Senin, 31 Desember 2018

KITĀB SYAMĀIL MUHAMMADIYAH, HADĪTS 16

 BimbinganIslam.com
Senin, 23 Rabi’ul Akhir 1440 H / 31 Desember 2018 M
 Ustadz Ratno, Lc
 Kitab Syamāil Muhammadiyah
 Halaqah 16 | Hadits 16
⬇ Download audio: bit.ly/SyamailMuhammadiyah-16
〰〰〰〰〰〰〰
*KITĀB SYAMĀIL MUHAMMADIYAH, HADĪTS 16*
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي خَلَقَ الْخَلْقَ وَالْأَخْلَاقَ وَالْأَرْزَاقَ وَالْأَفْعَالَ، وَلَهُ الشُّكْرُ عَلَى إِسْبَاغِ نِعَمِهِ الظَّاهِرَةِ وَالْبَاطِنَةِ بِالْإِفْضَالِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى نَبِيِّهِ وَرَسُولِهِ الْمُخْتَصِّ بِحُسْنِ الشَّمَائِلِ، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ الْمَوْصُوفِينَ بِالْفَوَاضِلِ وَالْفَضَائِلِ، وَعَلَى أَتْبَاعِهِ الْعُلَمَاءِ الْعَامِلِينَ بِمَا ثَبَتَ عَنْهُ بِالدَّلَائِلِ. أما بعد
Sahabat BiAS yang semoga selalu dicintai oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
Alhamdulilāh, kita telah menyelesaikan hadīts-hadīts yang berkaitan dengan sifat-sifat fisik Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam. Dan kali ini kita akan memasuki bab baru yaitu bab tentang cap kenabian.
Pada hari ini kita akan masuk pada hadīts ke-16.
Imām At Tirmidzī rahimahullāh mengatakan:
حَدَّثَنَا أَبُو رَجَاءٍ قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ ، قَالَ : حَدَّثَنَا حَاتِمُ بْنُ إِسْمَاعِيلَ ، عَنِ الْجَعْدِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ ، قَالَ : سَمِعْتُ السَّائِبَ بْنَ يَزِيدَ , يَقُولُ : ذَهَبَتْ بِي خَالَتِي إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ , فَقَالَتْ : يَا رَسُولَ اللَّهِ ، إِنَّ ابْنَ أُخْتِي وَجِعٌ . فَمَسَحَ رَأْسِي وَدَعَا لِي بِالْبَرَكَةِ ، وَتَوَضَّأَ ، فَشَرِبْتُ مِنْ وَضُوئِهِ ، " وَقُمْتُ خَلْفَ ظَهْرِهِ ، فَنَظَرْتُ إِلَى الْخَاتَمِ بَيْنَ كَتِفَيْهِ ، فَإِذَا هُوَ مثل زِرِّ الْحَجَلَةِ "
Imām At Tirmidzī mengeluarkan hadīts ini lengkap dengan sanad yang beliau miliki hingga As Sāib Ibnu Yazid radhiyallāhu ta'āla 'anhu.
Beliau  berkata:
_Aku dibawa bibiku menuju Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam, lalu bibiku berkata:_
_"Wahai Rasūlullāh, putra saudariku ini sedang menderita sakit."_
_Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam pun mengusap kepalaku lalu mendo'akan ku dengan keberkahan._
_Beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam) pun berwudhū' sehingga aku bisa minum dari sisa air wudhū Beliau. Kemudian aku berdiri dibelakang Beliau sehingga aku bisa melihat cap kenabian di antara kedua pundaknya,  ternyata cap itu seperti telur burung hajalah._
Hadīts ini merupakan hadīts yang shālih. Minimal Imām Bukhāri menyebutkan sebanyak empat kali di dalam kitāb Shālihnya. Beliau menyebutkan hadīts ini dengan nomor 190, 3541, 5670 dan 6352.
Dan Imām Muslim juga meriwayatkan hadīts ini dengan nomor 2345, sehingga kita simpulkan bahwa hadīts ini merupakan hadīts yang shahīh (muttafaqun 'alayhi).
Kemudian kita akan mencoba mengambil beberapa pelajaran dari hadīts tersebut.
Di antaranya:
(( سَمِعْتُ السَّائِبَ بْنَ يَزِيدَ , يَقُولُ))
_⑴ Aku mendengar Sāib Ibnu Yazid berkata:_
Sāib Ibnu Yazid, beliau adalah seorang shahābat yang lahir pada tahun 2 (dua) Hijriyyah, beliau juga meriwayatkan beberapa hadīts.
Dalam Shahīh Al Bukhāri bisa ditemukan setidaknya lima hadīts dan dalam Shahīh Muslim satu hadīts.
(( ذَهَبَتْ بِي خَالَتِي إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ))
_⑵ Bibiku membawaku kepada Rasūlullāh  shallallāhu 'alayhi wa sallam._
Ibnu Hajar rahimahullāh berkata:
"Aku tidak menemukan sebuah referensi yang menyebutkan nama bibinya."
Para ulamā mengatakan, jika Ibnu Hajar rahimahullāh sudah mengatakan tidak menemukan nama seseorang dari sebuah hadīts maka kita tidak perlu mencarinya karena kita akan susah mencarinya, bahkan kita tidak akan mungkin menemukannya, karena banyaknya referensi-referensi Ibnu Hajar di dalam mensyarah kitāb Shahīh Al Bukhāri.
Kemudian lafazh hadīts tersebut:
(( يَا رَسُولَ اللَّهِ ، إِنَّ ابْنَ أُخْتِي وَجِعٌ ))
_⑶ (Kemudian bibiku berkata:) "Wahai Rasūlullāh, anak saudariku ini sedang sakit."_
Sebagian ulamā mengatakan bahwa sakit yang diderita oleh As Sāib berada pada kakinya, hal itu berdasarkan hadīts Shahīh Al Bukhāri.
Namun sebagian ulamā lain mengatakan bahwa sakitnya berada pada kepala As Sāib radhiyallāhu ta'āla 'anhu. Berdalīlkan karena Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam mengusap kepala beliau sebagaimana di sebutkan di dalam hadīts ini.
Dan sebagian yang lain mengatakan antara sakit kaki dan kepala, tidak ada pertentangan padanya. Keduanya bisa disatukan, mungkin sakit pada kaki beliau memberikan rasa sakit kepada badan yang lainnya hingga kepala beliau (radhiyallāhu ta'āla 'anhu).
(( فَمَسَحَ رَأْسِي))
_⑷ "Kemudian beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam) mengusap kepalaku."_
Sebagaimana telah berlalu penjelasannya, sebagaian ulamā menggunakan lafazh ini untuk menyatakan bahwa sakit yang diderita oleh As Sāib berada pada kepala beliau dan telah kita sampaikan antara pendapat yang menyatakan bahwa beliau sakit kaki ataupun sakit kepala bisa digabungkan dan tidak saling bertentangan.
Usapan seorang dewasa kepada kepala anak kecil memberikan rasa kasih sayang, perasaan dekat dan ketenangan dan ini sangat memberikan efek yang baik bagi seorang yang sakit tentunya.
(( وَدَعَا لِي بِالْبَرَكَةِ))
_⑸ "Lalu beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam) mendo'akan ku dengan keberkahan:"_
Para ulamā menerangkan bahwa berkah adalah tergapainya kebaikan dengan selalu bertambah dan berkembang.
Pada sebuah riwayat disebutkan bahwa Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam mendo'akannya dengan mengatakan: بارك الله فيك (demoga Allāh memberkahimu).
Dan do'a ini dikabulkan oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla sehingga beliau tetap segar bugar hingga akhir hayatnya, sebagaimana riwayat yang mengatakan bahwa beliau (radhiyallāhu ta'āla 'anhu) tetap segar bugar dan seluruh fungsi pendengaran serta penglihatannya dalam keadaan optimal hingga beliau (radhiyallāhu ta'āla 'anhu) berumur 94 tahun. Sebagaimana disebutkan di dalam Shahīh Bukhāri nomor 3540.
Dan beliau (radhiyallāhu ‘anhu) menyampaikan bahwa sebab kekuatan, kebugaran dan kesehatan beliau karena do'a Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam.
Oleh karena itu hendaknya kita berusaha bersemangat untuk melakukan sesuatu yang ada do'a Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam padanya.
Kita ambil contoh (misalnya):
√ Membangunkan suami /istri untuk bangun malam kemudian shalāt.
Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam mendo'akan mereka dengan rahmat:
"Semoga Allāh Subhānahu wa Ta'āla  merahmati seorang suami yang bangun pada malam hari dan shalāt kemudian membangunkan istrinya, jika ia enggan ia percikan air pada wajah istrinya."
"Dan semoga Allāh Subhānahu wa Ta'āla merahmati seorang istri yang bangun malam hari lalu shalāt kemudian membangunkan suaminya, jika ia engan maka ia percikan air pada wajah suaminya."
Dan hadīts-hadīts lain yang semisal dengan hadīts ini.
Pada intinya hendaknya kita bersemangat untuk meraih do'a Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam, karena do'a beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam) adalah do'a mustajābah.
(( وَتَوَضَّأَ ))
_⑹ "Lalu beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam) berwudhū."_
Sebagian ulamā mencoba mencari sebab wudhū Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam ini.
Sebagian mengatakan bahwa wudhū Beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam) adalah murni wudhū untuk menghilangkan hadats, namun sebagian yang lain mengatakan bahwa wudhū Beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam) ini sengaja agar shahābat As Sāib radhiyallāhu ta'āla 'anhu bisa mengambil bārakah dari air wudhū yang Beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam) gunakan.
Dan tabarruk (mencari berkah) dari tubuh Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam merupakan sesuatu yang diperbolehkan dan ini merupakan kekhususan bagi Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam, tidak bisa diqiyāskan kepada yang lainnya.
(( فَشَرِبْتُ مِنْ وَضُوئِهِ ))
_⑺ "Lalu aku minum dari bekas air wudhū beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam)."_
Sebagaimana telah berlalu bahwa mencari keberkahan dari tubuh Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam (air ludah, keringat, rambut, sisa air wudhū yang beliau gunakan) merupakan hal yang diperbolehkan.
Dan dalam hadīts ini shahābat Sāib radhiyallāhu ta'āla 'anhu, beliau mencari bārakah dengan minum bekas air wudhū dari Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam.
Dan sekali lagi, ini merupakan kekhususan dari Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam.
(( وَقُمْتُ خَلْفَ ظَهْرِهِ))
_⑻ "Kemudian aku berdiri di belakang beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam)."_
Mungkin beliau melakukan ini karena alasan adab, ada juga yang mengatakan bahwa beliau (Sāib radhiyallāhu ta'āla 'anhu) sengaja berdiri dibelakang Beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam) dengan tujuan untuk melihat cap kenabian dari Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam.
(( فَنَظَرْتُ إِلَى الْخَاتَمِ بَيْنَ كَتِفَيْهِ))
_⑼ "Aku pun melihat cap kenabian berada di antara dua pundak beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam)."_
Ketika mengatakan ini beliau (Sāib radhiyallāhu ta'āla 'anhu) tidak memaksudkan bahwa cap kenabian berada ditengah-tengah, karena dalam riwayat lain cap kenabian ini lebih dekat kepada pundak kiri (maksudnya dibelakangnya).
Dan sebagian ulamā mencoba mencari hikmah kenapa cap kenabian dari Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam ini berada dibelakang pundak kiri.
Sebagian mengatakan tujuannya agar lebih dekat dengan jantung, ada juga yang mengatakan tujuannya untuk menutup pintu masuk syaithān, karena tempat tersebut di sinyalir sebagai tempat masuk syaithān ke dalam tubuh, Wallāhu Ta'āla A'lam
(( فَإِذَا هُوَ مثل زِرِّ الْحَجَلَةِ ))
_⑽ "Ternyata cap kenabian itu seperti telur burung hajalah,"_
Telur burung hajalah besarnya hampir sama dengan telur burung merpati, sehingga pada pembahasan ini kita bisa mengambil kesimpulan.
Bahwasanya:
① Cap kenabian berada di antara pundak Beliau, namun tidak di tengah-tengah dan lebih dekat dengan pundak kiri.
② Ukuran cap kenabian ini kurang lebih seperti telur burung merpati.
Semoga bermanfaat.
Wallāhu Ta'āla A'lam bishawāb.
 Akhukum Fillāh, Ratno
Dikantor Bimbingan Islām Yogyakarta
_________________________
 *Salurkan Donasi Dakwah Terbaik Anda* melalui :
| BNI Syariah
| Kode Bank (427)
| Nomor Rekening : 8145.9999.50
| a.n Yayasan Bimbingan Islam.
Silakan konfirmasi via WhatsApp
0878-8145-8000
 Format Donasi :
Donasi Dakwah BIAS#Nama#Nominal#Tanggal
__________________

Rabu, 26 Desember 2018

SHALĀT JUM'AT

🌍 BimbinganIslam.com
Rabu, 18 Rabi'ul Akhir 1440 H / 26 Desember 2018 M
👤 Ustadz Fauzan ST, MA
📗 Matan Abū Syujā' | Kitāb Shalāt
🔊 Kajian 59 | Shalāt Jum'at
⬇ Download audio: bit.ly/BiAS-FZ-H059
〰〰〰〰〰〰〰
*SHALĀT JUM'AT*

بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وبعد
Para Sahabat Bimbingan Islām yang dirahmati Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
Kita masuki halaqah yang  ke-59 dan pada saat ini kita masuk pada fasal yang berikutnya yaitu tentang shalāt Jum’at.
Sebelum kita memasuki tentang fiqih di dalam shalāt Jum'at, maka kita akan membahas sedikit tentang bagaimana keutamaan shalāt Jum'at dan juga keutamaan hari Jum'at itu sendiri.
Keutamaannya diantaranya:
⑴ Bahwasanya Allāh Subhānahu wa Ta'āla menjadikan hari Jum'at sebagai hari yang terbaik dan mengkhususkan hari Jum'at tersebut dengan ibadah khusus dan juga dengan keistimewaan yang lainnya.
Hal ini agar kaum muslimin dan orang-orang bisa memahami keagungan, kedahsyatan dan kehebatan  hari Jum'at ini. Dan juga agar mereka bisa memakmurkan hari ini dengan cara yang terbaik.
Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:
خير يوم طلعت عليه الشمس يوم الجمعة رواه مسلم
_"Hari yang terbaik adalah hari Jum'at."_
(Hadīts riwayat Muslim)
⇒ Hari Jum'at adalah hari yang terbaik yang terbit matahari di atasnya.
⑵ Pada hari Jum'at ada satu waktu yang mustajab.
⇒ Yaitu waktu yang apabila seseorang berdo'a dan do'anya bertepatan dengan waktu tersebut maka do'anya akan dikabulkan.
Hal ini sebagaimana yang disebutkan oleh Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam di dalam sabdanya:
فيه ساعة لا يوافقها عبد مسلم، وهو قائم يُصلي يسأل الله - تعالى - شيئاً إلا أعطاه إياه
Kata Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam:

_"Di dalam hari Jum'at itu ada satu waktu yang mana apabila seorang hamba (muslim) dia bisa bertepatan dengan waktu tersebut dan dia berdiri  shalāt dan minta kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla dengan apapun maka Allāh akan memberikan do'anya (mengabulkan do'anya)."_
(Hadīts riwayat Bukhāri dan Muslim)
⑶ Antara shalāt Jum'at yang satu dengan shalāt Jum'at berikutnya adalah  penebus dosa.
Hal ini berdasarkan hadīts yang diriwayatkan dari Abū Hurairah radhiyallāhu Ta'āla 'anhu bahwasanya Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:

الصَّلَوَاتُ الْخَمْسُ وَالْجُمْعَةُ إِلَى الْجُمْعَةِ وَرَمَضَانُ إِلَى رَمَضَانَ مُكَفِّرَاتٌ مَا بَيْنَهُنَّ إِذَا اجْتَنَبَ الْكَبَائِرَ
_"Antara shalāt lima waktu, dan antara satu Jum'at ke Jum'at berikutnya, dan antara Ramadhān ke Ramadhān berikutnya, maka di sana ada penebus dosa di dalamnya apabila menjauhi dosa-dosa yang besar."_
(Hadīts riwayat Muslim)
⑷ Bersedekah pada hari Jum'at lebih afdhāl secara umum dari hari lainnya.
Tentunya di sana ada beberapa keistimewaan yang lain (misalnya) apabila seseorang membutuhkan, ini juga bisa mendorong, bisa jadi dihari lain lebih utama akan tetapi secara umum bersedekah pada hari Jum'at adalah lebih utama.
Hal ini disampaikan oleh Imān Ibnul Qayyim rahimahullāh, kata beliau:
"Adapun sedekah pada hari Jum'at dibandingkan dengan hari lainnya adalah  sebagaimana bersedekah di bulan Ramadhān dibandingkan bulan lainnya."
Dan Beliau juga bercerita, kata beliau:
"Saya menyaksikan sendiri Syaikhul Islām Ibnu Taimiyyah, apabila beliau keluar rumah pada hari Jum'at, maka beliau membawa apa saja yang ada dirumahnya, baik itu roti ataupun lainnya. Kemudian beliau sedekahkan dengan cara sembunyi-sembunyi."
Dan masih banyak keutamaan lainnya tentang hari Jum'at ini yang tidak bisa kita sebutkan dalam pertemuan singkat ini.
Dan poin berikutnya yang perlu kita ketahui bahwasanya disana ada ancaman dari Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bagi orang-orang yang meninggalkan shalāt Jum'at.
Setelah kita ketahui keutamaannya maka perlu kita ketahui bagaimana ancaman bagi orang-orang yang meninggalkan shalāt Jum'at.
Dalam sebuah hadīts yang shahīh Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam beliau bersabda:
لينتهين أقوام عن ودعهم الجمعات، أو ليختمن الله على قلوبهم، ثم ليكونن من الغافلين
_"Hendaknya orang-orang yang meninggalkan shalāt Jum'at untuk berhenti atau Allāh akan mengkunci mati hati mereka, dan Allāh tutup hati mereka dan mereka digolongkan termasuk orang-orang yang lalai."_
(Hadīts riwayat Muslim, Ahmad dan An Nasāi')
Dalam hadīts yang lain Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam, beliaupun bersabda:
مَنْ تَرَكَ الْجُمُعَةَ ثَلَاثًا مِنْ غَيْرِ ضَرُورَةٍ طَبَعَ اللَّهُ عَلَى قَلْبِهِ
_"Barangsiapa yang meninggalkan shalāt Jum'at 3 kali tanpa alasan yang darurat (alasan yang diterima oleh syari'at), maka Allāh akan mengunci mati hatinya (Allāh akan tutup hatinya)."_
(Hadīts ini diriwayatkan oleh Ibnu Mājah dalam Shahīhnya dan dihasankan oleh Syaikh Al Albāniy rahimahullāh)
Dan masih banyak lagi hadīts-hadīts yang lain yang merupakan ancaman bagi orang-orang yang meremehkan (tidak peduli) dengan shalāt Jum'at atau  meninggalkannya (lalai) dengan shalāt Jum'at.
▪Disana ada beberapa adab-adab yang harus dilakukan seorang muslim pada hari Jum'at, dan kita sebutkan beberapa  diantaranya:
1. Bagi imam subuh hendaknya dia membaca surat As Sajadah dan Al Insān.
2. Hendaknya setiap muslim bersegera untuk ke masjid untuk melaksanakan shalāt Jum'at.
Semakin cepat datang kemasjid maka pahalanya semakin besar.
3. Hendaknya pada hari Jum'at memperbanyak shalawat kepada Nabi kita (Muhammad shallallāhu 'alayhi wa sallam).
4. Hendaknya bagi seorang laki-laki yang hendak pergi ke masjid, memakai wangi-wangian, bersiwak atau sikat gigi dan memakai pakaian yang terbaik pada hari itu.
5. Hendaknya mendengarkan khutbah dengan khusyu' dan tidak bermain-main tatkala mendengarkan khutbah tersebut.
6. Tatkala seorang masuk kedalam masjid tidak melangkahi pundak orang-orang.
Hendaknya dia duduk di tempat dimana dia mudah untuk duduk.
7. Dianjurkan bagi setiap muslim untuk membaca surat Al Kahfi pada setiap Jum'at.
Dan masih banyak adab-adab lainnya yang bisa  kita lakukan.
Demikian yang bisa kita sampaikan pada halaqah kita kali ini dan akan kita lanjutkan pada halaqah berikutnya,  In syā Allāh.

وَصَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ و َمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن.
وَآخِرُ دَعْوَانَا أَنِ الْحَمْدُ لله رَبِّ الْعَالَمِيْنَ
والسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
______________________
🏦 *Salurkan Donasi Dakwah Terbaik Anda* melalui :
▪ *Bank Syariah Mandiri (BSM)*
| Kode        : 451
| No. Rek   : 710-3000-507
| A.N           : YPWA Bimbingan Islam
| Kode akhir nominal transfer : 700
| Konfirmasi : 0878-8145-8000
📝 *Format Donasi : Donasi Dakwah BIAS#Nama#Nominal#Tanggal*
___________________

Selasa, 25 Desember 2018

SHALĀT JAMA' YANG DIPERBOLEHKAN (BAGIAN 2)

🌍 BimbinganIslam.com
Selasa, 17 Rabi'ul Akhir 1440 H / 25 Desember 2018 M
👤 Ustadz Fauzan S.T., M.A.
📗 Matan Abū Syujā' | Kitāb Shalāt
🔊 Kajian 58 | Shalāt Jama' Yang Diperbolehkan (Bagian 2)
〰〰〰〰〰〰〰
SHALĀT JAMA' YANG DIPERBOLEHKAN (BAGIAN 2)
بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وبعد
Para sahabat Bimbingan Islām yang dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla, kita lanjutkan pelajaran kita dan kita masuk pada  halaqah yang  ke-58 dan masih tentang masih tentang shalāt jama' yang diperbolehkan.
*Beberapa Jenis Jama' yang diperbolehkan adalah:*
6⃣ Jama' karena rasa takut
Berdasarkan hadīts yang disebutkan sebelumnya,
عن ابن عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عنه، قال:  جمَعَ رسولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم بين الظُّهرِ والعَصرِ والمغربِ والعِشاءِ بالمدينةِ من غيرِ خوفٍ ولا مَطرٍ. فقيل لابن عَبَّاسٍ: ما أرادَ إلى ذلك؟ قال: أرادَ أنْ لا يُحرِجَ أُمَّتَه((رواه مسلم))
Dari Ibnu 'Abbās Radhiyallāhu 'anhu beliau berkata:
"Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam menjama' antara shalāt Dhuhur, Ashar dan juga antara shalāt Maghrib dan 'Isyā di Madīnah, tidak disebabkan karena rasa takut, juga tidak disebabkan karena hujan"
Maka ditanyakan kepada Ibnu 'Abbās, apa yang diinginkan Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam akan hal itu?
Maka beliaupun mengatakan: "beliau ingin agar umatnya tidak kesulitan".
(Hadīts riwayat Muslim)
Dan ini adalah pendapat Hanābilah yang dipilih oleh Syaikhul Islām Taimiyyah, Syaikh Binbaz dan Syaikh Utsaimin.
Adapun pendapat Syāfi'iyah dan juga Hanafiyyah dalam masalah ini adalah *tidak diperbolehkan jama'* disebabkan rasa takut, berdalīl dengan keumuman ayat manakala  Allāh Subhānahu wa Ta'āla memerintahkan orang yang berperang tetap shalāt pada waktunya.
7⃣ Jama' karena Menyusui
Diperbolehkan bagi seorang yang menyusui untuk menjama' shalātnya, apabila memang hal itu membuat kesulitan atau seorang yang menyusui merasa sulit karena harus mengganti  dan mencuci pakaiannya setiap waktu shalāt, maka diperbolehkan baginya untuk menjama' shalāt, karena disana ada masyaqah (kesulitan)
⇒ Pendapat ini disebutkan juga oleh para fuqahā Hanābilah dan dipilih oleh Syaikh Islām Ibnu Taimiyyah dan Syaikhul Utsaimin sebagai pendapat yang lebih kuat atau paling rājih.
8⃣Jama'untuk mengatasi kesulitan
Jama' untuk mengatasi kesulitan atau apabila disana ada masyaqah.
Hal ini berdasarkan hadīts Ibnu 'Abbās yang sudah berlalu, maka bagi seseorang yang hādir (tidak dalam keadaan safar) diperbolehkan untuk shalāt jama' apabila ada kesulitan.
⇒ Pendapat ini dikemukakan oleh sekelompok fuqahā ahli hadīts, dan dipilih oleh Syaikhul Islām Ibnu Taimiyyah dan Syaikhul Utsaimin.
Dimana disisi pendalīlannya, beliau mengatakan:
أرادَ أنْ لا يُحرِجَ أُمَّتَه
"Beliau Shallallāhu 'alayhi wa sallam ingin tidak menyusahkan ummatnya".
⇒ Artinya jika ummatnya menghadapi kesusahan dan kesulitan maka diperbolehkan untuk melakukan jama'.
🔹Namun ada catatan dalam masalah terakhir ini yaitu: 
⇒ Bahwasanya pendapat Jumhūr ulamā dalam masalah ini, bahwa hadīts Ibnu'Abbās dibawakan pada kemungkinan jama' suri (jama' secara bentuknya saja) artinya Shalāt tetap dilakukan pada waktunya namun terkesan jama' seperti yang disebutkan pada awal yaitu shalāt Dhuhur dijadikan akhir waktu dan Shalāt Ashar dijadikan diawal waktu. Ini yang disebut dengan jama'suri.
Oleh karena itu, hendaknya kita tidak menggampangkan dalam masalah ini, namun jika ada kesulitan yang membutuhkan untuk menjama' maka tidak mengapa, walaupun tidak disebabkan karena safar atau tidak disebabkan karena turun hujan atau rasa takut.
Selama disana ada kesulitan dan kita membutuhkan dengan syarat tidak menggampangkan (memudahkan) untuk menjama' maka diperbolehkan untuk kita menjama' shalāt.
*🔺Kemudian ada permasalahan yang sering ditanyakan bolehkah dijama' antara shalāt Jum'at dan Ashar?*
Disana ada dua pendapat dari para ulamā didalam masalah ini:
*· Pendapat pertama* | Pendapat pertama adalah pendapat Hanābilah dimana *tidak diperbolehkan* menjama' shalāt Jum'at dengan shalāt Ashar.
Inti dalīl mereka adalah bahwa haiah atau bentuk shalāt Jum'at berbeda dengan shalāt Dhuhur, oleh karena itu tidak bisa diterapkan hukum jama' pada shalāt Jum'at karena dia berbeda dengan shalāt Dhuhur.
*·Pendapat kedua* | Pendapat kedua adalah pendapat Syāfi'iyah, dimana mereka mengatakan *bolehnya* menjama' antara shalāt Jum'at dengan shalāt Ashar karena shalāt Jum'at adalah pengganti shalāt Dhuhur sehingga tatkala dia mengganti shalāt Dhuhur maka hukumnya pun sama dengan hukum shalāt Dhuhur.
⇒ Pendapat kedua ini adalah pendapat yang rājih (lebih kuat) dan dipilih oleh mayoritas  Jumhūr para ulamā.
Demikian yang bisa kita sampaikan.

وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم تسليما كثيرا
______________________
🏦 *Salurkan Donasi Dakwah Terbaik Anda* melalui :
▪ *Bank Syariah Mandiri (BSM)*
| Kode        : 451
| No. Rek   : 710-3000-507
| A.N           : YPWA Bimbingan Islam
| Kode akhir nominal transfer : 700
| Konfirmasi : 0878-8145-8000
📝 *Format Donasi : Donasi Dakwah BIAS#Nama#Nominal#Tanggal*
___________________

Senin, 24 Desember 2018

SHALĀT JAMA' YANG DIPERBOLEHKAN (BAGIAN 1)

🌍 BimbinganIslam.com
Senin, 16 Rabi’ul Akhir 1440 H / 24 Desember 2018 M
👤 Ustadz Fauzan ST, MA
📗 Matan Abū Syujā' | Kitāb Shalāt
🔊 Kajian 57 | Shalāt Jama' Yang Diperbolehkan (Bagian 1)
〰〰〰〰〰〰〰
SHALĀT JAMA' YANG DIPERBOLEHKAN (BAGIAN 1)
بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وبعد
Para sahabat Bimbingan Islām yang dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla, kita lanjutkan dan masih tentang masih tentang shalāt jama' yang diperbolehkan.
قال المؤلف رحمه الله:
((ويجوز للحاضر في المطر أن يجمع بينهما في وقت الأولى منهما))
Dan diperbolehkan bagi orang yang hādir (maksudnya) orang yang tidak bepergian atau tidak safar, untuk menjama' shalāt disebabkan turunnya hujan, dan dilakukan di waktu yang lebih dulu dari keduanya yaitu jama' taqdim.
*Beberapa Jenis Jama' yang diperbolehkan adalah:*
1⃣ Jama' antara Maghrib dan 'Isyā di Muzdalifah, bagi jama'ah haji.
Hal ini sebagaimana yang disebutkan dalam sebuah hadīts:
حتى أتى المزدلفةَ، فصلَّى بها المغربَ والعِشاءَ بأذانٍ واحدٍ وإقامتين رواه مسلم
Manakala sampai beliau datang di Muzdalifah, beliau (Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam)  shalāt Maghrib dan 'Isyā dengan satu adzān dan dua iqāmah.
(Hadīts riwayat Muslim)
2⃣ Jama' didalam Safar
Dalam sebuah hadīts disebutkan:
كان النبيُّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم يَجمَعُ بين المغرب والعشاء إذا جَدَّ به السَّيرُ (رواه البخاري و مسلم)
 
Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam menjama' antara shalāt Maghrib dan 'Isyā apabila beliau sudah mulai perjalanan.
(Hadīts riwayat Bukhāri dan Muslim)

3⃣ Jama' dalam keadaan sakit
Jama' dalam keadaan sakit termasuk rukhsah, namun keadaan sakit perlu diperinci, dimana kondisi sakit yang menyulitkan (menyusahkan) maka diperbolehkan untuk menjama' shalāt.
Adapun sakit yang ringan (misalnya) Flu ringan dan lain sebagainya, maka tidak diperbolehkan untuk menjama' karena tidak membuat kesulitan bagi orangnya.
4⃣ Jama' bagi yang terkena darah mustahādhah  (darah karena penyakit)
Darah mustahādhah adalah darah yang disebabkan karena penyakit dan terjadi pada wanita, dan hal ini diperbolehkan berdasarkan pendapat ulamā Hanābilah dan dipilih Syaikhul Islām Ibnu Taimiyyah dan juga para ulamā lainnya.
Berdasarkan hadīts dari Hamnah binti Jahsy Radhiyallāhu Ta'āla 'anhā, Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam berkata kepada beliau:
فإنْ قَويتِ على أنْ تُؤخِّري الظُّهرَ، وتُعجِّلي العَصرَ، فتَغتسلينَ وتَجمعينَ بين الصَّلاتينِ، فافعلي((  رواه ابو دود والترمذي))
Apabila kamu mampu untuk mengakhirkan shalāt Dhuhur (menjadikan shalāt Dhuhur diakhir waktunya) dan mempercepat shalāt Ashar (menjadikan shalāt Ashar diawal waktunya) kemudian kamu mandi dan menjama' kedua shalāt tersebut, maka lakukanlah.
(Hadīts riwayat Abū Dāwūd dan Tirmidzi)

Jadi seorang wanita yang keluar darah mustahādhah atau darah penyakit atau darah selain darah Hāidh dan selain darah karena melahirkan, apabila dia mampu menggabungkan shalāt dengan cara mengakhirkan shalāt Dhuhur diakhir waktu dan mengawalkan shalāt Ashar diawal waktu ini yang disebut dengan jama' suri, maka diperbolehkan. 
5⃣ Jama' karena Hujan
Sebagai mana yang disebutkan oleh penulis matan diperbolehkan untuk jama' disebabkan turunnya hujan, dan ini adalah pendapat Syāfi'iyah dan juga pendapat jumhur para ulamā.
Sebagaimana yang disebutkan dalam sebuah hadīts:
عن ابن عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عنه، قال:  جمَعَ رسولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم بين الظُّهرِ والعَصرِ والمغربِ والعِشاءِ بالمدينةِ من غيرِ خوفٍ ولا مَطرٍ. فقيل لابن عَبَّاسٍ: ما أرادَ إلى ذلك؟ قال: أرادَ أنْ لا يُحرِجَ أُمَّتَه((رواه مسلم))
Dari Ibnu 'Abbās Radhiyallāhu 'anhu beliau berkata:
"Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam menjama' antara shalāt Dhuhur, Ashar dan juga antara shalāt Maghrib dan 'Isyā di Madīnah, tidak disebabkan karena rasa takut, juga tidak disebabkan karena hujan"
Maka ditanyakan kepada Ibnu 'Abbās, apa yang diinginkan Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam akan hal itu?
Maka beliaupun mengatakan: "beliau ingin agar umatnya tidak kesulitan".
(Hadīts riwayat Muslim)
⇒ Dari hadīts diatas ada isyarat bahwa di zaman Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam shalāt di jama' diantaranya disebabkan karena rasa takut dan karena hujan.
⇒ Kesimpulan bahwasanya shalāt jama'disebabkan karena hujan adalah hal yang biasa dizaman Nabi Shallallāhu 'alayhi wa sallam. 
Demikian yang bisa kita sampaikan.

وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم تسليما كثيرا

Ditranskrip oleh Tim Transkrip BiAS
----------------------------------
🏦 *Salurkan Donasi Dakwah Terbaik Anda* melalui :
▪ *Bank Syariah Mandiri (BSM)*
| Kode        : 451
| No. Rek   : 710-3000-507
| A.N           : YPWA Bimbingan Islam
| Kode akhir nominal transfer : 700
| Konfirmasi : 0878-8145-8000
📝 *Format Donasi : Donasi Dakwah BIAS#Nama#Nominal#Tanggal*
___________________

Sabtu, 22 Desember 2018

Memuliakan Tamu




“Sudahkah sampai kepadamu (Muhammad) cerita tentang tamu Ibrahim (yaitu malaikat-malaikat) yang dimuliakan? (Ingatlah) ketika mereka masuk ke tempatnya lalu mengucapkan: “Salaama”. Ibrahim menjawab: “Salaamun (kamu) adalah orang-orang yang tidak dikenal.” Maka dia pergi dengan diam-diam menemui keluarganya, kemudian dibawanya daging anak sapi gemuk.  Lalu dihidangkannya kepada mereka. Ibrahim lalu berkata: “Silahkan anda makan.” (Tetapi mereka tidak mau makan), karena itu Ibrahim merasa takut terhadap mereka. Mereka berkata: “Janganlah kamu takut”, dan mereka memberi kabar gembira kepadanya dengan (kelahiran) seorang anak yang alim (Ishak).” (QS. Adz Dzariyat: 24-27)
Dalam cerita Nabi Ibrahim ini terdapat pelajaran yang cukup berharga yaitu akhlaq memuliakan tamu. Lihatlah bagaimana pelayanan Nabi Ibrahim ‘alaihis salam untuk tamunya. Ada tiga hal yang istimewa dari penyajian beliau:
1. Beliau melayani tamunya sendiri tanpa mengutus pembantu atau yang lainnya.
2. Beliau menyajikan makanan kambing yang utuh dan bukan beliau beri pahanya atau sebagian saja.
3. Beliau pun memilih daging dari kambing yang gemuk. Ini menunjukkan bahwa beliau melayani tamunya dengan harta yang sangat berharga.
Dari sini kita bisa mengambil pelajaran bagaimana sebaiknya kita melayani tamu-tamu kita yaitu dengan pelayanan dan penyajian makanan yang istimewa. Memuliakan dan menjamu tamu inilah ajaran Nabi Ibrahim, sekaligus pula ajaran Nabi kita Muhammad ‘alaihimush sholaatu wa salaam.
‘Abdullah bin ‘Amr dan ‘Abdullah bin Al Harits bin Jaz’i mengatakan, “Barangsiapa yang tidak memuliakan tamunya, maka ia bukan pengikut Muhammad dan bukan pula pengikut Ibrahim” (Lihat Jaami’ul wal Hikam, hal. 170).
Imam Asy Syafi’i rahimahullah dan ulama lainnya mengatakan, “Menjamu tamu merupakan bagian dari akhlaq yang mulia yang biasa dilakukan oleh orang yang nomaden dan orang yang mukim” (Lihat Syarh Al Bukhari libni Baththol, 17/381). Sudah sepatutnya kita dapat mencontoh akhlaq yang mulia ini.
Bimbinganislam.com | Follow TG, YT, IG, FB, LINE, TWITTER : Bimbingan Islam
#mumuliakantamu #tamu #tamutakdiundang

Jumat, 21 Desember 2018

Ketaatan Kepada Pemerintah Kaum Muslimin

*:: Nasihat Singkat Bimbingan Islam ::*


🌍 BimbinganIslam.com
🌤 Jumat, 13 Rabi'ul Akhir 1440 H | 21 Desember 2018 M
👤 Ustadz Dr. Sufyan Baswedan, M.A.
🛋 "Ketaatan Kepada Pemerintah Kaum Muslimin"
🔊 Nasihat Singkat | Audio 16
🔄 Unduh : bit.ly/NasihatSingkat-16
〰〰〰〰〰〰〰
🔜 *Jangan lupa untuk mengerjakan Kuis Evaluasi Pekanan, klik  https://kuis.bimbinganislam.com/index.php/login !!!*
_______________

Kamis, 20 Desember 2018

Sebab Meraih Istiqamah

بسم الله، والحمد لله، والصلاة والسلام على رسول الله

*Diantara Sebab Meraih Istiqamah*
1. Memiliki perhatian khusus terhadap *Al Qur'an* dalam membaca dan plmentadabburinya.
Hal ini merupakan sebab terbesar untuk meraih istiqamah.
2. *Tafakkur* terhadap Asmaul Husna (Nama-Nama Allah Yang Indah) dan Sifat-Sifat-Nya Yang Mulia.
Hal ini dapat menumbuhkan rasa pengagungan dan rasa takut terhadap-Nya, sehingga bersegera dalam meraih keridhaan-Nya serta menjauhi sebab-sebab yang membuat-Nya murka.
3. Membaca kitab-kitab *Sunnah Rasulullah* Shallallahu 'alaihi wa sallam.
4. Membaca kitab tentang *biografi orang-orang shalih* dari kalangan para Ulama serta orang-orang yang rajin beribadah.
5. *Bergaul dekat dan duduk bersama orang-orang shalih*, terutama orang yang berilmu yang engkau bisa mengambil faidah kebaikan darinya.
6. *Menjauhi* duduk bersama orang yang engkau tidak mendapat faidah kebaikan darinya dalam hal agamamu
Serta tidak pula engkau mendapat pahala dalam bergaul dengannya.
7. *Meninggalkan berlebih-lebihan* dalam perkara-perkara yang membuat tabiat menjadi buruk karenanya, antara lain :
- Berlebihan dalam *berbicara*
- Berlebihan dalam hal *tidur*
- Berlebihan dalam hal *memandang*
- Berlebihan dalam hal *mendengar*
- Berlebihan dalam hal *makan*
- Berlebihan dalam hal *bergaul*
Maksud berlebihan disini yaitu hal tersebut dilakukan *melebihi dari kadar kebutuhannya*.
Hal-hal diatas tadi dapat terbantu dalam pelaksanaannya dengan dua hal :
● Senantiasa *berdo'a serta memohon kepada Allah* supaya diteguhkan dan diberikan istiqamah diatas agama-Nya.
● *Mujahadatun Nafs* (Berusaha dengan sungguh-sungguh untuk mengendalikan diri, melawan hawa nafsu) serta bersabar dengan sebenar-benarnya bersabar
Sehingga jiwa ini tunduk patuh terhadap perintah Allah dan bisa istiqamah dalam perjalanannya.
Tidak lupa pula, seseorang *harus berpaling dan menjauhi* segala bentuk sarana yang tersebar pada zaman ini yang disebut *Internet, Media Sosial* dan yang lainnya
Yang telah menjadi sebab kebinasaan bagi orang-orang ; *dikarenakan salah dalam menggunakannya*
Dimana sarana tersebut terdapat berbagai macam kebathilan dari hal-hal yang diharamkan
Ataupun berlebih-lebihan dalam penggunaannya (dalam hal-hal yang hukum asalnya mubah, sehingga menyeretnya terjerumus pada sesuatu yang diharamkan)
Semoga Allah Tabaaraka wa Ta'aalaa Menganugerahkan kita semua istiqamah diatas agama-Nya
وصلى الله وسلم على محمد
[ Disarikan dengan ringkas dari jawaban As Syaikh *'Abdurrahman Al Barrak* hafidzahullah (salah satu Ulama Senior di Saudi Arabia) yang ditulis pada tanggal 14 Dzul Hijjah 1435 H, dinukil dari Qanah Rawaa-i'i Rabbaniyyin ]
نسأل الله الكريم التوفيق لما يحب ويرضاه
وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم

http://t.me/lentera_hidayah

Rabu, 19 Desember 2018

Tuma'ninah apa sih?



Yang dimaksud thuma’ninah adalah posisi tubuh tenang ketika melakukan gerakan rukun tertentu. Ukuran tenangnya adalah mencukupi untuk membaca satu kali do’a dalam rukun tersebut. Misalnya, thuma’ninah ketika ruku’, artinya posisi tubuh tenang setelah ruku’ sempurna. Kemudian baru membaca do’a ruku’, minimal sekali.
Sering kita saksikan, beberapa kaum muslimin tidak thuma’ninah. Mereka ruku’ dan sujud terlalu cepat. Begitu sampai titik ruku’ atau sujud, langsung bangkit. Ada kemungkinan, do’a ruku’ sudah dibaca ketika bergerak ruku’, sebelum ruku’ sempurna. Shalat model semacam ini batal karena tidak thuma’ninah.
Suatu ketika ada seseorang yang masuk masjid kemudian shalat dua rakaat. Seusai shalat, orang ini menghampiri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang saat itu berada di masjid. Namun Nabi menyuruh orang ini untuk mengulangi shalatnya. Setelah diulangi, orang ini balik lagi, dan disuruh mengulangi lagi shalatnya. Ini berlangsung sampai 3 kali. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan kepadanya cara shalat yang benar. Ternyata masalah utama yang menyebabkan shalatnya dinilai batal adalah kareka dia tidak thuma’ninah. Dia bergerak ruku’ dan sujud terlalu cepat. (HR. Bukhari & Muslim).
Hadits ini mejadi dalil bahwa thuma’ninah dalam shalat termasuk rukun shalat. Untuk menanggulanginya, tahan ketika kita sudah sempurna ruku’, atau sujud, kemudian baru baca do’a ruku’ atau do’a sujud.
Karena tuma’ninah hukumnya wajib maka kita tidak boleh bermakmum dengan orang yang shalatnya terlalu cepat dan tidak tuma'ninah. Bermakmum di belakang orang yang shalatnya cepat dan tidak tuma'ninah, bisa menyebabkan shalat kita batal dan wajib diulangi.
Jika secara tidak sengaja kita mendapatkan imam yang gerakannya terlalu cepat maka kita harus memisahkan diri dan shalat sendirian.
Orang yang terlalu cepat shalatnya, sehingga tidak tuma’ninah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutnya sebagai orang yang mencuri ketika shalat. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Pencuri yang paling jelek adalah orang yang mencuri shalatnya.” Setelah ditanya maksudnya, beliau menjawab: “Merekalah orang yang tidak sempurna rukuk dan sujudnya.” (HR. Ibn Abi Syaibah, Thabrani, Hakim, dan dishahihkan Ad-Dzahabi).
Bimbinganislam.com | Follow TG, YT, IG, FB, LINE, TWITTER : Bimbingan Islam
#tumaninah #shalat #batalshalat #doa #shalatngebut #ruku #sujud

Apa yang kita kumpulkan belum tentu rizki kita.


Hakekat dari rizki kita adalah apa yang kita konsumsi dan yang kita manfaatkan. Sementara yang kita kumpulkan belum tentu menjadi jatah rizki kita.
Dalam hadis dari Abdullah bin Sikhir radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Manusia selalu mengatakan, “Hartaku… hartaku…” padahal hakekat dari hartamu – wahai manusia – hanyalah apa yang kamu makan sampai habis, apa yang kami gunakan sampai rusak, dan apa yang kamu sedekahkan, sehingga tersisa di hari kiamat. (HR. Ahmad 16305, Muslim 7609 dan yang lainnya).
Karena itu, sekaya apapun manusia, sebanyak apapun penghasilannya, dia tidak akan mampu melampaui jatah rizkinya.
Orang yang punya 1 ton beras, dia hanya akan makan sepiring saja. Orang yang memiliki 100 mobil, dia hanya akan memanfaatkan 1 mobil saja. Orang yang memiliki 100 rumah, dia hanya akan menempati 1 ruangan saja. Padahal semua yang kita kumpulkan, sudah pasti akan dihisab oleh Allah.
Karenanya nasihat bagi yang mendapat rezeki sedikit. Sesungguhnya barangsiapa yang bersabar dengan sedikitnya rezeki di dunia dan bersabar atas keterluputan mendapatkan rezeki yang banyak di dunia, maka Allah akan menggantinya dengan kenikmatan yang sangat besar di Surga dan ia akan melupakan musibah yang dirasakannya sewaktu di dunia. Bahkan satu kali celupan saja di Surga, akan menyebabkan sirnanya seluruh lelah-letih dan derita sewaktu di dunia, meski ia adalah orang yang paling menderita sewaktu di dunia. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Kemudian didatangkan orang yang paling sengsara hidupnya di dunia dari penduduk  Surga, lalu ia dicelupkan satu kali celupan ke dalam Surga. Kemudian ditanya, ‘Wahai keturunan Adam, apakah engkau pernah melihat penderitaan sebelumnya sedikit saja? Apakah angkau pernah merasakan kesengsaraan sedikit saja?’ Orang itu berkata, ‘Tidak demi Allah, wahai Tuhanku, aku tidak pernah melihat penderitaan dan tidak merasakan kesengsaraan sama sekali sebelumnya’”. (HR. Muslim).
Bimbinganislam.com | Follow TG, YT, IG, FB, LINE, TWITTER : Bimbingan Islam
#hakikatrezeki #jatahrezeki #harta #dunia

KITĀB BAHJATU QULŪBIL ABRĀR HADĪTS 25 (BAGIAN KEDUA)

🌍 BimbinganIslam.com
Rabu, 11 Rabi’ul Akhir 1440 H / 19 Desember 2018 M
👤 Ustadz Riki Kaptamto Lc
📗 Kitab Bahjatu Qulūbul Abrār Wa Quratu ‘Uyūni Akhyār fī Syarhi Jawāmi' al Akhbār
🔊 Halaqah 027 | Hadits 25 (bagian 02)
⬇ Download audio: bit.ly/BahjatulQulubilAbrar-H027
〰〰〰〰〰〰〰

 

*KITĀB BAHJATU QULŪBIL ABRĀR HADĪTS 25 (BAGIAN KEDUA)*

بسم اللّه الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
الحمد لله ربّ العالمين والصلاة والسلام على نبينا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين، اما بعد
Kaum muslimin dan muslimat rahīmani wa rahīmakumullāh.
Ini adalah halaqah kita yang ke-27 dalam mengkaji kitāb: بهجة قلوب الأبرار وقرة عيون الأخيار في شرح جوامع الأخبار (Bahjatu Qulūbil abrār wa Quratu 'uyūnil Akhyār fī Syarhi Jawāmi' al Akhyār), yang ditulis oleh Syaikh Abdurrahmān bin Nāshir As Sa'dī rahimahullāh.
Kita masih melanjutkan pembahasan hadīts ke-25, pada poin berikutnya, yaitu:
⑶ Pembahasan berikutnya adalah tentang sabda Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam:
صَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُونِي أُصَلِّي
_"Shalātlah sebagaimana kalian melihat aku shalāt."_
Di dalam ucapan Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam tersebut, Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam mengajarkan kepada kita tata cara shalāt.
Dimana Beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam) mengajarkan shalāt dengan menggabungkan antara perintah dan contoh yang beliau lakukan sendiri.
Sehingga orang yang akan mengerjakan shalāt harus sesuai dengan apa yang dilakukan oleh Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam (mencontoh Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam), baik itu gerakan maupun bacaan shalāt.
Tentunya dari gerakan atau bacaan shalāt tersebut ada yang sifatnya wajib maupun mustahab.
Oleh karena itu Syaikh Abdurrahmān bin Nāshir As Sa'dī rahimahullāh menyebutkan bahwa segala yang dilakukan atau diucapkan oleh Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam ketika Beliau shalāt atau ketika Beliau mengajarkan shalāt maka semua itu masuk di dalam makna hadīts:
 صَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُونِي أُصَلِّي
_"Shalātlah sebagaimana kalian melihat aku shalāt)."_
Baik itu perintah yang sifatnya wajib atau mustahab.
Rukun shalāt adalah perkataan (bacaan) atau gerakan yang akan membentuk hakikat shalāt yang tidak boleh ditinggalkan ketika shalāt, baik karena lupa atau karena tidak tahu atau bahkan dengan sengaja. Dimana jika rukun shalāt ditinggalkan maka shalātnya tidak sah.
Dan yang termasuk rukun shalāt di antaranya adalah:
√ Takbiratul ihram (mengucapkan Allāhu akbar) ketika pertama kali akan memulai shalāt.
√ Membaca Al Fātihah (secara berurutan di setiap raka'at).
√ Tasyahud akhir dan ucapan salam ketika selesai shalāt.
Adapun yang bentuknya gerakan, seperti:
√ Berdiri
√ Rukuk
√ Sujud
√ Duduk di antara dua sujud
√ Duduk pada tasyahud akhir
Adapun sesuatu yang apabila ditinggalkan karena lupa dan cukup diganti dengan sujud sahwi dan tidak sampai membatalkan shalāt maka ini di istilahkan sebagai kewajiban-kewajiban dalam shalāt.
Termasuk kewajiban shalāt adalah:
√ Tasyahud awal
√ Duduk untuk tasyahud awal.
√ Takbiratul intiqal ketika berpindah gerakan mengucapkan Allāhu akbar, maka itu beliau sebutkan termasuk kewajiban shalāt yang apabila lupa cukup diganti dengan sujud sahwi.
√ Bacaan: سمع الله لمن حمده (Allāh memdengar orang yang memuji-Nya).
√ Bacaan rukuk, sujud dan ketika duduk di antara dua sujud (beliau sebutkan di sini termasuk kewajiban shalāt).
Kemudian ada kategori ketiga di dalam gerakan-gerakan shalāt yang sifatnya atau hukumnya adalah sekedar sebagai penyempurna shalāt.
Dan hukumnya adalah mustahab, apabila seorang melakukannya maka shalātnya menjadi sempurna dan apabila ditinggalkan maka tidak mempengaruhi sah shalātnya (karena hukumnya mustahab).
Jadi,  selain gerakan-gerakan yang tadi disebutkan pada rukun dan kewajiban shalāt maka ia masuk dalam kategori penyempurna atau mustahabah atau sebagian menyebutkan sebagai sunnah-sunnah shalāt.
Maka semua itu baik yang sifatnya rukun, wajib dan sunnah masuk dalam konteks hadīts Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam ini:
 صَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُونِي أُصَلِّي
_"Shalātlah sebagaimana kalian melihat aku shalāt)."_
Sehingga ketika seorang mengerjakan shalāt dia harus mengerjakannya sebagaimana Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam mengerjakan, baik itu rukun shalāt, kewajiban shalāt maupun sunnah-sunnah shalāt.
Termasuk juga di dalam konteks perintah tersebut: صَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُونِي أُصَلِّي , adalah hal-hal dimana Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam memerintahkan untuk meninggalkan sesuatu yang tidak bermanfaat ketika sedang shalāt, seperti tertawa ataupun berbicara atau banyak bergerak tanpa adanya suatu kebutuhan yang mengharuskan dia untuk melakukan gerakan selain gerakan shalāt. Maka hal-hal tersebut juga harus ditinggalkan.
Karena shalāt tidaklah sempurna kecuali telah terpenuhi syarat, rukun, dan kewajiban shalāt serta meninggalkan hal-hal yang membatalkan shalāt.
Sehingga seorang yang ingin melakukan shalāt harus mempelajari tentang bagaimana gerakan shalāt dan bacaan shalāt yang dilakukan oleh Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam.
Di sini Syaikh Abdurrahmān bin Nāshir As Sa'dī rahimahullāh sedikit menjelaskan tentang tata cara shalāt.
√ Beliau sebutkan pertama kali ketika seorang akan melakukan shalāt dia harus menyempurnakan syarat-syarat shalāt, seperti melakukan thahārah kemudian menutup auratnya dan menghadap qiblat.
√ Apabila telah terpenuhi syarat-syarat tersebut, kemudian dia berniat di dalam hatinya untuk melakukan shalāt dan dia mengucapkan takbiratul ihram (Allāhu akbar) sambil mengangkat kedua tangannya sejajar dengan bahunya.
√ Lalu dia membaca do'a istiftah kemudian membaca ta'awudz dan dilanjutkan dengan membaca surat Al Fātihah yang dimulai dengan بسم اللّه الرحمن الرحيم.
√ Setelah selesai membaca surat Al Fātihah, kemudian membaca surat lain yang ada di dalam Al Qur'ān.
√ Setelah selesai kemudian dia melakukan rukuk dengan mengucapkan, "Allāhu akbar," seraya mengangkat kedua tangannya.
√ Kemudian turun untuk melakukan rukuk, ketika rukuk dia mengucapkan bacaan:
سُبْحَانَ رَبِّيَ الْعَظِيْمِ
_"Maha Suci Tuhanku Yang Maha Agung."_
⇒ Minimal dibaca satu kali.
√ Setelah selesai rukuk kemudian dia mengangkat lagi kepalanya dengan mengucapkan:
سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ
_"Semoga Allāh mendengar pujian orang yang memuji-Nya."_
رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ، حَمْدًا كَثِيْرًا طَيِّبًا مُبَارَكًا فِيْهِ
_'Wahai Rabb kami, bagi-Mu segala puji. Pujian yang banyak, yang baik, yang diberkahi di dalamnya."_
Sambil mengangkat kedua tangannya sejajar dengan bahunya.
√ Setelah itu baru kemudian dia berpindah ke sujud dengan mengucapkan takbir ("Allāhu akbar") tanpa mengangkat kedua tanganya.
Karena posisi mengangkat kedua tangan ada pada posisi takbiratul ihram, pada saat akan rukuk kemudian bangun dari rukuk dan bangun dari tasyahud awal, adapun selebihnya tidak perlu mengangkat kedua tangan.
Ketika posisi sujud seorang harus menempelkan 7 (tujuh) anggota tubuhnya ke tanah atau ke bumi tempat dia shalāt.
Tujuh anggota tubuh itu adalah:
⑴ Kedua telapak jari-jari kakinya.
⑵ Kedua lututnya.
⑶ Kedua telapak. tangannya
⑷ Dahi bersamaan dengan hidung.
Dia tempelkan tujuh anggota badan itu ke tempat sujudnya kemudian dia renggangkan kedua lengannya dari tubuhnya.
Ketika posisi sujud membaca:
سُبْحَانَ رَبِّيَ اْلأَعْلَى
_"Maha Suci Tuhanku Yang Maha Tinggi (dari segala kekurangan dan hal yang tidak layak)."_
⇒ Minimal dibaca satu kali.
√ Kemudian dia mengangkat kepalanya untuk melakukan duduk diantara dua sujud, dengan cara duduk di atas telapak kaki kirinya dan menegakkan telapak kaki kanannya seraya membaca:
رَبِّ اغْفِرْ لِي، وَارْحَمْنِي، وَاجْبُرْنِي، وَارْفَعْنِي، وَارْزُقْنِي، وَاهْدِنِي
_"Yā Allāh, ampunilah aku, rahmatilah aku, cukupilah aku, angkatlah derajatku, berilah aku rezeki dan tunjukilah aku."_
⇒ Tata cara duduk seperti itu dinamakan duduk iftirosy.
√ Setelah itu dia lakukan sujud lagi sebagaimana sujud yang pertama. Setelah selesai sujud dia mengangkat kepalanya untuk berdiri dengan bertakbir lalu melakukan raka'at kedua.
Raka'at kedua dilakukan sebagaimana raka'at pertama.
√ Setelah dia sampai pada tasyahud awal dia duduk dengan cara iftirosy dan membaca doa tasyahud:
اَلتَّحِيَّاتُ لِلَّهِ، وَالصَّلَوَاتُ وَالطَّيِّبَاتُ، اَلسَّلَامُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِيُّ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ، اَلسَّلَامُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللَّهِ الصَّالِحِيْنَ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَـٰهَ إِلَّا اللَّهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ

_"Segala penghormatan hanya milik Allāh, begitu juga shalawat dan kebaikan. Semoga kesejahteraan terlimpahkan kepadamu wahai Nabi, begitu juga rahmat Allāh dan berkah-Nya. Semoga kesejahteraan terlimpahkan kepada kami dan hamba-hamba Allāh yang shālih. Aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allāh, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya"_
√ Setelah selesai dia bertakbir untuk bangun ke raka'at ketiga dan pada posisi bangun dari raka'at yang ketiga, dia dianjurkan untuk mengangkat kedua tangannya sejajar dengan bahunya.
√ Setelah itu dia membaca surat Al Fātihah saja, (pada raka'at ketiga dan keempat) tanpa dilanjutkan dengan surat yang lain.
√ Setelah sampai pada tasyahhud akhir maka dia lakukan dengan cara duduk tawarruk yaitu duduk dengan cara mengeluarkan kaki kirinya dari bawah betis kanannya atau dari sisi kanannya, dan dia mendudukkan pantatnya di atas bumi (tidak duduk di atas telapak kaki kirinya lagi).
Kemudian membaca bacaan tasyahhud (seperti bacaan tasyahhud pertama) dan di lanjutkan bacaan tasyahhudnya dengan mengucapkan shalawat Ibrāhīmiyyah:
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ، اَللَّهُمَّ بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ
_"Yā Allāh, berikanlah shalawat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau telah memberikan shalawat kepada Ibrāhīm dan keluarga Ibrāhīm. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji dan Maha Mulia. Yā Allāh, berkahilah Muhammad dan keluarga Muhammad (termasuk anak dan istri atau umatnya), sebagaimana Engkau telah memberkahi Ibrāhīm dan keluarga Ibrāhīm. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji dan Maha Mulia."_
Kemudian dilanjutkan dengan do'a:
اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَعُوْذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ، وَمِنْ عَذَابِ جَهَنَّمَ، وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ، وَمِنْ شَرِّ فِتْنَةِ الْمَسِيْحِ الدَّجَّالِ
_"Yā Allāh, Sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari siksa kubur, siksa neraka Jahanam, fitnah kehidupan dan setelah mati, serta dari kejahatan fitnah Al masih Dajjal."_
Setelah itu boleh dilanjutkan dengan doa lain, yang dia inginkan.
√ Setelah selesai berdo'a kemudian mengucapkan salam dan menoleh ke kanan dan ke kiri, mengucapkan:
اَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ
_"Semoga keselamatan atas kalian, demikian juga rahmat Allāh dan berkah-Nya."_
Demikian gambaran singkat bagaimana tata cara shalāt yang dilakukan (dicontohkan) oleh Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam.
Demikian yang bisa dibahas pada halaqah kali ini, in syā Allāh kita lanjutkan lagi pada hadīts berikutnya pada halaqah yang akan datang.

وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه  وسلم
والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
_______________________

🏦 *Donasi Dakwah BiAS* dapat disalurkan melalui :
• *Bank Mandiri Syariah* (Kode : 451)
• *No. Rek : 710-3000-507*
• *A.N : YPWA Bimbingan Islam*
📲 Konfirmasi donasi ke :  *0878-8145-8000*
▪ *Format Donasi :  DONASIDAKWAHBIAS#Nama#Nominal#Tanggal*
📝 Cantumkan kode angka 700 di akhir nominal transfer Anda...

Selasa, 18 Desember 2018

KITĀB BAHJATU QULŪBIL ABRĀR HADĪTS 25 (BAGIAN PERTAMA)

🌍 BimbinganIslam.com
Selasa, 10 Rabi’ul Akhir 1440 H / 18 Desember 2018 M
👤 Ustadz Riki Kaptamto Lc
📗 Kitab Bahjatu Qulūbul Abrār Wa Quratu ‘Uyūni Akhyār fī Syarhi Jawāmi' al Akhbār
🔊 Halaqah 026 | Hadits 25 (bagian 01)
⬇ Download audio: bit.ly/BahjatulQulubilAbrar-H026
〰〰〰〰〰〰〰



*KITĀB BAHJATU QULŪBIL ABRĀR HADĪTS 25 (BAGIAN PERTAMA)*

بسم اللّه الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
الحمد لله ربّ العالمين والصلاة والسلام على نبينا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين، اما بعد

Kaum muslimin dan muslimat rahīmani wa rahīmakumullāh.
Ini adalah halaqah kita yang ke-26 dalam mengkaji kitāb: بهجة قلوب الأبرار وقرة عيون الأخيار في شرح جوامع الأخبار (Bahjatu Qulūbil abrār wa Quratu 'uyūnil Akhyār fī Syarhi Jawāmi' al Akhyār) yang ditulis oleh Syaikh Abdurrahmān bin Nāshir As Sa'dī rahimahullāh.
Kita sudah sampai pada hadīts ke-25 yaitu hadīts yang diriwayatkan dari Mālik bin Al Huwayrits radhiyallāhu ta'āla 'anhu.
Beliau mengatakan, Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:
وَصَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُونِي أُصَلِّي، فَإِذَا حَضَرَتِ الصَّلاَةُ، فَلْيُؤَذِّنْ لَكُمْ أَحَدُكُمْ،وَلْيَؤُمَّكُمْ أَكْبَرُكُمْ
_"Shalātlah kalian sebagaimana kalian melihat aku shalāt, dan apabila telah datang waktu shalāt maka salah satu dari kalian mengumandangkan adzan untuk kalian, dan hendaklah yang mengimami kalian adalah orang yang paling tua usianya di antara kalian."_
(Hadīts shahīh riwayat Bukhāri dan Muslim)
Di dalam hadīts ini terdapat tiga pembahasan penting yang berkaitan dengan shalāt.
⑴ Pembahasan pertama terdapat dalam sabda Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam:
إِذَا حَضَرَتِ الصَّلاَةُ، فَلْيُؤَذِّنْ لَكُمْ أَحَدُكُمْ
_"Apabila telah datang waktu shalāt, maka salah satu dari kalian mengumandangkan adzan untuk kalian."_
Syaikh Abdurrahmān bin Nāshir As Sa'dī rahimahullāh menjelaskan bahwa dalam lafazh ini (konteks hadīts ini) menunjukkan tentang disyari'atkannya adzan dan menunjukkan wajibnya melakukan adzan, apabila telah datang waktu shalāt.
Dan hadīts ini juga menunjukkan bahwa adzan itu boleh dilakukan apabila telah datang waktu shalāt (setiap shalāt lima waktu).
Adzan dilakukan bila sudah datang waktu shalāt kecuali pada shalāt fajar (shubuh) karena pada shalāt shubuh dilakukan dua adzan.
√ Adzan pertama dilakukan sebelum masuknya waktu shalāt shubuh.
Sebagaimana Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:
إِنَّ بِلاَلاً يُؤَذِّنُ بِلَيْلٍ فَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يُؤَذِّنَ ابْنُ أُمِّ مَكْتُومٍ
_"Sesungguhnya Bilāl beradzan diwaktu malam, maka silahkan kalian makan dan minum, sampai ibnu ummi Maktūm mengumandangkan adzan."_
(Hadīts shahīh riwayat Muslim nomor 1092)
Di sini menunjukkan bahwasanya adzan ketika itu dilakukan oleh Bilāl pertama kali sebelum masuk waktu shalāt, yang tujuannya untuk membangunkan kaum muslimin agar mereka bersiap-siap untuk shalāt dan juga untuk bersahūr bagi yang ingin melakukan puasa.
Hadīts ini menunjukkan diwaktu shalāt shubuh boleh mengumandangkan adzan dua kali, (yaitu) yang pertama sebelum masuknya waktu shalāt, kemudian yang kedua setelah datang waktu shalāt shubuh.
Adapun di waktu shalāt lain, selain shalāt shubuh, maka adzan dilakukan jika telah datang waktu shalāt.
Kemudian dari lafazh hadīts ini, perintah untuk melakukan adzan bersifat fardhu kifayyah.
• Fardhu Kifayyah adalah:
"Suatu amalan yang apabila telah dilakukan oleh salah satu dari kalangan kaum muslimin di tempat tersebut maka sudah tidak wajib lagi bagi yang lainnya."
• Fardhu 'Ain adalah:
"Suatu amalan yang harus dilakukan oleh seluruh kaum muslimin tidak terkecuali apabila telah mencapai status sebagai seorang mukallaf."
Kemudian beliau (rahimahullāh) menjelaskan juga di antara kriteria yang sebaiknya terpenuhi oleh seorang muadzin adalah orang yang memiliki suara lantang dan dia dipercaya sebagai orang yang tahu datangnya waktu shalāt.
Karena tujuan dari adzan adalah memberitahukan kepada kaum muslimin bahwa waktu shalāt telah datang, maka sangat dianjurkan orang yang mengumandangkan adzan adalah seorang yang memiliki suara yang lantang supaya suaranya bisa didengar oleh kaum muslimin.
Selain itu orang yang mengumandangkan adzan harus orang yang tahu tentang datangnya waktu shalāt.
Konteks hadīts ini menunjukkan bahwasanya adzan ini dilakukan baik ketika tidak dalam keadaan safar maupun saat sedang safar.
Maka apabila sedang safar dan tidak ada yang adzan maka sebaiknya salah seorang dari mereka beradzan dan kalau mereka tidak mendengar adzan sama sekali maka salah seorang dari mereka harus melakukan adzan untuk memberitahukan kepada yang lain bahwa telah datang waktu shalāt.
Dan tentang keutamaan adzan tersebut telah datang banyak hadīts yang menjelaskan tentang keutamaan dan pahala orang yang melakukan adzan.
Serta beliau sebutkan bagi orang yang mendengar adzan dianjurkan untuk mengikuti apa yang diucapkan oleh muadzin ketika muadzin adzan (mengikuti lafadz adzan tersebut), kecuali pada lafazh 'Hayya 'alash shalāh" dan "Hayya 'alal falāh". 
Karena pada kedua lafazh ini ketika muadzin mengucapkannya, maka orang yang mendengar mengucapkan:
لا حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللَّهِ
_"Tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan pertolongan Allāh."_
(Hadīts riwayat Bukhāri 1/152 dan Muslim 1/288)
Dan setelah selesai adzan maka dianjurkan untuk bershalawat kepada Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam seraya mengucapkan:
اَللَّهُمَّ رَبَّ هَـٰذِهِ الدَّعْوَةِ التَّامَّةِ، وَالصَّلاَةِ الْقَائِمَةِ، آتِ مُحَمَّدًا الْوَسِيْلَةَ وَالْفَضِيْلَةَ، وَابْعَثْهُ مَقَامًا مَحْمُوْدًا الَّذِيْ وَعَدْتَهُ
_"Ya Allāh, Tuhan Pemilik panggilan yang sempurna (adzan) ini dan shalāt (wajib) yang didirikan. Berilah Al Wasīlah (derajat di Surga, yang tidak akan diberikan selain kepada Nabi) dan fadhilah kepada Muhammad. Dan bangkitkan Beliau sehingga bisa menempati maqam terpuji yang telah Engkau janjikan."_
(Hadīts riwayat Bukhāri 1/152)
Kemudian setelah itu dia boleh berdo'a dengan apa yang dia inginkan, karena waktu tersebut adalah di antara waktu-waktu dikabulkannya do'a.
⑵ Pembahasan berikutnya adalah:
وَلْيَؤُمَّكُمْ أَكْبَرُكُمْ
_"Dan hendaklah yang mengimami kalian adalah orang yang paling tua usianya diantara kali."_
Di dalam lafazh ini, Syaikh Abdurrahmān bin Nāshir As Sa'dī rahimahullāh menjelaskan bahwa ini menunjukkan wajibnya melakukan shalāt secara berjamā'ah karena Rasūlullāh  shallallāhu 'alayhi wa sallam memerintahkan:
 وَلْيَؤُمَّكُمْ 
_"Hendaknya mengimami kalian."_
Ini artinya dilakukan dengan cara berjamā'ah. Dan beliau sebutkan di sini bahwa konteks ini sebagai dalīl diwajibkannya melakukan shalāt secara berjamā'ah.
Shalāt berjamā'ah minimal dilakukan oleh dua orang, yang satu menjadi iman dan yang lain menjadi makmum.
Adapun orang yang paling berhak atau paling utama menjadi imam adalah sebagaimana  disebutkan di dalam hadīts berikut ini. Dimana Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:
يؤم القوم أقرؤهم لكتاب الله، فإن كانوا في القراءة سواء، فأعلمهم بالسنة، فإن كانوا في السنة سواء فأقدمهم هجرة أو إسلاما
_"Hendaknya yang mengimami suatu kaum adalah orang yang paling pandai membaca kitābullāh, kalau seandainya mereka sama dalam hal bacaan, maka hendaknya yang paling berilmu tentang sunnah, kalau seandainya mereka sama dalam keilmuannya tentang sunnah, maka hendaknya orang yang paling dahulu hijrah ke dalam Islām."_
Adapun apabila sama dalam semua ini barulah kemudian apa yang disebutkan dalam hadīts yang kita bahas ini (yaitu)  orang yang paling tua usianya.
Karena syari'at menganjurkan untuk memprioritaskan orang yang lebih tua usianya di dalam suatu yang diperintahkan selama orang yang lebih muda tidak memiliki kelebihan daripada orang yang lebih tua.
Kemudian disebutkan apabila shalāt dilakukan secara berjamā'ah, hendaknya makmum mengetahui bahwasanya imam itu harus di ikuti, sehingga apabila imam melakukan gerakan dalam shalāt maka makmum harus mengikuti imam itu.
Dan tidak boleh seorang makmum mendahului imam, karena mendahului imam hukumnya adalah haram bahkan beliau sebutkan itu membatalkan shalāt.
Karena Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam mengatakan, "imam itu untuk diikuti oleh para makmum", sehingga makmum tidak boleh mendahului imam di dalam gerakan-gerakan shalāt.
Kemudian beliau sebutkan juga posisi makmum, apabila makmum tersebut dua orang laki-laki, maka posisi yang paling utama keduanya berada dibelakang imam (membuat shaf dibelakang imam).
Namun tidak mengapa jika keduanya berdiri disamping imam) sebelah kanan atau sebelah kanan dan sebelah kirinya imam. Namun yang lebih utama keduanya berdiri dibelakang imam.
Adapun jika makmum tersebut hanya satu orang maka dia berdiri disebelah kanannya imam dan apabila makmum tersebut satu orang wanita, maka makmum wanita tadi berdiri sendiri dibelakang imam.
Kemudian beliau sebutkan seorang imam hendaknya dia membaca bacaan secara jahr pada kondisi-kondisi dimana di situ diperintahkan untuk membaca secara jahr (keras). 
Begitu juga ketika bertakbir, berpindah dari gerakan-gerakan shalāt hendaknya dia mengeraskan bacaan takbirnya karena tujuannya agar imam tersebut bisa diikuti oleh makmum, sehingga imam diperintahkan untuk membaca takbir dengan keras.
⑶ Pembahasan berikutnya adalah tentang sabda Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam:
صَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُونِي أُصَلِّي
_"Shalātlah sebagaimana kalian melihat aku shalāt."_
In syā Allāh pembahasan ini akan kita lanjutkan pada halaqah mendatang.

وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه  وسلم
والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
_______________________

🏦 *Donasi Dakwah BiAS* dapat disalurkan melalui :
• *Bank Mandiri Syariah* (Kode : 451)
• *No. Rek : 710-3000-507*
• *A.N : YPWA Bimbingan Islam*
📲 Konfirmasi donasi ke :  *0878-8145-8000*
▪ *Format Donasi :  DONASIDAKWAHBIAS#Nama#Nominal#Tanggal*
📝 Cantumkan kode angka 700 di akhir nominal transfer Anda...

Senin, 17 Desember 2018

Apa itu Nifak?



Nifak atau pelakunya disebut munafik merupakan salah satu penyakit yang sangat berbahaya. Jika tidak ditangani sesegera mungkin akan mengakibatkan penderitanya binasa. Penyakit ini adalah penyakit yang amat menjijikkan dan mengakibatkan  penyimpangan yang amat buruk. Seorang mulim sejati tentu sangat mewaspadai penyakit akut ini, hanya saja terkadang ia tidak menyadari bahwa ternyata ia telah terjangkit penyakit ini, terutama nifak yang bersifat lahiriah.
Apa itu nifak? Sebagaimana yang dikatakan Ibnu Katsir, nifak adalah menampakkan kebaikan dan menyembunyikan keburukan. Sementara itu, Ibnu Juraij mengatakan, “Orang munafik ialah orang yang omongannya menyelisihi tindak-tanduknya, batinnya menyelisihi lahiriahnya, tempat masuknya menyelisihi tempat keluarnya, dan kehadirannya menyelisihi ketidakadaannya” (‘Umdah At-Tafsir I/78).
Huzhaifah bin Al-Yaman adalah seorang pemegang rahasia Nabi. Beliau pernah diberi tahu nabi nama-nama orang munafik. Oleh sebab itu, karena Umar bin Al-Khattab amat sangat khawatir terhadap sifat nifak, beliau memberanikan diri bertanya pada Huzhaifah apakah Nabi mengkategorikannya sebagai orang munafik, maka Huzhaifah pun menjawab, “Tidak. Setelahmu, aku tidak mau lagi memberi rekomendasi.”
Dikisahkan bahwa sebagian sahabat biasa berdoa, “Ya Allah, sesungguhnya hamba memohon perlindungan dari khusyuknya nifak.” Ada yang bertanya, “Apa yang dimaksud khusyuk nifak?” Jawabnya, “Tubuh yang terlihat khusyu’ namun ternyata hati tidak.”
Ibnu Abi Malikah pernah mengatakan, “Aku telah menjumpai tiga puluh sahabat Nabi, seluruhnya takut akan nifak. Tidak ada seorang pun di antara mereka yang mengatakan, bahwa dirinya memiliki iman seperti imannya Jibril dan Mikail.
Al-Hasan Al-Bashri mengatakan, “Tidak ada orang merasa aman dari sifat nifak kecuali orang munafik dan tidak ada orang yang merasa khawatir terhadapnya kecuali orang mukmin.”
Bimbinganislam.com | Follow TG, YT, IG, FB, LINE, TWITTER : Bimbingan Islam
#munafik #nifak #aman #beriman #binasa #mukadua

KITĀB BAHJATU QULŪBIL ABRĀR HADĪTS 24

🌍 BimbinganIslam.com
Senin, 09 Rabi’ul Akhir 1440 H / 17 Desember 2018 M
👤 Ustadz Riki Kaptamto Lc
📗 Kitab Bahjatu Qulūbul Abrār Wa Quratu ‘Uyūni Akhyār fī Syarhi Jawāmi' al Akhbār
🔊 Halaqah 025 | Hadits 24
⬇ Download audio: bit.ly/BahjatulQulubilAbrar-H025
〰〰〰〰〰〰〰


*KITĀB BAHJATU QULŪBIL ABRĀR HADĪTS 24*

بسم اللّه الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
الحمد لله ربّ العالمين والصلاة والسلام على أشرف الأنبياء والمرسلين وعلى آله وصحبه أجمعين، اما بعد
Kaum muslimin dan muslimat rahīmani wa rahīmakumullāh.
Ini adalah halaqah kita yang ke-25 dalam mengkaji kitāb: بهجة قلوب الأبرار وقرة عيون الأخيار في شرح جوامع الأخبار (Bahjatu Qulūbil abrār wa Quratu 'uyūnil Akhyār fī Syarhi Jawāmi' al Akhyār), yang ditulis oleh Syaikh Abdurrahmān bin Nāshir As Sa'dī rahimahullāh.
Kita sudah sampai pada hadīts ke-24 yaitu hadīts yang diriwayatkan oleh Abū Hurairah radhiyallāhu ta'āla 'anhu.
Beliau mengatakan:
الصَّلَوَاتُ الْخَمْسُ وَالْجُمُعَةُ إِلَى الْجُمُعَةِ وَرَمَضَانُ إِلَى رَمَضَانَ مُكَفِّرَاتٌ مَا بَيْنَهُنَّ إِذَا اجْتَنَبَ الْكَبَائِرَ
_"Di antara shalāt yang lima waktu, di antara Jum'at yang satu dan Jum'at lainnya, di antara Ramadhān yang satu dan Ramadhān lainnya, itu akan menghapuskan dosa di antara keduanya selama seseorang menjauhi dosa-dosa besar."_
(Hadīts shahīh riwayat Muslim nomor 233)
Syaikh Abdurrahmān bin Nāshir As Sa'dī rahimahullāh menjelaskan bahwa hadīts ini menunjukkan tentang besarnya karunia  Allāh Subhānahu wa Ta'āla yang diberikan kepada hamba-Nya.
Dimana di dalam hadīts ini Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam menyebutkan tiga amalan ibadah yang begitu agung yang memiliki keutamaan tinggi dan buah manisnya yang tidak terhitung diantara buah yang bisa kita rasakan dari tiga amalan ibadah ini.
Allāh Subhānahu wa Ta'āla menjadikan ibadah-ibadah ini sebagai penyempurna agama dan ke-Islāman seorang hamba, dimana amalan ibadah ini ibarat air yang menyirami pohon keimanan yang ada di dalam hati kaum mukminin.
Iman itu ibarat pohon yang bisa tumbuh (berkembang) dan menjadi besar apabila disirami dan dirawat dengan benar dan teratur, dengan cara melakukan amal shālih.
Diantara tiga amalan ibadah yang utama ini, yaitu:
⑴ Shalāt lima waktu
⑵ Shalāt Jum'at
⑶ Puasa Ramadhān
Adapun perbuatan dosa akan merusak keimanan atau mengurangi nilai keimanan,  dan tentunya banyak dari kita terjerumus dalam perbuatan dosa, terlebih dosa-dosa kecil.
Para ulamā membagi dosa itu menjadi dua, yaitu:
⑴ Dosa-dosa besar (Al Kabair)
⑵ Dosa-dosa kecil (Ash shaghir)
Dosa-dosa kecil bisa diampunkan dengan cara melakukan amal shālih (amal kebaikan) sebagaimana firman Allāh Subhānahu wa Ta'āla di dalam surat Hud: 114.
Allāh Subhānahu wa Ta'āla  berfirman:
 إِنَّ الْحَسَنَاتِ يُذْهِبْنَ السَّيِّئَاتِ ۚ
_"Sesungguhnya perbuatan-perbuatan baik itu menghapus kesalahan-kesalahan."_
Dan dalam ayat lain Allāh Subhānahu wa Ta'āla berfirman:
إِن تَجْتَنِبُوا۟ كَبَآئِرَ مَا تُنْهَوْنَ عَنْهُ نُكَفِّرْ عَنكُمْ سَيِّـَٔاتِكُمْ وَنُدْخِلْكُم مُّدْخَلًۭا كَرِيمًۭا
_"Jika kamu menjauhi dosa-dosa besar di antara dosa-dosa yang dilarang kamu mengerjakannya, niscaya Kami hapus kesalahan-kesalahanmu (dosa-dosamu yang kecil) dan Kami masukkan kamu ke tempat yang mulia (surga)."_
(QS An Nissā': 31)
Dua ayat di atas menjelaskan bahwasanya dosa-dosa kecil bisa diampunkan, bisa dihapuskan dengan amal-amal shālih yang dilakukan seorang hamba.
Adapun dosa-dosa besar, menurut Syaikh Abdurrahmān bin Nāshir As Sa'dī rahimahullāh:
"Dosa besar harus dimulai dengan taubat, dosa besar tidak serta merta dihapuskan dengan amal shālih, tetapi harus dengan taubat terlebih dahulu."
Adapun yang ditunjukkan dari hadīts yang mulia ini (yaitu) tiga amalan, shalāt lima waktu, shalāt Jum'at, dan puasa Ramadhān bisa menghapuskan dosa-dosa namun hanya sebatas dosa-dosa kecil. Adapun dosa-dosa besar maka seorang harus bertaubat dari dosa-dosa tersebut.
Kemudian Syaikh Abdurrahmān bin Nāshir As Sa'dī rahimahullāh menjelaskan tentang bagaimana kita bisa mengetahui dosa itu kecil atau dosa itu besar.
Disebutkan:
Banyak pembicaraan dikalangan ulamā yang membedakan dosa kecil dan dosa besar. Dan yang paling tepat tentang perbedaan dosa kecil dan dosa besar beliau katakan:
"Bahwa dosa besar adalah suatu amalan yang apabila dilakukan maka akan terancam dengan hukuman had di dunia, atau suatu amalan yang disitu ada ancaman siksaan di akhirat atau pelakunya disebutkan sebagai orang yang dilaknat atau dimurkai oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla."
Maka perbuatan-perbuatan yang disebutkan dengan konteks yang seperti di atas, maka ini dinyatakan sebagai dosa besar, yang apabila seorang melakukannya maka dia harus bertaubat tidak bisa serta merta dihapuskan dengan amalan shālih.
Adapun dosa-dosa kecil maka selain dari itu, atau beliau juga sebutkan di sini definisi lain dalam membedakan dua hal tadi.
Beliau katakan:
"Bahwa dosa besar adalah suatu amal perbuatan yang diharamkan karena dzat perbuatan tersebut."
Contohnya adalah perbuatan zina.
Zina diharamkan karena perbuatan zina itu sendiri yang merupakan perbuatan keji sehingga dimasukan dalam kategori dosa besar.
Adapun dosa kecil, beliau sebutkan:
"Sesuatu perbuatan yang diharamkan karena perbuatan itu bisa menjadi wasīlah atau pengantar kepada perbuatan dosa besar."
Contohnya adalah:
⑴ Memandang perempuan yang bukan mahramnya, dengan cara pandang yang diharamkan.
⑵ Berkhalwat dengan perempuan yang bukan mahramnya.
Dua perbuatan ini diharamkan, karena bisa menjerumuskan seseorang kedalam perbuatan zina, maka kedua perbuatan ini dikategorikan ke dalam dosa kecil.
Bukan dilarang karena dzatnya akan tetapi itu merupakan wasīlah.
Kemudian Syaikh Abdurrahmān bin Nāshir As Sa'dī rahimahullāh juga menyebutkan satu kaedah penting yang bisa kita ambil dari hadīts ini, bahwa:
"Setiap nash dalam konteks hadīts ataupun batas Al Qur'ān yang menyebutkan adanya penghapusan dosa yang disebabkan amal shālih maka maksud dosa di konteks tersebut adalah dosa-dosa kecil."
Kenapa bisa kita ambil kesimpulan demikian?
Karena dari hadīts ini, Rasūlullāh  shallallāhu 'alayhi wa sallam menyebutkan tiga amalan ibadah yang wajib dan utama ini tidak bisa menghapuskan dosa besar, bahkan Rasūlullāh  shallallāhu 'alayhi wa sallam menyatakan menghapuskan dosa dengan syarat dijauhi dosa besar.
Kalau tiga amalan ini tidak bisa menghapus dosa-dosa besar apalagi amalan-amalan yang tentunya secara keutamaan berada dibawah tiga amalan utama ini.
Tentunya lebih pantas lagi tidak bisa menghapuskan dosa besar hanya sebatas menghapuskan dosa-dosa kecil apabila pelakunya tersebut menjauhi perbuatan-perbuatan dosa besar.
Demikian yang beliau (rahimahullāh) sebutkan dalam menjelaskan hadīts ini.
Wallāhu Ta'āla A'lam.
In syā Allāh kita lanjutkan pada halaqah mendatang.
وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه  وسلم
والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
_______________________

🏦 *Donasi Dakwah BiAS* dapat disalurkan melalui :
• *Bank Mandiri Syariah* (Kode : 451)
• *No. Rek : 710-3000-507*
• *A.N : YPWA Bimbingan Islam*
📲 Konfirmasi donasi ke :  *0878-8145-8000*
▪ *Format Donasi :  DONASIDAKWAHBIAS#Nama#Nominal#Tanggal*
📝 Cantumkan kode angka 700 di akhir nominal transfer Anda...

Kamis, 13 Desember 2018

Sunnah tapi jarang terdengar.



Saudariku, betapa banyaknya umat muslim yang berpaling dari sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan kemudian menggantinya dengan kebiasaan orang-orang kafir. Lihatlah bagaimana kebiasaan mereka dalam berpakaian, berkata, tata cara makan, dan pola pikir yang sangat jauh dari sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam namun mirip kebiasaan orang-orang kafir.
Salah satunya adalah ucapan salam yang zaman ini sudah sangat jarang terdengar di telinga kita. Mereka mengganti sunnah yang mulia ini dengan ucapan-ucapan yang tidak bermakna bahkan terkadang menghina. Padahal di dalam salam dan menjawab salam terkandung doa yang sangat bermanfaat.
Dari ‘Amar bin Yasir, beliau mengatakan,
“Tiga perkara yang apabila seseorang memiliki ketiga-tiganya, maka akan sempurna imannya: bersikap adil pada diri sendiri, mengucapkan salam pada setiap orang, dan berinfak ketika kondisi pas-pasan. ” (Diriwayatkan oleh Bukhari secara mu’allaq yaitu tanpa sanad. Syaikh Al Albani dalam Al Iman mengatakan bahwa hadits ini shohih)
Beberapa kita temukan ketika dua orang atau lebih saling bertemu di zaman ini mereka saling menyapa dengan sesuatu seperti 'halo cuy', 'hai bro', 'halo nyet', 'hai tayo', 'salam sukses', 'salam kuper', 'mlikum' dll.
Hendaklah jika kita memberi salam (terutama melalui WA, sms, email, surat, beri comment), janganlah ucapan salam tersebut  kita ringkas menjadi: Ass. atau Ass.wr.wb. atau yang lainnya. Bentuk semacam ini bukanlah salam. Salam seharusnya tidak disingkat. Seharusnya jika ingin mengirimkan pesan singkat, maka hendaklah kita tulis: Assalamu’alaikum. Itu lebih baik daripada jika kita tulis: Ass., tulisan yang terakhir ini tidak ada maknanya dan bukanlah salam.
Oleh karena itu, hendaklah kita selalu menyebarkan syiar salam ini ketika bertemu saudara kita, ketika berjalan, dan dalam setiap kondisi. Hendaklah pula kita mengucapkan salam kepada orang yang kita kenali ataupun tidak. Dan dalam menulis sms atau email, hendaklah kita juga gemar menyebarkan syiar Islam yang satu ini.
Bimbinganislam.com | Follow TG, YT, IG, FB, LINE, TWITTER : Bimbingan Islam
#salam #salamsapa #salamsukses

Rabu, 12 Desember 2018

PARA NABI TIDAK MEMILIKI HIDAYAH TAUFĪQ (BAGIAN 04)

🌍 BimbinganIslam.com
Rabu, 04 Rabi’uts Tsani 1440 H / 12 Desember 2018 M
👤 Ustadz Arief Budiman, Lc
📗 Kitāb Fiqhu Tarbiyatu Al-Abnā wa Thāifatu min Nashā'ihi Ath-Athibbāi
🔊 Halaqah 06| Para Nabi Tidak Memiliki Hidayah Taufiq (bagian 04)
⬇ Download audio: bit.ly/TarbiyatulAbna-06
~~~~~~~~~~~~
*PARA NABI TIDAK MEMILIKI HIDAYAH TAUFĪQ (BAGIAN 04)*



بسم اللّه الْحَمْدُ للهِ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلىَ رَسُوْلِ لله وَعَلىَ آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ وَالاَهُ، ولا حَوْلَ وَلا قُوَّةَ إِلا باللَّهِ، أَمَّا بَعْدُ

Ma'asyiral muslimin rahīmaniy wa rahīmakumullāh.
Kita lanjutkan pembahasan kitāb Fiqhu Tarbiyatul Abnā wa Thāifatu min Nashā'ihi Al Athibbāi tentang fiqih mendidik atau membimbing anak-anak karya Syaikh Musthafa Al Adawi Hafīdzahullāh.
Pada sesi yang keenam ini kita masih melanjutkan tentang pembahasan yang artinya bahwa para nabi sekalipun mereka tidak memiliki hidayah taufīq bagi seorangpun.
Kita sudah bahas beberapa kisah para nabi dan pembahasan kemarin kita membahas kisah Nabi Ibrāhīm 'alayhissallām.
Kemudian yang berikutnya adalah kisah Nabi Yūsuf 'alayhissallām.
Nabi Yūsuf 'alayhissallām adalah nabi yang dikenal sangat tampan rupawan, dengan ketampanan yang sangat luar biasa. Bahkan dalam satu riwayat disebutkan bahwa Nabi Yūsuf 'alayhissallām adalah setampan-tampan dan seindah-indah makhluk Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
Beliau diberikan separuh keindahan sebagaimana disebutkan di dalam hadīts Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam di dalam Shahīh Muslim dari hadīts Anas bin Mālik radhiyallāhu ta'āla 'anhu.
Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:
أُعْطِيَ يُوسُفُ شَطْرَ الْحُسْنِ
_"Yūsuf diberi setengah ketampanan."_
(Hadīts riwayat Ahmad nomor 14050 dan dishahīhkan Syu'aib Al Arnauth)
Bagaimana masa kecil beliau (alayhissallām) yang penuh dengan kesulitan, dimana saudara-saudaranya memiliki hati yang hasad kepada beliau (alayhissallām) di karenakan ayahnya terlalu menyayangi Nabi Yūsuf 'alayhissallām, sampai akhirnya saudara-saudaranya sepakat untuk melempar Nabi Yūsuf 'alayhissallām kedalam sumur.
Kemudian Nabi Yūsuf 'alayhissallām dipungut (diambil) oleh orang-orang yang lewat sumur tersebut untuk mengambil air,  lalu Nabi Yūsuf dijual dipasar budak (hamba sahaya)  sampai akhirnya diambillah Nabi Yūsuf 'alayhissallām oleh raja mesir pada saat itu.
Tidak sampai disitu ujian Nabi Yūsuf 'alayhissallām. Ujian Nabi Yūsuf alayhissallām dari kecil bahkan hingga dia tumbuh dewasa menjadi seorang pemuda.
Ketika beliau menjadi pemuda yang sangat tampan terjadilah fitnah lagi. Istri raja telah menggodanya, akan tetapi Nabi Yūsuf 'alayhissallām di jaga oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla sehingga Nabi Yūsuf tidak tergoda wanita itu.  
Kemudian beliau (alayhissallām) dipenjara selama beberapa tahun ditengah-tengah para pemabuk, pencuri, pelaku kriminal lainnya.
Hidup Nabi Yūsuf dari kecil sampai dewasa penuh dengan ujian, namun Allāh Subhānahu wa Ta'āla  selalu menjaga dan melindunginya dari segala keburukan dan kemaksiatan.
Nabi Yūsuf tumbuh dengan kelemahlembutan dan keindahan dan beliau juga pandai dalam menafsirkan mimpi.
Siapa yang membuat semua ini?
Nabi Yūsuf 'alayhissallām sendiri sejak kecil, diasingkan, terusir, hidup tanpa ayah dan ibu, tanpa saudara laki-laki maupun perempuan, tanpa paman, tanpa kakek tanpa kerabat ditengah-tengah lingkungan yang asing
√ Siapa yang mengajarkan ilmu padanya?
√ Siapa yang mensucikannya?
√ Siapa yang mendidik dan membimbingnya?
√ Siapa yang melakukan semua itu?
Yang melakukan itu semua adalah Allāh Subhānahu wa Ta'āla, sebagaimana firman-Nya:
 فَاللَّهُ خَيْرٌ حَافِظًا ۖ وَهُوَ أَرْحَمُ الرَّاحِمِينَ
_"Allāh adalah penjaga yang terbaik dan Dia Maha Penyayang di antara para penyayang."_
(QS  Yūsuf: 64)
Kemudian kita lihat Nabi Mūsā 'alayhissallām.
Sejak bayi Nabi Mūsā 'alayhissallām dihanyutkan oleh ibunya, karena beliau (ibunda Nabi Mūsā) ingin menjaga Nabi Mūsā 'alayhissallām.
Nabi Mūsā kecil diletakkan di dalam sebuah kotak lalu dihanyutkan ke sungai, kemudian akhirnya Mūsā kecil diambil oleh orang-orang kerajaan yang zhālim yang suka membunuh, yaitu keluarga Fir'aun.
Tentunya secara zhāhir ini adalah musibah, karena anak-anak laki-laki di zaman Fir'aun semuanya dibunuh tapi justru inilah kehendak Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
Allāh kembalikan lagi Mūsā kecil kepada ibunya untuk disusui kembali oleh ibunya agar ibunya tidak sedih.
√ Siapa yang menjaga dari keburukan?
√ Siapa yang menjaga Nabi Mūsā alayhissallām dari musibah ini, sehinga Nabi Mūsā tidak dibunuh oleh orang-orang Fir'aun?
Itu semua karena  Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
√ Siapa yang membuat Nabi Mūsā alayhissallām tumbuh kemudian menjadi seorang nabi ditengah-tengah keluarga Fir'aun yang sangat sesat,  yang dia mengaku sebagai Tuhan?
Itu semua adalah Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
Demikian pula kisah anak muda yang disebutkan di dalam surat Al Kahfi ayat 80-81,
dimana kedua orang tua mereka adalah mukmin tetapi anak muda ini Allāh taqdirkan kāfir.
√ Bagaimana Nabi Khidir membunuhnya. 
√ Bagaimana pula Nabi Mūsā mengingkari perbuatan Nabi Khidir alayhissallām.
Allāh Subhānahu wa Ta'āla  jelaskan kisahnya dalam surat Al Kahfi 74-75:
فَانْطَلَقَا حَتَّىٰ إِذَا لَقِيَا غُلَامًا فَقَتَلَهُ قَالَ أَقَتَلْتَ نَفْسًا زَكِيَّةً بِغَيْرِ نَفْسٍ لَقَدْ جِئْتَ شَيْئًا نُكْرًا
_Maka berjalanlah keduanya; hingga ketika keduanya berjumpa dengan seorang anak muda, maka dia membunuhnya. Dia (Mūsā) berkata, "Mengapa engkau bunuh jiwa yang bersih, bukan karena dia membunuh orang lain? Sungguh, engkau telah melakukan sesuatu yang sangat mungkar."_
(QS Al Kahfi : 74)
قَالَ أَلَمْ أَقُلْ لَكَ إِنَّكَ لَنْ تَسْتَطِيعَ مَعِيَ صَبْرًا
_Dia berkata, "Bukankah sudah kukatakan kepadamu, bahwa engkau tidak akan mampu sabar bersamaku?"_
(QS Al Kahfi : 75)
Kisahnya dijelaskan di dalam Al Kahfi ayat 80 sampai 81.
Allāh Subhānahu wa Ta'āla  berfirman:
وَأَمَّا الْغُلَامُ فَكَانَ أَبَوَاهُ مُؤْمِنَيْنِ فَخَشِينَا أَنْ يُرْهِقَهُمَا طُغْيَانًا وَكُفْرًا
_Dan adapun anak muda (kāfir ) itu, kedua orang tuanya mukmin, dan kami khawatir kalau dia akan memaksa kedua orang tuanya kepada kesesatan dan kekāfiran."_
(QS Al Kahfi: 80)
فَأَرَدْنَا أَنْ يُبْدِلَهُمَا رَبُّهُمَا خَيْرًا مِنْهُ زَكَاةً وَأَقْرَبَ رُحْمًا
_Kemudian kami menghendaki, sekiranya Tuhan mereka menggantinya dengan (seorang anak) lain yang lebih baik kesuciannya daripada (anak) itu dan lebih sayang (kepada ibu bapaknya)._
(QS Al Kahfi: 81)
Lihat disini! Kedua orang tua anak ini seorang mukmin akan tetapi dia (anak tersebut) kāfir.
Dan kita lihat kisah Nabi kita Muhammad shallallāhu 'alayhi wa sallam. Beliau adalah sebaik-baik nabi dan sebaik-baik manusia, Beliau tumbuh dalam keadaan yatim dan tumbuh dalam kondisi faqīr, sampai-sampai tidak ada yang mau memeliharanya, sampai akhirnya Beliau dipelihara pamannya (Abū Thālib) yang tidak mau masuk Islām.
√ Allāh Subhānahu wa Ta'āla memberikan iman kepada Beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam).
√ Allāh Subhānahu wa Ta'āla memberikan mu'zijāt Al Qur'ān.
Itulah Allāh Subhānahu wa Ta'āla yang Maha memberikan hidayah kepada siapapun yang Allāh kehendaki.
Demikian, semoga yang singkat ini bermanfaat.
وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين
واخردعوانا أن الحمد لله رب العالمين
والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته

_____________________
🏦 *Donasi Dakwah BiAS* dapat disalurkan melalui :
• *Bank Mandiri Syariah* (Kode : 451)
• *No. Rek : 710-3000-507*
• *A.N : YPWA Bimbingan Islam*
📲 Konfirmasi donasi ke :  *0878-8145-8000*
▪ *Format Donasi :  DONASIDAKWAHBIAS#Nama#Nominal#Tanggal*
📝 Cantumkan kode angka 700 di akhir nominal transfer Anda...

Selasa, 11 Desember 2018

PARA NABI TIDAK MEMILIKI HIDAYAH TAUFĪQ (BAGIAN 03)

🌍 BimbinganIslam.com
Selasa, 03 Rabi’uts Tsani 1440 H / 11 Desember 2018 M
👤 Ustadz Arief Budiman, Lc
📗 Kitāb Fiqhu Tarbiyatu Al-Abnā wa Thāifatu min Nashā'ihi Ath-Athibbāi
🔊 Halaqah 05| Para Nabi Tidak Memiliki Hidayah Taufiq (bagian 03)
⬇ Download audio: bit.ly/TarbiyatulAbna-05
~~~~~~~~~~~~
*PARA NABI TIDAK MEMILIKI HIDAYAH TAUFĪQ (BAGIAN 03)*

بسم اللّه الْحَمْدُ للهِ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلىَ رَسُوْلِ لله وَعَلىَ آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ وَالاَهُ، ولا حَوْلَ وَلا قُوَّةَ إِلا باللَّهِ، أَمَّا بَعْدُ

Ma'asyiral muslimin rahīmaniy wa rahīmakumullāh.
Kita lanjutkan pembahasan kitāb Fiqhu Tarbiyatul Abnā wa Thāifatu min Nashā'ihi Al Athibbāi tentang fiqih mendidik atau membimbing anak-anak karya Syaikh Musthafa Al Adawi Hafīdzahullāh.
Pada sesi yang kelima ini kita masih melanjutkan tentang pembahasan yang artinya bahwa para nabi sekalipun mereka tidak memiliki hidayah taufīq bagi seorangpun. Hanya Allāh Subhānahu wa Ta'āla saja yang menetapkan hidayah taufīq kepada hamba-Nya yang Dia kehendaki.
Kita lihat kisah Nabi Ibrāhīm 'alayhissallām sebagaimana Allāh Subhānahu wa Ta'āla  abadikan didalam surat Maryam: 42-45.
Allāh Subhānahu wa Ta'āla mengisahkan perkataan Nabi Ibrāhīm 'alayhissallām ketika beliau mendakwahi ayahnya.
Dipertemuan sebelumnya telah kita jelaskan bagaimana Nabi Nūh 'alayhissallām mendakwahi putranya akan tetapi beliau (alayhissallām) tidak berhasil.
Pada pertemuan kali ini kita akan menceritakan bagaimana Nabi Ibrāhīm 'alayhissallām mendakwahi ayahnya.
Allāh Subhānahu wa Ta'āla mengatakan perkataan Nabi Ibrāhīm alayhissallām kepada ayahnya.
 يَا أَبَتِ لِمَ تَعْبُدُ مَا لَا يَسْمَعُ وَلَا يُبْصِرُ وَلَا يُغْنِي عَنْكَ شَيْئًا
_"Wahai ayahku! Mengapa engkau menyembah sesuatu yang tidak mendengar, tidak melihat, dan tidak dapat menolongmu sedikit pun ?"_
Nabi Ibrāhīm 'alayhissallām kembali mengatakan:
يَا أَبَتِ إِنِّي قَدْ جَاءَنِي مِنَ الْعِلْمِ مَا لَمْ يَأْتِكَ فَاتَّبِعْنِي أَهْدِكَ صِرَاطًا سَوِيًّا
_"Wahai ayahku! Sungguh, telah sampai kepadaku sebagian ilmu yang tidak diberikan kepadamu, maka ikutilah aku, niscaya aku akan menunjukkan kepadamu jalan yang lurus."_
Kemudian Nabi Ibrāhīm 'alayhissallām mengatakan kembali:
يَا أَبَتِ لَا تَعْبُدِ الشَّيْطَانَ ۖ إِنَّ الشَّيْطَانَ كَانَ لِلرَّحْمَٰنِ عَصِيًّا
_"Wahai ayahku! Janganlah engkau menyembah syaithān. Sungguh, syaithān itu durhaka kepada Tuhan Yang Maha Pengasih."_
Kemudian Nabi Ibrāhīm 'alayhissallām mengatakan:
يَا أَبَتِ إِنِّي أَخَافُ أَنْ يَمَسَّكَ عَذَابٌ مِنَ الرَّحْمَٰنِ فَتَكُونَ لِلشَّيْطَانِ وَلِيًّا
_"Wahai ayahku! Aku sungguh khawatir engkau akan ditimpa azab dari Tuhan Yang Maha Pengasih, sehingga engkau menjadi teman bagi syaithān."_
(QS Maryam: 42-45)
Lihat disini! Nabi Ibrāhīm 'alayhissallām merengek, meminta ketika beliau mendakwahi ayahnya, meminta dengan tulus kepada ayahnya agar ayahnya mengikuti hidayah (petunjuk) beliau dari Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
Dengan mengucapkan:
يَا أَبَتِ....... يَا أَبَتِ...... يَا أَبَتِ...... يَا أَبَتِ
Hingga empat kali beliau alayhissallām mengucapkanya (Yā Abatiy.... adalah pangilan dari anak yang shālih kepada ayahnya).
Tetapi ayahnya menolak, dengan penolakan yang begitu keras bahkan mengancam putranya dengan mengatakan:
قَالَ أَرَاغِبٌ أَنْتَ عَنْ آلِهَتِي يَا إِبْرَاهِيمُ ۖ لَئِنْ لَمْ تَنْتَهِ لَأَرْجُمَنَّكَ ۖ وَاهْجُرْنِي مَلِيًّا
_Dia (ayahnya) berkata, "Bencikah engkau kepada tuhan-tuhanku, wahai Ibrāhīm ? Jika engkau tidak berhenti, pasti engkau akan kurajam, maka tinggalkanlah aku untuk waktu yang lama."_
(QS Maryam: 46)
Nabi Ibrāhīm alayhissallām diusir bahkan diancam oleh ayahnya jika beliau (alayhissallām) tidak berhenti berdakwah.
Lihat ! Nabi Ibrāhīm alayhissallām berdakwah kepada ayahnya dan ayahnya tidak mau mengikuti dakwah beliau (alayhissallām).
Tapi lihat, Allāh Subhānahu wa Ta'āla berikan yang lain, ketika Nabi Ibrāhīm alayhissallām mengajak putranya yang bernama Ismāil alayhissallām, Allāh sebutkan dalam Al Qur'ān surat Maryam 54: صَادِقَ ٱلْوَعْدِ , janji yang sangat benar.
Ketika Nabi Ibrāhīm alayhissallām diperintah oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla untuk menyembelihnya putranya Ismāil alayhissallām sebagaimana diceritakan didalam surat Ash Shāffāt: 102. Allāh Subhānahu wa Ta'āla  berfirman:
يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَىٰ فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرَىٰ ۚ قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ ۖ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ
_"Wahai anakku! Sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu!"_
_(Nabi Ismāil pun menjawab,) “Wahai ayahku! Lakukanlah apa yang diperintahkan (Allāh) kepadamu, in syā Allāh engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar."_
(QS  Ash Shāffāt : 102)
Perhatikan jawaban Nabi Ismāil alayhissallām sangat berbeda dengan ayah Nabi Ibrāhīm alayhissallām. Lihat ! Hidayah hanya ditangan Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
Benarlah janji Allāh Subhānahu wa Ta'āla, bahwasanya Nabi Ibrāhīm dan Nabi Ismāil adalah orang-ora yang sabar, dan termasuk nabi dan rasūl yang sangat mulia.
Oleh karena itu, para ayah dan ibu betapa pun anda memiliki kemahiran, memiliki ilmu, memiliki kemampuan dalam mendidik anak-anak.
Sehebat apapun anda, Ingat !  Anda hanya sekedar melakukan dan menjalankan sebab dari Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
Di antara sebab-sebab yang Allāh Subhānahu wa Ta'āla perintahkan untuk kita lakukan adalah menjaga diri kita dan keluarga kita dari api neraka.
Lakukanlah sebab itu, adapun hidayah kita kembalikan kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
Sekali lagi, kita hanya meniti dan menempuh jalan, cara, syari'at.
Siapapun anda, jangankan hanya orang tua biasa, seorang shālih atau ulamā, bahkan seorang nabi dan rasūl pun hanya sekedar menjalankan perintah dari Allāh Subhānahu wa Ta'āla, yang menentukan hidayah kepada anak keturunan kita hanyalah Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
Allāh Subhānahu wa Ta'āla berfirman bahwasanya di antara keturunan para nabi sekalipun ada yang berbuat baik dan berbuat zhālim.
وَمِن ذُرِّيَّتِهِمَا مُحْسِنٌۭ وَظَالِمٌۭ لِّنَفْسِهِۦ مُبِينٌۭ
_"Dan di antara anak cucunya (nabi Ibrāhīm dan nabi Ishāq) ada yang berbuat baik dan ada (pula) yang zhālim terhadap dirinya sendiri dengan nyata."_
(QS Ash Shāffāt : 113)
Demikian, semoga bermanfaat, in syā Allāh kita lanjutkan kembali kisah nabi yang lainnya.
وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين
واخردعوانا أن الحمد لله رب العالمين
والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته

_____________________
🏦 *Donasi Dakwah BiAS* dapat disalurkan melalui :
• *Bank Mandiri Syariah* (Kode : 451)
• *No. Rek : 710-3000-507*
• *A.N : YPWA Bimbingan Islam*
📲 Konfirmasi donasi ke :  *0878-8145-8000*
▪ *Format Donasi :  DONASIDAKWAHBIAS#Nama#Nominal#Tanggal*
📝 Cantumkan kode angka 700 di akhir nominal transfer Anda...

Senin, 10 Desember 2018

Hati hatilah dengan Syirik.

Kuatir tertimpa nasib sial yang dalam bahasa aqidah diistilahkan dengan At-thiyarah atau at-Tathayyur adalah bentuk kesyirikan yang masih menjamur di kalangan masyarakat kita. Perkara ini sudah diperingatkan oleh Rasulullah shallahu ‘alaiahi wasallam, beliau berkata:
“Thiyarah (merasa sial) itu syirik, thiyarah itu syirik, thiyarah itu syirik dan setiap orang pasti (pernah terlintas dalam hatinya sesuatu dari hal ini). Hanya saja Allah menghilangkannya dengan tawakkal kepada-Nya.”
(HR. Al-Bukhari dalam al-Adabul Mufrad no. 909)
Seorang yang bertathayur telah menyelisihi perkara tauhid dari dua sisi,
Pertama, orang yang bertathayyur tidak memiliki rasa tawakkal kepada Allah Azza wa Jalla dan senantiasa bergantung kepada selain Allah. Kedua, ia bergantung kepada sesuatu yang tidak ada hakekatnya dan merupakan sesuatu yang termasuk takhayyul dan keragu-raguan.” (diringkas dari al-Qaulul Mufid Syarah Kitab at-Tauhid)
Berikut ini contoh tathayyur yang menjamur di masyarakat kita.
# Mengirim SMS dengan isi yang mengancam akan terjadi kesialan jika tidak disebarkan.
# Merasa sial dengan waktu tertentu seperti bulan suro oleh sebagian daerah tertentu tidak boleh untuk acara pernikahan, karena dianggap ini bulan sial. Ada pula yang tidak boleh membuka bisnis karena bertepatan dengan kematikan kakeknya, dst.
# Untuk mencari hari baik untuk pernikahan, sebagian orang mendatangi orang tua untuk menghitung hari baik berdasarkan weton dll.
# Merasa sial dengan tempat, sehingga ada orang meyakini, bahwa tidak boleh menikah antara orang dari kampung ini dan kampung sebelah, jika ada yg mencoba melanggarnya maka akan terkena nasib sial dalam rumah tangganya. Sebagian juga menganggap sial rumah yang lokasinya tusuk sate, mereka meyakini ini adalah tempat sial, dstnya.
# Merasa sial dengan datangnya hewan tertentu, seperti burung gagak sering dianggap sebagai pembawa sial atau pertanda kematian.
# Ada pula suami di suatu daerah yang masih banyak percaya bahwa jika seorang istri sedang hamil maka suami tak boleh membunuh hewan apapun, karena itu bisa berakibat kesialan bagi anak yang akan lahir.
# Merasa sial dengan angka-angka tertentu, seperti angka 13 yang dianggap sial, sehingga seandainya engkau masuk lift di apartemen atau gedung tinggi di kota-kota besar, anda tidak akan menemui angka 13. Dan masih banyak yang lainnya.
Jangan menuduh kesialan itu pada tanggal, hari, angka, bulan, tempat atau nama anak. Buang jauh-jauh anggapan sial dan ganti dengan tawakkal pada Allah Ta’ala.
Bimbinganislam.com | Follow TG, YT, IG, FB, TWITTER : Bimbingan Islam
#thiyarah #tathayyur #sial #sms #angkasial #tawakkal #weton

Bukan untuk di sesali!



Terkadang seseorang mengucapkan kata-kata yang dia kira itu hanyalah kata-kata yang ringan dan sepele padahal perkataan tersebut merupakan sesuatu yang bisa mendatangkan murka Allah ta’ala. Sehingga, bisa jadi seseorang dilemparkan ke dalam api neraka karena ia tidak mau berhati-hati dengan perkataannya.
Nabi shallallhu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Sungguh seseorang mengucapkan satu kalimat yang mendatangkan kemurkaan Allah, namun dia menganggapnya ringan, karenanya dia dilemparkan ke dalam api neraka”. (HR. Bukhari no. 6478)
Jika Tidak Memperoleh Sesuai yang Diinginkan, Janganlah Katakan: “Seandainya Aku Lakukan Demikian dan Demikian, pasti …”
"Jika kamu tertimpa sesuatu (kegagalan), maka janganlah kamu mengatakan, ‘seandainya aku berbuat demikian, pastilah tidak akan begini atau begitu’. Tetapi katakanlah, ‘ini telah ditakdirkan oleh Allah dan Allah berbuat sesuai dengan apa yang dikehendaki’. Karena sesungguhnya perkataan seandainya akan membuka (pintu) perbuatan setan”. (HR. Muslim no. 2664)
Maksud dari sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwasanya perkataan seandainya membuka (pintu) perbuatan setan adalah karena di dalam kata-kata seandainya menunjukkan adanya kesedihan yang mendalam dan mencela terhadap takdir Allah ta’ala ketika seseorang tidak mendapatkan sesuatu yang diinginkannya.
Sedangkan sikap yang demikian ini meniadakan sikap sabar dan ridha terhadap takdir Allh ta’ala. Padahal, sebagaimana yang sudah diketahui bahwa sabar hukumnya wajib. Dan begitu juga dengan iman kepada takdir Allah, hal ini juga merupakan kewajiban bagi setiap orang.
Oleh karena itulah, jika kita tertimpa suatu musibah atau sesuatu yang tidak kita harapkan, maka sepantasnya bagi kita adalah bersabar dan menerima terhadap apa yang telah menjadi ketentuan Allah ta’ala dan tidak perlu mengatakan, “seandainya tadi aku tidak melakukan hal ini, tentulah kejadiannya akan berbeda” atau kata-kata yang semisalnya.
Karena meskipun kita mengatakan “seandainya begini atau begitu, maka tidaklah akan terjadi hal ini”, ucapan ini tidak akan menyebabkan apa yang telah hilang dari kita bisa kembali lagi. Dan perlu diketahui bahwa perkataan yang seperti ini juga tidak akan menyelesaikan masalah yang ada. Bahkan hal ini justru bisa menambah kesusahan dalam jiwa.

Bimbinganislam.com | Follow TG, YT, IG, FB, LINE, TWITTER : Bimbingan Islam
#takdir #seandainya #murka #seandainyabegini #pasti

Dandanmu untuk siapa?



Tidak sedikit seorang istri suka berdandan untuk orang lain ketika keluar rumah. Sedangkan untuk suami? Dandannya pas-pasan, bahkan lebih senang memamerkan bau keringat daripada kecantikannya.
Kecantikan wanita seharusnya hanya untuk suaminya atau ia hanya boleh bercantik di rumahnya, bukan diobral di luar rumah. Karena setiap wanita yang menyenangkan hati suami dipuji dalam hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dia berkata,
Rasululah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah ditanya, “Apa ciri wanita yang paling solihah?”
Jawab beliau,
Yang menyenangkan suami ketika dilihat, dan mentaati suami ketika diperintah.. (HR. An-Nasai no. 3231 dan Ahmad 2: 251. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih).
Anda bisa memastikan, seorang suami akan merasa nyaman melihat istrinya ketika sang istri berhias, atau bahkan menyebarkan wewangian bagi suami.
Hadits ini sangat tegas mengajarkan, jika wanita ingin menjadi istri solihah, hendaknya dia berusaha berhias bagi suaminya.
Itu tanda wanita shalihah tidaklah suka dandan keluar rumah. Dandanan cantiknya spesial untuk suaminya saja.
Jika Anda -para suami- mendapati istri yang disayangi, yang selalu menjaga kecantikannya hanya untuk suami saja, maka bersyukurlah. Karena itulah ciri-ciri wanita terbaik.
Bandingkan dengan wanita saat ini, bahkan yang sudah berhijab. Mereka lebih ingin jadi konsumsi umum daripada untuk suaminya sendiri. Itulah bedanya wanita muslimah dahulu yang shalihah dengan yang sekarang yang semakin rusak.
Semoga Allah beri hidayah pada para istri untuk menjadi istri shalihah serta membahagiakan suami dan keluarga.
Bimbinganislam.com | Follow TG, YT, IG, FB, TWITTER : Bimbingan Islam
#cantik #dandan #istri #shalihah #suami #wanita #keluarga

Kajian

IMAN TERHADAP WUJUD ALLĀH

🌍 BimbinganIslam.com 📆 Jum'at, 30 Syawwal 1442 H/11 Juni 2021 M 👤 Ustadz Afifi Abdul Wadud, BA 📗 Kitāb Syarhu Ushul Iman Nubdzah  Fī...

hits