Selasa, 25 Juni 2019

JANGAN MEMBENCI ANAK KARENA WAJAHNYA

🌍 BimbinganIslam.com
Selasa, 21 Syawwal 1440 H / 25 Juni 2019 M
👤 Ustadz Arief Budiman, Lc
📗 Kitāb Fiqhu Tarbiyatu Al-Abnā wa Thāifatu min Nashā'ihi Ath-Athibbāi
🔊 Halaqah 20 | Jangan Membenci Anak Karena Wajahnya
⬇ Download audio: bit.ly/TarbiyatulAbna-20
~~~~~~~~~~~~

*JANGAN MEMBENCI ANAK KARENA WAJAHNYA*

بسم اللّه الرحمن الرحيم
الْحَمْدُ لله رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، وَبِهِ نَسْتَعِيْنُ عَلَى أُمُوْرِ الدُّنْيَا وَالدِّيْنِ، وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى أَشْرَفِ الأنبياء الْمُرْسَلِيْنَ، نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحبِهِ أَجْمَعِينَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلىَ يَوْمِ الدِّيْنِ، أما بعد

Ma'āsyiral mustami'in para pendengar rahīmakumullāh.

Ini adalah pertemuan kita yang ke-20, dari kitāb  Fiqhu Tarbiyatil Abnā wa Thāifatu min Nashā'ihi Al Athibbāi, tentang fiqih mendidik atau membimbing anak-anak dan penjelasan sebagian nasehat dari para dokter, karya Syaikh Musthafa Al Adawi Hafīdzahullāh.

Kita lanjutkan pembahasan sub judul berikutnya yaitu:

▪ Janganlah Anda membenci terhadap anak karena wajahnya yang kurang cantik atau kurang tampan.

Seorang anak tidak memiliki kuasa di dalam menentukan cantik (tampan) atau jelek, baik atau buruk, karena Allāh Subhānahu wa Ta'āla telah menciptakan mereka seperti itu, ini sudah ketetapan dari Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Bisa jadi seorang anak memiliki wajah yang kurang menarik akan tetapi dia memiliki kedudukan di sisi Allāh Subhānahu wa Ta'āla kelak.

Mungkin saja dia anak shālih, anak yang bertaqwa, anak yang takut kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Oleh karenanya rupa tidak menjadi standar baik buruknya seseorang.

Baik buruk seseorang dilihat dari bagaimana agama dan kadar ketaqwaan serta keimanannya kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Allāh Subhānahu wa Ta'āla berfirman:

…وَلَأَمَةٞ مُّؤۡمِنَةٌ خَيۡرٞ مِّن مُّشۡرِكَةٖ وَلَوۡ أَعۡجَبَتۡكُمۡۗ ….

_"Sungguh, hamba sahaya perempuan yang beriman lebih baik daripada perempuan musyrik meskipun dia menarik hatimu.…”_

… وَلَعَبۡدٞ مُّؤۡمِنٌ خَيۡرٞ مِّن مُّشۡرِكٖ وَلَوۡ أَعۡجَبَكُمۡۗ …

_'Sungguh, hamba sahaya laki-laki yang beriman lebih baik daripada laki-laki musyrik meskipun dia menarik hatimu..... "_

(QS Al Baqarah: 221)

Allāh Subhānahu wa Ta'āla juga menjelaskan keadaan orang-orang munāfiq. Allāh Subhānahu wa Ta'āla berfirman:

وَإِذَا رَأَيۡتَهُمۡ تُعۡجِبُكَ أَجۡسَامُهُمۡۖ.......

_"Dan apabila engkau melihat mereka, tubuh-tubuh mereka menjadikan kamu kagum..... "_

(QS Al Munāfiqun: 4)

Allāh Subhānahu wa Ta'āla berfirman:

فَلَا تُعۡجِبۡكَ أَمۡوَٰلُهُمۡ وَلَآ أَوۡلَٰدُهُمۡۚ إِنَّمَا يُرِيدُ ٱللَّهُ لِيُعَذِّبَهُم بِهَا فِي ٱلۡحَيَوٰةِ ٱلدُّنۡيَا وَتَزۡهَقَ أَنفُسُهُمۡ وَهُمۡ كَٰفِرُونَ

_"Maka janganlah harta dan anak-anak mereka membuatmu kagum. Sesungguhnya maksud Allāh dengan itu adalah untuk menyiksa mereka dalam kehidupan dunia dan kelak akan mati dalam keadaan kāfir.”_

(QS At Tawbah: 55)

Ini menunjukkan tidak bermanfaatnya harta dan anak jika tidak diiringi dengan ketaqwaan kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Sesungguhnya Allāh yang Maha menciptakan dan membentuk manusia, sesuai dengan apa yang Allāh Subhānahu wa Ta'āla kehendaki. Allāh Subhānahu wa Ta'āla berfirman:

هُوَ ٱللَّهُ ٱلۡخَٰلِقُ ٱلۡبَارِئُ ٱلۡمُصَوِّرُۖ......

_"Dialah Allāh Yang Maha Menciptakan, Yang Mengadakan, Yang Membentuk Rupa...."_

(QS Al Hasyr: 24)

Allāh Subhānahu wa Ta'āla berfirman:

هُوَ ٱلَّذِي يُصَوِّرُكُمۡ فِي ٱلۡأَرۡحَامِ كَيۡفَ يَشَآءُۚ لَآ إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ ٱلۡعَزِيزُ ٱلۡحَكِيمُ

_“Dialah (Allāh Subhānahu wa Ta'āla) yang membentuk kamu dalam rahim menurut yang Dia kehendaki. Tidak ada tuhan selain Dia,  Yang Maha Perkasa, Maha Bijaksana.”_

(QS Āli Imrān: 6)

Allāh Subhānahu wa Ta'āla berfirman:

مِنۡ أَيِّ شَيۡءٍ خَلَقَهُۥ۞ مِن نُّطۡفَةٍ خَلَقَهُۥ فَقَدَّرَهُۥ

_"Dari apakah Dia (Allāh) menciptakannya? Dari setetes mani, Dia menciptakannya lalu menentukannya.”_

(QS 'Abasa: 18-19)

Allāh Subhānahu wa Ta'āla berfirman:

أَفَرَءَيۡتُم مَّا تُمۡنُونَ ۞ ءَأَنتُمۡ تَخۡلُقُونَهُۥٓ أَمۡ نَحۡنُ ٱلۡخَٰلِقُونَ

_"Maka adakah kalian perhatikan, tentang (benih manusia) yang kalian pancarkan. Apakah kalian yang menciptakannya, ataukah Kami penciptanya?"_

(QS Al Wāqi'ah: 58-59)

Maka fahamilah ini wahai hamba Allāh !

Janganlah Anda tertipu dengan ketampanan atau kecantikan salah seorang di antara anak-anak Anda, sehingga membuat Anda melakukan kezhāliman kepada yang lain.

Sungguh, orang yang paling mulia disisi Allāh Subhānahu wa Ta'āla adalah adalah orang-orang yang paling bertaqwa.

Allāh Subhānahu wa Ta'āla berfirman:

إِنَّ أَكۡرَمَكُمۡ عِندَ ٱللَّهِ أَتۡقَىٰكُمۡۚ

_"Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allāh ialah orang yang paling bertakwa.”_

(QS Al Hujurāt: 13)

Dan Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam telah bersabda:

إِنَّ اللَّهَ لاَ يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ وَأَمْوَالِكُمْ وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوبِكُمْ وَأَعْمَالِكُمْ

_"Sesungguhnya Allāh Subhānahu wa Ta'āla tidak melihat bentuk dan harta yang kalian miliki, akan tetapi Dia melihat hati dan amal perbuatan yang kalian lakukan.”_

(Hadīts shahīh riwayat Muslim nomor 2564)

Dalam riwayat yang lain:

إِنَّ اللَّهَ لاَ يَنْظُرُ إِلَى أَجْسَادِكُمْ وَلاَ إِلَى صُوَرِكُمْ وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوبِكُمْ

_"Sesungguhnya Allāh Subhānahu wa Ta'āla tidak melihat badan dan bentuk kalian, akan tetapi Dia melihat hati-hati kalian"_

(Hadīts shahīh riwayat Muslim nomor 2564)

Demikian, semoga bermanfaat.

بارك الله فيكم
وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وأصحابه أجمعين
والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
_________________________

Senin, 24 Juni 2019

MEMOHON PERLINDUNGAN ALLĀH KETIKA ANAK DILAHIRKAN

🌍 BimbinganIslam.com
Senin, 20 Syawwal 1440 H / 24 Juni 2019 M
👤 Ustadz Arief Budiman, Lc
📗 Kitāb Fiqhu Tarbiyatu Al-Abnā wa Thāifatu min Nashā'ihi Ath-Athibbāi
🔊 Halaqah 19 | Memohon Perlindungan Kepada Allāh Ketika Anak Dilahirkan
⬇ Download audio: bit.ly/TarbiyatulAbna-19
~~~~~~~~~~~~

*MEMOHON PERLINDUNGAN ALLĀH KETIKA ANAK DILAHIRKAN*

بسم اللّه الرحمن الرحيم
الحمد لله، والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه ومن والاه، ولاحول ولا قوة إلا بالله أما بعد

Ma'āsyiral mustami'in para pendengar rahīmakumullāh.

Ini adalah pertemuan kita yang ke-19, dari kitāb  Fiqhu Tarbiyatil Abnā wa Thāifatu min Nashā'ihi Al Athibbāi, tentang fiqih mendidik atau membimbing anak-anak dan penjelasan sebagian nasehat dari para dokter, karya Syaikh Musthafa Al Adawi Hafīdzahullāh.

Kita lanjutkan pembahasan sub judul berikutnya yaitu:

▪ Hendaknya kita membaca do'a perlindungan kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla ketika anak kita dilahirkan.

Sebagaimana firman Allāh Subhānahu wa Ta'āla di dalam surat Āli Imrān: 36.

فَلَمَّا وَضَعَتۡهَا قَالَتۡ رَبِّ إِنِّي وَضَعۡتُهَآ أُنثَىٰ وَٱللَّهُ أَعۡلَمُ بِمَا وَضَعَتۡ وَلَيۡسَ ٱلذَّكَرُ كَٱلۡأُنثَىٰۖ وَإِنِّي سَمَّيۡتُهَا مَرۡيَمَ وَإِنِّيٓ أُعِيذُهَا بِكَ وَذُرِّيَّتَهَا مِنَ ٱلشَّيۡطَٰنِ ٱلرَّجِيمِ

_Isteri 'Imrān ketika melahirkan Maryam berkata:_

_"Yā Tuhanku, aku telah melahirkan anak perempuan.”_

_Padahal Allāh lebih tahu apa yang dia lahirkan dan laki-laki tidak sama dengan perempuan._

_”Dan aku memberinya nama Maryam dan aku mohon perlindungan-Mu untuknya dan anak cucunya dari (gangguan) setan yang terkutuk."_

(QS Āli Imrān: 36)

⇒ Ini adalah syar'iat kita, melindungi anak-anak dan keturunan kita dari godaan syaithān yang terkutuk.

Kemudian sub judul berikutnya adalah:

▪ 'Ain (pandangan mata yang jahat) itu benar adanya, sebagaimana dijelaskan oleh Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam.

Terkadang seorang anak terkena 'ain yang disebabkan oleh mata orang yang dengki (mungkin karena wajah anak tersebut yang cantik, tampan atau lucu sehingga orang yang melihatnya ada yang hasad kepadanya).

Anda telah berusaha membawa anak tersebut kepada dokter dan telah diperiksa dokter dan telah diberi (resep) obat untuk kesembuhan anak tersebut tetapi tidak berpengaruh.

Karena anak tersebut terkena penyakit yang lain yaitu penyakit 'ain. Dan penyakit 'ain obatnya dengan ruqyah (jampi dengan ayat Al Qurān atau do'a dari Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam).

Pada suatu ketika, Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam datang ke rumah Ja'far dan Beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam) melihat anak-anak Ja'far dalam keadaan lemah, dengan badan yang kurus. Lalu Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam bertanya kepada istri Ja'far.

Istri Ja'far berkata, "Mereka terkena 'Ain, wahai Rasūlullāh."

Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam berkata, "Ruqyahlah mereka!"

(Hadīts shahīh riwayat Muslim)

Jadi 'ain adalah haq (benar, nyata) dan banyak sekali menimpa anak-anak, sehingga anak-anak perlu dimintakan perlindungan kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla dari penyakit 'ain atau gangguan syaithān.

Salah satu do'a yang diajarkan Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam untuk melindungi anak-anak kita adalah sebuah hadīts yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbās radhiyallāhu ta'āla 'anhu.

Dimana Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam memohon perlindungan untuk Al Hasan dan Al Husain radhiyallāhu ta'āla 'anhumā, Beliau berkata:

"Sesungguhnya bapak (nenek moyang) kalian berdua, Ibrāhīm memohon perlindungan (kepada Allāh) untuk kedua anaknya, Ismā'il dan Ishāq."

Beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam) berkata:

أَعُوْذُ بِكَلِمَاتِ اللَّهِ التَّامَّةِ، مِنْ كُلِّ شَيْطَانٍ وَهَامَّةٍ، وَمِنْ كُلِّ عَيْنٍ لاَمَّة

_"Aku berlindung dengan kalimat Allāh yang sempurna dari setiap gangguan syaithān, binatang berbisa dan setiap mata orang yang dengki."_

(Hadīts riwayat Bukhāri nomor 3371)

Di dalam riwayat lain (Ash Shahīhain) dari hadīts Ummu Salamah radhiyallāhu ta'āla 'anhā disebutkan:

أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم رَأَى فِي بَيْتِهَا جَارِيَةً فِي وَجْهِهَا سَفْعَةٌ فَقَالَ  " اسْتَرْقُوا لَهَا، فَإِنَّ بِهَا النَّظْرَةَ ".

_Sesungguhnya Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam melihat warna hitam pada wajah seorang budak wanita milik Ummu Salamah, kemudian Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam berkata kepadanya (Ummu Salamah):_

_"Ruqyahlah budak wanita itu, karena dia terkena ‘ain."_

(Hadīts riwayat Bukhāri nomor 5739 dan Muslim nomor 2197)

⇒ An nadhrah (النظرة) adalah 'ain

Ada juga ulamā yang menafsirka an Nlnadhrah (النظرة) adalah gangguan syaithān.

Jadi kita harus meminta perlindungan kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla untuk anak-anak kita agar mereka terhindar dari gangguan syaithān.

Demikian, semoga bermanfaat.

وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين
واخردعوانا أن الحمد لله رب العالمين
والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته

_________________________

Jumat, 21 Juni 2019

AMALAN DI BULAN SYAWWAL

🌍 BimbinganIslam.com
Jum’at, 17 Syawwal 1440 H / 21 Juni 2019 M
👤 Ustadz Ratno Abu Muhammad, Lc
📗 Materi Tematik | Amalan Di Bulan Syawwal
⬇ Download audio: bit.ly/SerialSyawwal1440H_H01
~~~~~~~~~~~~

*AMALAN DI BULAN SYAWWAL*

بسم الله الحمد لله، والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وأصحابه ومن تبعهم بإحسان إلى يوم القيامة، أما بعد

Sahabat Bimbingan Islām yang semoga selalu dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Saat ini kita telah berada di bulan Syawwāl. Pertanyaannya, apa saja amalan yang bisa kita kerjakan di bulan Syawwāl ini ?

Berikut, beberapa amalan yang bisa kita lakukan di bulan Syawwāl.

⑴ Memperbanyak do'a

Do'a untuk apa ?

√ Do'a agar ibadah kita diterima oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

√ Do'a agar puasa kita, shalāt kita, sedekah kita ataupun ibadah lainnya yang telah kita lakukan di bulan Ramadhān diterima oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Do'a ini bisa menggunakan bahasa Indonesia ataupun bahasa Arab (walaupun tidak bisa menggunakan bahasa Arab tetap berdo'a dengan menggunakan bahasa Indonesia).

Contoh do'a yang berbahasa Arab seperti apa?

Contohnya:

 اللهم تقبل منا صيامنا وقيامنا

_"Yā Allāh.... Terimalah dari kami, ibadah puasa kami dan ibadah qiyām (shalāt) kami"._

Dahulu para shahābat (pendahulu kita) yang shālih, mereka berdo'a enam bulan lamanya agar mereka bisa bertemu dengan Ramadhān dan mereka juga berdo'a enam bulan lamanya agar ibadah-ibadah yang mereka lakukan di bulan Ramadhān (sebelumnya) bisa diterima oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Ibnu Rajab dalam kitāb Latha'if Al Ma'arif berkata:

كانوا يدعون الله - عزّ وجل- ستة أشهر أن يبلغهم شهر رمضان، ثم يدعون الله  ستة أشهر أن يتقبل منهم

_"Dahulu mereka (para shahābat) berdo'a kepada Allāh enam bulan lamanya, mereka do'a agar disampaikan kepada bulan Ramadhān, kemudian mereka berdo'a juga kepada Allāh enam bulan lamanya agar Allāh Subhānahu wa Ta'āla menerima amal-amal mereka.”_

Dan para ulamā lebih khawatir terhadap nasib amalannya, apakah diterima atau tidak, daripada (memikirkan) amal itu sendiri.

Sebagian kaum salaf mengatakan:

لأن أكون أعلمُ أن الله قد تقبل مني مثقال حبة من خردل أحب إليَّ من الدنيا وما فيها؛ لأن الله يقول: ﴿ إِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللَّهُ مِنَ الْمُتَّقِينَ ﴾ [المائدة:٢٧]

_"Sungguh, ketika aku tahu bahwasanya Allāh telah menerima dariku amalan yang seberat biji sawi saja, maka itu lebih aku cintai daripada dunia dan isinya._

_Karena Allāh Ta'āla berfirman:_

_”Allāh hanya menerima dari orang-orang yang bertaqwa.” (QS Al Māidah: 27)_

Dan Ibnu Rajab berkata:

Dan telah diriwayatkan juga (dengan sighah tamrid) dari Āli radhiyallāhu ta'āla 'anhu, beliau mengatakan:

كانُوا لِقبُولِ الْعَمَلِ أَشَدَّ اهتماما مِنْكُمْ بِالْعَمَلِ ، أَلَمْ تَسْمَعُوا اللَّهَ يَقُولُ  {إِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللَّهُ مِنَ الْمُتَّقِينَ}.

_Dulu para shahābat terhadap urusan diterima amal itu lebih perhatian daripada kalian dengan amal itu sendiri._

_Apakah kalian tidak mendengar Allāh 'Azza wa Jalla berfirman:_

_”Allāh hanya menerima dari orang-orang yang bertaqwa.”_

Maka pada bulan ini (Syawwāl) yang harus kita perbanyak ibadah dengan berdo'a (karena do'a juga merupakan ibadah) kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla, meminta kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla agar ibadah kita diterima oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Kemudian di antara amalan yang bisa kita lakukan di bulan Syawwāl adalah:

⑵ Puasa enam hari di bulan Syawwāl

Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:

مَنْ صَامَ رَمَضانَ ثُمَّ أَتَبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كانَ كصِيَامِ الدَّهْرِ

_"Barangsiapa berpuasa Ramadhān kemudian mengikutinya dengan puasa enam hari di bulan Syawwāl maka ia seperti sudah berpuasa setahun lamanya.”_

(Hadīts shahīh riwayat Muslim nomor 1164)

Dari hadīts ini kita mendapatkan beberapa faedah, di antaranya:

① Puasa yang satu bulan (di bulan Ramadhān) plus enam hari (di bulan Syawwāl) sudah dianggap berpuasa satu tahun penuh.

Karena:

الحسنة بعشر امثالها

_Setiap kebaikan itu minimalnya diberikan sepuluh kali lipat dalam bentuk pahala._

Satu bulan plus enam hari itu jumlahnya 36 hari, jikalau kita kalikan 10 maka kita mendapatkan angka 360 dan jumlah hari dalam setahun adalah 360 hari.

② Allāh Subhānahu wa Ta'āla memberikan kemurahan kepada umat Islām ini, yang mana seorang yang berpuasa satu bulan ditambah enam hari sudah dihitung satu tahun lamanya.

Sehingga, walaupun umat ini umurnya pendek (60,70 tahun) dan banyak dari umat Islām yang telah meninggal sebelum umur-umur itu tadi, akan tetapi Allāh Subhānahu wa Ta'āla memberikan rahmat yang sangat luas. Allāh berikan pahala-pahala yang berlipat-lipat dari amalan yang hanya sekali dan amalan yang hanya sedikit.

Itulah rahmat Allāh Subhānahu wa Ta'āla kepada umat Islām.

Sehingga bagi sahabat Bimbingan Islām yang menginginkan pahala ini dan yang bisa melakukan puasa enam hari di bulan Syawwāl jangan sampai terlewatkan.

Ini yang bisa kita sampaikan, pada pertemuan kali ini, semoga bermanfaat.

Wallāhu Ta'āla A'lam Bishawāb.

وصلى الله على نبينا محمد

_________

Rabu, 19 Juni 2019

KITĀB BAHJATU QULŪBIL ABRĀR, HADĪTS 36

🌍 BimbinganIslam.com
Rabu, 15 Syawwal 1440 H / 19 Juni 2019 M
👤 Ustadz Riki Kaptamto Lc
📗 Kitab Bahjatu Qulūbul Abrār Wa Quratu ‘Uyūni Akhyār fī Syarhi Jawāmi' al Akhbār
🔊 Halaqah 039 | Hadits 36
⬇ Download audio: bit.ly/BahjatulQulubilAbrar-H039
〰〰〰〰〰〰〰

*KITĀB BAHJATU QULŪBIL ABRĀR, HADĪTS 36*

بسم اللّه الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
الحمد لله ربّ العالمين والصلاة والسلام على نبينا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين، اما بعد

Kaum muslimin dan muslimat rahīmani wa rahīmakumullāh.

Ini adalah halaqah kita yang ke-39 dalam mengkaji kitāb: بهجة قلوب الأبرار وقرة عيون الأخيار في شرح جوامع الأخبار (Bahjatu Qulūbil Abrār wa Quratu 'uyūnil Akhyār fī Syarhi Jawāmi' al Akhyār), yang ditulis oleh Syaikh Abdurrahmān bin Nāshir As Sa'dī rahimahullāh.

Kita sudah sampai pada pembahasan hadīts yang ke-36, yaitu hadīts yang diriwayatkan oleh Abū Hurairah radhiyallāhu ta'āla 'anhu.

Beliau mengatakan, Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:

إنَّ اللَّهَ تَعَالَى قَالَ: "مَنْ عَادَى لِي وَلِيًّا فَقْد آذَنْتهُ بِالْحَرْبِ، وَمَا تَقَرَّبَ إلَيَّ عَبْدِي بِشَيْءٍ أَحَبَّ إلَيَّ مِمَّا افْتَرَضْتُهُ عَلَيْهِ، وَلَا يَزَالُ عَبْدِي يَتَقَرَّبُ إلَيَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ، فَإِذَا أَحْبَبْتُهُ كُنْت سَمْعَهُ الَّذِي يَسْمَعُ بِهِ، وَبَصَرَهُ الَّذِي يُبْصِرُ بِهِ، وَيَدَهُ الَّتِي يَبْطِشُ بِهَا، وَرِجْلَهُ الَّتِي يَمْشِي بِهَا، وَلَئِنْ سَأَلَنِي لَأُعْطِيَنَّهُ، وَلَئِنْ اسْتَعَاذَنِي لَأُعِيذَنَّهُ". وَمَا تَرَدَّدْتُ عَنْ شَىْءٍ أَنَا فَاعِلُهُ تَرَدُّدِي عَنْ نَفْسِ الْمُؤْمِنِ، يَكْرَهُ الْمَوْتَ وَأَنَا أَكْرَهُ مَسَاءَتَهُ ".

_Sesungguhnya Allāh berfirman:_

_"Barangsiapa memusuhi seorang wali-Ku maka sungguh aku telah menyatakan perang dengannya. Dan tidaklah seorang hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan sesuatu apapun daripada sesuatu yang lebih Aku cintai dari perkara-perkara yang telah aku wajibkan kepadanya dan hamba-Ku senantiasa mendekatkan diri kepada-Ku dengan amalan-amalan nāfilah hingga Aku mencintainya._

_Apabila Aku telah mencintainya maka Aku akan menjadi pendengerannya yang dengannya dia mendengar dan pandangannya yang dia pandang dan tangannya yang dengannya dia melakukan sesuatu dan kakinya yang dengannya dia berjalan._

_Seandainya dia meminta kepada-Ku, Aku akan memberinya, dan seandainya dia meminta perlindungan kepada-Ku niscaya Aku akan melindunginya. Dan tidaklah Aku merasa ragu dari sesuatu hal yang Aku lakukan seperti keraguan-Ku dari mencabut nyawa seorang mukmin, dia tidak senang terhadap kematian dan Akupun tidak senang untuk menyusahkanya, akan tetapi kematian itu adalah sesuatu ketetapan yang telah tetap baginya.”_

(Hadīts shahīh riwayat Bukhāri)

Di dalam hadīts yang mulia ini, terdapat faedah yang besar dimana di dalam hadīts ini Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam menyebutkan tentang keutamaan wali-wali-Nya serta sifat wali-wali-Nya tersebut.

Allāh mengabarkan bahwasanya barangsiapa memusuhi wali-wali Allāh maka berarti Allāh menyatakan permusuhan juga dengan meraka. Dan tentunya barangsiapa telah dinyatakan bermusuhan dengan Rabbul Ālamīn maka dia akan menjadi orang yang terlantar dan rugi. Dan Rabbnya (penciptanya) telah menyatakan permusuhan dan berperang dengannya.

Maka tidak ada lagi yang bisa melindunginya dan menaunginya. Dia termasuk orang yang merugi, suatu ancaman yang besar.

Sebaliknya barangsiapa yang Allāh telah menjamin untuk membelanya, niscaya  dia termasuk orang yang menang dan akan selalu ditolong. Yang demikian itu dikarenakan para wali-wali Allāh, mereka mencintai Allāh dengan sempurna. Dan mereka mencintai sesuatu karena Allāh.

Sehingga Allāh mencintai mereka dan Allāh menjaga serta mencukupi mereka.

Kemudian Allāh Subhānahu wa Ta'āla menyebutkan tentang sifat wali-wali-Nya tadi setelah mengabarkan pembelaannya tentang wali-wali Allāh.

Kemudian Allāh Subhānahu wa Ta'āla mensifatkan siapa wali-wali tersebut, agar seorang tahu siapa dari kalangan para hamba-Nya yang menjadi wali-Nya sehingga tidak dimusuhi, karena itu akan berdampak permusuhan dari Allāh Subhānahu wa Ta'āla terhadap orang yang memusuhi wali tersebut.

Allāh Subhānahu wa Ta'āla sebutkan sifat wali itu adalah:

✔Orang-orang yang bertaqarrub kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla dengan melaksanakan hal-hal yang telah Allāh wajibkan.

Allāh Subhānahu wa Ta'āla berfirman:

وَمَا تَقَرَّبَ عَبْدِيْ بِشَيْءٍ أَحَبَّ إِلَـيَّ مِمَّـا افْتَرَضْتُهُ عَلَيْهِ

_"Tidaklah hamba-Ku mendekat kepada-Ku dengan sesuatu yang lebih Aku cintai daripada hal-hal yang Aku wajibkan kepadanya.”_

Yang pertama kali yang paling Allāh cintai dari amalan taqarrub yang dia lakukan adalah jikalau dia mengerjakan perkara-perkara yang wajib.

Yang Allāh telah wajibkan ia tunaikan semua. Baik shalāt, puasa, zakāt, haji, amal ma'ruf nahi munkar dan hak-hak lainnya yang berkenaan dengan hak-hak manusia dia tunaikan yang merupakan kewajiban yang telah ditetapkan kepadanya.

✔Kemudian tidak cukup sampai disitu, dia terus melakukan taqarrub kepada Allāh dengan menambah hal-hal yang wajib itu dengan hal-hal yang nāfilah (hal-hal yang bersifat dianjurkan/disunnahkan) meskipun tidak sampai wajib untuk menambah dan menyempurnakan amalan-amalan ibadah yang wajib, maka dia senantiasa menambahnya.

Seperti dalam ibadah shalāt dia menambah ibadah shalāt-shalāt sunnah, pada puasa dia menambah dengan puasa-puasa sunnah demikian seterusnya.

Maka hakikat wali Allāh adalah mereka yang menjalankan perintah Allāh (kewajiban-kewajiban dari Allāh) dan menambahnya dengan hal-hal yang sunnah yang dengan itu maka Allāh akan mencintai mereka dan Allāh menjadi wali mereka. Dan Allāh menanggung dan menjaga mereka serta memudahkan segala urusan mereka, serta Allāh memberikan taufīq dan petunjuk kepada anggota-anggota tubuh dan perilaku mereka.

Allāh menunjukkannya kepada perkara-perkara yang mendatangkan kebaikan dan Allāh mengarahkan dan menuntunnya kepada perkara-perkara kebaikan.

Oleh karena itu Allāh Subhānahu wa Ta'āla berfirman:

فَإِذَا أَحْبَبْتُهُ كُنْتُ سَمْعَهُ الَّذِي يَسْمَعُ بِهِ، وَبَصَرَهُ الَّذِي يُبْصِرُ بِهِ، وَيَدَهُ الَّتِي يَبْطُشُ بِهَا وَرِجْلَهُ الَّتِي يَمْشِي بِهَا

_"Jikalau aku mencintainya, maka Aku adalah pendengarannya yang dengannya aku mendengar, penglihatan yang dengannya dia melihat, dan tangannya yang dengannya dia melakukan sesuatu dan kakinya dengannya dia melangkah.”_

Ini menunjukkan bahwasanya Allāh mengarahkan dan memberikan petunjuk kepada anggota-anggota tubuhnya untuk menjalankan sesuatu yang baik.

Allāh menuntunnya kepada perkara-perkara yang baik, Allāh senantiasa bersama anggota tubuhnya ketika ia akan melakukan suatu perbuatan sehingga perbuatannya bukanlah perbuatan yang dimurkai dan mendatangkan kebencian Allāh.

Ini merupakan suatu bentuk keutamaan yang didapatkan oleh wali-wali Allāh dikarenakan mereka mengedepankan kecintaan kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Selain itu Allāh juga sebutkan:

وَلَئِنْ سَأَلَنِي لَأُعْطِيَنَّهُ

_Jikalau dia meminta maka niscaya Allāh akan memberikannya._

Jikalau dia meminta pertolongan niscaya Allāh akan melindunginya.

Inilah sifat dan keutamaan yang didapatkan oleh seorang wali Allāh yang disebutkan di dalam hadīts qudsi ini.

Ini sejalan dengan apa yang Allāh firmankan tentang sifat wali-wali Allāh, dimana Allāh Subhānahu wa Ta'āla berfirman di dalam surat Yūnus 62 dan 63.

Allāh Subhānahu wa Ta'āla berfirman:

أَلَآ إِنَّ أَوۡلِيَآءَ ٱللَّهِ لَا خَوۡفٌ عَلَيۡهِمۡ وَلَا هُمۡ يَحۡزَنُونَ۞ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَكَانُواْ يَتَّقُونَ

_"Ingatlah wali-wali Allāh itu tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati. (Yaitu) orang-orang yang beriman dan senantiasa bertaqwa.”_

Maka barangsiapa dia beriman dan bertaqwa, maka dia adalah wali Allāh.

Dan dari hadīts ini pula kita bisa mengambil suatu faedah bahwasanya al faraidh atau amalan-amalan yang wajib, ini harus didahulukan daripada amalan-amalan yang sifatnya nāfilah.

Karena amalan yang wajib lebih dicintai oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla, maka dia memprioritaskan terlebih dahulu untuk menunaikan yang wajib dibandingkan dia memperbanyak amalan yang sunnah.

Karena meninggalkan amalan yang wajib akan menjadikannya berdosa.

Demikian hadīts qudsi yang begitu mulia ini yang menjadi pokok di antara hadīts-hadīts pokok yang lain yang menyebutkan sifat-sifat para wali Allāh serta keutamaan yang didapatkan oleh para wali tersebut.

Demikian yang bisa kita kaji pada halaqah kita kali ini, in syā Allāh  akan kita lanjutkan kembali pada halaqah yang akan datang.

وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه  وسلم
والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته

_________________________

Selasa, 18 Juni 2019

KITĀB BAHJATU QULŪBIL ABRĀR, HADĪTS 35

🌍 BimbinganIslam.com
Selasa, 14 Syawwal 1440 H / 18 Juni 2019 M
👤 Ustadz Riki Kaptamto Lc
📗 Kitab Bahjatu Qulūbul Abrār Wa Quratu ‘Uyūni Akhyār fī Syarhi Jawāmi' al Akhbār
🔊 Halaqah 038 | Hadits 35
⬇ Download audio: bit.ly/BahjatulQulubilAbrar-H038
〰〰〰〰〰〰〰

*KITĀB BAHJATU QULŪBIL ABRĀR, HADĪTS 35*

بسم اللّه الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
الحمد لله ربّ العالمين والصلاة والسلام على نبينا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين، اما بعد

Kaum muslimin dan muslimāt rahīmani wa rahīmakumullāh.

Ini adalah halaqah kita yang ke-38 dalam mengkaji kitāb: بهجة قلوب الأبرار وقرة عيون الأخيار في شرح جوامع الأخبار (Bahjatu Qulūbil Abrār wa Quratu 'uyūnil Akhyār fī Syarhi Jawāmi' Al Akhyār), yang ditulis oleh Syaikh Abdurrahmān bin Nāshir As Sa'dī rahimahullāh.

Kita sudah sampai pada pembahasan hadīts yang ke-35, yaitu hadīts yang diriwayatkan oleh Abū Hurairah radhiyallāhu ta'āla ‘anhu, beliau mengatakan, Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:

كل عمل ابن آدم يضاعف: الحسنة بعشر أمثالها إلى سبعمائة ضعف. قال الله تعالى: (إلا الصوم فإنه لي وأنا أجزي به: يدع شهوته وطعامه من أجلي. للصائم فرحتان: فرحة عند فطره، وفرحة عند لقاء ربه. ولخلوف فيه أطيب عند الله من ريح المسك)

_"Setiap amalan banī Ādam akan dilipatgandakan, sebuah kebaikan akan dilipatgandakan dengan sepuluh kali yang semisalnya hingga tujuh ratus kali lipatnya.”_

_Allāh Ta'āla berfirman:_

_"Kecuali puasa, karena sesungguhnya puasa tersebut adalah milik-Ku dan Akulah yang akan mengganjarnya.”_

_Dimana orang yang berpuasa meninggalkan syahwatnya dan makanannya karena Aku. Bagi orang yang berpuasa memiliki dua kebahagiaan yaitu kebahagiaan ketika dia berbuka puasa dan ketika dia berjumpa dengan Rabb-nya._

_Dan sungguh bau mulut orang yang sedang berpuasa itu lebih harus daripada bau misk._

_Dan hakikat puasa adalah perisai, maka apabila salah seorang dari kalian berpuasa maka janganlah dia mengucapkan ucapan yang keji dan ucapan-ucapan yang akan kenimbulkan keributan dan jika ada seorang yang mencelanya atau mengajak dia bertengkar maka hendaknya dia mengatakan, "Aku sedang berpuasa."_

(Hadīts riwayat Bukhāri dan Muslim)

Syaikh Abdurrahmān bin Nāshir As Sa'dī rahimahullāh menjelaskan bahwa hadīts ini merupakan hadīts yang agung, dimana di dalam hadīts ini Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam menjelaskan tentang pelipat gandaan amalan secara umum dan menjelaskan tentang keutamaan ibadah puasa secara khusus dan pahala yang didapatkan dari orang yang berpuasa.

Jikalau kita perhatikan dalam hadīts ini, Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam mengabarkan semua amalan manusia baik yang sifatnya ucapan ataupun perbuatan. Baik amalan ibadah (ibadah yang zhahir maupun yang bathin). Baik amalan ibadah tersebut berkenaan dengan hak Allāh ataupun hak-hak para hamba-Nya.

Semua itu akan dilipat gandakan menjadi sepuluh kali lipat hingga tujuh ratus kali lipat, ini menunjukkan besarnya karunia Allāh Subhānahu wa Ta'āla kepada hamba-Nya.

Dimana Allāh Subhānahu wa Ta'āla melipat gandakan pahala kebaikan yang mereka lakukan. Sedangkan perbuatan keburukan, dosa yang mereka lakukan maka tidak Allāh ganjar kecuali dengan yang semisalnya. Dengan satu kali yang semisal dengan keburukan tersebut.

Adapun kebaikan maka Allāh lipat gandakan, minimal sepuluh kali lipat dan bisa terus meningkat menjadi tujuh ratus kali lipat tergantung dari sebab-sebab yang menjadikan pahala tersebut berlipat ganda.

Disebutkan di antara sebab-sebab yang bisa melipat gandakan pahala tersebut, adalah:

⑴ Dengan kuatnya iman dan kesempurnaan keikhlāsan.

Apabila imannya kuat disertai dengan keikhlāsan yang sempurna ketika mengamalkan sesuatu amalan, maka amalan atau pahala amalan tersebut akan dilipatgandakan seiring dengan besarnya kekuatan iman dan kesempurnaan keikhlāsan yang dilakukan oleh orang yang mengamalkannya.

⑵ Jikalau amal tersebut memiliki peran yang sangat besar atau di situasi yang sangat penting (contohnya) berinfāq ketika sedang jihād atau dalam rangka thālibul 'ilmi.

Maka itu menjadi sebab akan dilipatgandakan dengan pelipatgandaan yang lebih dari sepuluh kali lipat.

Atau ketika dengan amalan tersebut bisa membuahkan amalan yang lain atau bisa diikuti oleh orang lain atau bisa untuk menutupi atau membantu kesusahan-kesusahan yang ada pada orang lain maka semua amalan-amalan tersebut akan dilipatgandakan seiring besarnya peran amalan itu.

Juga bergantung dari keutamaan waktu dan tempat dimana amalan tersebut dilakukan.

Ini di antara sebab-sebab yang menjadikan sebuah amalan dilipatgandakan dengan lebih hingga menjadi tujuh ratus kali lipat.

Kemudian di dalam hadīts yang mulia ini Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam mengabarkan bahwasanya Allāh Subhānahu wa Ta'āla mengecualikan sebuah amalan dari pelipat gandaan yang Beliau sebutkan tadi yaitu ibadah puasa.

Dimana Allāh Subhānahu wa Ta'āla menisbatkan puasa tersebut kepada diri-Nya. "Karena puasa itu adalah milik-Ku, dan Aku yang akan membalasnya."

Di sini menunjukkan bahwa pahala puasa begitu besar, pelipat gandaannya begitu besar, sehingga Allāh tidak menyebutkan pelipat gandaan ini dengan angka.

Pahalanya tidak disebutkan dengan dilipatgandakan sepuluh atau tujuh ratus kali lipat, tetapi Allāh menyebutkan, "Akulah yang akan membalasnya."

Ini menunjukkan sangat besarnya pahala yang didapatkan orang yang berpuasa, hal itu karena orang yang sedang berpuasa, dia meninggalkan syahwatnya, dia meninggalkan hal-hal yang dicintai oleh jiwanya dan dicintai oleh nalurinya. Dan meninggalkan kebutuhan-kebutuhan yang penting bagi dirinya dalam sehari-hari berupa makanan dan minuman karena Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Maka Allāh sebutkan sebab kenapa dia mendapatkan pahala yang begitu besar yaitu karena orang yang berpuasa, dia meninggalkan syahwatnya, meninggalkan makananannya, karena Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Maka dari sini kita mengetahui bahwasanya hakikat orang yang berpuasa adalah orang yang meninggalkan dua hal, yaitu:

⑴ Dia meninggalkan hal-hal yang membatalkan puasanya (yang kita kenal dengan pembatal-pembatal puasa)

⑵ Dia meninggalkan perkara-perkara amalan, baik ucapan maupun perbuatan yang merusak pahala puasanya.

Dari ucapan-ucapan dan perbuatan-perbuatan yang haram, yang merupakan bentuk kemaksiatan kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla. Semua itu dia tinggalkan maka itulah hakikat orang yang berpuasa.

Jikalau dia benar-benar merealisasikan puasa tersebut maka di sini Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam mengabarkan tentang beberapa manfaat dan keuntungan yang akan didapatkan bagi orang yang berpuasa.

Maka Beliau mengatakan: ”Orang yang berpuasa memiliki dua kegembiraan, yang pertama adalah kegembiraan yang akan segera dia dapatkan yaitu kegembiraan ketika dia akan berbuka dan kegembiraan kedua adalah kegembiraan yang nanti akan dia dapatkan di ākhirat yaitu kegembiraan ketika dia berjumpa dengan Rabb-nya, dengan keridhāan Allāh kepada dirinya dan dengan pahala yang besar yang Allāh janjikan kepada dirinya.”

Ini keuntungan pertama yang didapatkan orang yang berpuasa.

Kemudian keuntungan kedua yang beliau sebutkan dalam hadīts ini,

"Bau mulut orang yang berpuasa (timbul karena dia mengosongkan perutnya dari makanan sehingga menimbulkan bau yang tidak sedap) yang dirasakan oleh orang lain, ini justru lebih harum di sisi Allāh daripada bau minyak misk karena hal ini merupakan hal yang timbul dan terjadi karena dia melakukan ketaatan kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla."

Sesuatu yang timbul atau sesuatu hal yang tidak menyenangkan (tidak disenangi orang) tapi harus terjadi karena orangnya melakukan ketaatan, maka itu lebih dicintai oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla dan lebih mulia di sisi Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Kemudian di dalam hadīts ini Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam mengabarkan bahwasanya puasa adalah perisai, (maksudnya) puasa adalah ibarat perisai yang akan menjaga dirinya dari perbuatan dosa dan menjaga dirinya dari adzab Allāh, kelak di ākhirat kalau dia benar-benar merealisasikan puasa dengan seharusnya.

Ibarat perisai akan menjaga orang yang memakainya dari hal-hal yang akan melukainya, begitu pula puasa. Puasa adalah perisai yang akan menjadikan orang yang berpuasa selamat dari perbuatan dosa.

Dia meninggalkan perbuatan-perbuatan dosa ketika dia berpuasa dan dia selamat dari adzab Allāh karena dia meninggalkan perbuatan-perbuatan tersebut karena dia berpuasa.

Oleh karena itu Allāh Subhānahu wa Ta'āla menyebutkan bahwasanya hikmah atau tujuan diwajibkannya berpuasa adalah agar kalian bertaqwa yaitu hakikat puasa yang diwajibkan agar kita menjadikan diri kita orang yang bertaqwa dengan puasa tersebut, sehingga kita selamat dari adzab Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Kemudian Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam menyebutkan, "Dan apabila salah seorang di antara kalian sedang berpuasa, maka janganlah dia mengucapkan ucapan yang keji dan ucapan-ucapan yang akan menimbulkan keributan"

Ini menunjukkan bahwasanya hakikat puasa itu dilakukan dengan meninggalkan hal-hal yang haram.

Dan jika ada orang yang mengajak dia untuk bertengkar atau mencela dia, maka Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam memerintahkan orang yang berpuasa untuk mengucapkan, "Sesungguhnya aku sedang berpuasa."

Maka, dari hadīts mulia ini kita mengetahui betapa besar pahala yang didapatkan oleh orang yang berpuasa dan bagaimana hakikat orang yang berpuasa dan apa yang dilakukan oleh orang yang sedang berpuasa jika dia dihadapkan pada orang yang mencela dia atau mengajak dia bertengkar.

Demikian beberapa faedah yang bisa kita ambil dari hadīts yang mulia ini, in syā Allāh akan dilanjutkan hadīts berikutnya pada halaqah mendatang.

وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه  وسلم
والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته

_________________________

Senin, 17 Juni 2019

KITĀB BAHJATU QULŪBIL ABRĀR, HADĪTS 34

🌍 BimbinganIslam.com
Senin, 13 Syawwal 1440 H / 17 Juni 2019 M
👤 Ustadz Riki Kaptamto Lc
📗 Kitab Bahjatu Qulūbul Abrār Wa Quratu ‘Uyūni Akhyār fī Syarhi Jawāmi' al Akhbār
🔊 Halaqah 037 | Hadits 34
⬇ Download audio: bit.ly/BahjatulQulubilAbrar-H037
〰〰〰〰〰〰〰

*KITĀB BAHJATU QULŪBIL ABRĀR, HADĪTS 34*

بسم اللّه الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
الحمد لله ربّ العالمين والصلاة والسلام على نبينا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين، اما بعد

Kaum muslimin dan muslimat rahīmani wa rahīmakumullāh.

Ini adalah halaqah kita yang ke-37 dalam mengkaji kitāb: بهجة قلوب الأبرار وقرة عيون الأخيار في شرح جوامع الأخبار (Bahjatu Qulūbil abrār wa Quratu 'uyūnil Akhyār fī Syarhi Jawāmi' Al Akhyār), yang ditulis oleh Syaikh Abdurrahmān bin Nāshir As Sa'dī rahimahullāh.

Kita sudah sampai pada pembahasan hadīts yang ke-34, yaitu hadīts yang diriwayatkan oleh Abū Hurairah radhiyallāhu ta'āla 'anhu.

Beliau mengatakan, Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:

مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ وَمَا زَادَ اللَّهُ عَبْدًا بِعَفْوٍ إِلاَّ عِزًّا وَمَا تَوَاضَعَ أَحَدٌ لِلَّهِ إِلاَّ رَفَعَهُ اللَّهُ

_"Tidaklah sedekah itu mengurangi harta dan tidak pula Allāh akan menambahkan kepada seorang hamba dikarenakan sifat memaafkan melainkan sebuah kemuliaan. Dan tidaklah seorang bertawādhu' karena Allāh Subhānahu wa Ta'āla, melainkan Allāh akan mengangkat derajatnya."_

(Hadīts shahīh riwayat Imam Muslim nomor 2588)

Di dalam hadīts ini Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam menjelaskan tentang keutamaan tiga hal yaitu:

⑴ Sedekah
⑵ Sifat Afuw (memaafkan)
⑶ Sifat Tawādhu' (rendah hati)

Dimana kebanyakan orang menganggap bahwasanya sedekah akan mengurangi harta, memaafkan akan menghilangkan kemuliaan, bertawādhu' justru akan merendahkan martabat.

Semua anggapan ini pada hakikatnya adalah anggapan yang keliru, maka Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam menjelaskan (menegaskan) tentang hakikat sebenarnya manfaat yang akan didapatkan orang yang memiliki tiga sifat tadi.

⑴ Sedekah

Beliau mengatakan, "Tidaklah sedekah itu akan mengurangi harta."

Karena sebenarnya jika kita melihat kembali sedekah ini justru akan menambah harta dari sisi yang lain.

Meskipun dari satu sisi kita anggap mengurangi harta yang saat itu ada, akan tetapi dari sisi yang lain pada hakikatnya sedekah akan memberikan keberkahan pada harta yang dimiliki, bahkan sedekah justru akan menjadi sebab terbukanya pintu-pintu rejeki yang lain, bagi orang yang bersedekah tersebut.

Dan ini merupakan keuntungan duniawi yang bisa dia dapatkan, disamping adanya keuntungan ukhrawi yaitu pahala di sisi Allāh Subhānahu wa Ta'āla. Akan tercatat baginya (akan diganjar baginya) dikarenakan sedekah yang dia lakukan, karena sedekah itu merupakan amalan ibadah yang mulia.

Maka pada hakikatnya sedekah itu akan menambah hartanya, bukan mengurangi hartanya.

⑵ Memaafkan orang lain akan memberikan kemuliaan.

Allāh akan memberikan kemuliaan kepada orang yang memiliki sifat memaafkan. Ketika dia sanggup untuk melawan (mengalahkan musuhnya) dia justru memaafkan, maka yang seperti ini akan membuahkan kemuliaan untuk dirinya sendiri.

Maka Beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam) bersabda:

وَمَا زَادَ اللَّهُ عَبْدًا بِعَفْوٍ إِلاَّ عِزًّا

_"Tidaklah menambah pada seorang hamba sesuatu disebabkan maaf yang dia lakukan melainkan sebuah kemuliaan."_

Karena hakikat kemuliaan itu sebenarnya adalah martabat di sisi Allāh Subhānahu wa Ta'āla. 

Dia memiliki martabat yang tinggi, ketika dia memaafkan maka Allāh akan memuliakan dia, Allāh akan memaafkan dia.

Maka dia akan mendapatkan derajat yang tinggi di sisi Allāh dan dia akan mendapatkan kemuliaan di sisi Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Di samping dengan memaafkan dia pun akan mendapatan kemuliaan di hadapan para makhluk. Yang tadinya lawan bisa menjadi kawan, yang tadinya benci bisa menjadi mencintai, yang tadinya mengabaikan (tidak memperdulikan) justru akan membantu ketika dia membutuhkan bantuan. Semua itu disebabkan karena sifat memaafkan yang pernah dia lakukan.

Dikarenakan Allāh Subhānahu wa Ta'āla telah menetapkan bahwasanya:

 الجزاء من جنس العمل

_"Ganjaran dari suatu perbuatan akan sesuai dengan perbuatan tersebut."_

Maka seorang yang dia memaafkan maka diapun akan mendapatkan pemaafan dari Allāh dan maaf dari makhluk, kemuliaan dari Allāh juga kemuliaan dari makhluk.

⑶ Sifat Tawādhu'

Seorang yang bertawadhu (orang yang merendahkan hati karena Allāh) merendahkan hatinya kepada sesama makhluk maka Allāh akan mengangkat derajatnya.

Seorang yang bertawādhu' ( merendahkan hati dan menjalankan perintah-perintah Allāh dan menjauhi larangan-larangan Allāh), maka Allāh akan mengangkat derajatnya.

Sebagaimana firman Allāh Subhānahu wa Ta'āla:

يَرْفَعِ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ مِنكُمْ وَٱلَّذِينَ أُوتُوا۟ ٱلْعِلْمَ دَرَجَـٰتٍۢ ۚ

_"Allāh akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kalian dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat."_

(QS. Al Mujadilah: 11)

Dikarenakan iman yang mereka miliki, ilmu yang mereka miliki akan menjadikan mereka memiliki sifat tawadhu.

Menjadikan mereka memiliki ketawādhu'an terhadap perintah-perintah Allāh, dengan ketundukan kepada perintah-perintah Allāh.

Menjadikan mereka memiliki ketawadhuan kepada sesama makhluk, mereka memperhatikan yang muda dan yang lebih tua dan mereka memperhatikan hak-hak orang yang memiliki kedudukan yang tinggi dan menperhatikan hak-hak orang yang memiliki kedudukan yang biasa-biasa saja.

Semua itu dikarenakan ketawādhu'an yang merupakan buah dari ilmu dan iman.

Beda halnya dengan orang yang dia memiliki kesombongan, dia akan memandang rendah orang lain dan dia akan menutup diri dari kebenaran, maka dia akan diharamkan dari berbagai macam kebaikan, dan dia akan menjadi rendah dihadapan Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Ketawadhuan adalah suatu sifat yang justru akan memberikan martabat yang tinggi pada orang yang tawadhu tersebut dihadapan Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Dan Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam menjelaskan bahwasanya ketawadhuan yang bisa mendatangkan atau bisa mengangkat derajat seseorang di sisi Allāh adalah ketawadhuan yang didasari di atas keikhlāsan.

Maka Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:

مَا تَوَاضَعَ أَحَدٌ لِلَّهِ

_"Tidaklah seseorang bertawadhu melainkan karena Allāh."_

Hadīts ini menunjukkan barangsiapa tawadhu bukan karena Allāh, maka dia tidak akan mendapatkan kemuliaan dan derajat tinggi yang dijanjikan. Karena ada kalanya orang bertawadhu, dia merendahkan hati, tapi karena ingin mendapatkan tujuan yang ingin dia capai di hadapan manusia.

Dia mengharapkan apa yang ada dihadapan orang lain, untuk mendapatkannya maka dia berpura-pura tawādhu', karena kalau dia sombong dia tidak akan bisa mendapatkanya (tidak diberikan).

Atau ada kalanya dia tawādhu', karena riyā' karena ingin dipuji, ingin didengar orang bahwasanya dia memiliki ketawādhu'an (kerendahan hati). Maka yang seperti ini bukanlah sifat tawādhu' yang akan memberikan manfaat bagi dirinya.

Maka tiga sifat ini, merupakan tiga sifat yang dimiliki oleh orang-orang yang memiliki ihsān. Karena seorang yang berbuat ihsān berarti dia berbuat ihsān dengan hartanya dengan cara memberikan sedekah.

Dia berbuat ihsān ketika dia mendapatkan perlakuan yang tidak menyenangkan dengan cara memaafkan.

Dia berbuat ihsān pada orang lain dengan tidak menyombongkan dirinya di hadapan orang lain.

Yang semua itu merupakan akhlaq yang mulia yang diajarkan dan diperintahkan di dalam syar'iat yang mulia ini.

Semogq Allāh Subhānahu wa Ta'āla menjadikan kita termasuk orang-orang yang memiliki tiga hal tersebut, yaitu:

⑴ Orang yang mudah untuk bersedekah.
⑵ Orang yang memiliki sifat memaafkan.
⑶ Orang yang memiliki ketawādhu'an di hadapan Allāh dan di hadapan makhluknya.

Demikian yang bisa kita kaji pada halaqah kita kali ini, in syā Allāh  akan kita lanjutkan lagi hadīts berikutnya di halaqah mendatang.

وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه  وسلم
وَآخِرُ دَعْوَاهُمْ أَنِ الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ

_________________________

Kajian

IMAN TERHADAP WUJUD ALLĀH

🌍 BimbinganIslam.com 📆 Jum'at, 30 Syawwal 1442 H/11 Juni 2021 M 👤 Ustadz Afifi Abdul Wadud, BA 📗 Kitāb Syarhu Ushul Iman Nubdzah  Fī...

hits