Jumat, 29 September 2017

Hadits 12 Adab² Memakai Sandal

🌍 BimbinganIslam.com
Jum’at, 09 Muharam 1439 H / 29September 2017 M
👤 Ustadz Dr. Firanda Andirja, MA
📗 Kitābul Jāmi' | Bulūghul Marām
🔊 Hadits ke-12 | Adab-Adab Memakai Sandal
~~~~~~~~~~~~~~~~~~

ADAB-ADAB MEMAKAI SANDAL

بسم اللّه الرحمن الرحيم
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله

Ikhwan dan akhawat, kita masuk halaqah yang ke 15 dari Kitābul Jāmi' dari Bulūghul Marām, masih dalam Bābul Ādāb dan kita akan membahas tentang "Adab Memakai Sandal".

Al-Hāfizh Ibnu Hajar rahimahullāh membawakan hadits dari 'Ali radhiyallāhu Ta'ālā 'anhu,

َوَعَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم: إِذَا انْتَعَلَ أَحَدُكُمْ فَلْيَبْدَأْ بِالْيَمِينِ, وَإِذَا نَزَعَ فَلْيَبْدَأْ بِالشِّمَالِ, وَلْتَكُنْ اَلْيُمْنَى أَوَّلَهُمَا تُنْعَلُ, وَآخِرَهُمَا تُنْزَعُ

Beliau berkata: Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda, "Jika salah seorang dari kalian menggunakan sandal maka mulailah dengan menggunakan sandal bagian kanan. Jika dia melepaskan sandalnya maka hendaknya dia mulai dengan melepaskan sandal yang kiri terlebih dahulu. Maka jadikanlah yang kanan yang pertama kali dipakai dan jadikanlah yang kanan pula yang terakhir dilepas."

(Muttafaqun 'Alaihi)

Hadits ini adalah hadits yang shahih, diriwayatkan oleh Imam Muslim dan yang lainnya, diriwayatkan juga oleh Imām Mālik dan Abū Dāwūd.

Hadits ini merupakan salah satu dari kaidah umum yang disebutkan oleh para ulama yaitu,

Bahwasanya merupakan sunnah Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam adalah:

◆ Mendahulukan yang kanan dalam perkara-perkara yang baik.
◆ Menggunakan yang kiri dalam perkara-perkara yang buruk.

Dalam suatu hadits yang diriwayatkan oleh 'Aisyah radhiyallāhu Ta'ālā 'anhā dalam Shahihain (Shahih Bukhari dan Shahih Muslim), beliau berkata:

كان النبي صلى الله عليه وسلم يعْجِبُهُ التَّيَمُّنُ في تَنَعُّلِهِ وَتَرجُّلِهِ و طُهُورِه وفي شَأْنِهِ كُلِّهِ (متفق عليه)

"Bahwasanya Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam suka menggunakan (mendahulukan) yang kanan dalam memakai sandal, menyisir rambut, bersuci dan dalam segala perkara."

Ini dalil bahwasanya untuk segala perkara yang baik maka Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam menganjurkan kita untuk mendahulukan yang kanan. Contohnya:

• Bersisir
• Memakai sandal
• Memakai baju
• Makan dan minum menggunakan tangan kanan
• Mengambil perkara-perkara yang baik menggunakan tangan kanan.

Bahkan disebutkan bahwa Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam tatkala bertahallul, yang Beliau cukur adalah bagian kepala yang kanan terlebih dahulu baru kemudian bagian kepala yang kiri.

Adapun dalam perkara-perkara yang buruk maka kita mendahulukan atau menggunakan yang kiri. Contoh:

• Bersuci dari kotoran dengan menggunakan tangan kiri.
• Mengambil barang-barang yang kotor menggunakan tangan kiri.
• Masuk ke dalam WC mendahulukan kaki kiri.

Berbeda ketika kita masuk ke masjid, maka kita mendahulukan kaki yang kanan.
Dan demikianlah sunnah Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam.

Diantara sunnah Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam tentang hal ini (praktek dalam mendahulukan yang kanan dalam perkara yang baik & mendahulukan yang kiri dalam perkara yang buruk) adalah adab menggunakan sandal.

Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam mengatakan:

● Jika salah seorang dari kalian memakai sandal maka dahulukan yang kanan.
● Kalau dia melepaskan sandal maka hendaknya dia mendahulukan yang kiri.

Jadikanlah,

√ Sandal kanan yang pertama kali dipakai.
√ Sandal kanan yang terakhir kali dilepaskan.

Kenapa bisa demikian?

Karena menggunakan sandal merupakan perkara yang baik, merupakan karamah, perbuatan yang mulia yaitu menjaga kaki dari kotoran dan dari hal-hal yang bisa mengganggu, maka kita mendahulukan kaki kanan tatkala menggunakan sandal.

Sedangkan melepaskan sandal dari kaki adalah perkara yang kurang baik, karena kita menghilangkan penjagaan terhadap kaki.

Demikianlah sunnahnya.

Para ikhwan dan akhwat yang dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'ālā,

Ini (memakai dan melepas sandal) adalah perkara yang kitalakukan setiap hari.

Kita cuek atau tidak cuek maka tetap saja kita menggunakan sandal dalam kehidupan kita sehari-hari.

Maka, kenapa kita tidak ingin mendapatkan pahala?

Caranya adalah;

◆ Tatkala memakai sandal kita niatkan menggunakan kaki kanan terlebih dahulu.

Tatkala memasukkan kaki kanan kita maka kita teringat sunnah Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam, maka otomatis Allāh berikan pahala.

Kemudian,

◆ Tatkala kita ingin melepas sandal, maka kaki kiri dulu karena kita ingat sunnah Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam.

Kebiasaan kebanyakan orang kalau memakai sandal mendahulukan kaki kanan dan melepaskan juga yang kanan dahulu (memakai dan melepaskan yang kanan dahulu)

Ini kurang sempurna sunnahnya.

Sunnahnya adalah;

√ Ketika memakai sandal mendahulukan yang kanan.
√ Ketika melepaskan mendahulukan yang kiri.

Barangsiapa yang melakukan ini maka dia akan ingat Sunnah Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam.

Ini perkara kebiasaan saja, kita biasakan diri kita demikian maka pahala terus mengalir, toh kita tetap harus pakai sandal.

Masalahnya, kita pakai sandal dapat pahala atau tidak dapat pahala, toh kita tetap harus melakukan memakai sandal.

Tentunya yang lebih nikmat dan lebih baik kalau kita melakukan kebiasaan tersebut saat memakai sandal.

Dan kita dapat pahala dari Allāh Subhānahu wa Ta'āla dengan menjalankan sunnah Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam.

Kemudian di akhir pembahasan saya ingatkan bahwasanya para ulama telah ijma' bahwa menggunakan sandal dengan mendahulukan kaki kanan hanyalah sunnah, tidak sampai pada derajat wajib.

Akan tetapi merupakan perkara yang tercela jika seseorang sengaja menggunakan sandal dengan kaki kiri terlebih dahulu setelah dia mengetahui sunnah Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam.

Namun kita tidak dikatakan dia berdosa, tetapi kita hanya katakan dia menyelisihi sunnah dan dia perbuatannya buruk karena dia menyelisihi sunnah Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam, akan tetapi tidak sampai derajat berdosa.

Karena mendahulukan kaki kanan dalam memakai sandal adalah sunnah Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam dan tidak sampai pada derajat wajib, sebagaimana hal ini merupakan ijma' ulama.

والله تعالى أعلم بالصواب.
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته.
______________________

◆ Yuk.... Ikut Saham Akhirat
Pembelian Rumah U/ Markaz Dakwah dan Studio Bimbingan Islām

| Bank Mandiri Syariah
| Kode Bank : 451
| No. Rek : 710-3000-507
| A.N : YPWA Bimbingan Islām
Konfirmasi Transfer Via WA/SMS & Informasi ;  0811-280-0606 (BIAS CENTER 06)
----------------------------------

Adab² Minum

🌍 BimbinganIslam.com
Kamis, 08 Muharam 1439 H / 28 September 2017 M
👤 Ustadz Dr. Firanda Andirja, MA
📗 Kitābul Jāmi' | Bulūghul Marām
🔊 Hadits ke-11 | Adab-Adab Minum
~~~~~~~~~~~~~~~~~~

ADAB - ADAB MINUM

بسم اللّه الرحمن الرحيم
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله

Ikhwan dan akhawat sekalian yang dirahmati Allāh Subhānahu wa Ta'āla, kita masuk pada halaqah yang ke-13 dari Bābul Adab dalam Kitābul Jāmi' dari Kitab Bulūghul Marām.

Dan kali ini kita akan bahas tentang adab yang berkaitan dengan adab minum.

Al-Hāfizh Ibnu Hajar rahimahullāhu Ta'āla membawakan sebuah hadits, beliau berkata yaitu:

وَ عَنْهُ رضي اللّه تعالى عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه و سلم: لَا يَشْرَبَنَّ أَحَدٌ مِنْكُمْ قَائِمًا (أخرجه مسلم)

Dari Abū Hurairah radhiyallāhu Ta'āla 'anhu beliau berkata: Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:

"Janganlah sekali-kali seorang dari kalian minum dalam kondisi berdiri".
(HR Imām Muslim)

Faidah dari hadits ini, zhahir hadits ini menunjukkan bahwasanya dilarang seseorang minum dalam kondisi berdiri, karena dalam kaidah ushul fiqh :

◆ الأصل في النهي التحريم

◆ Bahwasanya hukum asal dalam larangan adalah pengharaman.

Oleh karenanya, sebagian ulama (seperti ulama zhāhiriyyah), mereka mengambil zhahir hadits ini, mereka mengatakan bahwasanya minum dalam kondisi berdiri hukumnya haram.

Artinya apa?

Jika seseorang minum dalam kondisi berdiri maka dia berdosa karena hukumnya haram.

Sementara jumhur ulama (mayoritas/kebanyakan ulama) membawakan hadits ini pada makna "tidak utama".

⇒ Artinya : Janganlah salah seorang dari kalian minum dalam kondisi berdiri karena itu tidak utama.

✓Yang utama seseorang minum dalam kondisi duduk.
Akan tetapi, boleh seseorang minum dalam kondisi berdiri.

Mayoritas ulama tatkala berpendapat demikian, mereka tidak memandang haramnya minum dalam kondisi berdiri, mereka hanya memandang ini tidak utama jika seseorang minum dalam kondisi berdiri.

Kenapa?

Karena ada dalil-dalil yang lain yang menunjukkan akan bolehnya minum berdiri.

Contohnya seperti:

■ HADITS PERTAMA

Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari dan juga Imam Muslim, dari Ibnu 'Abbās radhiyallāhu Ta'āla 'anhumā, beliau berkata:

سَقَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ زَمْزَمَ فَشَرِبَ وَهُوَ قَائِمٌ

"Aku memberikan kepada Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam air minum dari zamzam maka Beliaupun minum (air zamzam tersebut) dalam kondisi berdiri."

■ HADITS KEDUA

Hadits yang lain yang juga dalam Shahih Al-Bukhari, dari 'Ali bin Thālib radhiyallāhu Ta'āla 'anhu, beliau pernah minum berdiri. Beliau diberikan air kemudian minum berdiri tatkala beliau berada di Kuffah.

Beliau berkata:

إِنَّ نَاسًا يَكْرَهُ أَحَدُهُمْ أَنْ يَشْرَبَ وَهُوَ قَائِمٌ. وَإِنِّي رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَعَلَ كَمَا رَأَيْتُمُونِي فَعَلْتُ

"Sesungguhnya orang-orang mereka tidak suka jika salah seorang dari mereka minum dalam kondisi berdiri. Sementara aku pernah melihat Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam melakukan apa yang pernah kalian liat aku melakukannya."

⇒ Artinya: Aku ('Ali bin Abī Thālib) pernah melihat Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam minum berdiri sebagaimana kalian sekarang melihat aku minum berdiri.

Ini dijadikan dalil oleh jumhur ulama bahwasanya minum dalam kondisi berdiri hukumnya adalah boleh, terutama jika ada kebutuhan.

Ada khilaf di antara para ulama masalah ini tentang bagaimana mengkompromikan 2 model hadits ini.

• Ada hadits yang menunjukkan larangan, (yaitu) Nabi melarang untuk minum sambil berdiri.

• Ada hadits-hadits yang menunjukkan Nabi pernah minum berdiri bahkan dipraktekkan oleh 'Ali bin Abī Thālib radhiyallāhu Ta'āla 'anhu dengan minum berdiri.

● Pendapat Pertama

Mengambil cara nasikh dan mansukh, yaitu bahwasanya larangan-larangan yang menunjukkan minum berdiri itu datang terakhir, sehingga memansukhkan hadits-hadits yang membolehkan minum berdiri.

Namun tentu ini pendapat yang tidak kuat. Kenapa?

Karena 'Ali bin Abī Thālib menyampaikan atau mempraktekkan dia minum berdiri tatkala beliau di Kuffah yaitu di masa Khulafaur Rasyidin, setelah wafatnya Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam.

Ini menunjukkan bahwasanya 'Ali bin Abī Thālib memahami (bahwa) hukum tersebut tidak mansukh.

Demikian juga ada yang berpendapat bahwasanya sebaliknya.

● Pendapat Kedua

Hadits-hadits yang melarang minum berdiri dimansukhkan oleh hadits-hadits yang membolehkan untuk minum berdiri.

Akan tetapi 2 pendapat ini tidak kuat karena masalah nasikh dan mansukh butuh dalil yang lebih kuat, butuh dalil mana yang lebih dahulu dan mana yang lebih terakhir. Dan tidak ada dalil yang menunjukkan akan hal ini semua.

Sebagian ulama juga berpendapat bahwasanya bolehnya minum berdiri hanyalah kekhususan Nabi, kalau kita sebagai umat Nabi tidak boleh minum berdiri.

Nabi khusus karena Beliau pada waktu berbicara melarang minum, Beliau berbicara dengan ucapan, mengatakan:

"Jangan salah seorang dari kalian minum berdiri".

Adapun tatkala Beliau minum berdiri adalah praktek, bukan ucapan.

Dan ini menunjukkan boleh minum berdiri adalah kekhususan Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam.

Namun ini dibantah juga oleh para ulama.

Kalau itu merupakan kekhususan Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam, kenapa dipraktekkan oleh 'Ali bin Abi Thalib?

Intinya pendapat yang kuat adalah pendapat jumhur ulama mengkompromikan/menggabungkan antara 2 model hadits ini bahwasanya:

◆ Hadits yang melarang untuk minum berdiri itu dibawakan kepada khilaful awlā yaitu bahwasanya LEBIH UTAMA untuk tidak minum berdiri.

Namun BOLEH untuk minum berdiri berdasarkan dalil-dalil yang membolehkan terutama jika seseorang minum berdiri dalam keadaan hajat (kebutuhan/keperluan), maka perlu berdiri untuk minum, maka ini tidak mengapa.

Para ikhwan dan akhwat yang dirahmati Allāh Subhānahu wa Ta'āla,

Oleh karenanya, kita simpulkan dari pembahasan kita pada kesempatan kali ini bahwasanya:

✓Sunnahnya seorang minum hendaknya dalam keadaan duduk, dia mendapatkan ganjaran dari Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
✓Namun jika dia ada keperluan, dia boleh minum dalam keadaan berdiri.

Al-Hāfizh Ibnu Hajar pernah berkata:

◆ إذا رُمْتَ تَشْرَبُ فاقْعُـدْ تَفُزْ بِسُنَّةِ صَفْوَةِ أهلِ الحِجـــازِ

◆ Jika kau hendak minum maka minumlah dalam keadaan duduk, maka kau akan mendapatkan pahala sunnahnya Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam, pemimpin Ahlul Hijāz.

◆ وقـد صَحَّحُـوا شُرْبَهُ قائِماً ولكنه لبيانِ الجــــــوازْ

◆ Para ulama telah membenarkan Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam pernah minum dalam keadaan berdiri, akan tetapi Beliau minum berdiri tersebut untuk menjelaskan bolehnya minum berdiri.

Jadi kita umat Islam kalau ingin mengikuti sunnah Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam asalnya kita minum dalam keadaan duduk.

Namun jika ada keperluan (kebutuhan) boleh kita minum berdiri sebagaimana yang dijelaskan oleh Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam.

Demikian.

والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
______________________

◆ Yuk.... Ikut Saham Akhirat
Pembelian Rumah U/ Markaz Dakwah dan Studio Bimbingan Islām

| Bank Mandiri Syariah
| Kode Bank : 451
| No. Rek : 710-3000-507
| A.N : YPWA Bimbingan Islām
Konfirmasi Transfer Via WA/SMS & Informasi ;  0811-280-0606 (BIAS CENTER 06)
----------------------------------

Kamis, 28 September 2017

Menbunuh Cicak

MEMBUNUH CICAK
.
Dua alasan kenapa diperintahkan dibunuh
.
1. karena cicak  ikut meniup api yang digunakan membakar nabi Ibrahim‘alaihissalam
.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
“Dahulu cicak turut membantu meniup api (untuk membakar) Ibrahim ‘alaihissalam.”
.
syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah berkata, “Hadits tentang membunuh cicak, dzahirnya wajib yaitu wajib membunuh cicak karena ikut meniup api yang membakar nabi Ibrahim ‘alaihissalam.”
.
2. Selain karena cicak adalah (sebagaimana disebutkan oleh “binatang kecil yang fasik)
.
Imam An-Nawawi rahimahullahberkata,
“adapun penamaan cicak dengan “hewan fasik  kecil” maka semisal dengan lima hewan fasik (yang sering mengganggu) yang diperintahkan dibunuh, baik di tanah halal maupun haram (mekkah dan madinah), makna asal fasik dalah keluar (dari kepatuhan/ tidak jinak)  Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah berkata,
“Semuanya ini adalah motivasi bagi kaum muslimin agar bersegara membunuh cicak… .dan memburunya baik dirumah,pasar dimasjid untuk membunuhnya(syarh riyadhushsholihin)
.
bahkan dicontohkan oleh Ummul Mukminin ‘Aisyah radhiallahu ‘anha
yang juga ingin membunuh cicak dengan tombak.
.
Dari saibah Maula Fakih bin Al-Mughirah ia menemui ‘Aisyah dan melihat beliau di rumahnya ada tombak yang diletakkan. Kemudia ia berkata:
“Wahai Ummul Mukminin apa yang engkau perbuat dengan tombak tersebut?” Beliau menjawab, “Ini untuk para cicak,kami membunuhnya karena Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam menceritkan kepada kami bahwa tatkala nabi Ibrahim dilemparkan ke api semua hewan melata dimuka bumi berusaha mematikan api kecuali cicak, ia ikut meniupkan api maka rosulullah shallallahu alaihi wasallam memerintahkan kita agar membunuh cicak.
.
#dakwahtauhid #dakwah #tauhid #cicak #wanitasalihah

📨 Diposting dan disebarkan kembali oleh Maa Haadzaa

🕌 Silahkan bergabung untuk mendapatkan info seputar kajian dan atau ilmu sesuai sunnah
Melalui:
Website https://www.maahaadzaa.com
Join Channel Telegram https://goo.gl/tF79wg
Like Facebook Fans Page https://goo.gl/NSB792
Subscribe YouTube https://goo.gl/mId5th
Follow Instagram https://goo.gl/w33Dje
Follow Twitter https://goo.gl/h3OTLd
Add BBM PIN: D3696C01
WhatsApp Group khusus *Ikhwan* https://chat.whatsapp.com/0sK4mqFYiDM5zAMno3I4EY
WhatsApp Group khusus *Akhwat* https://chat.whatsapp.com/IpP2p9YLOoQ0JKXW23i7YO

Silahkan disebarluaskan tanpa merubah isinya. Semoga menjadi ladang amal kebaikan untuk kita.
Jazaakumullahu khairan.

Dzikir Pagi

Permata Sunnah:
🗒 BERDZIKIR DI PAGI HARI

Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, yang artinya, Jika seseorang dari kalian berada di waktu pagi, hendaknya dia mengatakan:

اللَّهُمَّ بِكَ أَصْبَحْنَا، وَبِكَ أَمْسَيْنَا، وَبِكَ نَحْيَا وَبِكَ نَمُوتُ وَإِلَيْكَ المَصِيرُ

"Ya Allâh, dengan (kekuatan)-Mu, kami memasuki pagi, dan dengan (kekuatan)-Mu kami memasuki sore. Dengan (kekuatan)-Mu kami hidup, dan dengan (kekuatan)-Mu kami mati. Dan kepada-Mu lah tempat kembali." [HR. At-Tirmidzi, no. 3391. Hadits ini dihukumi shahih oleh at-Tirmidzi dan al-Albani]

Doa di atas menunjukkan betapa orang yang membacanya adalah orang yang sangat pasrah kepada Allah. Dia mengakui bahwa dirinya mampu hidup di hari itu, semata karena nikmat dari Allah ta'ala. Dia senantiasa dalam kondisi mengakui hal itu selama hidup dan matinya. Dia juga mengakui bahwa dia bakal kembali kepada Allah ta'ala.

🏷 Sumber: Hisnul Muslim

♻ Repost By : Grup Dakwah Permata Sunnah

📂 Mari bergabung bersama GRUP WA PERMATA SUNNAH di 082293083907 (Ikhwan) & 082293868892 (Akhwat)
📲 Gabung BC. BBM Dakwah : DA23EC5A
📮 Gabung Chanel Telegram
• Tanya Jawab : telegram.me/TanyaJawabPermataSunnah
• Materi : telegram.me/PermataSunnah

Anjuran Shalat di Rumah Kecuali Shalat Wajib Bagi Pria

ANJURAN SHALAT DI RUMAH KECUALI SHALAT WAJIB BAGI PRIA.

Mengapa Kita Dianjurkan Melaksanakan Sala Sunah? Mengapa Kita Dianjurkan Melaksanakan Shalat Sunnah? Mengapa Kita Dianjurkan Melaksanakan Sholat Sunah Hukum Solat Sunnah Hukum Shalat Sunnah

Setelah kita mengetahui bahwa shalat sunnah adalah amalan kebaikan yang utama, namun untuk melaksanakannnya ada beberapa hal yang dianjurkan. Inilah yang akan dibahas pada kesempatan kali ini. Semisal dianjurkan untuk melaksanakan shalat sunnah di rumah karena hal itu akan lebih menyembunyikan amalan dan menjaga keikhlasan. juga akan membuat rumah lebih bercahaya karena diisi dengan amalan ketaatan.

Pertama: Shalat Sunnah Terbaik adalah di Rumah

Inilah yang dicontohkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Jika kita menelaah jauh ke sisi rumah beliau, tidak pernah lepas dari ibadah dan dzikir. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan agar rumah kita memang dijadikan seperti itu. Lihatlah apa yang beliau wasiatkan kepada kita dalam sabdanya,

اجْعَلُوا فِى بُيُوتِكُمْ مِنْ صَلاَتِكُمْ ، وَلاَ تَتَّخِذُوهَا قُبُورًا

“Jadikanlah shalat kalian di rumah kalian. Janganlah jadikan rumah kalian seperti kuburan.” (HR. Bukhari no. 1187, dari Ibnu ‘Umar)

Ibnu Baththol rahimahullah dalam Syarh Al Bukhari menyatakan, “Ini adalah permisalan yang amat bagus di mana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memisalkan rumah yang tidak didirikan shalat di dalamnya dengan kuburan yang tidak mungkin mayit melakukan ibadah di sana. Begitu pula beliau memisalkan orang yang tidur semalaman (tanpa shalat tahajud) dengan mayit yang kebaikan telah terputus darinya. ‘Umar bin Al Khottob pernah mengatakan,

صلاة المرء فى بيته نُورٌ فَنَوِّرُوا بيوتكم

“Shalat seseorang di rumahnya adalah cahaya,maka hiasilah rumah kalian dengannya.” (Syarh Al Bukhari, 5: 191, Asy Syamilah)

Dalam hadits lain, dari Zaid bin Tsabit, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَفْضَلُ صَلاَةِ الْمَرْءِ فِى بَيْتِهِ إِلاَّ الْمَكْتُوبَةَ

“Sebaik-baik shalat seseorang adalah di rumahnya kecuali shalat wajib.” (HR. Bukhari no. 731 dan Ahmad 5: 186, dengan lafazh Ahmad)

Diceritakan dari beberapa salaf bahwa mereka tidak pernah melaksanakan shalat sunnah di masjid. Diriwayatkan demikian dari Hudzaifah, As Saib bin Yazid, An Nakhoi, Ar Robi’ bin Khutsaim, ‘Ubaidah dan Sawid bin Ghoflah (Dinukil dari Syarh Al Bukhari, Ibnu Baththol, 5: 191)

Ada keterangan dari Ibnul Qayyim rahimahullah, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa melaksanakan hampir seluruh shalat sunnahnya –yaitu shalat sunnah yang tidak memiliki sebab- di rumahnya, lebih-lebih shalat sunnah maghrib. Tidak dinukil sama sekali dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kalau beliau melaksanakan shalat sunnah tersebut di masjid” (Zaadul Ma’ad, 1: 298).

Di antara faedah melakukan shalat sunnah di rumah adalah segala kejelekan akan sulit masuk ke dalam rumah, juga rumah akan semakin terisi dengan kebaikan. Pelajaran ini dapat diambil dari hadits berikut ini,

إِذَا خَرَجْتَ مِنْ مَنْزِلِكَ فَصَلِّ رَكْعَتَيْنِ يَمْنَعَانِكَ مِنْ مَخْرَجِ السُّوْءِ وَإِذَا دَخَلْتَ إِلَى مَنْزِلِكَ فَصَلِّ رَكْعَتَيْنِ يَمْنَعَانِكَ مِنْ مَدْخَلِ السُّوْءِ

“Jika engkau keluar dari rumahmu, maka lakukanlah shalat dua raka’at yang dengan ini akan menghalangimu dari kejelekan yang akan keluar dari rumah. Jika engkau memasuki rumahmu, maka lakukanlah shalat dua raka’at yang akan menghalangimu dari kejelekan yang akann masuk ke dalam rumah.” (HR. Al Bazzar, hadits ini shahih. Lihat As Silsilah Ash Shohihah no. 1323)

10 ALASAN KENAPA PRIA HARUS SHALAT BERJAMAAH DI MESJID

WAJIB
Memang ada ikhtilaf ulama apakah Wajib Ain bagi laki-laki hukumnya shalat  berjamaah di masjid atau hukumnya sunnah saja. Akan tetapi pendapat terkuat hukumnya wajib. Dengan beberapa alasan berikut:

1. Allah yang langsung memerintahkan dalam al-Quran agar shalat berjamaah.

Allah Ta’ala berfirman,

وَأَقِيمُوا الصَّلاَةَ وَءَاتُوا الزَّكَاةَ وَارْكَعُوا مَعَ الرَّاكِعِينَ

“Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku’lah beserta orang-orang yang ruku’.” (Al-Baqarah: 43)

Ibnul Qayyim Al-Jauziyah rahimahullah berkata,

، فلا بد لقوله { مع الراكعين } من فائدة أخرى وليست إلا فعلها مع جماعة المصلين والمعية تفيد ذلك

“makna firman Allah “ruku’lah beserta orang-orang yang ruku’, faidahnya yaitu tidaklah dilakukan kecuali bersama jamaah yang shalat dan bersama-sama.”[1]


2. saat-saat perang berkecamuk, tetap diperintahkan shalat berjamaah. Maka apalagi suasana aman dan tentram. Dan ini perintah langsung dari Allah dalam al-Quran

Allah Ta’ala berfirman,

وَإِذَا كُنتَ فِيهِمْ فَأَقَمْتَ لَهُمُ الصَّلاَةَ فَلْتَقُمْ طَآئِفَةُُ مِّنْهُم مَّعَكَ وَلِيَأْخُذُوا أَسْلِحَتَهُمْ فَإِذَا سَجَدُوا فَلْيَكُونُوا مِن وَرَآئِكُمْ وَلْتَأْتِ طَآئِفَةٌ أُخْرَى لَمْ يُصَلُّوا فَلْيُصَلُّوا مَعَكَ وَلْيَأْخُذُوا حِذْرَهُمْ وَأَسْلِحَتَهُمْ وَدَّ الَّذِينَ كَفَرُوا لَوْ تَغْفُلُونَ عَنْ أَسْلِحَتِكُمْ وَأَمْتِعَتِكُمْ فَيَمِيلُونَ عَلَيْكُم مَّيْلَةً وَاحِدَةً وَلاَ جُنَاحَ عَلَيْكُمْ إِن كَانَ بِكُمْ أَذًى مِّن مَّطَرٍ أَوْ كُنتُم مَّرْضَى أَن تَضَعُوا أَسْلِحَتَكُمْ وَخُذُوا حِذْرَكُمْ إِنَّ اللهَ أَعَدَّ لِلْكَافِرِينَ عَذَابًا مُّهِينًا

“Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu kamu hendak mendirikan shalat bersama-sama mereka, maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri (shalat) besertamu dan menyandang senjata, kemudian apabila mereka (yang shalat bersamamu) sujud (telah menyempurnakan  satu rakaat), maka hendaklah mereka pindah dari belakangmu (untuk menghadapi musuh) dan hendaklah datang golongan yang kedua yang belum shalat, lalu shalatlah mereka denganmu.” (An-Nisa’ 102)

Ibnu Mundzir rahimahullah berkata,

ففي أمر الله بإقامة الجماعة في حال الخوف : دليل على أن ذلك في حال الأمن أوجب .

“pada perintah Allah untuk tetap menegakkan shalat jamaah ketika takut (perang) adalah dalil bahwa shalat berjamaah ketika kondisi aman lebih wajib lagi.”[2]

Ibnul Qayyim Al-Jauziyah rahimahullah menjelaskan,

وفي هذا دليل على أن الجماعة فرض على الأعيان إذ لم يسقطها سبحانه عن الطائفة الثانية بفعل الأولى، ولو كانت الجماعة سنة لكان أولى الأعذار بسقوطها عذر الخوف، ولو كانت فرض كفاية لسقطت بفعل الطائفة الأولى …وأنه لم يرخص لهم في تركها حال الخوف

“Ayat ini merupakan dalil yang sangat jelas bahwa shalat berjamaah hukumnya fardhu ain bukan hanya sunnah atau fardhu kifayah,  Seandainya hukumnya sunnah tentu keadaan takut dari musuh adalah udzur yang utama. Juga bukan fardhu kifayah karena Alloh menggugurkan kewajiban berjamaah atas rombongan kedua dengan telah berjamaahnya rombongan pertama… dan Allah tidak memberi keringanan bagi mereka untuk meninggalkan shalat berjamaah dalam keadaan ketakutan (perang).“[3]


3.Orang buta yang tidak ada penuntut ke masjid tetap di perintahkan shalat berjamaah ke masjid jika mendengar adzan, maka bagaimana yang matanya sehat?

Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu dia berkata,

أَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَجُلٌ أَعْمَى فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّهُ لَيْسَ لِي قَائِدٌ يَقُودُنِي إِلَى الْمَسْجِدِ فَسَأَلَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يُرَخِّصَ لَهُ فَيُصَلِّيَ فِي بَيْتِهِ فَرَخَّصَ لَهُ فَلَمَّا وَلَّى دَعَاهُ فَقَالَ هَلْ تَسْمَعُ النِّدَاءَ بِالصَّلَاةِ قَالَ نَعَمْ قَالَ فَأَجِبْ

“Seorang buta pernah menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan berujar, “Wahai Rasulullah, saya tidak memiliki seseorang yang akan menuntunku ke masjid.” Lalu dia meminta keringanan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam untuk shalat di rumah, maka beliaupun memberikan keringanan kepadanya. Ketika orang itu beranjak pulang, beliau kembali bertanya, “Apakah engkau mendengar panggilan shalat (azan)?” laki-laki itu menjawab, “Ia.” Beliau bersabda, “Penuhilah seruan tersebut (hadiri jamaah shalat).”[4]

Dalam hadits yang lain yaitu, Ibnu Ummi Maktum (ia buta matanya). Dia berkata,

يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ الْمَدِينَةَ كَثِيرَةُ الْهَوَامِّ وَالسِّبَاعِ. فَقَالَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- « أَتَسْمَعُ حَىَّ عَلَى الصَّلاَةِ حَىَّ عَلَى الْفَلاَحِ فَحَىَّ هَلاَ ».

“Wahai Rasulullah, di Madinah banyak sekali tanaman dan binatang buas. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apakah kamu mendengar seruan adzan hayya ‘alash sholah, hayya ‘alal falah? Jika iya, penuhilah seruan adzan tersebut”.”[5]


4.wajib shalat berjamaah di masjid jika mendengar adzan

Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

مَنْ سَمِعَ النِّدَاءَ فَلَمْ يَأْتِهِ فَلَا صَلَاةَ لَهُ إِلَّا مِنْ عُذْرٍ

“Barangsiapa yang mendengar azan lalu tidak mendatanginya, maka tidak ada shalat baginya, kecuali bila ada uzur.” [6]


5.Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan ancaman kepada laki-laki yang tidak shalat berjamaah di masjid dengan membakar rumah mereka.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

إِنَّ أَثْقَلَ صَلَاةٍ عَلَى الْمُنَافِقِينَ صَلَاةُ الْعِشَاءِ وَصَلَاةُ الْفَجْرِ وَلَوْ يَعْلَمُونَ مَا فِيهِمَا لَأَتَوْهُمَا وَلَوْ حَبْوًا وَلَقَدْ هَمَمْتُ أَنْ آمُرَ بِالصَّلَاةِ فَتُقَامَ ثُمَّ آمُرَ رَجُلًا فَيُصَلِّيَ بِالنَّاسِ ثُمَّ أَنْطَلِقَ مَعِي بِرِجَالٍ مَعَهُمْ حُزَمٌ مِنْ حَطَبٍ إِلَى قَوْمٍ لَا يَشْهَدُونَ الصَّلَاةَ فَأُحَرِّقَ عَلَيْهِمْ بُيُوتَهُمْ بِالنَّارِ

“Shalat yang dirasakan paling berat bagi orang-orang munafik adalah shalat isya dan shalat subuh. Sekiranya mereka mengetahui keutamaannya, niscaya mereka akan mendatanginya sekalipun dengan merangkak. Sungguh aku berkeinginan untuk menyuruh seseorang sehingga shalat didirikan, kemudian kusuruh seseorang mengimami manusia, lalu aku bersama beberapa orang membawa kayu bakar mendatangi suatu kaum yang tidak menghadiri shalat, lantas aku bakar rumah-rumah mereka.”[7]

Ibnu Mundzir rahimahullah berkata,

وفي اهتمامه بأن يحرق على قوم تخلفوا عن الصلاة بيوتهم أبين البيان على وجوب فرض الجماعة

“keinginan beliau (membakar rumah) orang yang tidak ikut shalat berjamaah di masjid merupakan dalil yang sangat jelas akan wajib ainnya shalat berjamaah di masjid”[8]


6.tidak shalat berjamaah di masjid di anggap “munafik” oleh para sahabat.

Dari Abdullah bin Mas’ud radhiallahu anhu dia berkata:

وَلَقَدْ رَأَيْتُنَا وَمَا يَتَخَلَّفُ عَنْهَا إِلَّا مُنَافِقٌ مَعْلُومُ النِّفَاقِ وَلَقَدْ كَانَ الرَّجُلُ يُؤْتَى بِهِ يُهَادَى بَيْنَ الرَّجُلَيْنِ حَتَّى يُقَامَ فِي الصَّفِّ

“Menurut pendapat kami (para sahabat), tidaklah seseorang itu tidak hadir shalat jamaah, melainkan dia seorang munafik yang sudah jelas kemunafikannya. Sungguh dahulu seseorang dari kami harus dipapah di antara dua orang hingga diberdirikan si shaff (barisan) shalat yang ada.”[9]


7.shalat berjamaah mendapat pahala lebih banyak

Dalam satu riwayat 27 kali lebih banyak

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

صَلَاةُ الْجَمَاعَةِ أَفْضَلُ مِنْ صَلَاةِ الْفَذِّ بِسَبْعٍ وَعِشْرِينَ دَرَجَةً

“Shalat berjamaah itu lebih utama daripada shalat sendirian dengan 27 derajat.”[10]

diriwayat yang lain 25 kali lebih banyak:

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

صَلَاةُ الْجَمَاعَةِ تَعْدِلُ خَمْسًا وَعِشْرِينَ مِنْ صَلَاةِ الْفَذِّ

“Shalat berjamaah itu lebih utama daripada shalat sendirian dengan 25 derajat.”[11]

Banyak kompromi hadits mengenai perbedaan jumlah bilangan ini. Salah satunya adalah “mafhum adad” yaitu penyebutan bilangan tidak membatasi.

8.keutamaan shalat berjamaah yang banyak

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

مَنْ صَلَّى الْعِشَاءَ فِي جَمَاعَةٍ كَانَ كَقِيَامِ نِصْفِ لَيْلَةٍ وَمَنْ صَلَّى الْعِشَاءَ وَالْفَجْرَ فِي جَمَاعَةٍ كَانَ كَقِيَامِ لَيْلَةٍ

“Barang siapa shalat isya dengan berjamaah, pahalanya seperti shalat setengah malam. Barang siapa shalat isya dan subuh dengan berjamaah, pahalanya seperti shalat semalam penuh.”[12]

9. tidak shalat berjamaah akan dikuasai oleh setan

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

مَا مِنْ ثَلَاثَةٍ فِي قَرْيَةٍ وَلَا بَدْوٍ لَا تُقَامُ فِيهِمْ الصَّلَاةُ إِلَّا قَدْ اسْتَحْوَذَ عَلَيْهِمْ الشَّيْطَانُ فَعَلَيْكَ بِالْجَمَاعَةِ فَإِنَّمَا يَأْكُلُ الذِّئْبُ الْقَاصِيَةَ

“Tidaklah tiga orang di suatu desa atau lembah yang tidak didirikan shalat berjamaah di lingkungan mereka, melainkan setan telah menguasai mereka. Karena itu tetaplah kalian (shalat) berjamaah, karena sesungguhnya srigala itu hanya akan menerkam kambing yang sendirian (jauh dari kawan-kawannya).”[13]

10.amal yang pertama kali dihisab adalah shalat, jika baik maka seluruh amal baik dan sebaliknya, apakah kita pilih shalat yang sekedarnya saja atau meraih pahala tinggi dengan shalat berjamaah?

Nabi  shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

إِنَّ أَوَّلَ مَا يُحَاسَبُ النَّاسُ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ أَعْمَالِهِمْ الصَّلَاةُ قَالَ يَقُولُ رَبُّنَا جَلَّ وَعَزَّ لِمَلَائِكَتِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ انْظُرُوا فِي صَلَاةِ عَبْدِي أَتَمَّهَا أَمْ نَقَصَهَا فَإِنْ كَانَتْ تَامَّةً كُتِبَتْ لَهُ تَامَّةً وَإِنْ كَانَ انْتَقَصَ مِنْهَا شَيْئًا قَالَ انْظُرُوا هَلْ لِعَبْدِي مِنْ تَطَوُّعٍ فَإِنْ كَانَ لَهُ تَطَوُّعٌ قَالَ أَتِمُّوا لِعَبْدِي فَرِيضَتَهُ مِنْ تَطَوُّعِهِ ثُمَّ تُؤْخَذُ الْأَعْمَالُ عَلَى ذَاكُمْ

“Sesungguhnya yang pertama kali akan dihisab dari amal perbuatan manusia pada hari kiamat adalah shalatnya. Rabb kita Jalla wa ‘Azza berfirman kepada para malaikat-Nya -padahal Dia lebih mengetahui, “Periksalah shalat hamba-Ku, sempurnakah atau justru kurang?” Sekiranya sempurna, maka akan dituliskan baginya dengan sempurna, dan jika terdapat kekurangan maka Allah berfirman, “Periksalah lagi, apakah hamba-Ku memiliki amalan shalat sunnah?” Jikalau terdapat shalat sunnahnya, Allah berfirman, “Sempurnakanlah kekurangan yang ada pada shalat wajib hamba-Ku itu dengan shalat sunnahnya.” Selanjutnya semua amal manusia akan dihisab dengan cara demikian.”[14]

Khusus bagi yang mengaku mazhab Syafi’i (mayoritas di Indonesia), maka Imam Syafi’i mewajibkan shalat berjamaah dan tidak memberi keringanan (rukshah).

Imam Asy Syafi’i  rahimahullah berkata,

وأما الجماعة فلا ارخص في تركها إلا من عذر

“Adapun shalat jama’ah, aku tidaklah memberi keringanan bagi seorang pun untuk meninggalkannya kecuali bila ada udzur.”[15]

Berikut ini beberapa keutamaan shalat berjamaah di masjid.
1. Memenuhi panggilan azan dengan niat untuk melaksanakan shalat berjamaah.
2. Bersegera untuk shalat di awal waktu.
3. Berjalan menuju ke masjid dengan tenang (tidak tergesa-gesa).
4. Masuk ke masjid sambil berdoa.
5. Shalat tahiyyatul masjid ketika masuk masjid. Semua ini dilakukan dengan niat untuk melakukan shalat berjamaah.
6. Menunggu jamaah (yang lain).
7. Doa malaikat dan permohonan ampun untuknya.
8. Persaksian malaikat untuknya.
9. Memenuhi panggilan iqamat.
10. Terjaga dari gangguan setan karena setan lari ketika iqamat dikumandangkan.
11. Berdiri menunggu takbirnya imam.
12. Mendapati takbiratul ihram.
13. Merapikan shaf dan menutup celah (bagi setan).
1 4 . Menjawab imam saat mengucapkan sami’allah.
15. Secara umum terjaga dari kelupaan.
16. Akan memperoleh kekhusyukan dan selamat dari kelalaian.
17. Memosisikan keadaan yang bagus.
18. Mendapatkan naungan malaikat.
19. Melatih untuk memperbaiki bacaan al-Qur’an.
20. Menampakkan syiar Islam.
21. Membuat marah (merendahkan) setan dengan berjamaah di atas ibadah, saling ta’awun di atas ketaatan, dan menumbuhkan rasa giat bagi orangorang yang malas.
22. Terjaga dari sifat munafik.
23. Menjawab salam imam.
24. Mengambil manfaat dengan berjamaah atas doa dan zikir serta kembalinya berkah orang yang mulia kepada orang yang lebih rendah.
25. Terwujudnya persatuan dan persahabatan antartetangga dan terwujudnya pertemuan setiap waktu shalat.
26. Diam dan mendengarkan dengan saksama bacaan imam serta mengucapkan “amiin” saat imam membaca “amiin”, agar bertepatan dengan ucapan amin para malaikat.[16]

Masih banyak dalil-dalil lainnya mengenai wajib dan keutamaan shalat berjamaah di masjid.

Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush shalihaat, wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi wa shahbihi wa sallam
WALLAHU 'ALAM.

Dari berbagai sumber, semoga Alloh merahmati penulis.

Rabu, 27 September 2017

Hadits 10 Adab² Bersin

🌍 BimbinganIslam.com
Rabu, 07 Muharam 1439 H / 27 September 2017 M
👤 Ustadz Dr. Firanda Andirja, MA
📗 Kitābul Jāmi' | Bulughul Māram
🔊 Hadits ke-10 | Adab-Adab Bersin
~~~~~~~~~~~~~~~~~~

ADAB-ADAB BERSIN

الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله

Para ikhwan dan akhwat, kita masuk pada halaqah yang ke-13.

Dari Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:

إِذَا عَطَسَ أَحَدُكُمْ فَلْيَقُلْ: اَلْحَمْدُ الله, وَلْيَقُلْ لَهُ أَخُوهُ يَرْحَمُكَ الله, فَإِذَا قَالَ لَهُ يَرْحَمُكَ الله, فَلْيَقُلْ يَهْدِيكُمُ الله, وَيُصْلِحُ بَالَكُمْ (أَخْرَجَهُ اَلْبُخَارِيُّ)

"Jika salah seorang dari kalian bersin maka hendaknya dia mengatakan "Alhamdulillāh" dan saudaranya yang mendengarnya mengucapkan "Yarhamukallāh".

Jika saudaranya mengucapkan "Yarhamukallāh" maka yang bersin tadi menjawab lagi dengan mengatakan "Yahdikumullāh wa yushlihu bā lakum" (semoga Allāh memberi petunjuk kepada kalian dan semoga Allāh meluruskan/memperbaiki urusanmu."

(HR Imām Al Bukhāri no 5756, versi Fathul Bari no 6224)

Hadits ini berkaitan tentang adab bersin dan adab orang yang mendengar bersin.

■ PERTAMA | Berkaitan dengan orang yang bersin.

Orang yang bersin, dia telah mendapatkan nikmat dari Allāh Subhānahu wa Ta'āla sehingga tatkala dia bersin keluar kotoran dari tubuhnya.

Dan dia merasa lebih ringan daripada dia bersin tersebut terpendam dalam dirinya maka hendaknya dia mengucapkan "Alhamdulillāh".

Dan sebagian orang menyatakan bahwasanya bersin menunjukkan sehatnya seseorang.

Kita tidak berbicara tentang orang yang bersin melulu menunjukkan dia sakit, tidak! Tapi kita berbicara tentang yang bersin terkadang yang dialami oleh seseorang.

⇒ Ini adalah nikmat yang menunjukkan tubuhnya sehat sehingga keluar dari tubuhnya hawa tersebut sehingga dia mengucapkan "Alhamdulillāh".

Dan ini peringatan bagi kita, kalau sekedar bersin (saja) kita dianjurkan untuk mengucapkan Alhamdulillāh (memuji Allāh atas nikmat tersebut), maka bagaimana lagi dengan nikmat-nikmat yang lain?

Oleh karenanya hendaknya sering kita memuji Allah, tatkala kita berdzikir (mengucapkan) Alhamdulillāh setelah shalat, benar-benar kita renungkan makna Alhamdulillāh.

Bahwasanya terlalu banyak nikmat yang Allah berikan kepada kita, yang terkadang kita lupa untuk bersyukur kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla, lupa untuk memuji Allāh Subhānahu wa Ta'āla yang memudahkan nikmat tersebut kepada kita.

Kemudian tatkala dia bersin, hendaknya dia memperhatikan adab, sebagaimana Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam tatkala Beliau Rasūlullāh bersin.

Rasūlullāh kalau bersin;

√ Beliau meletakkan tangan beliau di mulutnya atau meletakkan bajunya sehingga tidak tersebar kemana-mana.

√ Beliau melemahkan suara beliau tatkala bersin.

Oleh karenanya, seseorang tatkala bersin jangan dia menggelegar dengan sekeras-kerasnya, kemudian lehernya/kepalanya dipalingkan ke kanan dan ke kiri sehingga tersebarlah virus-virusnya, tidak!

Tapi dia berusaha mengecilkan suaranya dan berusaha menutup mulutnya.

Ini adab dalam bersin sehingga dia tidak mengganggu orang lain.

Karena ada orang yang tatkala bersin sengaja menggelegar, (tetapi) ada orang yang tidak sengaja (yang) tidak mampu menahan suaranya. Ini mendapat udzur.

⇒ Yang sengaja untuk melepaskan suaranya, ini tidak diperbolehkan.

Kemudian,

■ KEDUA | Adab orang yang mendengar tatkala mendengar seorang bersin.

Maka dia menjawab:

يَرْحَمُكَ اللهُ

"Semoga Allāh memberi rahmat kepada engkau."

⇒ Engkau telah mendapatkan nikmat maka semoga Allāh menambah rahmat kepada engkau.

Para ulama berbicara:

◆ BAGAIMANA KALAU ADA ORANG YANG TIDAK MENGUCAPKAN ALHAMDULILLĀH?

(Maka) kita tidak mengucapkan Yarhamukallāh kepada dia.

Dalam hadits disebutkan:

عَطَسَ رَجُلَانِ عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَشَمَّتَ أَحَدَهُمَا وَلَمْ يُشَمِّتْ الْآخَرَ ، فَقِيلَ لَهُ فَقَالَ :(هَذَا حَمِدَ الله ، وَهَذَا لَمْ يَحْمَدْ الله)

Ada 2 orang yang bersin di sisi Nabi maka Nabi mengucapkan Yarhamukallāh kepada satunya dan satunya Nabi tidak mengucapkan Yarhamukallāh.

Maka orang yang tidak diucapkan Yarhamukallāh protes;

يَا رَسُوْلُ اللهِ، سَمَّتْ هَذَا ، وَلَمْ تُشَمِّتْنِي

"Yā Rasūlullāh, engkau mengucap Yarhamukallāh kepada si fulan adapun kepada aku tidak?"

Maka Nabi mengatakan:

إِنَّ هَذَا حَمِدَ اللَّهَ, وَ لَمْ تَحْمَدِ اللّهَ

Si Fulān tadi tatkala bersin mengucapkan Alhamdulillāh, adapun engkau tidak mengucapkan Alhamdulillāh.

(HR Imam Bukhari nomor 5757, versi Fathul Bari nomor 6225. HR Muslim nomor 5307, versi Syarh Shahih Muslim nomor 2991)

Oleh karenanya kalau orang yang bersin tidak mengucapkan Alhamdulillāh maka kita tidak menjawab Yarhamukallāh.

Diriwayatkan dari Ibnul Mubārak rahimahullāh, tatkala ada seseorang bersin di hadapan Ibnul Mubarak dan dia tidak mengucapkan Alhamdulillāh maka Ibnul Mubarak bertanya pada dia:

"Apa yang diucapkan oleh orang yang bersin?"

Orang ini pun mengatakan:
"Alhamdulillāh"

Maka Ibnu Mubarak kemudian mengucapkan "Yarhamukallāh", seakan-akan mengingatkan kepada orang tersebut.

(Hilyatul Auliya’ 8/170)

Terkadang seseorang lupa mengucapkan Alhamdulillāh atau karena saking sibuknya lupa untuk mengucapkan Alhamdulillāh maka boleh kita mengingatkan dia agar kita mengucapkan Yarhamukallāh kepada dia.

Kemudian,

◆ APA HUKUM MENGUCAPKAN YARHAMUKALLĀH?

Ada khilaf di antara para ulama;

⑴ Ada yang mengatakan fardhu 'ain, setiap orang yang mendengar harus mengucapkan Yarhamukallāh.
⑵ Ada yang mengatakan fardhu kifayah, cukup sebagian orang yang mengucapkan Yarhamukallāh.
⑶ Ada yang mengatakan sunnah secara mutlak.

Tapi kita berusaha menghidupkan sunnah ini, apa hukumnya sunnah, apakah fardhu kifayah atau fardhu 'ain, kita berusaha mengucapkan Yarhamukallāh kepada saudara kita yang bersin.

Kemudian setelah kita mengucapkan Yarhamukallāh maka orang yang bersin tadi mengucapkan:

يَهْدِيكُمُ الله, وَيُصْلِحُ بَالَكُمْ

"Semoga Allāh memberi hidayah kepadamu dan semoga Allah meluruskan urusanmu."

⇒ Balik mendo'akan orang yang telah mendo'akannya dengan berdo'a.

Sungguh indah adab yang diajarkan oleh Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam; saling mendo'akan di antara sesama Muslim, menghilangkan rasa hasad dan dengki.

Bayangkan jika seorang saling mendo'akan di antara mereka !

⇒ Dan ini mempererat tali ukhuwah di antara kaum muslimin;

✓Sangat dituntut untuk mempererat tali ukhuwah (tali persaudaraan) di antara kaum muslimin.

✓Sangat dituntut untuk menghilangkan segala sebab-sebab yang bisa menumbuhkan perpecahan, perselisihan, buruk sangka dan yang lain-lainnya.

Terakhir sebelum kita tutup majlis kita yaitu pembahasan tentang:

◆ BAGAIMANA ORANG YANG SAKIT YANG BERSIN BERULANG-ULANG?

Maka yang wajib bagi kita adalah untuk mengucapkan Yarhamukallāh sekali saja. Ada yang mengatakan sampai 3 kali disunnahkan, lebih dari itu tidak perlu.

Disebutkan dalam hadits Salamah ibnil Akwa radhiyallāhu Ta'ālā 'anhu, bahwasanya dia mendengar Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam.

Ada seorang yang bersin di sisi Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam, maka Nabi mengatakan: "Yarhamukallāh".

ثُمَّ عَطَشَ أُخْرَ

"Kemudian orang ini bersin lagi."

Kemudian Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam mengatakan:

اَلرَّجُلُ مَزْكُوْمٌ

"Si Fulan ini sedang sakit flu."
(HR Muslim no 5309, versi Syarh Shahih Muslim no 2993)

Oleh karenanya ini isyarat dari Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam.

Kalau ternyata orang ini bersinnya tidak wajar, namun karena sakit maka kita rubah do'a. Do'anya bukan lagi Yarhamukallāh tapi kita mendo'akan:

شَفَاكَ اللهُ

"Semoga Allāh menyembuhkanmu."

Atau do'a-do'a yang berkaitan dengan orang yang sakit.

Demikian.

وبالله التوفيق والهداية
والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
______________________

◆ Yuk.... Ikut Saham Akhirat
Pembelian Rumah U/ Markaz Dakwah dan Studio Bimbingan Islām

| Bank Mandiri Syariah
| Kode Bank : 451
| No. Rek : 710-3000-507
| A.N : YPWA Bimbingan Islām
Konfirmasi Transfer Via WA/SMS & Informasi ;  0811-280-0606 (BIAS CENTER 06)
----------------------------------

Selasa, 26 September 2017

Hadits 9 Larangan Mendahului Salam Kpd Orang Kapir

🌍 BimbinganIslam.com
Selasa, 06 Muharam 1439 H / 26 September 2017 M
👤 Ustadz Dr. Firanda Andirja, MA
📗 Kitābul Jāmi' | Bulūghul Marām
🔊 Hadits ke-9 | Larangan Mendahului Salam Kepada Orang Kafir
~~~~~~~~~~~~~~~~~~

LARANGAN MENDAHULUI SALAM KEPADA ORANG KAFIR

السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته

Ikhwān dan akhawāt sekalian yang dirahmati Allāh Subhānahu wa Ta'āla, kita masuk pada halaqah yang ke-12, masih berkaitan tentang adab salam.

Dari 'Ali radhiyallāhu Ta'ālā 'anhu, beliau berkata:

قال رسول الله صلّى اللّه عليه وسلّم "لَا تَبْدَؤُوا اَلْيَهُودَ وَالنَّصَارَى بِالسَّلَامِ, وَإِذَا لَقَيْتُمُوهُمْ فِي طَرِيقٍ, فَاضْطَرُّوهُمْ إِلَى أَضْيَقِهِ"

Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:

"Janganlah kalian mulai memberi salam kepada orang-orang Yahudi dan orang-orang Nashrani.

Dan jika kalian bertemu dengan mereka dijalan maka buatlah mereka tergeser ke jalan yang sempit.
(HR Imām Muslim)

Ikhwān dan akhwāt yang dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla,

Hadits ini dipermasalahkan oleh sebagian orang yang mengatakan: "Islam kok demikian? Kok mengajarkan sikap keras terhadap orang-orang kafir?"

Sebenarnya hadits ini tidak menjadi masalah karena kita menempatkan dalil-dalil sesuai dengan kondisinya.

Ada dalil-dalil yang menunjukkan bagaimana rahmatnya Islam.

Dan terlalu banyak dalil yang menunjukkan bagaimana sikap Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam terhadap orang-orang kafir dengan muamalah thayyibah, dengan sikap yang baik dalam rangka untuk mengambil hati mereka.

Bahkan terhadap orang yang sangat membenci Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam, 'Abdullāh bin 'Ubay bin Salūl, tatkala meninggal dia tidak punya kain kafan.

Maka Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam memberikan baju yang beliau pakai untuk dijadikan kain kafan bagi 'Abdullāh bin 'Ubay bin Salūl, padahal dia adalah:

✓Gembongnya orang munafiq yang sering menyakiti Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam dan juga keluarga Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam.

✓Yang telah memimpin untuk menuduh 'Āisyah telah melakukan berzina.

Akan tetapi Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bermuamalah dengan baik dengan dia.

Demikian juga Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam bermuamalah baik dengan orang-orang kafir seperti orang Yahudi yang pernah menjadi pembantu Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam.

Maka tatkala sakit, Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam menjenguknya dan Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam mendakwahinya.

Dan terlalu banyak dalil bagaimana sikap lemah lembut dari kaum muslimin terhadap orang-orang kafir.

⇒ Ini bab tentang muamalah.

Maka seseorang berusaha untuk berbuat baik kepada orang-orang kafir dalam rangka untuk mengambil hati mereka.

Tetapi dalam kondisi-kondisi lain, dimana tatkala kondisi menunjukkan Islam harus lebih tinggi, contohnya:

Tatkala melewati suatu jalan maka seorang Muslim ketika berjalan di tengah jalan, kemudian ada orang kafir lewat maka jangan kemudian dia minggir mempersilakan orang kafir.

⇒ Ini menunjukkan kehinaannya dia, (hendaknya) tetap berjalan karena dia berhak untuk jalan ditengah. Dia seorang Muslim, maka dia jangan mengalah.

Ini saatnya untuk seorang Muslim menunjukkan memiliki 'izzah (kemuliaan), bukan malah lemah & loyo di hadapan semua orang.

Dan ini kadang terjadi, misalnya dalam suatu perkumpulan orang Muslim malu berbicara (dan) orang kafir terus yang berbicara.

Orang Muslim tidak enak-tidak enak, (sedangkan) orang kafir yang menguasai majlis.

Ini tidak benar !

Ini saatnya menunjukkan Islam harus memiliki 'izzah (kemuliaan) di hadapan orang-orang kafir.

Oleh karenanya bab tentang muamalah hasanah bab tersendiri.

Adapun bab tatkala seseorang harus menunjukkan keutamaan Islam maka dia harus tunjukkan.

Ada beberapa point yang berkaitan dengan hadits ini.

■ POINT PERTAMA | Seorang Muslim tidak boleh mendahulukan mengucapkan salam kepada Yahudi dan Nashrani.

Kenapa?

Karena salam itu menunjukkan pemuliaan dan juga ada do'a, dan yang penting ada do'a.

Kalau kita mengucapkan "Assalaamu'alaykum" berarti kita mendoakan keselamatan bagi dia, dia tidak berhak untuk mendapatkan keselamatan.

Dia kafir kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla, dia kafir terhadap Nabi Muahammad shallallāhu 'alayhi wa sallam, dia berbuat kesyirikan, bagaimana kita mengatakan keselamatan bagi kalian.

Maka kita tidak berhak, bahkan tidak boleh (bukan hanya tidak boleh), (melainkan) tidak boleh untuk mengucapkan salam lebih dahulu kepada mereka.

Akan tetapi kalau mereka yang dahulu memberi salam, maka kita menjawab.

Kalau mereka mengucapkan "Assalaamu'alaykum", (maka) kita jawab "Wa'alaykum" (demikian juga bagi kalian).

Namun para ulama menyebutkan, jika kondisinya ternyata sulit;

"Masa kita bertemu dengan orang-orang kafir kita tidak memberi salam sama sekali, nanti menunjukkan prasangka buruk kepada kaum muslimin."

Maka para ulama (banyak ulama) yang membolehkan, (seperti) Syaikhul Islām Ibnu Taimiyyah dan seperti ulama sekarang Syaikh Albani rahimahullāh.

Jika kita bertemu dengan orang-orang kafir, misalnya mungkin bos kita, mungkin teman kerja kita, rekan kerja kita, maka kita tidak mengucapkan “Assalaamu'alaykum", (tetapi) kita menggunakan kata-kata salam yang lain, seperti kita mengatakan:

"Selamat pagi."

"Bagaimana kondisimu?"

"Good morning."

Seperti itu tidak jadi masalah, yang penting tidak ada do'a.

Karena "Assalaamu'alaykum" itu do'a yang tidak pantas untuk diberikan kepada orang-orang yang musyrik dan kafir kepada Allāh juga kafir kepada Nabi Muhammad shallallāhu 'alayhi wa sallam.

Demikian para ikhwān dan akhwāt yang dirahmati Allāh Subhānahu wa Ta'āla,

Apa yang bisa kita sampaikan pada halaqah ke-12, akan dilanjutkan pada halaqah berikutnya.

وبالله التوفيق
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
______________________

◆ Yuk.... Ikut Saham Akhirat
Pembelian Rumah U/ Markaz Dakwah dan Studio Bimbingan Islām

| Bank Mandiri Syariah
| Kode Bank : 451
| No. Rek : 710-3000-507
| A.N : YPWA Bimbingan Islām
Konfirmasi Transfer Via WA/SMS & Informasi ;  0811-280-0606 (BIAS CENTER 06)
----------------------------------

Hadits 8 Adab² Memberi Salam Dlm Rombongan

🌍 BimbinganIslam.com
Senin, 05 Muharam 1439 H / 25 September 2017 M
👤 Ustadz Dr. Firanda Andirja, MA
📗 Kitābul Jāmi' | Bulūghul Marām
🔊Hadits ke-8 | Adab-Adab Memberi Salam Dalam Rombongan
~~~~~~~~~~~~~~~~~~

ADAB-ADAB MEMBERI SALAM DALAM ROMBONGAN

الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله

Ikhwān dan akhwāt,

السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته

Kita masuk pada halaqah yang ke-11 dari Bābul Ādab.

Hadits dari 'Ali bin Abi Thālib radhiyallāhu Ta'ālā 'anhu, beliau berkata:

Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:

ٍيُجْزِئُ عَنْ اَلْجَمَاعَةِ إِذَا مَرُّوا أَنْ يُسَلِّمَ أَحَدُهُمْ, وَيُجْزِئُ عَنْ اَلْجَمَاعَةِ أَنْ يَرُدَّ أَحَدُهُمْ

"Cukuplah jika ada sekelompok orang (sebuah jama'ah) jika melewati jama'ah yang lain, (maka cukup salah seorang dari jama'ah yang lewat tersebut) satu orang memberi salam.

(Dan sebaliknya) Demikian juga jama'ah yang disalami maka cukup satu orang bagi mereka untuk membalas salam tersebut."

(HR Ahmad dan Al-Baihaqi)

Para ikhwān dan akhwāt yang dirahmati Allāh Subhānahu wa Ta'āla,

Hadits ini sanadnya lemah karena dalam sanadnya ada seorang rawi yang bernama Sa'īd bin Al Khuzā'i Al Madani.

Dan dia adalah perawi yang dha'īf;

⇒ Al Imām Al Bukhāri menyatakan "fīhi nazhar".
⇒ Abū Hatim dan Abu Zur'ah mengatakan "dha'īful hadits" (haditsnya lemah).
⇒ Dāruquthniy mengatakan "laysa bilqawiy" (orangnya tidaklah kuat).

Oleh karenanya, secara sanadnya hadits ini adalah lemah.

Akan tetapi Syaikh Al-Albani rahimahullāhu Ta'āla menyebutkan syawāhid yang menguatkan hadits ini.

⇒ Syawahid adalah hadits-hadits yang maknanya sama tetapi diriwayatkan dari shahābat-shahābat yang lain.

Dan syawāhid tersebut seluruh sanadnya juga lemah.

Oleh karenanya Syaikh Al-Albani mengatakan:

لعل الحديث بهذه الطروق يتوقف فيسير حسنا

"Mungkin dengan banyaknya jalan-jalan yang lain daripada hadits ini maka hadits ini naik derajatnya menjadi hadits yang hasan."

Oleh karenanya hadits ini juga dihasankan oleh Syaikh Al-Bassam dalam kitabnya Taudhihul Ahkām.

Intinya, wallāhu a'lam bishshawāb, hadits ini ada yang mendha'īfkan dan ada yang menghasankan.

Hadits ini menjelaskan bahwasanya diantara adab yang berkaitan dengan memberi salam, yaitu;

◆ Jika ada sekelompok jama'ah yang melewati jama'ah yang lain maka cukup yang memberi salam satu, karena hukumnya adalah fardhu kifāyah.

اذا قام به البعض سقط عن الباقين

Kalau seorang sudah melakukannya, maka yang lain tidak perlu lagi/wajib untuk mengucapkan salam.

Demikian juga dalam hal menjawab salam, jika ada seorang datang kemudian memberi salam kepada jama'ah "Assalāmu'alaykum!", maka jama'ah tersebut tidak wajib seluruhnya untuk menjawab, tetapi satu pun sudah cukup.

Akan tetapi kata para ulama mengatakan;

✓Seandainya mereka menjawab seluruhnya maka ini lebih baik, lebih afdhal.

Demikian juga seandainya mereka jama'ah ini seluruhnya memberi salam dengan suara ramai-ramai "Assalāmu'alaykum!".

Maka ini juga lebih afdhal karena hadits:

أَفْشُوا السَّلامَ

Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam mengatakan: "Tebarkanlah salam."

(HR Muslim no 81, versi Syarh Shahih Muslim no 54, dari shahābat Abū Hurairah)

⇒ Hadits ini umum, yang karenanya boleh siapa saja berhak untuk memberikan salam.

Oleh karenanya jika jama'ah ramai-ramai memberi salam atau jama'ah ramai-ramai menjawab salam maka ini lebih afdhal.

⇒ Akan tetapi tidak wajib, yang wajib (adalah) cukup 1 (orang) yang memberi salam dan wajib 1 (orang) menjawab.

Ini diantara adab salam yang diajarkan oleh Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam dalam hadits ini.

Kemudian ada adab yang lain yang mungkin kita perlu sampaikan juga.

Dalam Al Qurān Allāh Subhānahu wa Ta'āla berfirman:

وَإِذَا حُيِّيتُمْ بِتَحِيَّةٍ فَحَيُّوا بِأَحْسَنَ مِنْهَا أَوْ رُدُّوهَا

"Jika kalian diberi salam dengan suatu salam maka jawablah dengan salam yang lebih baik atau yang semisalnya."

(QS An-Nisā: 86)

Ini penting yā ikhwān dan akhawāt, kalau kita bertemu dengan seorang saudara kita kemudian dia memberi salam "Assalāmu'alaykum warahmatullāh wabarakātuh", maka hendaknya kita menjawab dengan jawaban yang sempurna mengatakan "Wa'alaykumussalam warahmatullāhi wabarakātuh".

Kalau dia mengatakan "Assalāmu'alaykum" (maka) kita bisa jawab "Assalāmu'alaykum" atau minimal kita tambah mengatakan "Assalāmu'alaykum warahmatullāh".

⇒ Jadi kita berusaha menjawab salam sebagaimana apa yang dia sampaikan atau lebih baik daripada apa yang dia sampaikan.

Demikian juga dalam secara lafazh.

Demikian juga dalam hal misalnya saudara kita datang memberi salam kepada kita dengan wajah tersenyum, dengan memandang kita maka kita berusaha memandangnya dan kita juga berusaha senyum dengan dia.

⇒ Karena sebagian orang mungkin karena ada keangkuhan dalam dirinya jika ada yang memberi salam kepada dia maka dia jawab dengan tanpa senyum atau dia menjawab tanpa melihat orang yang memberi salam kepada dia.

Ini adalah keangkuhan, yā ikhwān...

Allāh mengatakan:

فَحَيُّوا بِأَحْسَنَ مِنْهَا أَوْ رُدُّوهَا

"Jawablah dengan lebih baik atau yang sama."

• Kalau dia senyum, minimal kita senyum.
• Kalau dia senyumnya berseri, kita berseri-seri.

Harusnya demikian, ini adab yang diajarkan oleh Islam.

Oleh karenanya, seorang berusaha menebarkan salam, menjalankan sunnah Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam.

Dalam hadits Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam mengatakan:

لا تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ حَتَّى تُؤْمِنُوا، وَلا تُؤْمِنُوا حَتَّى تَحَابُّوا، أَوَلا أَدُلُّكُمْ عَلَى شَيْءٍ إِذَا فَعَلْتُمُوهُ تَحَابَبْتُمْ؟ أَفْشُوا السَّلامَ بَيْنَكُمْ

"Kalian tidak akan masuk surga sampai kalian beriman, dan kalian tidak akan beriman kecuali sampai kalian saling mencintai.

Maukah aku tunjukkan kepada kalian tentang suatu amalan yang jika kalian lakukan maka kalian akan saling mencintai? Maka tebarkanlah salam diantara kalian."

(HR Muslim no 81, versi Syarh Shahih Muslim no 54, dari shahābat Abū Hurairah)

Maka kita jangan malas untuk memberi salam. (Saat) ketemu saudara kita, (maka) kita beri salam (atau) kita kirim salam kepada saudara kita.

Betapa keindahan yang masuk ke dalam hati seseorang tatkala dikatakan, "Si Fulān memberikan salam kepada engkau" kemudian kita mengatakan, "Kirim salam balik kepada dia".

Ini semua dalam rangka meningkatkan ukhuwah.

Maka jangan angkuh untuk memberi salam dan jangan angkuh juga untuk menjawab salam.

وبالله التوفيق
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
______________________

◆ Yuk.... Ikut Saham Akhirat
Pembelian Rumah U/ Markaz Dakwah dan Studio Bimbingan Islām

| Bank Mandiri Syariah
| Kode Bank : 451
| No. Rek : 710-3000-507
| A.N : YPWA Bimbingan Islām
Konfirmasi Transfer Via WA/SMS & Informasi ;  0811-280-0606 (BIAS CENTER 06)
----------------------------------

Kajian

IMAN TERHADAP WUJUD ALLĀH

🌍 BimbinganIslam.com 📆 Jum'at, 30 Syawwal 1442 H/11 Juni 2021 M 👤 Ustadz Afifi Abdul Wadud, BA 📗 Kitāb Syarhu Ushul Iman Nubdzah  Fī...

hits