Rabu, 27 Februari 2019

HADĪTS YANG BERKAITAN DENGAN MENYISIR DAN MERAPIHKAN RAMBUT

🌍 BimbinganIslam.com
Rabu, 22 Jumādā AtsTsānī 1440 H / 27 Februari 2019 M
👤 Ustadz Ratno, Lc
📗 Kitab Syamāil Muhammadiyah
🔊 Halaqah 24 | Hadits Yang Berkaitan Dengan Menyisir Dan Merapikan Rambut
⬇ Download audio: bit.ly/SyamailMuhammadiyah-24
〰〰〰〰〰〰〰

*HADĪTS YANG BERKAITAN DENGAN MENYISIR DAN MERAPIHKAN RAMBUT*

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي خَلَقَ الْخَلْقَ وَالْأَخْلَاقَ وَالْأَرْزَاقَ وَالْأَفْعَالَ، وَلَهُ الشُّكْرُ عَلَى إِسْبَاغِ نِعَمِهِ الظَّاهِرَةِ وَالْبَاطِنَةِ بِالْإِفْضَالِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى نَبِيِّهِ وَرَسُولِهِ الْمُخْتَصِّ بِحُسْنِ الشَّمَائِلِ، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ الْمَوْصُوفِينَ بِالْفَوَاضِلِ وَالْفَضَائِلِ، وَعَلَى أَتْبَاعِهِ الْعُلَمَاءِ الْعَامِلِينَ بِمَا ثَبَتَ عَنْهُ بِالدَّلَائِلِ. أما بعد

Sahabat BiAS yang semoga selalu dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Alhamdulilāh, Allāh masih memberikan kesempatan kepada kita untuk mempelajari Kitāb Asy Syamāil Al Muhammadiyyah, karya Imām Abū Īsā At Tirmidzī rahimahullāhu ta'āla.

Pada pertemuan kali ini (pertemuan ke-24) In syā Allāh, kita akan membahas tentang hadīts-hadīts yang berkaitan dengan menyisir dan merapihkan rambut.

Al Imām At Tirmidzī rahimahullāh memberikan judul pada bab ini dengan "Bābu mā jā'a fī tarajjuli Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam (Bab yang menyebutkan tentang hadīts-hadīts yang berkaitan tarajjul-nya Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam).

Apa maksud: ترجّل (tarajjul)?

⑴ Pendapat Ibnu Hajar Al Asqalani

Dalam Fathu Barī' Syarah Shahīh Al Bukhāri, Ibnu Hajar Al Asqalani menukilkan dari Ibnu Bathal bahwa tarajjul adalah:

"Menyisir rambut kepala dan jenggot dengan meminyakinya sekaligus."

⑵ Pendapat Syaikh 'Utsaimin

Dalam syarah beliau terhadap Shahih Muslim pada kaset nomor 974 A menit ke-21, detik ke-40, mendefinisikan tarajjul dengan mengatakan:

"Kata tarajjul artinya meminyaki rambut kemudian menyisir dan memperbaikinya."

⇒ Inilah arti tarajjul yaitu menata rambut, menyisir dan meminyakinya.

⑶ Pendapat Syaik Abdurrazaq

Syaikh Abdurrazaq ketika mendefinisikannya mengatakan:

"Tarajjul adalah menyisir rambut, membersihkan dan memberikan perhatian khusus padanya (mungkin zaman sekarang dinamakan perawatan rambut, Wallāhu A'lam)."

Bab ini menunjukkan bahwa Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam memberikan perhatian kepada rambut Beliau, tidak membiarkannya berantakan. Bahkan Beliau bersabda:

مَنْ كَانَ لَهُ شَعْرٌ فَلْيُكْرِمْهُ

_"Siapa yang memiliki rambut hendaknya memuliakannya."_

(Hadīts shahīh riwayat Abū Dāwūd nomor 3632, Syaikh Albāniy rahimahullāh mengatakan hasan shahīh)

Akan tetapi perlu dicatat bahwa sering-sering menyisir rambut juga dilarang.

Hadīts-hadīts selanjutnya adalah sebagai berikut.

Al Imām At Tirmidzī berkata dalam hadīts nomor 32:

حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ بْنُ مُوسَى الْأَنْصَارِيُّ قَالَ : حَدَّثَنَامَعْنُ بْنُ عِيسَى قَالَ : حَدَّثَنَا مَالِكُ بْنُ أَنَسٍ ، عَنْهِشَامِ بْنِ عُرْوَةَ ، عَنْ أَبِيهِ ، عَنْ عَائِشَةَ ، قَالَتْ : كُنْتُ أُرَجِّلُ رَأْسَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَنَا حَائِضٌ

_Āisyah radhiyallāhu ta'āla 'anhā berkata:_

_"Aku pernah menyisir atau menata rambut Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam ketika aku hāidh."_

(Hadīts shahīh diriwayatkan juga oleh Imām Bukhāri nomor 295 dan 5925 dan Imām Muslim nomor 297 dengan banyak riwayat yang semakna dengan hadīts di atas)

Dan salah satu riwayatnya dengan lafazh:

"Aku pernah mencuci rambut Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam saat aku hāidh."

Hadīts ini menunjukkan bahwa Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam memberikan perhatian kepada kebersihan rambut dan kepalanya dengan dicuci atau diminyaki sehingga tidak menyebabkan bau yang tidak sedap atau banyak kutu.

Dan pada hadīts ini ditunjukkan bahwa Āisyah radhiyallāhu ta'āla 'anhā mencuci rambut Beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam) walau beliau sedang hāidh.

Hadīts ini juga menunjukkan bahwa wanita yang sedang hāidh tidak najis, baik badan maupun keringatnya (tetap suci) bahkan wanita yang sedang hāidh boleh melakukan segala hal bersama suaminya kecuali hubungan suami istri saja.

Dan ini merupakan perbedaan antara Islām dan ahli kitāb. Dahulu pada zaman Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam, orang-orang ahli kitāb, mereka tidak mau makan bersama istri mereka saat istri mereka hāidh, bahkan mereka mengisolasi istri-istri mereka saat hāidh dan tidak tinggal serumah dengan mereka.

Ketika mengetahui hal tersebut para shahābat bertanya kepada Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam hingga Allāh pun menurunkan ayatnya:

وَيَسْـَٔلُونَكَ عَنِ ٱلْمَحِيضِ ۖ قُلْ هُوَ أَذًۭى فَٱعْتَزِلُوا۟ ٱلنِّسَآءَ فِى ٱلْمَحِيضِ

_Mereka bertanya kepadamu tentang hāidh Katakanlah: "Hāidh itu adalah suatu kotoran. Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu hāidh."_

(QS Al Baqarah: 222)

Dan Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam pun bersabda, ketika itu:

اصْنَعُوا كُلَّ شَيْءٍ إِلَّا النِّكَاحَ

_"Lakukan hal apapun yang kalian suka dengan istri kalian saat hāidh kecuali hubungan suami istri."_

(Hadīts shahīh riwayat Imām Muslim nomor 302)

Ini adalah faedah yang kedua bahwa wanita hāidh tidaklah najis, dan masih boleh melakukan hal apapun bersama suaminya kecuali hubungan suami istri.

Sahabat BiAS, hanya ini yang bisa disampaikan.

Wallāhu Ta'āla A'lam Bishawāb.

وصلى الله على نبينا محمد

__________________

🏦 *Salurkan Donasi Dakwah Terbaik Anda* melalui :

| BNI Syariah
| Kode Bank (427)
| Nomor Rekening : 8145.9999.50
| a.n Yayasan Bimbingan Islam
| Konfirmasi klik https://bimbinganislam.com/konfirmasi-donasi/
__________________

Selasa, 26 Februari 2019

HADĪTS YANG BERKAITAN DENGAN RAMBUT RASŪLULLĀH SHALLALLĀHU 'ALAYHI WA SALLAM (BAGIAN 2)

🌍 BimbinganIslam.com
Selasa, 21 Jumādā AtsTsānī 1440 H / 26 Februari 2019 M
👤 Ustadz Ratno, Lc
📗 Kitab Syamāil Muhammadiyah
🔊 Halaqah 23 | Hadits Yang Berkaitan Dengan Rambut Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam (Bagian 02)
⬇ Download audio: bit.ly/SyamailMuhammadiyah-23
〰〰〰〰〰〰〰

*HADĪTS YANG BERKAITAN DENGAN RAMBUT RASŪLULLĀH SHALLALLĀHU 'ALAYHI WA SALLAM (BAGIAN 2)*

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي خَلَقَ الْخَلْقَ وَالْأَخْلَاقَ وَالْأَرْزَاقَ وَالْأَفْعَالَ، وَلَهُ الشُّكْرُ عَلَى إِسْبَاغِ نِعَمِهِ الظَّاهِرَةِ وَالْبَاطِنَةِ بِالْإِفْضَالِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى نَبِيِّهِ وَرَسُولِهِ الْمُخْتَصِّ بِحُسْنِ الشَّمَائِلِ، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ الْمَوْصُوفِينَ بِالْفَوَاضِلِ وَالْفَضَائِلِ، وَعَلَى أَتْبَاعِهِ الْعُلَمَاءِ الْعَامِلِينَ بِمَا ثَبَتَ عَنْهُ بِالدَّلَائِلِ. أما بعد

Sahabat BiAS yang semoga selalu dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Alhamdulilāh, Allāh masih memberikan kesempatan kepada kita untuk mempelajari Kitāb Asy Syamāil Al Muhammadiyyah, karya Imām Abū Īsā At Tirmidzī rahimahullāhu ta'āla.

Pada pertemuan kali ini (pertemuan ke-23) In syā Allāh, kita akan membaca hadīts yang menyatakan bahwa saat rambut Beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam) panjang, Beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam) mengepangnya menjadi empat kepangan.

• Hadīts Pertama | Hadīts nomor 28

Al Imām At Tirmidzī rahimahullāh berkata:

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ يَحْيَى بْنِ أَبِي عُمَرَ الْمَكِّيُّ قَالَ : حَدَّثَنَا سُفْيَانُ بْنُ عُيَيْنَةَ ، عَنِ ابْنِ أَبِي نَجِيحٍ ، عَنْمُجَاهِدٍ ، عَنْ أُمِّ هَانِئٍ بِنْتِ أَبِي طَالِبٍ ، قَالَتْ : قَدِمَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَكَّةَ قَدْمَةً وَلَهُ أَرْبَعُ غَدَائِرَ

_Ummu Hāniy bintu Abī Thālib radhiyallāhu ta'āla 'anhā berkata:_

_"Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam pernah datang ke Mekkah dan saat itu rambut Beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam) dikepang empat."_

(Hadīts ini dinyatakan shahīh oleh Syaikh Albāniy rahimahullāh)

• Hadīts Kedua | Hadīts nomor 31

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ قَالَ : حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ مَهْدِيٍّ ، عَنْ إِبْرَاهِيمَ بْنِ نَافِعٍ الْمَكِّيِّ، عَنِ ابْنِ أَبِي نَجِيحٍ ، عَنْ مُجَاهِدٍ ، عَنْ أُمِّ هَانِئٍ ، قَالَتْ : رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَا ضَفَائِرَ أَرْبَعٍ

_Ummu Hāniy radhiyallāhu ta'āla 'anhā berkata:_

_"Aku melihat Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam memiliki empat kepangan rambut."_

⇒ Hadīts ini dinyatakan shahīh oleh Syaikh Albāniy rahimahullāh.

Dari dua hadīts ini bisa kita simpulkan bahwa saat rambut Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam panjang Beliau menjadikan empat kepangan.

Ibnu Hajar rahimahullāh dalam Fathu Barī' menyimpulkan:

"Bahwa perbuatan Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam ini dilakukan saat Beliau sedang melakukan safar atau dalam keadaan sibuk lainnya, sehingga Beliau tidak memiliki waktu untuk memotong rambutnya, sehingga beliau mengepangnya menjadi empat kepangan."

(Fathu Barī' Juz 10 Hal 360)

• Hadīts Ketiga | Hadīts nomor 30

Dan hadīts lain yang akan kita bahas adalah hadīts yang berkaitan dengan cara Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam menata rambutnya.

√ Apakah beliau membiarkan rambutnya?
√ Apakah beliau membelahnya ke kanan atau ke kiri?

Al Imām At Tirmidzī rahimahullāh berkata:

حَدَّثَنَا سُوَيْدُ بْنُ نَصْرٍ ، حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ الْمُبَارَكِ ، عَنْ يُونُسَ بْنِ يَزِيدَ ، عَنِ الزُّهْرِيِّ قَالَ : حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُتْبَةَ ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ : أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَيُسْدِلُ شَعْرَهُ ، وَكَانَ الْمُشْرِكُونَ يَفْرِقُونَ رُءُوسَهُمْ ، وَكَانَ أَهْلُ الْكِتَابِ يُسْدِلُونَ رُءُوسَهُمْ ، وَكَانَ يُحِبُّ مُوَافَقَةَ أَهْلِ الْكِتَابِ فِيمَا لَمْ يُؤْمَرْ فِيهِ بِشَيْءٍ ، ثُمَّ فَرَقَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَأْسَهُ

_Ibnu Abbās radhiyallāhu ta'āla 'anhumā bercerita:_

_"Dahulu Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam (melakukan) mengumpulkan rambutnya ke belakang, karena kaum musyrikin saat itu membelah rambut mereka kesamping. Adapun ahli kitāb melakukan sadl pada rambutnya (mengumpulkan kebelakang) dan Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam senang untuk mencocoki ahli kitāb selama belum datang perintah dari Allāh. Kemudian pada akhirnya beliau memilih membelah rambutnya."_

(Hadīts ini dishahīhkan oleh Syaik Albāniy rahimahullāh dalam kitāb Mukhtashar Asy Syamāil).

Dari hadīts ini bisa kita simpulkan bahwa sikap Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam yang paling akhir adalah membagi atau membelah rambutnya ke samping tidak men-sadl rambutnya.

Adapun kenapa pada awalnya Beliau lebih memilih ahli kitāb adalah?

Karena ahli kitāb memiliki kitāb yang diturunkan Allāh dari langit dan bisa jadi cara mereka menata rambut mencocoki kitāb tersebut sehingga Beliau lebih memilih cara ahli kitāb di dalam masalah ini daripada cara orang-orang musyrikin.

Dan Ibnu Qayyim dalam Zadul Ma'ad Juz 1 Hal 168 memberikan gambaran bagaimana maksud sadl.

Maksud dari sadl adalah:

"Untuk mengumpulkan rambutnya kebelakang dan tidak membelahnya menjadi dua belahan."

Kemudian Ibnu Hajjar berkata juga:

"Sikap terakhir yang dipilih Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam terhadap rambutnya adalah membelah atau membaginya."

Demikian pembahasan kita dari bab ini, semoga bermanfaat.

Wallāhu Ta'āla A'lam Bishawāb.

وصلى الله على نبينا محمد
__________________

🏦 *Salurkan Donasi Dakwah Terbaik Anda* melalui :

| BNI Syariah
| Kode Bank (427)
| Nomor Rekening : 8145.9999.50
| a.n Yayasan Bimbingan Islam
| Konfirmasi klik https://bimbinganislam.com/konfirmasi-donasi/
__________________

Senin, 25 Februari 2019

HADĪTS YANG BERKAITAN DENGAN RAMBUT RASŪLULLĀH SHALLALLĀHU 'ALAYHI WA SALLAM (BAGIAN 1)

🌍 BimbinganIslam.com
Senin, 20 Jumādā AtsTsānī 1440 H / 25 Februari 2019 M
👤 Ustadz Ratno, Lc
📗 Kitab Syamāil Muhammadiyah
🔊 Halaqah 22 | Hadits Yang Berkaitan Dengan Rambut Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam (Bagian 01)
⬇ Download audio: bit.ly/SyamailMuhammadiyah-22
〰〰〰〰〰〰〰

*HADĪTS YANG BERKAITAN DENGAN RAMBUT RASŪLULLĀH SHALLALLĀHU 'ALAYHI WA SALLAM (BAGIAN 1)*

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي خَلَقَ الْخَلْقَ وَالْأَخْلَاقَ وَالْأَرْزَاقَ وَالْأَفْعَالَ، وَلَهُ الشُّكْرُ عَلَى إِسْبَاغِ نِعَمِهِ الظَّاهِرَةِ وَالْبَاطِنَةِ بِالْإِفْضَالِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى نَبِيِّهِ وَرَسُولِهِ الْمُخْتَصِّ بِحُسْنِ الشَّمَائِلِ، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ الْمَوْصُوفِينَ بِالْفَوَاضِلِ وَالْفَضَائِلِ، وَعَلَى أَتْبَاعِهِ الْعُلَمَاءِ الْعَامِلِينَ بِمَا ثَبَتَ عَنْهُ بِالدَّلَائِلِ. أما بعد

Sahabat BiAS yang semoga selalu dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Alhamdulilāh, Allāh masih memberikan kesempatan kepada kita untuk mempelajari Kitāb Asy Syamāil Al Muhammadiyyah, karya Imām Abū Īsā At Tirmidzī rahimahullāhu ta'āla.

Pada pertemuan kali ini (pertemuan ke-22) kita akan membaca hadīts-hadīts yang berkaitan dengan rambut Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam.

Al Imām At Tirmidzī rahimahullāh memberikan judul pada bab ini dengan "Bābu mā jā'a fī sya'ri Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam (Bab tentang rambut Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam)".

Bab ini memiliki sekitar delapan hadīts dan pada pertemuan ini kita akan membaca lima hadīts dari delapan hadīts tersebut, yaitu: Hadīts ke-24, hadits ke-25, hadits ke-26, hadīts ke-27 dan hadīts ke- 29.

Karena kelima hadīts ini memiliki tema yang sama (yaitu) tentang panjang rambut Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam.

Hadīts ke-28 (in syā Allāh) akan kita bahas pada kesempatan yang lain,

Sebelum kita membaca hadits-hadīts yang berkaitan tentang penyebutan sifat rambut Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam, kita simpulkan terlebih dahulu bahwa rambut Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam:

√ Terkadang panjangnya mencapai pertengah telinga Beliau.
√ Terkadang panjangnya mencapai daun telinga Beliau.
√ Terkadang panjangnya menyentuh kedua pundak Beliau.
√ Terkadang panjangnya di antara keduanya.

Ini adalah empat keadaan rambut Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam dan rambut Beliau tidak pernah melebihi kedua pundak Neliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam), sebagaimana di nukilkan oleh Al Manawi dari Abū Syamah dalam Faidhul Qadir Juz 5 halaman 74.

Dan semuanya memberikan gambaran bahwa rambut Beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam) suatu waktu panjang, dan pada waktu yang lainnya tidak terlalu panjang atau agak pendek.

Dan ini merupakan kesimpulan yang dikuatkan oleh Syaikh Abdul Razaq Al Badr dalam bukunya Syarah Asy Syamāil dan di sana juga ada beberapa pendapat yang lainnya.

• Hadīts Pertama | Hadīts nomor 24:

حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ حُجْرٍ قَالَ : أَخْبَرَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ ، عَنْ حُمَيْدٍ، عَنْ أنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ : كَانَ شَعْرُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى نِصْفِ أُذُنَيْهِ

_Anas bin Mālik radhiyallāhu ta'āla 'anhu menggambarkan bahwasanya:_

_"Rambut Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam terkadang panjangnya hingga setengah telinga."_

(Hadīts ini dishahīhkan oleh Syaikh Albāniy rahimahullāh),

Hadīts ini menunjukkan bahwasanya terkadang rambut Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam mencapai pertengahan telinga.

• Hadīts Kedua | Hadīts nomor 25:

حَدَّثَنَا هَنَّادُ بْنُ السَّرِيِّ، قَالَ: أَخْبَرَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ أَبِي الزِّنَادِ، عَنْ هِشَامِ بْنِ عُرْوَةَ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ عَائِشَةَ، قَالَتْ: كُنْتُ أَغْتَسِلُ أَنَا وَرَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم مِنْ إِنَاءٍ وَاحِدٍ، وَكَانَ لَهُ شَعَرٌ فَوْقَ الْجُمَّةِ، وَدُونَ الْوَفْرَةِ.

_Āisyah radhiyallāhu ta'āla 'anhā pernah bercerita:_

_"Aku pernah mandi bersama Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam dari satu wadah dan ternyata rambut Beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam) melebihi daun telinga namun tidak sampai pundak."_

(Hadīts ini dishahīhkan oleh Syaikh Albāniy rahimahullāh).

Kesimpulannya:

Rambut Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam lebih dari daun telinga akan tetapi tidak sampai pundak.

• Hadīts Ketiga | Hadīts nomor 26:

حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ مَنِيعٍ، قَالَ: حَدَّثَنَا أَبُو قَطَنٍ، قَالَ: حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، عَنْ أَبِي إِسْحَاقَ، عَنِ الْبَرَاءِ بْنِ عَازِبٍ، قَالَ: كَانَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم مَرْبُوعًا، بَعِيدَ مَا بَيْنَ الْمِنْكَبَيْنِ، وَكَانَتْ جُمَّتُهُ تَضْرِبُ شَحْمَةَ أُذُنَيْهِ.

_Al Barā' bin 'Āzib radhiyallāhu ta'āla 'anhu berkata:_

_"Tinggi Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam ideal. Dada Beliau bidang dan panjang rambut Beliau mencapai daun telinga."_

⇒ Hadīts shahīh diriwayat juga oleh Imām Bukhāri nomor 3551 dan Imām Muslim nomor 2337, yang mana isinya:

"Rambut Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam saat itu mencapai daun telinga."

• Hadīts Keempat | Hadīts nomor 27:

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ، قَالَ: حَدَّثَنَا وَهْبُ بْنُ جَرِيرِ بْنِ حَازِمٍ، قَالَ: حَدَّثَنِي أَبِي، عَنْ قَتَادَةَ، قَالَ: قُلْتُ لأَنَسٍ: كَيْفَ كَانَ شَعَرُ رَسُولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم؟ قَالَ: لَمْ يَكُنْ بِالْجَعْدِ، وَلا بِالسَّبْطِ، كَانَ يَبْلُغُ شَعَرُهُ شَحْمَةَ أُذُنَيْهِ.

_Qatādah (salah seorang murid dari Anas bin Mālik) bertanya kepada Anas bin Malik radhiyallāhu ta'āla 'anhu:_

_"Bagaimana sifat rambut Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam ?"_

_Beliau menjawab:_

_"Rambut Beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam) tidak keriting namun juga tidak lurus dan panjang rambut Beliau hingga daun telinga."_

⇒ Hadīts shahīh ini di riwayatkan juga oleh Imām Bukhāri nomor 5905 dan Imām Muslim nomor 2338.

Adapun isinya sama dengan sebelumnya, yaitu:

"Rambut Beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam) mencapai daun telinga."

• Hadīts Kelima | Hadīts nomor 29:

حَدَّثَنَا سُوَيْدُ بْنُ نَصْرٍ قَالَ : حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ الْمُبَارَكِ ، عَنْ مَعْمَرٍ ، عَنْ ثَابِتٍ الْبُنَانِيِّ ، عَنْ أَنَسٍ: أَنَّ شَعْرَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِلَى أَنْصَافِ أُذُنَيْهِ

_Anas radhiyallāhu ta'āla 'anhu berkata:_

_"Panjang rambut Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam terkadang sampai ditengah telinga Beliau."_

⇒ Hadīts shahīh ini diriwayatkan juga oleh Imām Muslim nomor 2339.

Itulah hadīts-hadīts yang berkaitan dengan panjang rambut Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam. Dan hadīts-hadits tersebut tidak saling bertentangan dan kita nyatakan bahwa rambut Beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam):

√ Terkadang panjangnya hingga kedua pundak. 
√ Terkadang hanya sampai telinga,
√ Bisa juga sampai pertengahan telinga,
√ Dan terkadang diantara keduanya.

Wallāhu Ta'āla A'lam Bishawāb.

Semoga bermanfaat.

وصلى الله على نبينا محمد
___________________

🏦 *Salurkan Donasi Dakwah Terbaik Anda* melalui :

| BNI Syariah
| Kode Bank (427)
| Nomor Rekening : 8145.9999.50
| a.n Yayasan Bimbingan Islam
| Konfirmasi klik https://bimbinganislam.com/konfirmasi-donasi/
__________________

Rabu, 20 Februari 2019

KITĀB BAHJATU QULŪBIL ABRĀR HADĪTS 29 (BAGIAN 2)

🌍 BimbinganIslam.com
Rabu, 15 Jumādā Ats-Tsānī 1440 H / 20 Februari 2019 M
👤 Ustadz Riki Kaptamto Lc
📗 Kitab Bahjatu Qulūbul Abrār Wa Quratu ‘Uyūni Akhyār fī Syarhi Jawāmi' al Akhbār
🔊 Halaqah 033 | Hadits 29 (bagian 2)
⬇ Download audio: bit.ly/BahjatulQulubilAbrar-H033
〰〰〰〰〰〰〰

*KITĀB BAHJATU QULŪBIL ABRĀR HADĪTS 29 (BAGIAN 2)*

بسم اللّه الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
الحمد لله ربّ العالمين والصلاة والسلام على نبينا محمد وعلى آله وأصحابه ومن تبعهم باحسان الى يوم الدين، اما بعد

Kaum muslimin dan muslimat rahīmani wa rahīmakumullāh.

Ini adalah halaqah kita yang ke-33 dalam mengkaji kitāb: بهجة قلوب الأبرار وقرة عيون الأخيار في شرح جوامع الأخبار (Bahjatu Qulūbil Abrār wa Quratu 'Uyūnil Akhyār fī Syarhi Jawāmi' Al Akhyār), yang ditulis oleh Syaikh Abdurrahmān bin Nāshir As Sa'dī rahimahullāh.

Kita lanjutkan pembahasan hadīts yang ke-29, yaitu hadīts yang diriwayatkan oleh Abū Hurairah radhiyallāhu ta'āla 'anhu, bahwa beliau mengatakan:

قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ - صلى الله عليه وسلم "حَقُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ سِتٌّ " . قِيلَ مَا هُنَّ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ " إِذَا لَقِيتَهُ فَسَلِّمْ عَلَيْهِ وَإِذَا دَعَاكَ فَأَجِبْهُ وَإِذَا اسْتَنْصَحَكَ فَانْصَحْ لَهُ وَإِذَا عَطَسَ فَحَمِدَ اللَّهَ فَسَمِّتْهُ وَإِذَا مَرِضَ فَعُدْهُ وَإِذَا مَاتَ فَاتَّبِعْهُ

_Hak seorang muslim terhadap sesama muslim itu ada enam, yaitu:_

_⑴ Jika kamu bertemu dengannya maka ucapkanlah salam,_
_⑵ Jika ia mengundangmu maka penuhilah undangannya,_
_⑶ Jika ia meminta nasihat kepadamu maka berilah ia nasihat,_
_⑷ Jika ia bersin dan mengucapkan: 'Alhamdulillāh' maka do’akan lah ia dengan: Yarhamukallāh (mudah-mudahan Allāh memberikan rahmat kepadamu),_
_⑸ Jika ia sakit maka jenguklah dan_
_⑹ Jika ia meninggal dunia maka iringilah jenazahnya._

(Hadīts riwayat Muslim nomor 2162)

Kita lanjutkan hak yang berikutnya, yaitu:

⑷ Jika ia bersin dan mengucapkan: 'Alhamdulillāh' maka do’akanlah ia dengan: Yarhamukallāh (mudah-mudahan Allāh memberikan rahmat kepadamu).

Ketika seorang muslim bersin kemudian dia memuji Allāh Subhānahu wa Ta'āla dengan mengucapkan "Alhamdulillāh", (berarti) dia telah bersyukur (mengucapkan rasa syukur) kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla atas nikmat bersin.

Karena bersin itu merupakan nikmat, dimana dia bisa mengeluarkan sesuatu yang menganjal di dalam rongga tubuhnya sehingga dia memuji Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Maka orang yang bersin tadi selain dia mendapatkan pahala memuji Allāh, dia juga mendapatkan do'a dari orang yang mendengarnya.

Apabila ada orang yang mendengar seseorang bersin kemudian dia mengucapkan: "Yarhamukallāh (mudah-mudahan Allāh memberikan rahmat kepadamu)."

Maka dia (orang yang bersin) akan membalas dengan do'a yang lain (yaitu): "Yahdikumullāhu wa yushlihu bālakum" (semoga Allah senantiasa menunjukimu dan memperbaiki kondisimu).

Dan ini merupakan hak bagi seorang muslim.

⑸ Jika ia sakit maka jenguklah.

Apabila ada seorang muslim yang sakit maka hak bagi muslim yang lain (kewajiban) bagi muslim yang lain adalah menjenguk orang yang sakit tersebut.

Dengan tujuan untuk meringankan penderitaan yang sedang orang sakit tersebut hadapi dan untuk mengobati rasa berat atau kesulitan yang sedang orang sakit tersebut hadapi.

Dan tentunya ketika sedang menjenguk seseorang dianjurkan untuk mendo'akan kesembuhan bagi orang yang dijengguk serta memberikan hiburan dan membangkitkan semangat bagi orang yang sakit.

Dan menghibur orang sakit tersebut dengan pahala yang akan dia dapatkan apabila dia bersabar atas ujian yang Allāh berikan kepadanya.

Ini merupakan satu hak yang harus dipenuhi oleh seorang muslim. Terlebih apabila orang yang sakit ini bisa senang hatinya dengan  dijenguk oleh orang tadi (saudaranya).

Terlebih bila yang menjenguk adalah orang yang sangat dicintai, orang yang sangat dia hormati. Ketika dia dijenguk dia akan merasa diperhatikan, dan hal ini sangat dianjurkan.

⑹ Jika ia meninggal dunia maka iringilah jenazahnya.

Ini juga merupakan hak dimana seorang muslim yang meninggal maka saudara muslim yang lain wajib untuk mengurus jenazahnya dan mereka dianjurkan untuk mengikuti (mengiringi) jenazahnya hingga dia dishalātkan atau hingga dia dimakamkan.

Yang demikian itu merupakan penunaian hak bagi keluarganya karena keluargapun akan terbantu atau teringankan duka yang sedang mereka hadapi ketika orang-orang ikut untuk menyolatkan atau memakamkan jenazah keluarga mereka.

Hal ini sangatlah dianjurkan.

Enam hal ini merupakan hak bagi seorang muslim yang sepantasnya dipenuhi oleh kaum muslimin dan mereka jaga diantara sesama mereka.

Demikian yang bisa kita bahas pada halaqah kali ini (in syā Allāh) kita lanjutkan hadīts  berikutnya di halaqah yang akan datang.

وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه  وسلم
والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته

___________________

🏦 *Salurkan Donasi Dakwah Terbaik Anda* melalui :

| BNI Syariah
| Kode Bank (427)
| Nomor Rekening : 8145.9999.50
| a.n Yayasan Bimbingan Islam
| Konfirmasi ke Nomor : 0878-8145-8000

📝 Format Donasi : DonasiDakwahBIAS#Nama#Nominal#Tanggal

__________________

Selasa, 19 Februari 2019

KITĀB BAHJATU QULŪBIL ABRĀR HADĪTS 29 (BAGIAN 1)

🌍 BimbinganIslam.com
Selasa, 14 Jumādā Ats-Tsānī 1440 H / 19 Februari 2019 M
👤 Ustadz Riki Kaptamto Lc
📗 Kitab Bahjatu Qulūbul Abrār Wa Quratu ‘Uyūni Akhyār fī Syarhi Jawāmi' al Akhbār
🔊 Halaqah 032 | Hadits 29 (bagian 1)
⬇ Download audio: bit.ly/BahjatulQulubilAbrar-H032
〰〰〰〰〰〰〰

*KITĀB BAHJATU QULŪBIL ABRĀR HADĪTS 29 (BAGIAN 1)*

بسم اللّه الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
الحمد لله ربّ العالمين والصلاة والسلام على نبينا محمد وعلى آله وأصحابه ومن تبعهم باحسان الى يوم الدين، اما بعد

Kaum muslimin dan muslimat rahīmani wa rahīmakumullāh.

Ini adalah halaqah kita yang ke-32 dalam mengkaji kitāb: بهجة قلوب الأبرار وقرة عيون الأخيار في شرح جوامع الأخبار (Bahjatu Qulūbil Abrār wa Quratu 'Uyūnil Akhyār fī Syarhi Jawāmi' Al Akhyār), yang ditulis oleh Syaikh Abdurrahmān bin Nāshir As Sa'dī rahimahullāh.

Kita sudah sampai pada hadīts yang ke-29, yaitu hadīts yang diriwayatkan oleh Abū Hurairah radhiyallāhu ta'āla 'anhu, bahwa beliau mengatakan:

قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ - صلى الله عليه وسلم "حَقُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ سِتٌّ " . قِيلَ مَا هُنَّ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ " إِذَا لَقِيتَهُ فَسَلِّمْ عَلَيْهِ وَإِذَا دَعَاكَ فَأَجِبْهُ وَإِذَا اسْتَنْصَحَكَ فَانْصَحْ لَهُ وَإِذَا عَطَسَ فَحَمِدَ اللَّهَ فَسَمِّتْهُ وَإِذَا مَرِضَ فَعُدْهُ وَإِذَا مَاتَ فَاتَّبِعْهُ

_"Hak seorang muslim atas muslim yang lain ada enam hal."_

_Kemudian beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam) ditanya:_

_"Apa saja itu, wahai Rasūlullāh? "_

_Beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam) bersabda:_

_"Hak seorang muslim terhadap sesama muslim itu ada enam, yaitu:_

_⑴ Jika kamu bertemu dengannya maka ucapkanlah salam,_
_⑵ Jika ia mengundangmu maka penuhilah undangannya,_
_⑶ Jika ia meminta nasihat kepadamu maka berilah ia nasihat,_
_⑷ Jika ia bersin dan mengucapkan: 'Alhamdulillāh' maka do’akan lah ia dengan Yarhamukallāh (mudah-mudahan Allāh memberikan rahmat kepadamu),_
_⑸ Jika ia sakit maka jenguklah dan_
_⑹ Jika ia meninggal dunia maka iringilah jenazahnya._

(Hadīts riwayat Muslim nomor 2162)

Syaikh Abdurrahmān bin Nāshir As Sa'dī rahimahullāh menyebutkan bahwa barangsiapa memenuhi enam hak ini, maka dia bisa dipastikan akan memenuhi hak-hak lainnya yang ada pada seorang muslim.

Jika enam hak ini dipenuhi maka hak-hak yang lain besar kemungkinan akan dia penuhi dan tentunya hal itu akan mendatangkan kebaikan yang besar dan pahala yang besar di sisi Allāh Subhānahu wa Ta'āla baginya.

Enam hal tersebut, adalah:

⑴ Jika kamu bertemu dengannya maka ucapkanlah salam kepadanya.

Mengucapkan salam merupakan sebab akan adanya rasa cinta di antara sesama yang tentunya ini merupakan realisasi dari iman yang menjadi sebab dia masuk ke dalam surga.

Sebagaimana sabda Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam di dalam hadīts yang lain. 

وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لاَ تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ حَتَّى تُؤْمِنُوا وَلاَ تُؤْمِنُوا حَتَّى تَحَابُّوا أَوَلاَ أَدُلُّكُمْ عَلَى شَىْءٍ إِذَا فَعَلْتُمُوهُ تَحَابَبْتُمْ أَفْشُوا السَّلاَمَ بَيْنَكُمْ

_"Demi Dzat yang jiwaku berada ditangan-Nya, kalian tidak akan masuk surga hingga kalian beriman dan tidaklah kalian beriman hingga kalian saling menyayangi. Maukah kalian aku tunjukkan atas sesuatu yang mana apabila kalian mengerjakannya niscaya kalian akan saling menyayangi ? Sebarkanlah salam di antara kalian."_

Ucapan salam merupakan bentuk dari keindahan Islām, dimana setiap muslim yang bertemu maka dia akan mendo'akan bagi saudaranya keselamatan dari segala kejelekan.

Juga mendo'akan baginya rahmat serta keberkahan ketika dia mengucapkan:

السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُه

Yang itu semua akan mendatangkan (menumbuhkan) rasa cinta dan kasih sayang di antara sesama mereka.

Begitu juga orang yang dia mendapatkan ucapan salam dari saudaranya maka wajib baginya untuk membalas ucapan salam tersebut dengan ucapan salam yang lebih baik (lebih sempurna) dari ucapan salam tadi. Jika tidak minimal dia mengucapkan sama dengan apa yang diucapkan saudaranya tadi.

Dan sebaik-baik manusia adalah orang yang memulai salam terlebih dahulu.

Hadīts di atas merupakan anjuran dari Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam kepada kita untuk memulai salam apabila bertemu dengan seorang muslim dan salam tersebut merupakan do'a bagi saudara kita yang nantinya akan kembali dia mendo'akan kita dengan mengucapkan salam yang serupa atau lebih baik.

⑵ Jika ia mengundangmu maka penuhilah undangannya.

Jika seseorang mengundangmu (jamuan makan atau minum), maka penuhilah undangan tersebut dengan tujuan agar tidak mengecewakan yang mengundang.

Karena dia (yang mengundang) sudah bermaksud baik ingin mengundang dengan harapan temannya ini bisa mengabulkan niat baiknya. Dan biasanya yang mengundang telah menyiapkan yang terbaik buat tamunya dan si pengundang ingin memdapatkan do'a juga dari orang-orang yang dia undang.

⑶ Jika ia meminta nasihat kepadamu maka berilah ia nasihat.

Maksudnya (misalkan) seseorang meminta saran akan suatu perbuatan, apakah harus dilakukan atau tidak?

Maka sebaiknya seorang yang dimintai saran, dia berusaha semaksimal mungkin untuk memberikan saran  sebagaimana dia senang untuk melakukan hal tersebut.

Jika dia senang untuk melakukan pekerjaan tersebut maka sarankan temannya untuk melakulan hal tersebut.

Tetapi jika dia tidak senang untuk melakukan pekerjaan tersebut karena ada sesuatu kekurangan atau kesulitan, maka jelaskan kepada yang meminta saran bahwasanya anda akan mengalami demikian, demikian, maka sebaiknya tidak perlu dikerjakan.

Atau jika perkara tersebut perlu dirinci atau perlu ditimbangkan mana yang baik dan mana yang buruk maka sampaikan kepada orang yang meminta nasehat tersebut, jelaskan ini sisi baiknya ini sisi buruknya. Lalu berikan saran apa yang terbaik bagi orang yang meminta saran tersebut.

Atau pada permasalahan lain ketika seorang diminta pendapatnya dalam hal pernikahan misalkan atau dalam hal muamalah suatu usaha, maka sebaiknya dia berusaha untuk menyampaikan yang paling bermanfaat bagi orang yang meminta saran tadi.

√ Apakah harus dilakukan atau tidak.

√ Apakah harus dipilih atau tidak.

Dan tidak boleh dia menyarankan sesuatu dengan tujuan menipunya atau tidak memperdulikan dampak (akibat) yang buruk dari saran yang telah dia berikan.

Yang demikian justru haram karena akan menjerumuskan saudaranya kepada suatu kesulitan.

Hak ini merupakan suatu kewajiban yang harus dipenuhi oleh seorang muslim apabila dia meminta saran atau nasehat kebaikan kepada saudaranya.

Sebagaimana sabda Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam:

الدين النصيحة

_"Agama adalah nasehat."_

Demikian yang bisa kita bahas pada halaqah kali ini, in syā Allāh kita lanjutkan pada halaqah yang akan datang.

وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه  وسلم
والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته

___________________

🏦 *Salurkan Donasi Dakwah Terbaik Anda* melalui :

| BNI Syariah
| Kode Bank (427)
| Nomor Rekening : 8145.9999.50
| a.n Yayasan Bimbingan Islam
| Konfirmasi klik https://bimbinganislam.com/konfirmasi-donasi/
__________________

KITĀB BAHJATU QULŪBIL ABRĀR HADĪTS 28 (BAGIAN 2)

🌍 BimbinganIslam.com
Senin, 13 Jumādā Ats-Tsānī 1440 H / 18 Februari 2019 M
👤 Ustadz Riki Kaptamto Lc
📗 Kitab Bahjatu Qulūbul Abrār Wa Quratu ‘Uyūni Akhyār fī Syarhi Jawāmi' al Akhbār
🔊 Halaqah 031 | Hadits 28 (bagian 2)
⬇ Download audio: bit.ly/BahjatulQulubilAbrar-H031
〰〰〰〰〰〰〰

*KITĀB BAHJATU QULŪBIL ABRĀR HADĪTS 28 (BAGIAN 2)*

بسم اللّه الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
الحمد لله ربّ العالمين والصلاة والسلام على نبينا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين، اما بعد

Kaum muslimin dan muslimat, rahīmani wa rahīmakumullāh.

Ini adalah halaqah kita yang ke-31 dalam mengkaji kitāb: بهجة قلوب الأبرار وقرة عيون الأخيار في شرح جوامع الأخبار (Bahjatu Qulūbil abrār wa Quratu 'uyūnil Akhyār fī Syarhi Jawāmi' al Akhyār), yang ditulis oleh Syaikh Abdurrahmān bin Nāshir As Sa'dī rahimahullāh.

Kita masih melanjutkan hadīts pada halaqah sebelumnya yaitu hadīts yang ke-28, dimana kita telah sampai pada sabda Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam:

فسَدِّدوا وقاربوا وأبشروا

_"Maka berusahalah untuk sempurna di dalam amalan.”_

Makna "tasdid" yaitu "al ishabah" atau menggapai kesempurnaan dalam ucapan dan perbuatan.

وقاربوا

_"Dan berusaha mendekati kesempurnaan.”_

Jikalau kalian tidak mampu untuk benar-benar sampai sempurna maka berusahalah minimal untuk bisa mendekati kesempurnaan itu, meskipun tidak benar-benar sampai.

وأبشروا

_"Dan bergembiralah.”_

Dan bergembiralah (yaitu) dengan adanya pahala yang akan tetap kalian dapatkan jikalau kalian melakukan ketaatan tersebut semaksimal mungkin (semaksimal yang kalian mampu).

Di dalam sabda Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam tersebut ada satu prinsip yang penting di dalam agama ini. Yaitu sebagaimana yang Allāh Subhānahu wa Ta'āla sebutkan di dalam firman-Nya:

فَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ مَا ٱسْتَطَعْتُمْ

_"Bertaqwalah kepada Allāh semampu kalian.”_

(QS At Taghabun: 16)

Begitu juga di dalam sabda Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam yang lain:

إذا أمرتكم بأمر فأتوا منه ما استطعتم

_"Jikalau aku memerintahkan kalian suatu perkara maka lakukanlah semampu kalian.”_

Dari sini kita mengetahui bahwasanya prinsip yang ada di dalam agama ini, bahwasanya setiap muslim maupun muslimah, dia diperintahkan untuk semaksimal mungkin melakukan perintah-perintah Allāh dan Rasūl-Nya sesuai dengan kondisi yang dia bisa.

Apabila dia mampu untuk mengerjakannya secara sempurna maka dia wajib mengerjakannya secara sempurna, jikalau tidak mampu dikarenakan kondisi dia yang tidak memungkinkan maka dia tetap diperintahkan untuk mengerjakan sesuai dengan kemampuan dirinya.

Selain itu, Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam juga mengabarkan agar kita berbahagia tentang adanya pahala.

Dan berbahagialah (وأبشروا) yaitu dengan pahala yang akan kalian dapatkan jikalau kalian melakukan ketaatan sesuai dengan kemampuan kalian.

Dan di akhir hadīts ini Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam memberikan suatu nasehat yang sangat bermanfaat bagi kita, dimana Beliau bersabda:

واستعينوا بالغُدْوة والروحة

_"Dan manfaatkanlah waktu pagi, sore hari dan beberapa waktu dari tengah malam.”_

Di dalam sabda Beliau tersebut, Beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam) mengarahkan agar kita memanfaatkan waktu-waktu yang dimana waktu-waktu tersebut bisa menambah semangat kita di dalam ibadah, bisa mempermudah kita di dalam menjalankan ibadah, di dalam mengapai tujuan kita di akhirat kelak.

Karena waktu yang paling menyenangkan, waktu yang paling meringankan baginya adalah waktu melakukan perjalanan tersebut, di pagi hari, sore hari atau ketika malam hari.

Itu adalah waktu-waktu nyaman bagi seseorang melakukan perjalanannya, dibandingkan jika dia harus berjalan di siang hari. Karena siang hari adalah waktu yang panas maka akan terasa letih baginya.

Jika dia memanfaatkan waktu-waktu tersebut (siang yang panas) maka dia bisa menghadapi kesulitan atau lamanya perjalan dia.

Begitu juga ketika seorang ingin berusaha menggapai perjalanan menuju akhirat, karena dunia ini ibarat jalan untuk mengambil bekal di akhirat yang kita semua akan mengarah kepada akhirat tersebut.

Maka Beliau menyarankan kepada kita agar memanfaatkan waktu-waktu tersebut, karena di waktu-waktu tersebut akan mempermudah kita di dalam beramal, mempermudah kita di dalam mengapai tujuan kita.

Maka hadīts ini merupakan hadīts yang sangat mulia yang menunjukkan tentang dua prinsip utama di dalam syar'iat ini, yaitu:

⑴ Bahwasanya agama ini mudah dan telah Allāh mudahkan untuk dijalani oleh manusia.

⑵ Bahwasanya kita diperintahkan untuk menjalankan perintah-perintah Allāh sesuai dengan kemampuan kita, sesuai dengan kondisi yang kita bisa.

⑶ Bahwasanya waktu yang dianjurkan untuk dimanfaatkan di dalam beribadah di antaranya adalah waktu pagi, sore dan tengah malam.

Dimana waktu tersebut biasanya dimanfaatkan oleh orang yang safar untuk melakukan perjalanan mereka. Karena di waktu-waktu tersebut lebih mudah dan lebih nyaman.

Demikian yang bisa kita kaji pada halaqah kali ini, dan in syā Allāh akan kita lanjutkan dengan hadīts berikutnya pada pertemuan yang akan datang.

وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه  وسلم
والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته

___________________
 
🏦 *Salurkan Donasi Dakwah Terbaik Anda* melalui :

| BNI Syariah
| Kode Bank (427)
| Nomor Rekening : 8145.9999.50
| a.n Yayasan Bimbingan Islam
| Konfirmasi klik https://bimbinganislam.com/konfirmasi-donasi/
__________________

Selasa, 12 Februari 2019

BERIMAN KEPADA ALLĀH AZZA WA JALLA (BAGIAN 2)

🌍 BimbinganIslam.com
Selasa, 07 Jumādā Ats-Tsānī 1440 H / 12 Februari 2019 M
👤 Ustadz Rizqo Kamil Ibrahim, Lc
📗 ‘Aqidah Al-Wāsithiyyah
🔊 Halaqah 014 | Beriman Kepada Allāh ‘azza wa jalla (Bagian 02)
⬇ Download audio: bit.ly/BiAS-RKI-AqidahWasithiyyah-H014
〰〰〰〰〰〰〰

*BERIMAN KEPADA ALLĀH AZZA WA JALLA (BAGIAN 2)*

بسم اللّه الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
الحمد لله ربّ العالمين والصلاة والسلام على أشرف الأنبياء والمرسلين

Sahabat BiAS sekalian, saudara muslimin dan muslimat.

Alhamdulilāh, kita telah sampai pada halaqah yang ke-14, kita melanjutkan rangkaian silsilah dari kitāb "Al 'Aqidah Al Wāsithiyah" (العقيدة الواسطية) , karangan Syaikhul Islām Ibnu Taimiyyah rahimahullāh (Ahmad ibn Abdil Halīm Al Harrānī)

Pertemuan sebelumnya kita telah membahas perkataan Ibnu Taimiyyah rahimahullāh mengenai hal-hal yang termasuk mengimani sifat-sifat Allāh Azza wa Jalla.

Dan Ibnu Taimiyyah rahimahullāh menegaskan ada 6 poin. Dan pertemuan kemarin kita telah membahas dua poin dasar atau rujukan dalam mengimani sifat Allāh adalah Al Qurān dan hadīts Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam.

√ Kita mengimani apa yang Allāh sampaikan tentang diri-Nya dan kita mengimani apa yang Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam sampaikan tentang Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

√ Dalam mengimani ini, kita imani tanpa adanya tahrīf yaitu menyelewengkan makna dari dalīl-dalīl yang menyebutkan sifat Allāh Azza wa Jalla.

Seperti contoh yang lalu bila ada di dalam hadīts atau Al Qurān yang menyatakan Allāh memiliki sifat rahmat maka kita tidak boleh menyelewengkan maknanya. Rahmat di sini maksudnya adalah Allāh menginginkan (memberikan) kenikmatan.

Atau Allāh memiliki sifat istiwā' di atas Arsy maka tidak boleh diselewengkan maknanya sebagai "menguasai".

Jadi Allāh benar-benar di atas Arsy. Bagaimana bentuknya nanti, in syā Allāh, akan kita bahas pada poin berikutnya.

⑶ Perkataan Ibnu Taimiyyah rahimahullāh:

ولا تعطيل

_“Juga tidak ta'thīl (meniadakan sifat Allāh) atau menegasikan.”_

Jadi ketika mendengar:

ٱلرَّحۡمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ

_"Allāh Maha Pengasih dan Maha Penyayang.”_

Jika ada yang mengatakan, "Tidak mungkin Allāh memiliki sifat rahmat," atau, "Saya tidak tahu makna rahmat itu apa," dan lain sebagainya maka inilah ta'thīl.

Sebenarnya ta'thīl ini adalah fase pertama dari tahrīf. Jadi, jika orang mentahrīf ada dua fase.

Misalnya dia mendengar bahwa Allāh beristiwā' di atas Arsy, ketika dia mendengar ini dia melakukan ta'thīl dulu (meniadakan makna yang benar). Misalnya dengan mengatakan, "Ah, tidak mungkin Allāh beristiwā."

Kemudian fase yang kedua adalah tahrīf, yaitu meniadakan kemudian mengganti dengan makna lain, dia menyelewengkan maknanya misalnya dengan mengatakan, "Allāh tidak memiliki sifat istiwā' tetapi memiliki sifat menguasai.”

Jadi, (menurutnya) Istiwā' di atas Arsy di sini artinya menguasai Arsy bukan Allāh di atas Arsy.

Tidak mungkin Allāh menjelaskan dalam Al Qurān karena Allāh lebih tahu sifat diri-Nya. Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam mendapatkan wahyu dari Allāh untuk menyampaikan sifat Allāh sedangkan maknanya tidak diketahui oleh orang, padahal Al Qurān dan As Sunnah adalah pedoman untuk kita semua (umat muslim).

Para shahābat pun tidak menanyakan atau menafī'kan hal tersebut, mereka semua mengimani.

(4) Poin selanjutnya adalah:

من غير تكييف ولا تمثيل

_Dan mengimani juga tanpa takyīf (menanyakan teknisnya bagaimana) dan juga dalam mengimani sifat tersebut tanpa tamtsīl (menyamakan Allāh dengan makhluk-Nya)._

In syā Allāh  akan kita sampaikan pada halaqah berikutnya.

Ini saja yang bisa saya sampaikan.

وصلاة وسلم على نبينا محمد و آله وصحبه أجمعين
والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته 

____________

🏦 Salurkan Donasi Dakwah Terbaik Anda melalui:

| BNI Syariah
| Kode Bank (427)
| Nomor Rekening : 8145.9999.50
| a.n Yayasan Bimbingan Islam
| Konfirmasi klik https://bimbinganislam.com/konfirmasi-donasi/
______

Senin, 11 Februari 2019

BERIMAN KEPADA ALLĀH AZZA WA JALLA (BAGIAN 01)

🌍 BimbinganIslam.com
Senin, 06 Jumādā Ats-Tsānī 1440 H / 11 Februari 2019 M
👤 Ustadz Rizqo Kamil Ibrahim, Lc
📗 ‘Aqidah Al-Wāsithiyyah
🔊 Halaqah 013 | Beriman Kepada Allāh ‘azza wa jalla (Bagian 01)
⬇ Download audio: bit.ly/BiAS-RKI-AqidahWasithiyyah-H013
〰〰〰〰〰〰〰

BERIMAN KEPADA ALLĀH AZZA WA JALLA (BAGIAN 01)

بسم اللّه الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
الحمد لله ربّ العالمين والصلاة والسلام على أشرف الأنبياء والمرسلين

Sahabat BiAS sekalian, saudara muslimin dan muslimat.

Alhamdulilāh, kita telah sampai pada halaqah yang ke-13, kita melanjutkan rangkaian silsilah dari kitāb "Al 'Aqidah Al Wāsithiyah" (العقيدة الواسطية) karangan Syaikhul Islām Ibnu Taimiyyah rahimahullāh (Ahmad ibn Abdil Halīm Al Harrānī)

Pada halaqah sebelumnya kita membahas rukun iman secara qlobal dan sekarang kita masuk pada pembahasan rukun iman secara rinci (in syā Allāh, kita akan bahas beberapa rinciannya)

Pada hari ini (in syā Allāh) kita masuk pada pembahasan beriman kepada Allāh Azza wa Jalla terlebih khusus beriman kepada sifat-sifat Allāh.

Ini merupakan inti dari kitāb Al 'Aqidah Al Wāsithiyah.

Ibnu Taimiyyah rahimahullāh berkata:

قال ابن تيمية في (العقيدة الواسطية): ومن الإيمان بالله: الإيمان بما وصفبه نفسه في كتابه، وبما وصفه به رسوله محمد صلى الله عليه وسلم.

Dan merupakan iman kepada Allāh yaitu iman kepada apa yang Allāh sifatkan tentang dirinya dalam Al Qurān dan apa yang Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam sifatkan Allāh Subhānahu wa Ta'āla di dalam hadīts.

من غير تحريف ولا تعطيل

Dan mengimani sifat-sifat tersebut tanpa tahrīf (menyelewengkan makna) dan tidak menafikan sifat-sifat tersebut.

ومن غير تكييف ولا تمثيل

Dan mengimani juga tanpa takīf (menentukan teknisnya bagaimana) dan juga dalam mengimani sifat tersebut tanpa tamtsīl (menyamakan Allāh dengan makhluk nya)

بل يؤمنون بأن الله سبحانه ليس كمثله شيء وهو السميع البصير

Tetapi mengimaninya bahwasanya Allāh Subhānahu wa Ta'āla sebagaimana firman Allāh, "Tidak ada yang menyerupai Allāh Subhānahu wa Ta'āla dan Allāh Maha Mendengar dan Maha Melihat."

Dari text di atas, terkandung kurang lebih 6 poin, (in syā Allāh) akan kita bahas poin per poin.

⑴ Merupakan iman kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla adalah mengimani sifat-sifat Allāh yang Allāh kabarkan didalam Al Qurān dan juga yang dikabarkan oleh Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam di dalam hadītsnya.

Disebutkan merupakan iman kepada Allāh karena sebagaimana kita singgung dalam pertemuan sebelumnya bahwa beriman kepada Allāh mencakup;

√ Iman kepada wujudnya.
√ Iman, bahwa Allāh itu tunggal dalam perbuatannya.
√ Meng Esa kan Allāh dalam ibadah.
√ Beriman kepada nama-nama dan sifat-sifatnya.

Pada pembahasan kali ini Ibnu Taimiyyah rahimahullāh mengatakan termasuk iman kepada Allāh salah satunya adalah beriman kepada sifat-sifat Allāh. Yaitu mengimani apa yang Allāh kabarkan di dalam Al Qurān dan apa yang Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam kabarkan di dalam hadīts.

Sifat Allāh seperti yang di sebutkan di dalam Al Qurān salah satunya

ٱلرَّحۡمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ

"Allāh Maha Pengasih dan Maha Penyayang.”

Bisa disimpulkan bahwa Allāh memiliki sifat mengasihi, (dan ini harus kita imani). 

Ini menunjukkan bahwa iman kepada sifat Allāh harus melalui jalur wahyu tidak boleh dengan akal, perasaan dan sebagainya.

Jangankan Allāh Subhānahu wa Ta'āla makhluk saja kita tidak mengetahui sifatnya kalau kita tidak melihat.

Karena kita bisa mengetahui sesuatu dengan tiga cara (yaitu):

① Melihat langsung.
② Mendengar kabarnya.
③ Melihat replikanya.

Kita tidak bisa melihat Allāh Subhānahu wa Ta'āla di dunia maka bagaimana kita menentukan sifat-sifatnya?

Jawabannya adalah dengan mengimani apa yang Allāh kabarkan dalam Al Qurān dan Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam kabarkan di dalam hadīts.

Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam pun tidak mengetahui (tidak melihat) Allāh Subhānahu wa Ta'āla hanya saja Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam mendapatkan wahyu, karena hadīts itu adalah wahyu yang lafafznya dari Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam.

Jadi apa yang datang dalam Al Qurān dan sunnah harus kita imani dan tidak boleh menggunakan akal dalam menentukan sifat dan nama nama Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Surga, kita tidak tahu bagaimana sifatnya karena kita belum pernah melihat tapi kita tahu karena Allāh Subhānahu wa Ta'āla mengabarkannya di dalam Al Qurān dan Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam mengabarkannya di dalam hadītsnya.

⑵ Dalam mengimani sifat-sifat tersebut tanpa menyelewengkan maknanya.

Misalnya:

Allāh Subhānahu wa Ta'āla mengabarkan dirinya bahwa "Allāh Maha Pengasih dan Maha Penyayang" bisa disimpulkan bahwa Allāh Subhānahu wa Ta'āla memiliki sifat rahmat.

Dan kita tidak boleh menyelewengkan maknanya misalnya dengan mengatakan "Allāh tidak mungkin memiliki sifat rahmat" berarti Allāh lemah (misalnya).

Maka ini telah menyelewengkan makna, ini merupakan iman yang tidak benar (mencederai imannya kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla)

⇒ Maksud rahmat di sini adalah keinginan untuk memberikan nikmat.

Lalu bagaimana iman yang benar?

Kita harus mengimani (menetapkan) bahwasanya Allāh memiliki sifat rahmat (kasih sayang yang layak bagi Allāh) meskipun rahmat Allāh beda dengan makhluknya dan in syā Allāh, ini akan kita bahas pada poin ke-5 dan ke-6.

Contoh firman Allāh lainya:

{الرَّحْمَٰنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَىٰ}

"Allāh beristiwā' di atas Arsy.”
(QS Thahā 15)

Pernyataan Allāh di atas Arsy ini tidak boleh diselewengkan dengan mengatakan, "Allāh tidak beristiwā' " karena beristiwā' di sini artinya menguasai (menguasai Arsy).

Jadi iman yang benar kepada Allāh Azza wa Jalla adalah tidak menyelewengkannya, kita harus tetapkan bahwa Allāh beristiwā' di atas Arsy.

⑶ Mengimaninya tanpa takīf atau tidak menafīkan maknanya

⑷ Mengimaninya tanpa menjelaskan teknisnya.

⑸ Mengimaninya tanpa tamtsīl atau tanpa menyamakan dengan makhluk.

⑹ Mengimani Allāh sebagaimana firman Allāh Subhānahu wa Ta'āla

لَيْسَ كَمِثْلِهِۦ شَىْءٌۭ ۖ وَهُوَ ٱلسَّمِيعُ ٱلْبَصِيرُ

"Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia dan Dialah yang Maha Mendengar dan Melihat.”

(QS Asy Syūrā: 11)

In syā Allāh  akan kita lanjutkan kembali di halaqah yang akan datang.

Ini saja yang bisa saya sampaikan, semoga bisa menjadi ilmu yang bermanfaat dan menambah iman kita, menjadi penerang kubur kita dan menjadi jalan menuju Surga tanpa melewati siksa di Neraka.

وصلاة وسلم على نبينا محمد و آله وصحبه أجمعين
والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته 

____________

🏦 Salurkan Donasi Dakwah Terbaik Anda melalui:

| BNI Syariah
| Kode Bank (427)
| Nomor Rekening : 8145.9999.50
| a.n Yayasan Bimbingan Islam
| Konfirmasi klik https://bimbinganislam.com/konfirmasi-donasi/
______

Rabu, 06 Februari 2019

DI ANTARA DAMPAK BAIK AMAL SHĀLIH YANG DILAKUKAN ORANG TUA TERHADAP PENDIDIKAN ANAK-ANAK ADALAH BAHWA MEREKA MENIRU PERBUATAN BAIK YANG DILAKUKAN ORANG TUA

🌍 BimbinganIslam.com
Rabu, 01 Jumādâ Ats-Tsānī 1440 H / 06 Februari 2019 M
👤 Ustadz Arief Budiman, Lc
📗 Kitāb Fiqhu Tarbiyatu Al-Abnā wa Thāifatu min Nashā'ihi Ath-Athibbāi
🔊 Halaqah 12 | Anak Meniru Perbuatan Baik Yang Dilakukan Orang Tua
⬇ Download audio: bit.ly/TarbiyatulAbna-12
~~~~~~~~~~~~

*DI ANTARA DAMPAK BAIK AMAL SHĀLIH YANG DILAKUKAN ORANG TUA TERHADAP PENDIDIKAN ANAK-ANAK ADALAH BAHWA MEREKA MENIRU PERBUATAN BAIK YANG DILAKUKAN ORANG TUA*

بسم اللّه الْحَمْدُ للهِ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلىَ رَسُوْلِ لله وَعَلىَ آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ وَالاَهُ، ولا حَوْلَ وَلا قُوَّةَ إِلا باللَّهِ، أَمَّا بَعْدُ

Ma'asyiral musta'mi'in wa rahīmaniy wa rahīmakumullāh.

Kita lanjutkan pembahasan kita ke-12 dari kitāb: Fiqhu Tarbiyatul Abnā wa Thāifatu min Nashā'ihi Al Athibbāi, Fiqih tentang Mendidik Anak-anak dan Penjelasan Sebagian Nasehat dari Para Dokter, karya Syaikh Musthafa Al Adawi Hafīdzahullāh.

Dan pada pertemuan ini kita akan membahas sub judul: "Di antara dampak baik amal shālih yang dilakukan orang tua terhadap pendidikan anak-anak adalah bahwa mereka mengikuti perbuatan baik yang dilakukan orang tua".

Seorang anak yang keseharian melihat orang ayahnya selalu berdzikir, bertahlil, bertahmid dan bertasbih maka dia pun akan mudah untuk mengucapkan:

لاإله إلا الله، سبحان الله، الله اكبر

Akan berdampak positif bagi anak yang melihat tersebut.

Begitu pula seorang anak yang disuruh orang tuanya misalnya untuk memberikan sedekah kepada faqīr miskin pada malam hari secara rahasia, ini akan memberikan dampak positif. Berbeda dengan anak yang disuruh oleh ayahnya misalnya untuk membeli rokok.

Demikian pula seorang anak yang selalu melihat ayahnya berpuasa Senin Kamis, ikut serta dalam shalāt berjama'ah di masjid, jelas akan berbeda dengan seorang anak yang melihat ayahnya berada di tempat maksiat (misalnya) perjudian atau bioskop serta tempat-tempat hiburan lainnya.

Anak yang selalu mendengarkan suara adzan ia akan mengulang-ulang lantunan adzan. Dan anak yang terbiasa mendengarkan lantunan muratal dia akan terbiasa membaca lantunan Al Qurān tersebut bahkan dia akan hapal sejak kecil.

Tapi sebaliknya, na'ūdzubillāhi min dzālik, anak yang terbiasa mendengarkan ayahnya bernyanyi (misalnya) atau memutar lagu lagu, maka anak tersebut akan pintar bernyanyi dan bermain musik kelak.

Jadi lihatlah, dampak dari perbuatan ayah tersebut.

Perbuatan baik maka akan ditiru baik oleh anaknya. Perbuatan kedua orang tua yang buruk maka akan ditiru buruk pula oleh anak-anaknya kelak.

Disebutkan dalam sebuah kitāb yang maknanya, "Apabila seorang ayah senantiasa berbakti kepada kedua orang tuanya dengan berdo'a untuk mereka dan memohonkan ampunan kepada Allāh bagi keduanya, selalu memperhatikan keduanya, memastikan ketenangan untuk keduanya, selalu memenuhi kebutuhan keduanya. Maka si anak pun kelak akan demikian."

Si anak akan mendo'akan kedua orang tuanya dengan mengucapkan:

رَبِّ ارحَمهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا

_"Yā Allāh, kasihanilah mereka berdua sebagaimana mereka telah mendidikku di waktu kecil."_

Berbakti kepada kedua orang tuanya ketika kedua orang tuanya masih hidup. Kelak ketika kedua orang tuanya meninggal dunia dia akan berziarah ke makam kedua orang tuanya. Karena anak akan meniru apa yang dilakukan oleh kedua orang tuanya.

إن خيراً فخير وإن شراً فشر

_"Jika yang dilakukan oleh kedua orang tuanya baik maka yang ditirunya juga baik dan jika yang dilakukan kedua orang tuanya buruk maka yang ditiru anaknya juga buruk."_

Anak yang dididik shalāt oleh kedua orang tuanya jelas akan berbeda dengan seorang anak yang biasa diajarkan menonton film, mendengarkan musik atau menonton sepak bola.

Jika seorang anak melihat kedua orang tuanya melakukan shalāt malam, menangis karena takut kepada Allāh dan membaca Al Qurān niscaya dia akan berfikir kenapa ayahku menangis ? Kenapa ayahku melakukan shalāt ? Kenapa ayahku bangun pada sepertiga malam terakhir lalu mengambil air wudhū' ?

Kenapa ayahku meninggalkan tempat tidurnya dengan memilih memohon kepada Rabbnya dengan rasa takut dan harap?

Semua pertanyaan ini akan selalu tertanam di dalam pikiran seorang anak dan selalu memikirkannya yang pada akhirnya si anak dengan izin Allāh Subhānahu wa Ta'āla akan meniru apa saja yang dilakukan oleh kedua orang tuanya.

Demikian pula anak perempuan yang melihat ibunya selalu berhijab dan menutup diri dari laki-laki lain. Dia telah dihiasi dengan rasa malu dengan sikap menjaga kehormatan.

Jika ibunya demikian, niscaya anaknya akan belajar menanamkan rasa malu juga, menjaga kehormatan, kebersihan diri dan kesucian jiwa dari ibunya. In syā Allāh kelak si anak akan menjadi wanita shālihah.

Oleh karena itu, wahai ayah dan ibu.

Bertaqwalah kalian kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla dan contohkanlah amal-amal shālih yang kita lakukan lillāh (karena Allāh).

Ingatlah dampak positif lainnya. Anak-anak kita akan meniru kita. Jika amal kita shālih maka mereka akan meniru kita. Sebaliknya jika kita beramal buruk maka mereka akan meniru juga.

Oleh karena itu jadilah kita sebagai suri tauladan bagi mereka dengan perangai yang baik dan tabi'at yang mulia.

Sebelum itu semua, jadilah kalian sebagai suri tauladan dengan memegang teguh agama dan rasa cinta kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla dan juga Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam.

Demikian.

وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين
واخردعوانا أن الحمد لله رب العالمين
والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته

__________________

🏦 *Salurkan Donasi Dakwah Terbaik Anda* melalui :

| BNI Syariah
| Kode Bank (427)
| Nomor Rekening : 8145.9999.50
| a.n Yayasan Bimbingan Islam
| Konfirmasi klik https://bimbinganislam.com/konfirmasi-donasi/
__________________

Kajian

IMAN TERHADAP WUJUD ALLĀH

🌍 BimbinganIslam.com 📆 Jum'at, 30 Syawwal 1442 H/11 Juni 2021 M 👤 Ustadz Afifi Abdul Wadud, BA 📗 Kitāb Syarhu Ushul Iman Nubdzah  Fī...

hits