amalan para shahābat.
Dan zakāt fithrah berdasarkan makanan pokok dari penduduk negeri tersebut.
Seperti kita (misalnya) di Indonesia untuk zakāt fithrah dengan mengeluarkan beras, karena beras adalah makanan pokok kita orang Indonesia. Dan satu shā' kira-kira sekitar 3 kg.
Dalam hadīts yang lain.
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، قَالَ فَرَضَ رَسُولُ اللَّهِ ـ صلى الله عليه وسلم ـ زَكَاةَ الْفِطْرِ طُهْرَةً لِلصَّائِمِ مِنَ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ وَطُعْمَةً لِلْمَسَاكِينِ فَمَنْ أَدَّاهَا قَبْلَ الصَّلاَةِ فَهِيَ زَكَاةٌ مَقْبُولَةٌ وَمَنْ أَدَّاهَا بَعْدَ الصَّلاَةِ فَهِيَ صَدَقَةٌ مِنَ الصَّدَقَاتِ
_Dari Ibnu Abbās radhiyallāhu ta'āla 'anhu, beliau berkata:_
_"Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam mewajibkan untuk mengeluarkan zakāt fithrah sebagai pensuci bagi orang-orang yang puasa dari perbuatan sia-sia dan sebagai makanan bagi orang-orang miskin. Barangsiapa yang menunaikannya sebelum shalāt 'Ied maka dia dihitung sebagai zakāt yang diterima. Dan barangsiapa yang menunaikan setelah shalāt 'Ied maka dia dihitung sebagai sedekah biasa."_
(Hadīts riwayat Abū Dāwūd, Ibnu Mājah dan dihasankan oleh Syaikh Albāniy rahimahullāh).
Demikian semoga bermanfaat.
وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم
واخردعوانا أن الحمد لله رب العالمين
والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
_____________________
🏡 *Donasi Markas* Dakwah dapat disalurkan melalui :
| Bank Mandiri Syariah
| Kode Bank : 451
| No. Rek : 710-3000-507
| A.N : YPWA Bimbingan Islam
Konfirmasi Transfer *Hanya Via WhatsApp* & Informasi ; 0811-280-0606
SWIFT CODE : BSMDIDJA
▪ *Format Donasi : Markas Dakwah#Nama#Nominal#Tanggal*
📝 *Cantumkan Kode 25 di nominal transfer anda..*
Contoh : 100.025
_____________________
Sabtu, 26 Sya’ban 1439 H / 12 Mei 2018 M
👤 Ustadz Fauzan S.T., Lc, M.A.
📔 Materi Tematik | Amalan-Amalan Di Bulan Ramadhan (Bagian 10)
⬇ Download Audio: BiAS-UFz-Tematik-Amalan-Amalan Di Bulan Ramadhan-10
----------------------------------
*AMALAN-AMALAN UTAMA DIBULAN RAMADHĀN, BAGIAN 10*
بسم اللّه الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وبعد
Para sahabat Bimbingan Islām dan kaum muslimin yang dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
Kita lanjutkan amalan berikutnya yang hendaknya kita lakukan di bulan Ramadhān dan di luar Ramadhān (tentunya) yaitu:
⒀ Memberi Makan Orang Yang Berbuka Puasa.
Memberi makan orang yang berbuka puasa pahalanya sangat besar, dia bisa mendapatkan pahala orang yang berpuasa.
_Dari Zaid ibni Khālid Al Juhaniy radhiyallāhu ta'āla 'anhu berkata, Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:_
_"Siapa memberi makan orang yang berpuasa, maka baginya pahala seperti orang yang berpuasa tersebut, tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa itu sedikit pun juga."_
(Hadīts shahīh riwayat Imām Tirmidzī nomor 807)
Kita bayangkan, apabila kita memberi buka puasa untuk 100 orang, sebagaimana dalam hadīts, kita akan mendapatkan pahala puasa dari 100 orang tersebut.
Apabila kita memberi makan (buka puasa) untuk 1000 orang, maka kita mendapatkan pahala puasa dari 1000 orang tersebut, berdasarkan hadīts yang shahīh. Ini adalah amalan yang luar biasa.
Amalan ringan tetapi pahalanya luar biasa, ini adalah kemurahan dari Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
⒁ Mengeluarkan Zakāt Fithrah
عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ فَرَضَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَكَاةَ الْفِطْرِ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ عَلَى الْعَبْدِ وَالْحُرِّ وَالذَّكَرِ وَالْأُنْثَى وَالصَّغِيرِ وَالْكَبِيرِ مِنْ الْمُسْلِمِينَ وَأَمَرَ بِهَا أَنْ تُؤَدَّى قَبْلَ خُرُوجِ النَّاسِ إِلَى الصَّلَاةِ
_Dari Ibnu Umar radhiyallāhu ta'āla 'anhumā, beliau berkata, Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:_
_"Bahwasanya Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam mewajibkan untuk mengeluarkan zakāt fithrah, satu shā' dari tamr atau satu shā' dari sya'īr. Kewajiban itu dikenakan kepada budak, orang merdeka, lelaki, wanita, anak kecil dan orang tua dari kalangan umat Islām. Dan beliau memerintahkan agar zakāt fithri itu ditunaikan sebelum keluarnya orang-orang menuju shalāt."_
(Hadīts riwayat Bukhāri dan Muslim, lafazh ini dari Imām Muslim)
Ini menunjukkan bahwa setiap jiwa yang ditanggung oleh seseorang wajib dikeluarkan zakātnya. Baik dia seorang hamba, budak sahaya, seorang merdeka, anak kecil maupun orang dewasa. Selama masih dalam tanggungan seseorang maka wajib dikeluarkan zakātnya (zakāt fithrah).
Dan ini (zakāt fithrah) termasuk amalan yang diperintahkan di bulan Ramadhān.
عَن أَبَا سَعِيدٍ الْخُدْرِيَّ ـ رضى الله عنه ـ يَقُولُ كُنَّا نُخْرِجُ زَكَاةَ الْفِطْرِ صَاعًا مِنْ طَعَامٍ، أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ، أَوْ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ، أَوْ صَاعًا مِنْ أَقِطٍ، أَوْ صَاعًا مِنْ زَبِيبٍ.
_Dari Abū Sa'id Al Khudriy radhiyallāhu ta'āla 'anhu beliau berkata:_
_"Dahulu kami mengeluarkan zakāt fithri dengan satu shā' dari makanan kami atau satu shā' dari sya'īr (gandum) atau satu shā' tamr (kurma) atau satu shā' aqith (keju) atau satu shā' dari zabīb (anggur)."_
(Hadīts riwayat Bukhāri nomor 1506 dan Muslim nomor 2330)
Ini menunjukkan bahwasanya mengeluarkan zakāt fithrah adalah amalan para shahābat.
Dan zakāt fithrah berdasarkan makanan pokok dari penduduk negeri tersebut.
Seperti kita (misalnya) di Indonesia untuk zakāt fithrah dengan mengeluarkan beras, karena beras adalah makanan pokok kita orang Indonesia. Dan satu shā' kira-kira sekitar 3 kg.
Dalam hadīts yang lain.
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، قَالَ فَرَضَ رَسُولُ اللَّهِ ـ صلى الله عليه وسلم ـ زَكَاةَ الْفِطْرِ طُهْرَةً لِلصَّائِمِ مِنَ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ وَطُعْمَةً لِلْمَسَاكِينِ فَمَنْ أَدَّاهَا قَبْلَ الصَّلاَةِ فَهِيَ زَكَاةٌ مَقْبُولَةٌ وَمَنْ أَدَّاهَا بَعْدَ الصَّلاَةِ فَهِيَ صَدَقَةٌ مِنَ الصَّدَقَاتِ
_Dari Ibnu Abbās radhiyallāhu ta'āla 'anhu, beliau berkata:_
_"Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam mewajibkan untuk mengeluarkan zakāt fithrah sebagai pensuci bagi orang-orang yang puasa dari perbuatan sia-sia dan sebagai makanan bagi orang-orang miskin. Barangsiapa yang menunaikannya sebelum shalāt 'Ied maka dia dihitung sebagai zakāt yang diterima. Dan barangsiapa yang menunaikan setelah shalāt 'Ied maka dia dihitung sebagai sedekah biasa."_
(Hadīts riwayat Abū Dāwūd, Ibnu Mājah dan dihasankan oleh Syaikh Albāniy rahimahullāh).
Demikian semoga bermanfaat.
وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم
واخردعوانا أن الحمد لله رب العالمين
والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
_____________________
🏡 *Donasi Markas* Dakwah dapat disalurkan melalui :
| Bank Mandiri Syariah
| Kode Bank : 451
| No. Rek : 710-3000-507
| A.N : YPWA Bimbingan Islam
Konfirmasi Transfer *Hanya Via WhatsApp* & Informasi ; 0811-280-0606
SWIFT CODE : BSMDIDJA
▪ *Format Donasi : Markas Dakwah#Nama#Nominal#Tanggal*
📝 *Cantumkan Kode 25 di nominal transfer anda..*
Contoh : 100.025
_____________________
Jumat, 12 Oktober 2018
AMALAN-AMALAN UTAMA DIBULAN RAMADHĀN, BAGIAN 11
🌍 BimbinganIslam.com
Selasa, 29 Sya’ban 1439 H / 15 Mei 2018 M
👤 Ustadz Fauzan S.T., Lc, M.A.
📔 Materi Tematik | Amalan-Amalan Di Bulan Ramadhan (Bagian 11)
⬇ Download Audio: BiAS-UFz-Tematik-Amalan-Amalan Di Bulan Ramadhan-11
----------------------------------
*AMALAN-AMALAN UTAMA DIBULAN RAMADHĀN, BAGIAN 11*
بسم اللّه الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وبعد
Para sahabat Bimbingan Islām dan kaum muslimin yang dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
Kita lanjutkan amalan berikutnya yang hendaknya kita lakukan di bulan Ramadhān, yaitu:
⒁ I'tikāf di sepuluh hari yang terakhir di bulan Ramadhān
Amalan ini adalah amalan yang tidak pernah ditinggalkan oleh Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam di dalam hidupnya.
Dan amalan ini adalah amalan yang sangat mulia, memberikan kesempatan bagi setiap orang yang beramal untuk mendapatkan atau melalui malam kemuliaan (lailatul qadr) dalam keadaan yang terbaik, (yaitu) beribadah kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
عَنْ عَائِشَةَ ـ رضى الله عنها ـ زَوْجِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم كَانَ يَعْتَكِفُ الْعَشْرَ الأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ حَتَّى تَوَفَّاهُ اللَّهُ، ثُمَّ اعْتَكَفَ أَزْوَاجُهُ مِنْ بَعْدِهِ
_Dari Āisyah radhiyallāhu ta'āla 'anhā (istri Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam), bahwasanya Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam, beliau i'tikāf sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhān sampai Allāh Subhānahu wa Ta'āla mewafatkan beliau. Kemudian istri-istri beliau beri'tikāf setelah wafatnya beliau._
(Hadīts riwayat Bukhāri dan Muslim)
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ، - رضى الله عنهما - أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم كَانَ يَعْتَكِفُ الْعَشْرَ الأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ
_Dari Abdillāh bin Umar radhiyallāhu ta'āla 'anhu beliau berkata:_
_"Bahwasanya Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam beri'tikāf disepuluh hari terakhir dibulan Ramadhān."_
(Hadīts riwayat Bukhāri)
عن عَائِشَةُ رضى الله عنها كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَجْتَهِدُ فِي الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مَا لاَ يَجْتَهِدُ فِي غَيْرِهِ
_Dari Āisyah radhiyallāhu ta'āla 'anhā, beliau mengatakan:_
_"Bahwasanya Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersungguh-sungguh di sepuluh hari yang terakhir lebih daripada hari-hari yang lainnya."_
(Hadīts riwayat Muslim, Imām Ahmad dan Tirmidzī)
عن عَائِشَةَ، قَالَتْ: كَانَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم، إِذَا دَخَلَ الْعَشْرُ شَدَّ مِئْزَرَهُ وَأَحْيَا لَيْلَهُ، وَأَيْقَظَ أَهْلَهُ
_Dari Āisyah radhiyallāhu ta'āla 'anhā, beliau mengatakan:_
_"Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam apabila masuk sepuluh hari yang terakhir, beliau kencangkan sarungnya, menghidupkan malam beliau dan membangunkan keluarga beliau."_
(Hadīts riwayat Bukhāri Muslim)
Amalan berikutnya;
⒂ Memperbanyak membaca Al Qur'ān
Memperbanyak membaca Al Qur'ān karena Al Qur'ān diturunkan pada bulan Ramadhān dan juga Allāh Subhānahu wa Ta'āla berfirman:
إِنَّ ٱلَّذِينَ يَتْلُونَ كِتَـٰبَ ٱللَّهِ وَأَقَامُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ وَأَنفَقُوا۟ مِمَّا رَزَقْنَـٰهُمْ سِرًّۭا وَعَلَانِيَةًۭ يَرْجُونَ تِجَـٰرَةًۭ لَّن تَبُورَ ۞ لِيُوَفِّيَهُمْ أُجُورَهُمْ وَيَزِيدَهُمْ مِنْ فَضْلِهِ ۚ إِنَّهُ غَفُورٌ شَكُورٌ
_"Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitāb Allāh (Al Qur'ān) dan mendirikan shalāt dan menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi. Agar Allāh menyempurnakan pahalanya kepada mereka dan menambah karunia-Nya. Sungguh, Allāh Maha Pengampun, Maha Mensyukuri (Membalas)."_
(QS Fāthir: 29-30)
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم أَجْوَدَ النَّاسِ، وَكَانَ أَجْوَدُ مَا يَكُونُ فِي رَمَضَانَ حِينَ يَلْقَاهُ جِبْرِيلُ، وَكَانَ يَلْقَاهُ فِي كُلِّ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ فَيُدَارِسُهُ الْقُرْآنَ
_Dari Ibnu Abbās radhiyallāhu ta'āla 'anhumā beliau berkata:_
_"Bahwasnya Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam adalah orang yang paling dermawan dan kedermawannya lebih dahsyat lagi di bulan Ramadhān. Tatkala bertemu dengan Jibrīl, dan beliau bertemu dengan Jibrīl setiap malam di bulan Ramadhān, saling mmepelajari alQurān."_
(Hadīts riwayat Bukhāri dan Muslim)
⇒ Ini menunjukkan bahwa Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam sangat intens membaca Al Qur'ān di bulan Ramadhān.
Dalam sebuah hadīts disebutkan.
Dari Āisyah radhiyallāhu ta'āla 'anhā, beliau bercerita, tatkala Fāthimah dibisiki oleh Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam, kemudian Fāthimah menangis. Lalu Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam membisiki lagi dan Fāthimah pun tertawa.
Lalu Āisyah pun bertanya, "Apa yang membuatmu menangis dan tertawa?"
Fāthimah pun tidak ingin membocorkan rahasia Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam. Maka tatkala Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam sudah meninggal Āisyah pun bertanya:
"Apa yang menyebabkan engkau (wahai Fāthimah) menangis dan tertawa?"
Maka di antaranya beliau (Fāthimah) mengatakan:
Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam membisiki saya dengan satu rahasia, "Sesungguhnya Jibrīl membacakan Al Qur'ān kepada saya setiap bulan Ramadhān dan Jibrīl pada tahun ini membacakan Al Qur'ān dua kali dan saya kira telah datang ajal saya."
Maka ini yang membuat Fāthimah menangis
(Hadīts riwayat Bukhāri dan Muslim)
Oleh karena itu Ibnu Rajab beliau mengatakan dalam hadīts Fāthimah ini, beliau mengatakan: "Bahwasanya Jibrīl membacakan Al Qur'ān setiap tahun sekali dan di tahun tersebut, tahun kematian Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam beliau membacakan Al Qur'ān dua kali.
Dan di dalam hadīts ini (hadīts Ibnu 'Abbās) disebutkan:
أن المدارسة بينه وبين جبريل كانت ليلاً
_"Bahwasanya beliau mempelajari Al Qur'ān dengan Jibrīl adalah di malam hari."_
Ini menunjukkan disunnahkan (disukai) memperbanyak tilawah di bulan Ramadhān pada malam hari.
Karena malam hari kita sudah terbebas dari berbagai macam kesibukan dan malam hari kita bersemangat untuk membaca Al Qur'ān sesuai dengan hati dan lisan dan pada malam hari Al Qur'ān lebih mudah untuk ditadabburi.
Dan ini senada dengan firman Allāh Subhānahu wa Ta'āla :
إِنَّ نَاشِئَةَ ٱلَّيْلِ هِىَ أَشَدُّ وَطْـًۭٔا وَأَقْوَمُ قِيلًا
_"Sesungguhnya bangun di waktu malam adalah lebih tepat (untuk khusyu') dan bacaan di waktu itu lebih berkesan."_
(QS Al Muzzammil: 6)
Bahwasanya membaca Al Qur'ān itu lebih kuat pengaruhnya pada saat malam hari (pada saat shalāt dimalam hari).
Semoga yang sedikit ini bermanfaat dan in syā Allāh, kita lanjutkan kembali pada materi lainnya.
وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم
واخردعوانا أن الحمد لله رب العالمين
والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
_____________________
🏡 *Donasi Markas* Dakwah dapat disalurkan melalui :
| Bank Mandiri Syariah
| Kode Bank : 451
| No. Rek : 710-3000-507
| A.N : YPWA Bimbingan Islam
Konfirmasi Transfer *Hanya Via WhatsApp* & Informasi ; 0811-280-0606
SWIFT CODE : BSMDIDJA
▪ *Format Donasi : Markas Dakwah#Nama#Nominal#Tanggal*
📝 *Cantumkan Kode 25 di nominal transfer anda..*
Contoh : 100.025
_____________________
Selasa, 29 Sya’ban 1439 H / 15 Mei 2018 M
👤 Ustadz Fauzan S.T., Lc, M.A.
📔 Materi Tematik | Amalan-Amalan Di Bulan Ramadhan (Bagian 11)
⬇ Download Audio: BiAS-UFz-Tematik-Amalan-Amalan Di Bulan Ramadhan-11
----------------------------------
*AMALAN-AMALAN UTAMA DIBULAN RAMADHĀN, BAGIAN 11*
بسم اللّه الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وبعد
Para sahabat Bimbingan Islām dan kaum muslimin yang dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
Kita lanjutkan amalan berikutnya yang hendaknya kita lakukan di bulan Ramadhān, yaitu:
⒁ I'tikāf di sepuluh hari yang terakhir di bulan Ramadhān
Amalan ini adalah amalan yang tidak pernah ditinggalkan oleh Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam di dalam hidupnya.
Dan amalan ini adalah amalan yang sangat mulia, memberikan kesempatan bagi setiap orang yang beramal untuk mendapatkan atau melalui malam kemuliaan (lailatul qadr) dalam keadaan yang terbaik, (yaitu) beribadah kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
عَنْ عَائِشَةَ ـ رضى الله عنها ـ زَوْجِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم كَانَ يَعْتَكِفُ الْعَشْرَ الأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ حَتَّى تَوَفَّاهُ اللَّهُ، ثُمَّ اعْتَكَفَ أَزْوَاجُهُ مِنْ بَعْدِهِ
_Dari Āisyah radhiyallāhu ta'āla 'anhā (istri Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam), bahwasanya Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam, beliau i'tikāf sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhān sampai Allāh Subhānahu wa Ta'āla mewafatkan beliau. Kemudian istri-istri beliau beri'tikāf setelah wafatnya beliau._
(Hadīts riwayat Bukhāri dan Muslim)
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ، - رضى الله عنهما - أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم كَانَ يَعْتَكِفُ الْعَشْرَ الأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ
_Dari Abdillāh bin Umar radhiyallāhu ta'āla 'anhu beliau berkata:_
_"Bahwasanya Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam beri'tikāf disepuluh hari terakhir dibulan Ramadhān."_
(Hadīts riwayat Bukhāri)
عن عَائِشَةُ رضى الله عنها كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَجْتَهِدُ فِي الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مَا لاَ يَجْتَهِدُ فِي غَيْرِهِ
_Dari Āisyah radhiyallāhu ta'āla 'anhā, beliau mengatakan:_
_"Bahwasanya Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersungguh-sungguh di sepuluh hari yang terakhir lebih daripada hari-hari yang lainnya."_
(Hadīts riwayat Muslim, Imām Ahmad dan Tirmidzī)
عن عَائِشَةَ، قَالَتْ: كَانَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم، إِذَا دَخَلَ الْعَشْرُ شَدَّ مِئْزَرَهُ وَأَحْيَا لَيْلَهُ، وَأَيْقَظَ أَهْلَهُ
_Dari Āisyah radhiyallāhu ta'āla 'anhā, beliau mengatakan:_
_"Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam apabila masuk sepuluh hari yang terakhir, beliau kencangkan sarungnya, menghidupkan malam beliau dan membangunkan keluarga beliau."_
(Hadīts riwayat Bukhāri Muslim)
Amalan berikutnya;
⒂ Memperbanyak membaca Al Qur'ān
Memperbanyak membaca Al Qur'ān karena Al Qur'ān diturunkan pada bulan Ramadhān dan juga Allāh Subhānahu wa Ta'āla berfirman:
إِنَّ ٱلَّذِينَ يَتْلُونَ كِتَـٰبَ ٱللَّهِ وَأَقَامُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ وَأَنفَقُوا۟ مِمَّا رَزَقْنَـٰهُمْ سِرًّۭا وَعَلَانِيَةًۭ يَرْجُونَ تِجَـٰرَةًۭ لَّن تَبُورَ ۞ لِيُوَفِّيَهُمْ أُجُورَهُمْ وَيَزِيدَهُمْ مِنْ فَضْلِهِ ۚ إِنَّهُ غَفُورٌ شَكُورٌ
_"Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitāb Allāh (Al Qur'ān) dan mendirikan shalāt dan menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi. Agar Allāh menyempurnakan pahalanya kepada mereka dan menambah karunia-Nya. Sungguh, Allāh Maha Pengampun, Maha Mensyukuri (Membalas)."_
(QS Fāthir: 29-30)
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم أَجْوَدَ النَّاسِ، وَكَانَ أَجْوَدُ مَا يَكُونُ فِي رَمَضَانَ حِينَ يَلْقَاهُ جِبْرِيلُ، وَكَانَ يَلْقَاهُ فِي كُلِّ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ فَيُدَارِسُهُ الْقُرْآنَ
_Dari Ibnu Abbās radhiyallāhu ta'āla 'anhumā beliau berkata:_
_"Bahwasnya Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam adalah orang yang paling dermawan dan kedermawannya lebih dahsyat lagi di bulan Ramadhān. Tatkala bertemu dengan Jibrīl, dan beliau bertemu dengan Jibrīl setiap malam di bulan Ramadhān, saling mmepelajari alQurān."_
(Hadīts riwayat Bukhāri dan Muslim)
⇒ Ini menunjukkan bahwa Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam sangat intens membaca Al Qur'ān di bulan Ramadhān.
Dalam sebuah hadīts disebutkan.
Dari Āisyah radhiyallāhu ta'āla 'anhā, beliau bercerita, tatkala Fāthimah dibisiki oleh Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam, kemudian Fāthimah menangis. Lalu Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam membisiki lagi dan Fāthimah pun tertawa.
Lalu Āisyah pun bertanya, "Apa yang membuatmu menangis dan tertawa?"
Fāthimah pun tidak ingin membocorkan rahasia Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam. Maka tatkala Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam sudah meninggal Āisyah pun bertanya:
"Apa yang menyebabkan engkau (wahai Fāthimah) menangis dan tertawa?"
Maka di antaranya beliau (Fāthimah) mengatakan:
Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam membisiki saya dengan satu rahasia, "Sesungguhnya Jibrīl membacakan Al Qur'ān kepada saya setiap bulan Ramadhān dan Jibrīl pada tahun ini membacakan Al Qur'ān dua kali dan saya kira telah datang ajal saya."
Maka ini yang membuat Fāthimah menangis
(Hadīts riwayat Bukhāri dan Muslim)
Oleh karena itu Ibnu Rajab beliau mengatakan dalam hadīts Fāthimah ini, beliau mengatakan: "Bahwasanya Jibrīl membacakan Al Qur'ān setiap tahun sekali dan di tahun tersebut, tahun kematian Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam beliau membacakan Al Qur'ān dua kali.
Dan di dalam hadīts ini (hadīts Ibnu 'Abbās) disebutkan:
أن المدارسة بينه وبين جبريل كانت ليلاً
_"Bahwasanya beliau mempelajari Al Qur'ān dengan Jibrīl adalah di malam hari."_
Ini menunjukkan disunnahkan (disukai) memperbanyak tilawah di bulan Ramadhān pada malam hari.
Karena malam hari kita sudah terbebas dari berbagai macam kesibukan dan malam hari kita bersemangat untuk membaca Al Qur'ān sesuai dengan hati dan lisan dan pada malam hari Al Qur'ān lebih mudah untuk ditadabburi.
Dan ini senada dengan firman Allāh Subhānahu wa Ta'āla :
إِنَّ نَاشِئَةَ ٱلَّيْلِ هِىَ أَشَدُّ وَطْـًۭٔا وَأَقْوَمُ قِيلًا
_"Sesungguhnya bangun di waktu malam adalah lebih tepat (untuk khusyu') dan bacaan di waktu itu lebih berkesan."_
(QS Al Muzzammil: 6)
Bahwasanya membaca Al Qur'ān itu lebih kuat pengaruhnya pada saat malam hari (pada saat shalāt dimalam hari).
Semoga yang sedikit ini bermanfaat dan in syā Allāh, kita lanjutkan kembali pada materi lainnya.
وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم
واخردعوانا أن الحمد لله رب العالمين
والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
_____________________
🏡 *Donasi Markas* Dakwah dapat disalurkan melalui :
| Bank Mandiri Syariah
| Kode Bank : 451
| No. Rek : 710-3000-507
| A.N : YPWA Bimbingan Islam
Konfirmasi Transfer *Hanya Via WhatsApp* & Informasi ; 0811-280-0606
SWIFT CODE : BSMDIDJA
▪ *Format Donasi : Markas Dakwah#Nama#Nominal#Tanggal*
📝 *Cantumkan Kode 25 di nominal transfer anda..*
Contoh : 100.025
_____________________
Langganan:
Postingan (Atom)
Kajian
IMAN TERHADAP WUJUD ALLĀH
🌍 BimbinganIslam.com 📆 Jum'at, 30 Syawwal 1442 H/11 Juni 2021 M 👤 Ustadz Afifi Abdul Wadud, BA 📗 Kitāb Syarhu Ushul Iman Nubdzah Fī...
hits
-
🌍 BimbinganIslam.com 📆 Senin, 26 Syawwal 1442 H/07 Juni 2021 M 👤 Ustadz Afifi Abdul Wadud, BA 📗 Kitāb Syarhu Ushul Iman Nubdzah Fīl ...
-
🌍 BimbinganIslam.com 📆 Selasa, 08 Ramadhān 1442 H/ 20 April 2021 M 👤 Ustadz Arief Budiman, Lc 📗 Kitāb Shifatu Shaum Nabi ﷺ Fī Ramadhān ...
-
🌍 BimbinganIslam.com 📆 Selasa, 22 Ramadhān 1442 H/ 04 Mei 2021 M 👤 Ustadz Riki Kaptamto, Lc 📗 Kitāb Ahkāmul ‘Idaini Fis Sunnatil Muthah...