Rabu, 28 Agustus 2019

Halaqah 36 | Hadīts-Hadīts Yang Berkaitan Dengan Batu Celak Mata

🌍 BimbinganIslam.com
Rabu, 27 Dzulhijjah 1440 H / 28 Agustus 2019 M
👤 Ustadz Ratno, Lc
📗 Kitab Syamāil Muhammadiyah
🔊 Halaqah 36 | Hadīts-Hadīts Yang Berkaitan Dengan Batu Celak Mata Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam
⬇ Download audio: bit.ly/SyamailMuhammadiyah-36
〰〰〰〰〰〰〰

*HADITS-HADITS YANG BERKAITAN DENGAN BATU CELAK MATA RASŪLULLĀH SHALLALLĀHU ‘ALAYHI WASSALAM*

بسم الله
الحمد لله الذي جعل من يريده بخير فقيها في الدين والصلاة والسلام على أشرف الخلق وسيد المرسلين نبينا محمد وعلى آله وأصحابه ومن تبعهم بإحسان إلى يوم الدين أما بعد

Sahabat BiAS, rahimaniy wa rahimakumullāhu. Alhamdulillāh, kita dipermudah oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla untuk bertemu kembali dalam membahas kitāb Syamāil terkait tentang biografi Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam.

Pada kesempatan kali ini (pertemuan ke-36) kita akan membahas hadīts nonprofits 49 sesuai dengan penomeran dalam kitāb Syarah Syamāil karya Syaikh Abdurrazaq Al Badr hāfidzullāh Ta'āla.

Imām At Tirmidzī berkata :

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ حُمَيْدٍ الرَّازِيُّ قَالَ: حَدَّثَنَا أَبُو دَاوُدَ الطَّيَالِسِيُّ، عَنْ عَبَّادِ بْنِ مَنْصُورٍ، عَنْ عِكْرِمَةَ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «اكْتَحِلُوا بِالْإِثْمِدِ فَإِنَّهُ يَجْلُو الْبَصَرَ، وَيُنْبِتُ الشَّعْرَ»

_Memberikan hadīts kepadaku Muhammad bin Humaid Ar Rāziy, memberikan hadīts kepadaku Abū Dāwūd Ath Thayālisi, dari 'Abbād bin Manshūr dari Ikrimah dari Ibnu Abbās bahwasanya Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:_

_"Bercelaklah kalian dengan batu itsmid, karena itu bisa menguatkan pandangan dan menumbuhkan rambut."_

Pada sabda Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam ini ada beberapa faedah, diantaranya:

⑴ Ada perintah dari Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam kepada para shahābatnya untuk memakai itsmid atau celak, dan perintah ini berlaku juga untuk kaum mukminin. Perintah ini dibawa kepada hukum sunnah atau mustahab.

⑵ Bercelak atau memakai itsmid memiliki beberapa manfaat, di antara yang disebutkan Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam adalah:

√ Bisa menajamkan atau memperjelas pandangan mata.
√ Bisa menumbuhkan rambut.

Yang dimaksud rambut disini menurut Syaikh Abdurrazaq adalah rambut yang berada ditepi kelompak mata (bulu mata).

Kemudian Syaikh Abdurrazaq mengingatkan di antara nikmat yang harus kita ingat-ingat disini adalah nikmat Allāh yang telah memberikan bulu mata dan juga dijadikannya mata ini bisa berkedip. 

Ini adalah nikmat Allāh Subhānahu wa Ta'āla yang pantas untuk kita syukuri. Karena alangkah susahnya, orang yang tidak bisa berkedip.

Kemudian riwayat tentang lafazh perintah Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam dan juga manfaat dari bercelak di atas, merupakan hadīts yang dishahīhkan oleh Syaikh Albāniy rahimahullāh dalam Mukhtashar Syamāil.

Kemudian Imām At Tirmidzī berkata:

وَزَعَمَ «أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَتْ لَهُ مُكْحُلَةٌ يَكْتَحِلُ مِنْهَا كُلَّ لَيْلَةٍ ثَلَاثَةً فِي هَذِهِ، وَثَلَاثَةً فِي هَذِهِ»

_Dan (Ibnu Abbas) menganggap bahwasanya Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam memiliki tempat celak yang Beliau bercelak darinya setiap malam tiga kali, di sini dan tiga kali di sini (maksudnya tiga kali di mata kanan dan tiga kali di mata kiri).”_

Dari tambahan ini kita mendapatkan faedah bahwa :

⑴ Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam memiliki tempat yang dipakai untuk bercelak.

⑵ Setiap malam beliau memakai celak tiga kali di kanan dan tiga kali di kiri.

Namun kata Syaikh Albāniy rahimahullāh tambahan ini dhaif jiddan (sangat lemah) sehingga kita tidak bisa mengatakan bahwa Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam memiliki tempat celak, dan tidak bisa kita mengatakan bahwa Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam setiap malam bercelak, tiga kali di kanan dan tiga kali di kiri.

Kita tidak bisa menyatakan hal tersebut, akan tetapi, di sana ada cara bercelak yang disebutkan oleh Syaikh Abdurrazaq dan in syā Allāh kita sampaikan pada pertemuan berikutnya, bersamaan dengan membaca hadīts nomor 50 (in syā Allāh).

Semoga pembahasan yang ringkas ini bermanfaat.

Wallāhu Ta'āla A'lam Bishawāb.

وصلى الله على نبينا محمد

____________

Selasa, 27 Agustus 2019

HADITS-HADITS YANG BERKAITAN DENGAN BATU CELAK MATA RASŪLULLĀH SHALLALLĀHU ‘ALAYHI WASSALAM

🌍 BimbinganIslam.com
Selasa, 26 Dzulhijjah 1440 H / 27 Agustus 2019 M
👤 Ustadz Ratno, Lc
📗 Kitab Syamāil Muhammadiyah
🔊 Halaqah 35 | Hadīts-Hadīts Yang Berkaitan Dengan Batu Celak Mata Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam
⬇ Download audio: bit.ly/SyamailMuhammadiyah-35
〰〰〰〰〰〰〰

*HADITS-HADITS YANG BERKAITAN DENGAN BATU CELAK MATA RASŪLULLĀH SHALLALLĀHU ‘ALAYHI WASSALAM*

بسم الله
الحمد لله الذي جعل من يريده بخير فقيها في الدين
والصلاة والسلام على أشرف الخلق وسيد المرسلين
نبينا محمد وعلى آله وأصحابه ومن تبعهم بإحسان إلى يوم الدين أما بعد

Sahabat BiAS, rahimaniy wa rahimakumullāhu. Alhamdulillāh, kita dipertemukan kembali oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla dalam membahas kitāb Syamāil terkait bagaimana Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam dalam kehidupannya.

Pada kesempatan kali ini (pertemuan ke-35) kita akan membahas tentang sebuah bab (baru) yang berkaitan tentang apakah Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam mempergunakan celak mata atau tidak?

Jika Beliau memakainya, apakah manfaat yang diperoleh darinya?

Nah kita akan membaca hadīts-hadīts yang berkaitan dengan hal ini. 

Imām At Tirmidzī berkata :

بَابُ مَا جَاءَ فِي كُحْلِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

_“Bab tentang hadīts-hadīts yang berkaitan dengan batu celak mata Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam.”_

Syaikh Abdurrazaq berkata tentang bab ini, yang maknanya adalah sebagaimana berikut:

Judul ini dibuat oleh penulis dalam rangka menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan batu celak Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam."

Yang mana, memakai celak mata ini termasuk dari petunjuk dan sunnah Beliau. Sunnah Beliau yang Beliau sampaikan, baik dengan ucapan maupun perbuatan secara langsung, sebagaimana akan datang penyebutan hadīts-hadītsnya pada bab ini.

Kuhl atau yang kita artikan batu celak merupakan sebuah batu yang sudah dikenal banyak kalangan. Ada yang berwarna hitam atau agak kemerahan. Kedua jenis tersebut dinamakan itsmid.

Jadi kuhl atau itsmid secara makna hampir sama (bisa dinamakan kuhl atau itsmid).

Kemudian Syaikh melanjutkan:

Batu itsmid ini mudah remuk dan bisa ditumbuk dengan sangat halus.. Kemudian itsmid tersebut dipakai di mata dengan menggunakan pencil mata atau semisalnya. Dan telah datang dorongan dari Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam untuk menggunakan celak mata ini.

Dan terkait fungsi dari itsmid atau celak ini, dijelaskan oleh Ibnul Qayyim dalam kitāb beliau yang berjudul Zadul Ma’ad.

Di antara yang beliau sebutkan, adalah:

⑴ Bercelak menguatkan pandangan mata.
⑵ Bercelak juga menyehatkan mata.
⑶ Bisa menghilangkan kotoran mata.
⑷ Dan fungsi lainnya jika ditambahan bahan lain itsmid ini bisa memberikan fungsi yang lainnya.

(Bisa dilihat di dalam kitāb Zadul Ma’ad Juz 4/283).

Kemudian yang perlu diperhatikan, tidak boleh bagi laki-laki untuk menggunakan celak dalam rangka berhias, mereka hanya boleh menggunakan sampai batas tidak dikatakan berhias.

Dan misalkan dalam sebuah masyarakat belum terbiasa ada seorang laki-laki yang menggunakan celak atau masyarakat akan mengatakan, “Laki-laki kok pakai celak,” maka baiknya, sunnah ini hanya dilakukan ketika ia berada di rumah saja, agar tidak menimbulkan keributan dalam masyarakat.

Begitu juga, jika seorang anak dilarang oleh orang tuanya memakai celak itsmid ini, maka sebaiknya ia menuruti orang tuanya, karena hukum memakai celak adalah sunnah dan terkadang sunnah perlu ditunda pelaksanaannya jika menimbulkan permasalahan yang serius di masyarakat.

Dan hal ini bisa kita umpamakan dengan shalāt memakai sandal. Shalāt memakai sandal adalah sunnah, namun jika masyarakat belum bisa menerima hal ini,  maka kita perlu mendakwahkannya terlebih dahulu, tidak serta merta langsung diamalkan tanpa menimbang-nimbang keadaan.

Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam pernah ada keinginan untuk membangun Ka'bah sesuai pondasi Nabi Ibrāhīm alayhissallām, akan tetapi Beliau tunda, karena keadaan masyarakat ketika itu belum bisa menerima hal itu.

Beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam) pernah bersabda :

"Wahai Āisyah, andai saja kaummu tidak baru meninggalkan kekufuran (maksudnya baru menjadi mualaf atau baru masuk Islām) tentu akan kurobohkan Ka'bah kemudian kubangun sesuai pondasi Nabi Ibrāhīm alayhissallām."

(Hadīts shahīh riwayat Al Bukhāri nomor 1585 dan Muslim)

Dan Imām Nawawi ketika menerangkan hadīts tersebut dalam Shahīh Muslim,

Beliau berkata :

"Pada hadīts ini terdapat dalīl akan kaidah hukum, jika ada banyak maslahat yang bertentangan (harus dipilih salah satu) atau yang bertentangan adalah maslahat dan mafsadah (kerugian), dan tidak bisa digabungkan antara maslahat dan mafsadah (kerugian) maka didahulukan melakukan yang lebih penting.

Karena Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam menyampaikan bahwa merobohkan Ka'bah kemudian membangunnya kembali sebagaimana pondasi Nabi Ibrāhīm alayhissallām adalah sebuah kemaslahatan (kebaikan), akan tetapi belum bisa dilakukan karena terbentur dengan mafsadah (kerugian) yang besar.

Yaitu adanya kekhawatiran, masalah tersebut membuat ramai / fitnah orang-orang yang yang baru saja masuk Islām dan hal tersebut dikarenakan masyarakat ketika itu sangat mengagungkan Ka'bah sehingga jika diubah akan menjadi permaslahan besar menurut mereka, sehingga ditinggalkan terlebih dahulu oleh Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam."

Tutur Imam Nawawi rahimahullāhu ta’ālā.

Sehingga kita bisa menyimpulkan, jika memakai celak dianggap aneh/menyerupai wanita pada suatu komunitas hendaknya kita sebagai kaum muslimin bisa bijak dalam memakainya. Misalkan hanya dipakai ketika di rumah atau ketika tidur atau ketika masyarakat telah lapang dada menerimanya, agar tidak timbul keramaian di masyarakat.

Semoga bermanfaat

Wallāhu Ta'āla A'lam Bishawāb

وصلى الله على نبينا محمد
____________

Senin, 26 Agustus 2019

Halaqah 34 | Hadits Yang Berkaitan Dengan Uban Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam

🌍 BimbinganIslam.com
Senin, 25 Dzulhijjah 1440 H / 26 Agustus 2019 M
👤 Ustadz Ratno, Lc
📗 Kitab Syamāil Muhammadiyah
🔊 Halaqah 34 | Hadits Yang Berkaitan Dengan Uban Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam
⬇ Download audio: bit.ly/SyamailMuhammadiyah-34
〰〰〰〰〰〰〰

بسم الله
الحمد لله الذي جعل من يريده بخير فقيها في الدين
والصلاة والسلام على أشرف الخلق وسيد المرسلين
نبينا محمد وعلى آله وأصحابه ومن تبعهم بإحسان إلى يوم الدين أما بعد

Alhamdulillāh, kita bersyukur kepada Allāh karena telah memudahkan kita untuk belajar.

Semoga Allāh selalu menjaga nikmat ini hingga kita kembali kepadanya. Dan semoga Allāh berkenan memberikan ilmu yang bermanfaat dan semoga kita bisa mengamalkan ilmu-ilmu tersebut.

Pada kesempatan kali ini, kita akan menutup pembahasan tentang permasalahan, apakah Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam menyemir rambutnya ataukah tidak?

Dengan membaca hadīts terakhir dalam bab ini, yang mana Imām At Tirmidzī berkata :

حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ قَالَ: حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ عَاصِمٍ قَالَ: حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ قَالَ: حَدَّثَنَا حُمَيْدٌ، عَنْ أَنَسٍ قَالَ: «رَأَيْتُ شَعْرَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَخْضُوبًا»

Memberikan hadīts kepadaku Abdullāh bin Abdurrahmān, memberikan hadīts kepadaku Amr bin Āshim, memberikan hadīts kepadaku Hamād bin Salamah, memberikan hadīts kepadaku Humaid, dari Anas bin Mālik berkata:

رَأَيْتُ شَعْرَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَخْضُوبًا

"Aku melihat rambut Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam tersemir.”

قَالَ حَمَّادٌ: وَأَخْبَرَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ عَقِيلٍ قَالَ: «رَأَيْتُ شَعْرَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عِنْدَ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ مَخْضُوبًا»

Berkata Hamād, memberikan kabar kepadaku Abdullāh bin Muhammad bin Aqīl.

Beliau berkata: "Aku melihat rambut Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam yang dimiliki oleh Anas bin Mālik tersemir”.

√ Terkait jalan hadīts pertama, maka Syaikh Al-Bāniy mengatakan bahwa sanadnya shahīh.

√ Terkait hadīts kedua beliau mengatakan bahwa sanadnya shahīh sampai Abdullāh bin Muhammad bin Aqīl.

Namun karena Abdullāh bin Muhammad bin Aqīl adalah seorang yang hadītsnya berderajat hasan, maka hadīts tersebut kesimpulan akhirnya adalah hasan.

Kedua hadīts ini seakan-akan bertentangan dengan hadīts yang telah lalu penyebutannya dalam sanad yang shahīh juga, bahkan diriwayatkan oleh Imām Muslim dari hadīts Anas bin Mālik Radhiyallāhu ‘anhu, bahwa Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam tidak perlu untuk menyemir uban beliau, karena jumlahnya yang sangat sedikit hanya sekitar 20 helai saja.

Dan dengan adanya hadīts di ataspun, tetap belum bisa menghilangkan perbedaan pendapat dikalangan ulamā.

Imām Nawawi rahimahullāhu ta’alā, sebagaimana pernah kita sampaikan, beliau pernah mengatakan: "Bahwa beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam) itu menyemir rambutnya sesekali"

Dan hal tersebut tersirat pada hadīts Ibnu Umar dalam shahīh Al Bukhāri dan Muslim.

Namun memang seringnya beliau tidak menyemir rambutnya.

Namun Syaik Abdurrazzaq bin Badr dalam syarahnya menyinggung hal ini, bahwa hadīts tersebut tidak mengharuskan sebuah kesimpulan, bahwa Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam menyemir rambutnya, bisa jadi rambut-rambut tersebut berubah karena adanya unsur lain, baik berupa parfum atau faktor lainnya.

Kemudian Syaikh Abdurrazaq membawakan sebuah riwayat dalam Mustadrak Al Hākim dan riwayat ini juga dibawakan oleh Syaikh Al-Bāniy rahimahullāh setelah membawakan perkataan Imām Nawawi dalam Mukhtashar Syamail beliau. Yang mana inti dari riwayat Al Hākim dalam Mustadraknya tersebut adalah sebagai berikut,

"Dari Abdullāh bin Muhammad bin Aqīl (beliau adalah perawi hadīts di atas) beliau mengatakan, "Aku melihat rambut Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam yang ada di Anas bin Mālik radhiyallāhu ta'āla 'anhu tersemir".

Dalam riwayat ini beliau berkata,
Anas bin Mālik ketika itu tiba di kota Madīnah dan ketika itu gubernurnya adalah Umar bin Abdul Azīz.

Maka beliau mengutus utusan untuk bertanya kepada Anas bin Mālik, beliau berpesan kepada utusannya tersebut, "Tanyakan kepada Anas bin Mālik, “Apakah Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam menyemir rambutnya?"

Karena aku melihat salah satu rambut Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam telah berubah warnanya, terang Umar bin Abdul Azīz kepada utusannya.

Setelah disampaikan pertanyaan tersebut kepada Anas bin Mālik, maka Anas bin Mālik berkata :

"Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam adalah seorang yang diberikan nikmat hitam pada rambutnya, seandainya aku hitung uban beliau yang berada di kepala dan di jenggot beliau, maka hitunganku tidak akan melebihi 11 helai, adapun rambut yang berubah warnanya tersebut, mungkin berubah karena parfum, yang biasa beliau kenakan". Jelas Anas bin Mālik Radhiyallāhu ta'āla 'anhu.

Setelah menjelaskan permasalahan pada hadīts ini, Syaikh Abdurrazaq Al Badr kembali menegaskan bahwa dalam permasalahan ini, yaitu apakah Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam menyemir rambutnya ataukah tidak, ada dua pendapat.

⑴ Pendapat pertama mengatakan bahwa Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam tidak menyemir rambutnya dan perubahan-perubahan yang ada pada beberapa rambut beliau dikarenakan parfum yang beliau kenakan.

⑵ Pendapat kedua menyatakan bahwa Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam menyemir rambutnya dan di antara yang berpendapat bahwa Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam menyemir rambutnya adalah Ibnu Katsīr dalam Bidayah wa Nihayah.

Kemudian kita sebagai masyarakat umum (sebagai penuntut ilmu pemula) jika kita tidak bisa memahami hal ini dengan baik atau ilmu kita belum bisa sampai ke sana, maka yang terpenting bagi kita adalah kita tahu dalam permasalahan ini ada perbedaan pendapat dikalangan para ulamā bahkan dikalangan para shahābat.

Dan jangan sampai kita salam faham, terhadap pembahasan kita, yang mana pembahasan kita ini adalah apakah Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam menyemir rambutnya atau tidak? Bukan permasalahan apakah hukum menyemir rambut, bukan itu!

⇒ Karena kedua permasalahan tersebut berbeda.

Kemudian dari hadīts-hadīts serta perbedaan pendapat yang telah kita bahas, hal tesebut menunjukan bahwa para ulamā kita begitu semangat menjaga riwayat-riwayat yang ada dari Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam.

Jika permasalahan rambut saja dijaga sampai seperti ini (ada beberapa riwayat/pendapat) apalagi permasalahan halal dan haram. Tentu lebih mereka jaga lagi.

Semoga kepercayaan kepada para ulamā Islām semakin meningkat dan semakin yakin bahwa mereka telah mencurahkan waktunya dalam rangka menjaga syar'iat Islām ini dan semoga kita juga bisa mengambil manfaat-manfaat dari ilmu-ilmu yang mereka ajarkan.

Wallāhu Ta'āla a’lam bishshawāb.

وصلى الله على نبينا محمد

_________________________

Rabu, 21 Agustus 2019

HUKUM DAN KEUTAMAAN ZAKAT

🌍 BimbinganIslam.com
Rabu, 20 Dzulhijjah 1440 H / 21 Agustus 2019 M
👤 Ustadz Fauzan ST, MA
📗 Matan Abū Syujā' | Kitāb Zakat
🔊 Kajian 74 | Hukum Dan Keutamaan Zakat
⬇ Download audio: bit.ly/BiAS-FZ-H074
〰〰〰〰〰〰〰

*HUKUM DAN KEUTAMAAN ZAKAT*

بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وبعد

Para shahābat Bimbingan Islām yang dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla, alhamdulillāh, pada halaqah kali ini kita masuk pada bab yang baru yaitu tentang "Zakāt".

Sebelum kita membaca matan Abū Syujā', ada beberapa hal yang ingin disampaikan.

*1. Hukum membayar zakāt*

Sebagaimana kita ketahui bahwasanya membayar zakāt adalah salah satu rukun Islām.

Dan zakāt merupakan rukun yang penting, oleh karena itu Allāh Subhānahu wa Ta'āla berfirman:

وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ

_"Dan dirikanlah shalāt dan tunaikan zakāt."_

(QS An Nūr: 56 dan QS Al Muzzamil: 20)

Allāh Subhānahu wa Ta'āla menggandengkan antara shalāt, rukun yang sangat penting, dengan zakāt.

Kemudian Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:

بُنِيَ الْإِسْلَامُ عَلَى خَمْسٍ شَهَادَةِ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّمُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ وَإِقَامِ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ وَالْحَجِّ وَصَوْمِ رَمَضَانَ

_"Islām dibangun di atas 5 perkara (5 rukun), bersyahadāt bahwasanya tidak ada ilah selain Allāh dan bahwasanya Muhammad adalah Rasūlullāh, menegakkan shalāt dan menunaikan zakāt, kemudian haji dan berpuasa Ramadhān."_

(Hadīts Riwayat Imam Bukhāri nomor 8 dan Muslim nomor 16)

Hadīts ini menunjukan bahwasanya menunaikan zakāt adalah salah satu pondasi (rukun) dari Islām seseorang.

Apabila seseorang meninggalkan zakāt dan dia mengetahui tentang kewajibannya, artinya dia mengingkari maka dia telah keluar dari Islām.

Sebagaimana Abū Bakr Ash Shiddīq radhiyallāhu Tabāraka Ta'āla 'anhu, beliau memerangi orang yang menolak untuk membayar zakāt.

*2. Keutamaan membayar zaḵāt*

Di sana banyak sekali disebutkan oleh para ulamā, tentang keutamaan-keutamaan orang yang membayar zakāt.

Zakāt memiliki keutamaan yang sangat penting sekali. Dan dia memiliki atsar (pengaruh) di dalam sosial kemasyarakatan dan pengaruh dalam diri seseorang.

Diantara keutamaan-keutamaannya:

*_-1- Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam memberikan wasi'at tentang zakāt kepada para shahābatnya tatkala beliau mengutus shahābatnya untuk berdakwah ke negeri Yaman._*

Tatkala beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam) mengutus Mu'ādz bin Jabbal ke Yaman, beliau mengatakan:

إِنَّكَ تَأْتِي قَوْمًا أَهْلَ كِتَابٍ فَادْعُهُمْ إِلَى شَهَادَةِ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَنِّي رَسُولُ اللَّهِ فَإِنْ هُمْ أَطَاعُوا لِذَلِكَ فَأَعْلِمْهُمْ أَنَّ اللَّهَ افْتَرَضَ عَلَيْهِمْ خَمْسَ صَلَوَاتٍ فِي الْيَوْمِ وَاللَّيْلَةِ فَإِنْ هُمْ أَطَاعُوا لِذَلِكَ فَأَعْلِمْهُمْ أَنَّ اللَّهَ افْتَرَضَ عَلَيْهِمْ صَدَقَةً فِي أَمْوَالِهِمْ تُؤْخَذُ مِنْ أَغْنِيَائِهِمْ وَتُرَدُّ عَلَى فُقَرَائِهِمْ

_Sesungguhnya engkau akan mendatangi satu kaum dari ahli kitab, maka hendaklah engkau perintahkan untuk menyeru kepada syahadat Lâ Ilâha Illallâh wa anna Muhammadar Rasûlullâh._

_Apabila mereka telah mentaatimu dalam hal itu, maka sampaikanlah kepada mereka bahwa Allâh Azza wa Jalla mewajibkan kepada mereka shalat lima waktu sehari semalam._

_Jika mereka telah mentaati hal itu, maka sampaikanlah kepada mereka bahwa Allâh mewajibkan kepada mereka zakat yang diambil dari orang-orang kaya di antara mereka untuk diberikan kepada orang-orang faqīr diantara mereka."_

(Hadīts Riwayat Imām Tirmidzi nomor 625, hadīts ini hasan shahīh)

Beliau mengatakan:

"Sesungguhnya engkau akan mendatangi satu kaum dari ahli kitāb."

Maka kemudian diperintahkan untuk:

⑴ Menyeru kepada syahadāt 'Lā ilāha illallāh wa anna Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam (Muhammad adalah Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam).

⑵ Diseru kepada shalāt 5 waktu sehari semalam.

Apabila mereka telah masuk Islām dan menunaikan shalāt maka diperintah kepada mereka untuk:

⑶ Menunaikan zakāt

Kata Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam:

"Ajarakanlah kepada mereka bahwasanya Allāh Subhānahu wa Ta'āla mewajibkan di atas harta mereka shadaqah (zakāt) yang diambil dari orang kaya diantara mereka kemudian dikembalikan kepada orang faqīr diantara mereka."

*_-2- Allāh Subhānahu wa Ta'āla menjadikan zakāt sebagai pembersih bagi harta._*

Sebagaimana Allāh Subhānahu wa Ta'āla berfirman: 

خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ ۖ إِنَّ صَلَاتَكَ سَكَنٌ لَهُمْ ۗ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

_"Ambillah dari harta-harta mereka shadaqah (zakāt) yang membersihkan dan mensucikan mereka dengan zakāt tersebut, dan do'akanlah mereka, karena sesungguhnya do'amu itu membuat mereka lebih tenang dan Allāh Subhānahu wa Ta'āla Maha Mendengar dan Maha Mengetahui."_

(QS At Tawbah: 103)

*_-3- Zakāt membangun ukhuwāh (persaudaraan)._*

Seorang yang berzakāt maka, maka status dia adalah saudara kita sebagai seorang Muslim.

Allāh Subhānahu wa Ta'āla berfirman:

فَإِنْ تَابُوا وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَآتَوُا الزَّكَاةَ فَإِخْوَانُكُمْ فِي الدِّينِ 

_"Apabila mereka bertaubat kemudian mereka menegakan shalāt dan menunaikan zakāt, maka dia adalah saudara kalian di dalam agama."_

(QS At Tawbah: 11)

Artinya berlaku pada mereka hukum-hukum saudara sebagai saudara Muslim, maka tidak boleh diambil hartanya tanpa hak dan lain sebagainya.

Jadi pemahaman ayat tersebut:

"Sesungguhnya orang-orang yang mufsidīn (merusak) dimuka bumi, kemudian meninggalkan shalāt dan menolak untuk membayar zakāt maka tidak ada ukhuwāh bagi mereka."

*_-4- Zakāt memasukan seseorang yang membayarnya (menunaikan) zakāt tersebut ke dalam surga yang abadi._*

Sebagaimana hadīts dari Abū Hurairah radhiyallāhu Ta'āla 'anhu, bahwasanya seorang 'A'rabi datang kepada Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam dan dia berkata:

يَا رَسُولَ اللَّهِ دُلَّنِي عَلَى عَمَلٍ إِذَا عَمِلْتُهُ دَخَلْتُ الْجَنَّةَ . قَالَ " تَعْبُدُ اللَّهَ لاَ تُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا وَتُقِيمُ الصَّلاَةَ الْمَكْتُوبَةَ وَتُؤَدِّي الزَّكَاةَ الْمَفْرُوضَةَ وَتَصُومُ رَمَضَانَ " . قَالَ وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لاَ أَزِيدُ عَلَى هَذَا شَيْئًا أَبَدًا وَلاَ أَنْقُصُ مِنْهُ . فَلَمَّا وَلَّى قَالَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم " مَنْ سَرَّهُ أَنْ يَنْظُرَ إِلَى رَجُلٍ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ فَلْيَنْظُرْ إِلَى هَذَا

_"Wahai Rasūlullāh, tunjukanlah kepadaku satu amalan yang apabila saya mengamalkanya (mengerjakannya) saya masuk surga?"_

_Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam berkata:_

_"Sembahlah Allāh dan janganlah kamu berbuat syirik sedikitpun dan tunaikanlah shalāt yang diwajibkan, tunaikanlah zakāt yang diwajibkan dan berpuasa dibulan Ramadhān."_

_Kemudian 'Arabi (Baduy) tersebut berkata:_

_"Demi jiwaku yang ada ditanganNya (Allāh Subhānahu wa Ta'āla) saya tidak akan menambah dari hal ini."_

_Tatkala orang tersebut berpaling, maka Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:_

_"Barangsiapa yang senang untuk melihat seseorang yang dia adalah penduduk ahli Jannah, maka lihatlah orang ini."_

(Hadīts Riwayat Imam Muslim nomor 14 dan Imām Bukhāri nomor 1397)

*_-5- Allāh Subhānahu wa Ta'āla menjanjikan kepada orang yang mengeluarkan zakāt bahwasanya mereka akan mendapatkan kemenangan/keberhasilan/kesuksesan di dunia dan di akhirat._*

Allāh Subhānahu wa Ta'āla berfirman:

قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ * الَّذِينَ هُمْ فِي صَلَاتِهِمْ خَاشِعُونَ * وَالَّذِينَ هُمْ عَنِ اللَّغْوِ مُعْرِضُونَ * وَالَّذِينَ هُمْ لِلزَّكَاةِ فَاعِلُونَ *

_"Sungguh beruntung orang-orang yang berimān, yaitu yang mereka khusyu' di dalam shalātnya dan mereka berpaling dari perkara-perkara yang melalaikan dan juga mereka adalah orang-orang yang menunaikan zakātnya."_

(QS Al Mu'minun: 1-4)

Kemudian pada ayat berikutnya Allāh Subhānahu wa Ta'āla menyebutkan golongan orang-orang yang menang dan menjanjikan mereka sebagai pewaris dari Firdaus A'la.

Allāh Subhānahu wa Ta'āla berfirman:

أُولَٰئِكَ هُمُ الْوَارِثُونَ * الَّذِينَ يَرِثُونَ الْفِرْدَوْسَ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ *

_"Mereka itulah yang disebutkan yang pertama bahwa merekalah yang mewarisi Firdaus di mana mereka didalamnya kekal abadi."_

(QS Al Mu'minun: 10-11)

Disini kita bisa melihat bagaimana pentingnya zakāt.

*_-6- Allāh Subhānahu wa Ta'āla mengandengkan antara zakāt dan shalāt._*

Shalāt merupakan rukun yang sangat penting dan dia adalah rukun yang kedua. Maka di sana bisa kita ketahui betapa pentingnya zakāt karena zakāt digandengkan dengan sesuatu yang sangat penting.

Oleh karena itu Allāh Subhānahu wa Ta'āla berfirman:

وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ

_"Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakāt."_

(QS An Nūr: 56 dan QS Al Muzzamil: 20)

Dan banyak lagi ayat-ayat yang lainnya.

الَّذِينَ يُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ

_"Orang-orang yang mendirikan shalāt dan menafkahkan sebagian rezeki yang kami anugerahkan kepada mereka."_

(QS Al Anfāl: 3)

أُولَٰئِكَ هُمُ الْمُؤْمِنُونَ حَقًّا ۚ لَهُمْ دَرَجَاتٌ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَمَغْفِرَةٌ وَرِزْقٌ كَرِيمٌ

_"Mereka adalah orang-orang yang berimān dengan keimānan yang hakiki (keimānan yang benar) mereka mendapatkan derajat disisi Allāh Subhānahu wa Ta'āla, serta ampunan dan rezeki yang mulia."_

(QS Al Anfāl: 4)

*_-7- Zakāt bisa menjadi benteng bagi pemiliknya.-*

√ Benteng dari segala keburukan.
√ Benteng dari kehancuran.
√ Benteng dari kebangkrutan.

Karena, zakāt tersebut adalah sebagai penjaga.

Sebagaimana yang diriwayatkan dari Hasan secara marfu' beliau mengatakan:

حَصِّنُوا أَمْوَالَكُمْ بالزَّكاةِ، وَدَاوُوا مَرْضَاكُمْ بِالصَّدَقَةِ، وَاسْتَقْبِلُوا أَمْوَاجَ الْبَلَاءِ بِالدُّعَاءِ والتضرع

_"Jagalah harta-harta kalian dengan zakāt, dan obatilah orang-orang yang sakit diantara kalian dengan sedekah, dan hadapilah gelombang musibah dengan do'a dan juga memohon kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla dengan (tadara) memohon ampunan kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla."_

(Hadīts Riwayat Abū Dāwūd di dalam Kitāb Marasilnya)

Dan juga hadīts Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam yang diriwayatkan oleh shahābat Jābir bin Abdillāh, dari Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam beliau bersabda:

إذا أَدَّيْتَ زكاة مالك فقد أذهبت عنك شره

_"Apabila kalian telah menunaikan zakāt hartamu, maka engkau telah menghilangkan keburukannya."_

(Hadīts ini diriwayatkan oleh Imām Hakim di dalam Mustadraknya, hadīts ini shahīh berdasarkan syarat dari Imām Muslim)

Demikian yang bisa disampaikan pada halaqah kali ini, semoga kita semua memperhatikan dengan sebaik-baiknya di dalam menunaikan zakāt kita, bahkan lebih dari itu kita menginfāqkan (sedekahkan) harta yang kita miliki untuk kebahagiaan yang abadi di akhirat nanti.

وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم
واخردعوانا أن الحمد لله رب العالمين
والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته

_____________________

Selasa, 20 Agustus 2019

MENGUBURKAN MAYYIT (BAGIAN 2)

🌍 BimbinganIslam.com
Selasa, 19 Dzulhijjah 1440 H / 20 Agustus 2019 M
👤 Ustadz Fauzan ST, MA
📗 Matan Abū Syujā' | Kitāb Shalāt
🔊 Kajian 73 | Menguburkan Mayyit (Bagian 2)
⬇ Download audio: bit.ly/BiAS-FZ-H073
〰〰〰〰〰〰〰

*MENGUBURKAN MAYYIT (BAGIAN 2)*

بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وبعد

Para sahabat Bimbingan Islām yang dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Kita memasuki halaqah tentang "Menguburkan Mayyit" atau دفن الميت

قال المؤلف رحمه الله: ((ولا يبنى عليه ولا يجصص))

_⑺ Berkata penulis rahimahullāh:_

_(("Dan tidak dibangun diatasnya juga tidak disemen"))_

Hal ini berdasarkan hadīts Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam:

نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم أَنْ يُجَصَّصَ الْقَبْرُ وَأَنْ يُقْعَدَ عَلَيْهِ وَأَنْ يُبْنَى عَلَيْهِ

_"Bahwasanya Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam melarang untuk menyemen atau menplester kuburan, dan juga melarang untuk duduk diatas kuburan, dan juga melarang untuk membangun di atas kuburan."_

(Hadīts Riwayat Imam Muslim nomor 970, dan 4 Imam lainnya kecuali Imām Bukhāri rahimahullāh)

قال المؤلف رحمه الله: ((ولا بأس بالبكاء على الميت من غير نوح ولا شق جيب))

_⑻ Berkata penulis rahimahullāh:_

_"((Tidak mengapa menangisi mayyit tanpa meratapi atau dengan merobek-robek pakaian.))"_

Hal ini berdasarkan hadīts dari Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam:

إِنَّ اللَّهَ لاَ يُعَذِّبُ بِدَمْعِ الْعَيْنِ وَلاَ بِحُزْنِ الْقَلْبِ وَلَكِنْ يُعَذِّبُ بِهَذَا - وَأَشَارَ إِلَى لِسَانِهِ - أَوْ يَرْحَمُ

_"Bahwasanya Allāh Subhānahu wa Ta'āla  tidak mengadzab dengan sebab keluarnya air mata, atau dengan sebab sedihnya hati akan tetapi Allāh Subhānahu wa Ta'āla  mengadzab dengan ini atau merahmatinya (sambil beliau mengisyaratkan kepada lisannya)."_

(Hadits Riwayat Muslim nomor 924)

Artinya, seorang yang menangis karena kesedihan atau keluar air mata karena kesedihan yang disebabkan meninggalnya kerabatnya atau orang yang dicintainya, maka ini adalah hal yang tidak mengapa (merupakan fitrah).

Akan tetapi seorang diadzab apabila lisannya meratapi atau seorang diberikan rahmat apabila lisannya mengucapkan dzikir-dzikir yang disyari'atkan oleh Islām.

Dan juga tidak diperbolehkan untuk melakukan نائحة (meratapi mayyit) atau disebut sebagai niya'ah, ini merupakan larangan di dalam Islām.

Berdasarkan sabda Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam:

النَّائِحَةُ إِذَا لَمْ تَتُبْ قَبْلَ مَوْتِهَا تُقَامُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَعَلَيْهَا سِرْبَالٌ مِنْ قَطِرَانٍ وَدِرْعٌ مِنْ جَرَبٍ

_"Bahwasanya orang yang meratapi mayyit dan berteriak-teriak kemudian mengucapkan perkataan-perkataan yang menunjukan tidak ridhā, maka apabila dia tidak bertaubat sebelum dia meninggal maka pada hari kiamat akan dibangkitkan dan dipakaikan atau dituangkan kepadanya cairan dari tembaga dan dipakaikan pakaian penyakit gatal."_

(Hadīts Riwayat Imām Muslim nomor 934 dan Imām Tirmidzi)

Begitu juga tidak diperbolehkan untuk merobek-robek pakaian.

Kata Beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam):

لَيْسَ مِنَّا مَنْ ضَرَبَ الْخُدُودَ، وَشَقَّ الْجُيُوبَ، وَدَعَا بِدَعْوَى الْجَاهِلِيَّةِ

_"Bukan termasuk golongan kami, orang-orang yang memukulkan pipinya atau merobek-robek pakaiannya atau juga menyeru dengan seruan Jāhiliyyah."_

(Hadīts Riwayat Imām nomor 1298 dan yang empat kecuali Imām Abu Dāwūd)

==> Memukulkan pipinya, sebagaimana yang dilakukan sebagian orang tatkala meninggal orang yang dikasihinya kemudian dia menangis berteriak-teriak kemudian memukul-mukul badannya, pipinya, ini perkara yang dilarang.

==> Merobek-robek pakaiannya, ini banyak terjadi, orang yang tidak ridhā dengan taqdir Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

==> Menyeru dengan seruan Jāhiliyyah, sebagaimana yang dilakukan sebagian orang tatkala ada yang meninggal maka dia berteriak-teriak dan menyeru mengucapkan perkara-perkara yang tidak diridhāi didalam syari'at Islām.

قال المؤلف رحمه الله: ((ويعزى أهله إلى ثلاثة أيام من دفنه))

_⑼ Berkata penulis rahimahullāh:_

_((Kemudian memberikan tak'ziyyah (menguatkan hati orang yang terkena musibah) sampai 3 (tiga) hari dari penguburannya.))_

Ini merupakan batasan yang disebutkan di dalam madzhab Syāfi'i dan makruh lebih dari itu, karena akan membangkitkan (mengungkit) kesedihan atau musibah yang terjadi pada seseorang.

Dan di sana ada hadits yang menunjukan keutamaan orang memberikan tak'ziyyah:

مَا مِنْ مُؤْمِنٍ يُعَزِّي أَخَاهُ بِمُصِيبَةٍ إِلاَّ كَسَاهُ اللَّهُ سُبْحَانَهُ مِنْ حُلَلِ الْكَرَامَةِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

_"Tidak ada seorangpun yang memberikan tak'ziyyah apabila saudaranya terkena musibah, kecuali akan Allāh pakaikan pakaian kemulian pada hari kiamat."_

(Hadits Riwayat Ibnu Majah nomor 1601)

==> Memberikan tak'ziyyah maksudnya menguatkan hati orang yang terkena musibah, kemudian memberikan hiburan.

قال المؤلف رحمه الله: ((ولا يدفن اثنان في قبر إلا لحاجة))

_(10) Berkata penulis rahimahullāh:_

_((Dan tidak dikuburkan dua mayyit dalam satu kuburan kecuali karena hajjah [kebutuhan].))_

Ini merupakan perkara yang dimakruhkan dan diharāmkan apabila seseorang dikuburkan dikuburan yang sama kecuali apabila ada hajjat (kebutuhan), maka di sini hukumnya berbeda. Sebagaimana yang terjadi pada satu peperangan, Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam menguburkan beberapa orang dalam satu kuburan.

Demikian yang bisa disampaikan.

وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم
واخردعوانا أن الحمد لله رب العالمين
و اﻟسّلامــ عليكـمــ ورحمـۃ اﻟلّـہ وبركاتہ
______________________

Senin, 19 Agustus 2019

MENGUBURKAN MAYYIT (BAGIAN 1)

🌍 BimbinganIslam.com
Senin, 18 Dzulhijjah 1440 H / 19 Agustus 2019 M
👤 Ustadz Fauzan ST, MA
📗 Matan Abū Syujā' | Kitāb Shalāt
🔊 Kajian 72 | Menguburkan Mayyit (Bagian 1)
〰〰〰〰〰〰〰

*MENGUBURKAN MAYYIT (BAGIAN 1)*

بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وبعد

Para sahabat Bimbingan Islām yang dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Kita memasuki halaqah yang ke-72 dan pembahasan kita kali ini adalah tentang "Menguburkan Mayyit" atau دفن الميت

Hukum menguburkan mayyit adalah fardhu kifayyah, artinya apabila telah dilakukan oleh sebagian orang maka gugur kewajiban bagi yang lain sebagaimana yang sudah disebutkan pada pertemuan sebelumnya.

Diantara dalilnya adalah:

⑴ Hadīts dari Abū Said Al Khudri radhiyallāhu Ta'āla 'anhu:

اذْهَبُوا فَادْفِنُوا صَاحِبَكُمْ

_"Pergilah kalian dan kuburkanlah teman kalian ini."_

(Hadīts Riwayat Imām Muslim nomor 2236)

⑵ Hadīts dari Jābir radhiyallāhu Ta'āla 'anhu, bahwasanya Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam, beliau bersabda:

ادْفِنُوا الْقَتْلَى فِي مَصَارِعِهِمْ

_"Kuburkanlah orang-orang yang terbunuh pada peperangan (para syuhada) pada tempat mereka terbunuh."_

(Hadīts Riwayat Imām Abū Dāwūd, At Tirmidzi dan Imām An Nasā'i, lafazh ini milik An Nasā'i nomor 2005)

Di mana mereka dikuburkan?

Di sini secara umum, bahwa orang-orang yang meninggal dunia dari kalangan kaum Muslimin, maka lebih afdāl bila dikuburkan di tempat perkuburan (kuburan kaum Muslimin).

Dan ini merupakan kesepakatan para imām madzhab yang empat.

Dalīlnya adalah:

⑴ Hadīts (dari sunnah):

كان نبي صلى الله عليه وسلم يدفن الموتى بالبقيع

_"Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam menguburkan orang-orang yang meninggal di Baqi'."_

Berkata Imām An Nawawī di dalam kitāb Al Majmu':

حديث الدفن بالبقيع صحيح متواتر

_"Hadīts tentang menguburkan orang yang meninggal di Baqi' adalah shahīh dan merupakan hadīts yang muttawatir (artinya tersebar dikalangan para shahābat radhiyallāhu Ta'āla 'anhum)."_

Kemudian di sana ada masalah, bolehkah seseorang menguburkan mayyit di rumahnya?

Disini para ulamā ada khilaf. Diantara mereka ada yang membolehkan dengan berdalīl kepada Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam bahwasanya beliau (shallallah 'alayhi wa sallam) dikuburkan di rumahnya.

Namun sebagian ulamā mengatakan perkara itu adalah makruh karena bisa mengantarkan seseorang  kepada kesyirikan.

Adapun yang terjadi pada Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam, merupakan kekhususan bagi beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam).

Dan ada hadīts dari Abū Hurairah radhiyallāhu Ta'āla 'anhu bahwasanya Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:

لاَ تَجْعَلُوا بُيُوتَكُمْ مَقَابِرَ

_"Dan jangan jadikan rumah-rumah kalian sebagai kuburan."_

(Hadīts Riwayat Imām Muslim nomor 780)

Berdasarkan hadīts ini dapat diambil faedah bahwasannya tidak menguburkan mayyit di rumah seseorang.

Kita lihat di sini, tulisan dari Abū Syujā dalam Matannya, ada beberapa poin di dalam masalah menguburkan mayyit:

قال المؤلف رحمه الله: ((ويدفن في لحد))

_⑴ Berkata penulis rahimahullāh:_

_((Dan hendaknya menguburkan di dalam lahat.))_

Lahat lebih afdāl daripada shak, apabila tanahnya dalam keadaan kuat.

Lahat adalah menggali lubang di bawah kuburan dengan menyimpang dari kuburan tersebut seukuran dari mayyit (sekedar secukupnya untuk mayyit tersebut).

Ini adalah lebih afdāl apabila tanahnya cukup kuat, namun apabila tanahnya mudah runtuh maka yang lebih afdāl adalah dengan membuat ash shak.

Ash shak adalah mengali lubang di bawah kuburan tersebut secara tegak lurus.

Ini dilakukan oleh Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam sebagaimana hadīts yang diriwayatkan oleh Sa'ad bin Abi Waqas radhiyallāhu Ta'āla 'anhu.

Bahwasanya beliau berkata pada saat sakit, beliau mengatakan:

الْحَدُوا لِي لَحْدًا وَانْصِبُوا عَلَىَّ اللَّبِنَ نَصْبًا كَمَا صُنِعَ بِرَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم

_"Apabila kalian membuat kuburan maka buatlah lahat, kemudian ditutup dengan bata sebagaimana itu dilakukan kepada Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam."_

(Hadits Riwayat Muslim nomor 966)

قال المؤلف رحمه الله: ((مستقبل القبلة))

_⑵ Berkata penulis rahimahullāh:_

_((Menghadap kiblat.))_

Menghadap kiblat, hal ini adalah satu hal yang diwariskan turun-temurun dari kalangan salaf.

√ Mendudukan mayyit tersebut seperti seorang sedang shalāt.

Mayyit diletakan dibagian kanan atau bahu kanan menempel dengan tanah, kemudian wajahnya dihadapkan ke kiblat.

Ini adalah sunnah yang diwariskan secara turun temurun dari kalangan salaf.

قال المؤلف رحمه الله: ((ويسل من قبل رأسه برفق))

_⑶ Berkata penulis rahimahullāh:_

_((Kemudian memasukan mayyit tersebut dari bagian kepala terlebih dahulu dengan perlahan-lahan.))_

Hal ini sebagaimana diriwayatkan:

أن رسول الله صلى الله عليه وسلم سل من قبل رأسه

_"Bahwasanya beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam) dimasukan dari bagian kepalanya terlebih dahulu."_

Diriwayatkan oleh Imām Syāfi'i dengan sanad yang shahīh.

قال المؤلف رحمه الله: ((ويقول الذي يلحده: بسم الله وعلى ملة رسول الله صلى الله عليه وسلم))

_⑷ Berkata penulis rahimahullāh:_

_((Orang yang memasukan mayyit ke dalam lahat mengucapkan:_

_[Bismillāhi wa'alamillati Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam]_

_"Dengan nama Allāh dan di atas millah Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam."))_

Berdasarkan hadīts:

أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم كَانَ إِذَا وَضَعَ الْمَيِّتَ فِي الْقَبْرِ قَالَ  " بِسْمِ اللَّهِ وَعَلَى سُنَّةِ رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم "

_Bahwasanya Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam apabila meletakan mayyit di dalam kuburan, maka beliau mengatakan:_

_(Bismillāhi waalamillati Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam)_

_"Dengan nama Allāh dan diatas millah Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam."_

(Hadīts Riwayat Ashabus Sunnan (para penulis kitāb sunnan) dan di shahīhkan oleh Ibnu Hibban akan tetapi Imām Ad Daruquthi mengatakan hadīts ini adalah hadīts yang mauquf).

قال المؤلف رحمه الله: ((ويضجع في القبر بعد أن يعمق قامة وبسطة))

_⑸ Berkata penulis rahimahullāh:_

_((Kemudian diletakan di dalam kuburannya setelah kuburan tersebut digali setinggi ukuran orang standard dengan mengangkat tangannya, [sekitar 175 atau 180 Cm]))_

Ini berdasarkan hadīts, Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:

احْفِرُوا وَأَعْمِقُوا وَأَوْسِعُوا

_"Galilah dan dalamkanlah serta luaskanlah."_

(Hadīts Riwayat Ashabussunnan dengan sanad yang shahīh)

قال المؤلف رحمه الله: ((ويسطح القبر))

_⑹ Berkata penulis rahimahullāh:_

_"Hendaknya meratakan kuburan tersebut."_

Berdasarkan hadīts dari Fadhallāh radhiyallāhu Ta'āla 'anhu:

سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَأْمُرُ بِتَسْوِيَتِهَا(القبر)

_"Saya mendengar Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam, beliau memerintahkan untuk meratakannya (meratakan bagian atas kuburan)."_

(Hadīts Riwayat Imām Muslim nomor 968 dan Abu Dāwūd nomor 3219)

Akan tetapi tidak mengapa untuk meninggikannya sekedar sejengkal tangan.

Berdasarkan hadīts dari Jābir radhiyallāhu Ta'āla 'anhu:

أنه ألحد لرسول الله صلى الله عليه وسلم لحدا ، ونصب عليه اللبن نصبا ورفع قبره قدر شبر

_"Bahwasanya dibuatkan lahat untuk Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam kemudian diletakan batu bata kemudian diangkat atau ditinggikan kuburan beliau sekedar satu jengkal tangan."_

(Hadīts Riwayat Baihaqi dan Ibnu Hibban dan dishahīhkan oleh beliau)

Tidak mengapa untuk memberikan tanda berupa batu untuk menandakan bahwasanya ini adalah kuburan.

Namun tidak diperbolehkan untuk membuat nisan tertulis sebagaimana yang banyak terjadi di kalangan kaum Muslimin.

Hal ini berdasarkan hadīts Anas radhiyallāhu Ta'āla 'anhu:

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ ـ صلى الله عليه وسلم ـ أَعْلَمَ قَبْرَ عُثْمَانَ بْنِ مَظْعُونٍ بِصَخْرَةٍ

_"Bahwasanya Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam memberikan tanda kuburan 'Utsman bin Mazh'un dengan batu."_

(Hadīts Riwayat Ibnu Mājah nomor 1561 dan Abu Dāwūd nomor 3206 dengan sanad yang hasan)

Demikian yang bisa disampaikan pada pertemuan ini, semoga bermanfaat.

وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم تسليما كثيرا
واخردعوانا أن الحمد لله رب العالمين
______________________

Jumat, 09 Agustus 2019

PUASA SUNNAH DI BULAN DZULHIJJAH

🌍 BimbinganIslam.com
Rabu, 06 Dzulhijjah 1440H / 07 Agustus 2019M
👤 Ustadz Ratno Abu Muhammad, Lc
📗 Serial Bulan Dzulhijjah
🔊 Halaqah 03| Puasa Sunnah Di Bulan Dzulhijjah
⬇ Download audio: bit.ly/Djulhijjah1440-H3
〰〰〰〰〰〰〰

*PUASA SUNNAH DI BULAN DZULHIJJAH*

بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد الله و صلاة و سلم على رسول الله و على أله و أصحابه ومن تبعهم بإحسان الى يوم القيامة أما بعد

Sahabat Bimbingan Islām, rahīmaniy wa rahīmakumullāh.

Di bulan Dzulhijjah ini ada sebuah ibadah yang agung, sebuah ibadah yang mulia di sisi Allāh Subhānahu wa Ta'āla. Sebuah ibadah yang memiliki keutamaan menghapus dosa setahun yang telah lalu dan dosa setahun yang akan datang, (yaitu) puasa pada tanggal 9 Dzulhijjah atau lebih dikenal dengan puasa 'Arafah.

Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam pernah ditanya tentang puasa 'Arafah.

Beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam) menjawab:

يكفر السنة الماضية والباقية

_"Puasa tersebut menghapuskan dosa satu tahun yang telah lalu dan dosa satu tahun yang akan datang."_

(Hadīts shahīh riwayat Muslim nomor 1162)

Itulah fungsi dari puasa 'Arafah, sehingga jangan sampai kita terlewatkan dalam melaksanakannya.

Kita memohon pertolongan kepada Allāh, semoga Allāh memberikan taufīq dan memudahkan urusan kita.

Di samping puasa 'Arafah, di bulan Dzulhijjah ini, ada juga puasa sunnah yang dianjurkan oleh sebagian ulamā kita, (yaitu) puasa sejak tanggal 1 Dzulhijjah hingga 9 Dzulhijjah.

Ini merupakan pendapat Syaikh Bin Bazz, Syaikh Ibnu Utsaimin, Syaikh Sulaimān Ar Ruhaili, Syaikh Sa'ad bin Nassir Asy Syatsri  dan yang lainnya.

Dalīlnya adalah sabda Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam:

مَا مِنْ أَيَّامٍ الْعَمَلُ الصَّالِحُ فِيهَا أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنْ هَذِهِ الأَيَّامِ (يَعْنِى أَيَّامَ الْعَشْرِ)

_"Tidak ada hari yang melebihi kecintaan Allāh Subhānahu wa Ta'āla pada amal-amal shālih yang dilakukan pada 10 hari pertama bulan Dzulhijjah."_

(Hadīts shahīh riwayat Abū Dāwūd nomor 2438)

Sisi pendalīlan dari hadīts ini adalah:

"Kita tahu bahwasanya puasa termasuk amal shālih, tidak ada di antara kita yang mengatakan bahwasanya puasa bukan amal shālih. Dan kata amal shālih inilah yang dipakai dalam hadīts di atas."

Sehingga jika ada seorang yang mengatakan bahwa puasa pada tanggal 1 sampai 9 Dzulhijjah tidak disyari'atkan (tidak disunnahkan) maka hendaknya ia mendatangkan dalīl untuk mengeluarkan puasa dari amal shālih yang disebutkan dalam hadīts di atas. 

Memang tidak ada riwayat bahwa Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam berpuasa pada awal bulan Dzulhijjah namun kita dapat menjawabnya, "Mungkin Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam memiliki alasan lain dan Beliau lebih memilih untuk tidak berpuasa guna melakukan hal-hal yang lebih bermanfaat.”

Namun Beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam) telah mensyari'atkan umatnya dalam keumuman sabda Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam dalam keutamaan 10 hari pertama bulan Dzulhijjah.

Dan ini sudah dimaklumi karena kitapun disunnahkan puasa daud namun Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam juga tidak melakukannya. Padahal itu adalah puasa yang paling dicintai oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Namun Nabi kitapun tidak melakukannya karena memiliki alasan-alasan lain yang mungkin kita tidak mengetahuinya.

Sehingga para ulamā mengatakan, "Disunnahkan untuk berpuasa bagi yang mampu, pada sembilan hari pertama bulan Dzulhijjah tersebut."

Sekali lagi!

Disunnahkan, bukan diwajibkan!

Bagi yang dapat melakukannya tentu akan menjadi amal shālih yang agung pahalanya dan bagi yang tidak dapat melakukannya karena satu dan lain hal, maka tidak ada dosa baginya namun hendaknya dia berdo'a.

"Semoga Allāh memudahkannya untuk melakukan amalan-amalan yang disyari'atkan oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla dan rasūl-Nya"

Semoga Allāh memudahkan kita untuk berlomba-lomba memperbanyak amal ibadah dan pahala sebagaimana banyak dari kalangan manusia yang mereka berlomba-lomba untuk memperbanyak harta dunia walaupun dia tidak tahu akan dikemanakan hartanya.

Semoga pembahasan ini bermanfaat.

Wallāhu Ta'āla A'lam Bishawāb.

وصلى الله على نبينا محمد

_________

PELAJARA PENTING DIBULAN DZULHIJJAH

🌍 BimbinganIslam.com
Jum’at, 08 Dzulhijjah 1440H / 09 Agustus 2019M
👤 Ustadz Ratno Abu Muhammad, Lc
📗 Serial Bulan Dzulhijjah
🔊 Halaqah 05 | Pelajaran Penting Di Bulan Dzulhijjah
⬇ Download audio: bit.ly/Djulhijjah1440-H5
〰〰〰〰〰〰〰

*PELAJARA PENTING DIBULAN DZULHIJJAH*

بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد الله و صلاة و سلم على رسول الله و على أله و أصحابه ومن تبعهم بإحسان الى يوم القيامة أما بعد

Sahabat Bimbingan Islām, rahīmaniy wa rahīmakumullāh.

Dari bulan Dzulhijjah ini, kita mengambil pelajaran yang cukup banyak di antaranya adalah, ternyata yang terpenting dalam ibadah kita harus mengikuti SOP (Standart Operasional Peribadahan) atau yang kita kenal dengan syar'iat.

Dalam ibadah qurban (misalnya) kita pernah mendapatkan sebuah kisah yang memiliki pelajaran berharga. Dalam hadīts riwayat Muslim, shahābat Jābir bin Abdillāh radhiyallāhu ta'āla 'anhumā bercerita:

صَلَّى بِنَا النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم يَوْمَ النَّحْرِ بِالْمَدِينَةِ فَتَقَدَّمَ رِجَالٌ فَنَحَرُوا وَظَنُّوا أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم قَدْ نَحَرَ فَأَمَرَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم مَنْ كَانَ نَحَرَ قَبْلَهُ أَنْ يُعِيدَ بِنَحْرٍ آخَرَ وَلاَ يَنْحَرُوا حَتَّى يَنْحَرَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم

_Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam pernah shalāt Ied bersama kami di Madīnah pada tanggal 10 Dzulhijjah, lalu beberapa orang menyembelih hewan qurbannya, mereka mengira bahwa Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam telah menyembelih hewan qurbannya._

_Kemudian Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam berkata:_

_"Siapa yang menyembelih sebelum Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam agar  mengulangi ibadah qurbannya. Dan jangan sampai ada yang menyembelih sampai Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam menyembelih hewan qurbannya."_

(Hadīts shahīh riwayat Muslim nomor: 1964)

Dari kisah ini kita tahu bahwa ibadah qurban pada masa Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam harus dilakukan setelah Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam qurban.

Kalau sekarang, kita melakukan ibadah qurban harus setelah shalāt Ied.

"Barangsiapa menyembelih hewan qurbannya sebelum shalāt Ied maka ibadah kurbannya tidak sah."

Sahabat BiAS,

Anda sudah terbayang, apa masalahnya?

Coba ada pikirkan!

Berapa jarak antara penyembelihan dari Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam dan penyembelihan dari shahābatnya?

Dan zaman sekarang, berapa jarak penyembelihan sebelum shalāt ataupun sesudah shalāt, adakah satu jam? Saya kira tidak sampai satu jam, tapi ternyata ibadah tersebut dikatakan tidak sah.

Ini menandakan dalam ibadah, jalan yang lebih selamat adalah:

√ Mengikuti contoh Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam.

√ Mengikuti SOP (Standart Operasional Peribadahan) yang disampaikan oleh Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam,

Jangan berusaha untuk berinovasi di dalam beribadah, karena inovasi dalam ibadah merupakan hal yang dilarang dalam agama kita.

Dalam ibadah kita hanya boleh melakukan duplikasi (meniru atau mencontoh) saja.

Jangan lupa diberi garis bawah kalimat tadi! Beri tanda " jangan lupa ditebalkan.

*”IBADAH ITU DUPLIKASI BUKAN INOVASI”*

Dan hal ini kita dapat juga mengambil pelajaran dari puasa yang diharamkan pada tanggal 10,11,12 dan 13 Dzulhijjah. Dalam sebuah hadīts dari Abī Said Al Khudriy radhiyallāhu ta'āla 'anhu, Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:

أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنْ صِيَامِ يَوْمَيْنِ، يَوْمِ الْفِطْرِ، وَيَوْمِ النَّحْرِ

_"Sesungguhnya Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam melarang puasa pada dua hari, yaitu hari raya Iedul Fitri dan Iedul Adhā."_

(Hadīts riwayat Al Bukhāri dan Muslim)

Dalam hadīts lain. Hadīts dari Nubaisyah Al Hudzali radhiyallāhu ta'āla 'anhu, Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:

أَيَّامُ التَّشْرِيقِ أَيَّامُ أَكْلٍ وَشُرْبٍ

_"Hari-hari Tasrīq adalah hari makan-makan dan minum.”_

(Hadīts riwayat Muslim)

Kita mengerti bahwa puasa adalah ibadah yang agung, tetapi ibadah itu harus dibangun di atas aturan-aturan syar'iat, tidak bisa kita membuatnya (membangun) ibadah dengan perasaan atau prasangka. Kita harus tahu dengan benar mana ibadah dan mana kemaksiatan dengan menggunakan dalīl-dalīl.

Bahkan terkadang ibadah yang besar seperti puasa,  akan menjadi kemaksiatan dan dosa di sisi Allāh Subhānahu wa Ta'āla, jika kita melanggar aturannya.

Sehingga dari ini semua kita tahu yang terpenting adalah bagaimana kita tunduk dan taat kepada Allāh dan Rasūl-Nya. Bukan bagaimana kita banyak ibadah atau target ibadah kita banyak.

Ibadah harus diletakkan di bawah ketaatan dan ketundukan, di bawah aturan atau SOP syar'iat.

√ Ketika kita diminta berpuasa, maka kita berpuasa.

√ Ketika kita diminta tidak berpuasa maka kita jangan berpuasa.

Karena yang terpenting seorang harus tunduk dan patuh kepada Allāh dan Rasūl-Nya.

Ketika kita tidak berpuasa karena tunduk dan patuh kepada Allāh dan Rasūl-Nya, kita pun akan mendapatkan pahala dari Allāh Subhānahu wa Ta'āla, (in syā Allāh).

Kita tutup dengan sebuah kalimat yang disarikan dari hadīts Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam dan mungkin kita sudah sering mendengarnya, bahwa:

√ Kita tidak akan memasuki surga Allāh dengan amal ibadah kita.

√ Kita tidak akan memasuki surga Allāh dengan shalāt kita, dengan puasa kita.

Akan tetapi kita masuk surga Allāh karena keridhāan dan rahmat Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Semoga pembahasan ini bermanfaat, semoga ini menjadi bekal kita dalam beramal, untuk memperbanyak bekal menuju Allāh Subhānahu wa Ta'āla dan mengapai surga-Nya.

Wallāhu Ta'āla A'lam Bishawāb.

وصلى الله على نبينا محمد

________

Rabu, 07 Agustus 2019

AMALANPUN BERTINGKAT-TINGKAT

🌍 BimbinganIslam.com
Selasa, 05 Dzulhijjah 1440H / 06 Agustus 2019M
👤 Ustadz Ratno Abu Muhammad, Lc
📗 Serial Bulan Dzulhijjah
🔊 Halaqah 02 | Amalpun Bertingkat-Tingkat
⬇ Download audio: bit.ly/Djulhijjah1440-H2
〰〰〰〰〰〰〰

*AMALANPUN BERTINGKAT-TINGKAT*

بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد الله و صلاة و سلم على رسول الله و على أله و أصحابه ومن تبعهم بإحسان الى يوم القيامة أما بعد

Sahabat Bimbingan Islām, yang semoga selalu dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Sebagaimana telah kami sampaikan pada pertemuan yang lalu, bahwa Allāh Subhānahu wa Ta'āla menciptakan banyak hal yang memiliki kedudukan berbeda, baik hari, bulan hingga amalan.

Dan setelah kita tahu bahwa siang hari yang paling utama untuk beramal adalah 10 hari pertama bulan Dzulhijjah. Kita harus tahu juga bahwa setiap amal memiliki kedudukan berbeda di sisi Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Di sana ada:

√ Amalan yang sangat dicintai Allāh.
√ Amalan yang dicintai Allāh.
√ Amalan yang dibenci Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

⑴ AMALAN YANG SANGAT DICINTAI ALLĀH SUBHĀNAHU WA TA'ĀLA

Amalan yang sangat dicintai Allāh Subhānahu wa Ta'āla adalah amalan yang wajib, seperti shalāt 5 waktu, puasa Ramadhān, zakāt māl dan amal-amal wajib lainnya.

Dalīlnya adalah firman Allāh Subhānahu wa Ta'āla dalam hadīts qudsi.

Allāh Subhānahu wa Ta'āla berfirman:

وَمَا تَقَرَّبَ إِلَيَّ عَبْدِي بِشَيءٍ أَحَبَّ إِلَيَّ مِمَّا افْتَرَضْتُ عَلَيهِ

_"Tidaklah hamba-Ku mendekatkan diri dengan suatu amalan yang lebih aku cintai dari amalan yang aku wajibkan."_

(Hadīts shahīh riwayat Al Bukhāri nomor 6502)

Maksud hadīts ini adalah Allāh lebih cinta dengan amalan yang wajib daripada amalan lainnya.

⑵ AMALAN YANG DICINTAI ALLĀH SUBHĀNAHU WA TA'ĀLA

Selain ada amalan yang sangat dicintai Allāh, di sana juga ada amalan yang masih dicintai Allāh namun kedududukannya di bawah amalan wajib ini. Yaitu amalan-amalan sunnah (seperti) shalāt rawatib, puasa sunnah senin-kamis, puasa Dāwūd.

Ini semua adalah amalan yang dicintai oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla, tetapi tidak bisa mengalahkan kecintaan Allāh Subhānahu wa Ta'āla pada amalan wajib.

Dalam hadīts qudsi, Allāh Subhānahu wa Ta'āla berfirman:

وَمَا تَقَرَّبَ إِلَيَّ عَبْدِي بِشَيءٍ أَحَبَّ إِلَيَّ مِمَّا افْتَرَضْتُ عَلَيهِ ، وَمَا يَزالُ عَبْدِي يَتَقَرَّبُ إِلَيَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ

_"Tidaklah hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku, dengan suatu amalan yang lebih Aku cintai daripada amalan yang Aku wajibkan. Hamba-Ku terus-menerus mendekat kepada-Ku dengan ibadah-ibadah sunnah hingga Aku pun mencintainya."_

(Hadīts shahīh riwayat Al Bukhāri nomor 6502)

⑶ AMALAN YANG DIBENCI ALLĀH SUBHĀNAHU WA TA'ĀLA

Selain amalan yang dicintai oleh Allāh, disana ada amalan yang dibenci oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla (yaitu) amalan yang tidak disyari'atkan oleh Nya.

Contoh:

√ Amalan-amalan bid'ah (misalnya)
√ Amalan-amalan yang tidak sesuai dengan SOP (standart operasional peribadahan) yang dituntunkan oleh Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam.

Contoh:

Ada seorang berpuasa namun dia hāidh (misalnya), maka dia tidak akan mendapatkan pahala akan tetapi mendapatkan dosa.

Allāh Subhānahu wa Ta'āla berfirman:

أَمْ لَهُمْ شُرَكَـٰٓؤُا۟ شَرَعُوا۟ لَهُم مِّنَ ٱلدِّينِ مَا لَمْ يَأْذَنۢ بِهِ ٱللَّهُ ۚ

_"Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allāh yang mensyar'iatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allāh?"_

(QS. Asy Syūrā: 21)

Dan Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallampun telah memperingatkan umatnya tentang amalan yang tidak ada syar'iatnya ini.

Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:

مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ

_“Barangsiapa melakukan suatu amalan yang bukan berasal dari kami, maka amalan tersebut tertolak.”_

(Hadīts shahīh riwayat Muslim nomor 1718)

Sahabat Bimbingan Islām rahīmaniy wa rahīmakumullāh.

Sebelum kita melakukan amalan untuk mendekatkan diri kepada Allāh, pilihlah amalan yang paling dicintai oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla terlebih dahulu, kemudian baru amalan yang di bawahnya.

Dan hindarilah amalan yang dibenci oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla, karena selain Allāh membencinya kita juga tidak akan mendapatkan pahalanya hanya capai yang kita dapatkan, bahkan bisa jadi Allāh Subhānahu wa Ta'āla murka kepada kita.

Semoga pembahasan ini bermanfaat.

Wallāhu Ta'āla A'lam Bishawāb.

وصلى الله على نبينا محمد

_________

Kajian

IMAN TERHADAP WUJUD ALLĀH

🌍 BimbinganIslam.com 📆 Jum'at, 30 Syawwal 1442 H/11 Juni 2021 M 👤 Ustadz Afifi Abdul Wadud, BA 📗 Kitāb Syarhu Ushul Iman Nubdzah  Fī...

hits