Sabtu, 12 Juni 2021

IMAN TERHADAP WUJUD ALLĀH

🌍 BimbinganIslam.com
📆 Jum'at, 30 Syawwal 1442 H/11 Juni 2021 M
👤 Ustadz Afifi Abdul Wadud, BA
📗 Kitāb Syarhu Ushul Iman Nubdzah  Fīl 'Aqīdah (شرح أصول الإيمان نبذة في العقيدة)
🔊 Halaqah 05 : Iman Terhadap Wujud Allāh 

〰〰〰〰〰〰〰

*IMAN TERHADAP WUJUD ALLĀH*

بسم الله الرحمن الرحيم 
إن الحمد الله وصلاة وسلام على رسول الله وعلى آله واصحابه و من والاه، و لا حول ولا قوة إلا بالله اما بعد 


Sahabat BiAS, kaum muslimin rahīmani wa rahīmakumullāh.

In syā Allāh  kita melanjutkan pembahasan dari Risalah Syarah Ushul Iman Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin rahimahullāhu ta'āla. 

Kita masuk pada pembahasan:

▪︎ BERIMAN KEPADA ALLĀH (الإيمان بالله تعال)

Iman kepada Allāh meliputi :

⑴ Iman kepada Wujud Allāh Ta'āla. 
⑵ Iman kepada Rububiyyah Allāh Ta'āla.
⑶ Iman kepada Uluhiyyah Allāh Ta'āla.
⑷ Iman kepada Asma dan shifat Allāh Ta'āla.

In syā Allāh, kita akan membahas satu persatu apa yang mesti kita imani tentang Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Kita akan awali iman kepada Allāh dengan mengimani wujud Allāh Subhānahu wa Ta'āla. Mengimani tentang wujud Allāh, ditunjukkan oleh dalīl fitrah, dalīl akal, dalīl syari' maupun dalīl hissi (dalīl kenyataan).

Dalīl fitrah bahwa setiap makhluk hidup difitrahkan oleh Allāh, mengimani sang pencipta tanpa pakai memikir, tanpa pakai pembelajaran, dan tidak ada yang bisa memalingkan dari fitrah ini.

Sebagaimana Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam menyebutkan tentang fitrah yang lurus,

مَا مِنْ مَوْلُودٍ إِلاَّ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ

_"Tidaklah setiap yang lahir kecuali dilahirkan di atas fithrah, kedua orang tuanya lah yang menjadikan anak ini yahudi atau nashrani atau majusi."_

(Hadīts riwayat Al Bukhāri) 

Dan Nabi tidak menyebutkan  أويسلمنيه atau yang menjadikan dia Islām, karena fithrah mereka adalah Islām, lurus, selamat. Adapun penyimpangan-penyimpangan menjadi yahudi, nashrani,  atau majusi itu adalah di antara dampak dari pendidikan atau pengaruh lingkungan. Sehingga menyimpang dari fitrahnya.

• Dalīl Fithrah

Termasuk di antara dalīl fithrah adalah apabila ada seorang anak anda tempeleng kemudian anak itu menangis dan anda mengatakan  kepada anak tersebut, "Kenapa kamu menangis?" Anak itu menjawab, "Karena ditempeleng anda". Kemudian anda mengatakan, "Tidak ada yang menempeleng kamu". Anak itu tidak akan terima, karena fithrahnya ada tempelengan dan pasti ada yang menempeleng.

Demikian pula fithrahnya manusia, ada ciptaan pasti ada yang menciptakan. Ini adalah dalīl fithrah yang ada pada setiap diri manusia.

• Dalīl Akal 

Adapun dalīl akal, bahwasanya akal manusia berkaitan dengan wujud Allāh Subhānahu wa Ta'āla sesuatu yang ada, ini pasti ada yang mendahuluinya, pasti ada yang mengadakannya. Adanya ciptaan ini pasti ada yang menciptakannya, ini sesuatu yang sangat logis. 

Akal manusia demikian, mereka akan berbicara, mereka akan mengingkari. Secara akal bahwasanya sesuatu itu tercipta dengan sendirinya, tercipta tanpa ada yang menciptakan. Ini adalah sesuatu yang didengar oleh akal manusia.

Oleh karena itu di antara ayat yang sangat mengagungkan, yang menjadikan sebab salah seorang sahabat masuk ke dalam Islām adalah firman Allāh Subhānahu wa Ta'āla,

أَمۡ خُلِقُوا۟ مِنۡ غَیۡرِ شَیۡءٍ أَمۡ هُمُ ٱلۡخَـٰلِقُونَ

_"Apakah mereka tercipta tanpa sesuatu, maksudnya tercipta dengan sendirinya tanpa ada yang menciptakan sama sekali?"_

(QS. Ath-Thur: 35)

أَمۡ هُمُ ٱلۡخَـٰلِقُونَ

_Apakah mereka yakin, bahwa mereka adalah yang menciptakan segala yang ada itu?_

Sama sekali mereka tidak akan yakin, baik itu segala yang ada ini tercipta tanpa pencipta apalagi mereka menyakini mereka sebagai pencipta sesuatu yang ada ini.

Akal mereka akan mengatakan bahwa segala yang ada ini pasti ada yang menciptakan, sebagaimana Allāh katakan di dalam surat At Tur ayat 35. Ayat ini mengkisahkan seorang sahabat yang bernama Zubair bin Mut'im radhiyallāhu 'anhu,  ketika Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam membaca ayat tersebut sampai pada ayat,

أَمۡ خُلِقُواْ مِنۡ غَيۡرِ شَيۡءٍ أَمۡ هُمُ ٱلۡخَٰلِقُونَ ۞ أَمۡ خَلَقُواْ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضَۚ بَل لَّا يُوقِنُونَ ۞ أَمۡ عِندَهُمۡ خَزَآئِنُ رَبِّكَ أَمۡ هُمُ ٱلۡمُصَۜيۡطِرُونَ

_"Apakah mereka ini tercipta tanpa ada yang menciptakan? Apakah mereka itu (bahkan) merasa meyakini sebagai sang pencipta? Apakah mereka menciptakan langit dan bumi?"_

(QS. Ath-Thur: 35-37)

بَل لَّا يُوقِنُونَ

_Pasti mereka tidak akan meyakini itu semua._

Mereka tidak meyakini segala yang ada itu, tercipta tanpa pencipta, atau bahkan mereka meyakini dirinya adalah sang pencipta dan mereka juga tidak meyakini bahwa mereka yang menciptakan langit dan bumi.

Maka Zubair bin Mut'im saat itu yang masih musyrik mengatakan:

كاد قلبي أن يطير وذلك أول ما وقر الإيمان في قلبي

_"Hampir-hampir hatiku ini terbang, hampir-hampir jantungku itu lepas dan itulah awal iman menancap di dalam hatiku"_

Ayat yang memberikan gambaran logis, bagaimana akal manusia dibimbing oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla sebagaimana fithrahnya dan sebagaimana fungsi akal.

Bahwasanya akal akan menegaskan segala yang ada pasti ada yang mengadakan, sehingga segala ciptaan ini pasti ada yang menciptakan dan tidak mungkin sesuatu yang ada ini, ada dengan sendirinya.

Para pemirsa yang dirahmati Allāh Subhānahu wa Ta'āla. 

Maka seorang badui tidak susah ketika ditanya dalīl tentang adanya sang pencipta di balik alam semesta ini. 

Apa di antara kata mereka? 

Adanya kotoran unta pasti ada untanya, tidak mungkin ada kotoran unta tanpa ada untanya. 

Adanya bekas telapak kuda atau telapak unta, pasti ada kuda atau unta yang lewat.

Itu sesuatu yang sangat gampang, dengan akal yang sangat sederhana (sangat mudah) maka mereka betul-betul sangat bisa memahami tentang wujudnya Allāh Subhānahu wa Ta'āla. 

Adapun dalīl syari, bahwasanya kitāb-kitāb yang diturunkan Allāh Subhānahu wa Ta'āla,  dalīl-dalīl dari kitāb terdahulu maupun kitāb  Al Qur'ān Al Karīm semuanya menjelaskan tentang sang pencipta Allāh Rabbul'ālamīn dengan ayat-ayat yang sangat banyak.

Seperti di antaranya ayat Allāh. 

اللَّهُ خَالِقُ كُلِّ شَيْءٍ 

_"Allāh adalah pencipta segala sesuatu"_

(QS. Az-Zumar: 62)

• Dalīl Hissi 

Adapun dalīl hissi, dalīl kenyataan yang bisa diraba tentang wujud Allāh Subhānahu wa Ta'āla, seperti apa yang kita dengar dan apa yang kita lihat, dikabulkan doa orang yang berdoa, kemudian dihilangkannya kesulitan orang yang mengalami kesulitan. 

Ini merupakan  dalīl yang sangat tegas tentang adanya Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Seperti yang Allāh jelaskan bagaimana ketika Nuh berdoa, kemudian Allāh Subhānahu wa Ta'āla mengabulkan doa nabiyullāh Nuh agar kaumnya dihancurkan oleh Allāh tanpa tersisa.

Kemudian ketika Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam berdoa ketika perang Badar menghadapi pasukan Badar, dan Allāh mengabulkan doa Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam. 

Bagaimana ketika seorang Badui mereka mengalami kekeringan kemudian mereka mendatangi Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam, ketika itu beliau shallallāhu 'alayhi wa sallam sedang khutbah Jum'at. Arab Badui itu meminta agar Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam berdoa kepada Allāh, agar Allāh menurunkan hujan. Kemudia Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam pun berdoa lalu turunlah hujan. 

Kemudian turun hujan sampai membanjiri dan merusak yang ada. Kemudian Arab Badui itu kembali mendatangi Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam dan memohon agar beliau shallallāhu 'alayhi wa sallam berdoa kepada Allāh, agar Allāh menghentikan hujan. 

Maka dikabulkan doa-doa itu (semua), adalah bukti keberadaan Allāh Subhānahu wa Ta'āla. 

Sebagaimana juga tentang adanya berbagai macam muzijat-muzijat yang Allāh berikan kepada para nabiyullāh alayhishshalātu wassalām. Nabiyullāh Musa, nabiyullāh Muhammad, dan nabi-nabi yang ada.

Muzijat tongkat terbelahnya laut, tongkat menjadi ular, kemudian muzijat Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam dengan terbelahnya bulan. Ini semua termasuk wujud yang nyata. Bagaimana mereka dihadapkan dengan penegasan bahwa Allāh itu ada, wujud Allāh Subhānahu wa Ta'āla itu ada.

Inilah di antara yang menjadi beberapa dalīl tentang wujud Allāh Ta'āla baik secara dalīl, baik dalīl  fithrah, dalīl akal, dalīl syari' dan dalīl hissi atau dalīl kenyataan yang dilihat oleh manusia (disaksikan oleh manusia) sehingga setiap kita meyakini keberadaan Allāh baik secara fithrah maupun secara kenyataan. Apalagi dengan dalīl akal dan juga dalīl syari dan dalīl-dalīl yang ditunjukkan oleh wahyu.
 
Semoga bermanfaat. In syā Allāh kita lanjutkan pembahasan berikutnya, 


و صلى الله عليه وسلم الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم 
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته 

________________

DASAR-DASAR AQĪDAH ISLĀM

🌍 BimbinganIslam.com
📆 Kamis, 29 Syawwal 1442 H/10 Juni 2021 M
👤 Ustadz Afifi Abdul Wadud, BA
📗 Kitāb Syarhu Ushul Iman Nubdzah  Fīl 'Aqīdah (شرح أصول الإيمان نبذة في العقيدة)
🔊 Halaqah 04 : Dasar-dasar Aqīdah Islām (أسس العقيدة السلامية)

〰〰〰〰〰〰〰

*DASAR-DASAR AQĪDAH ISLĀM* 

بسم الله الرحمن الرحيم 
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
إن الحمد الله وصلاة وسلام على رسول الله وعلى آله واصحابه و من والاه، و لا حول ولا قوة إلا بالله اما بعد 


Sahabat BiAS, kaum muslimin rahīmani wa rahīmakumullāh.

In syā Allāh kita melanjutkan pembahasan dari Risalah Syarah Ushul Iman Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin rahimahullāhu ta'āla. 

Dan kita (in syā Allāh) masuk pada  pembahasan:

▪︎ Dasar-dasar Aqīdah Islām (أسس العقيدة السلامية)

Sebagaimana kita ketahui atau kita gambarkan bahwa Islām itu adalah aqīdah dan syari'ah, seperti yang digambarkan dalam sebuah ayat dengan penggambaran yang sangat indah.

Allāh Subhānahu wa Ta'āla berfirman: 

أَلَمْ تَرَ كَيْفَ ضَرَبَ ٱللَّهُ مَثَلًۭا كَلِمَةًۭ طَيِّبَةًۭ كَشَجَرَةٍۢ طَيِّبَةٍ أَصْلُهَا ثَابِتٌۭ وَفَرْعُهَا فِى ٱلسَّمَآءِ تُؤۡتِيٓ أُكُلَهَا كُلَّ حِينِۭ بِإِذۡنِ رَبِّهَاۗ

_"Tidakkah anda perhatikan bagaimana Allāh Subhānahu wa Ta'āla membuat tamsīl (perumpamaan) tentang kalimat thayyibah, kalimat iman kalimat islām seperti pohon yang baik. Pohon yang baik itu akarnya kuat, batang/cabangnya menjulang dan buah-buahannya lebat."_ 

(QS. Ibrahim: 24-25)

Para ulama menjelaskan secara singkat sebagaimana tamsīl pohon yang indah ini, ada akar, batang, cabang dan buah. Akar itulah yang ditempati oleh posisi aqīdah islām.

Posisi aqīdah adalah menempati akar, kemudian batang percabang ditempati oleh amal-amal shalih yang terangkat naik kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla dan buah-buahan itulah kebahagiaan yang dirasakan oleh seseorang pemilik aqīdah, pemilik iman serta akhlak al karimah yang bisa dirasakan oleh orang yang mereka bergaul (bermuamalah) dengan para pemilik aqīdah ini.

Para pemirsa rahīmaniy wa rahīmakumullāh.

Aqīdah ini meliputi semua hal yang wajib diyakini oleh seorang muslim, luas cakupan aqīdah, segala perkara yang diyakini yang wajib diyakini oleh setiap muslim.  

Tetapi aqīdah ini ada dasar-dasarnya, ada usus  (pokok-pokok/prinsip-prinsip) nya, aqīdah Islām itu dasarnya adalah apa yang terangkum di dalam اركان الإسلام (rukun iman) yaitu:

⑴ Beriman kepada Allāh. 
⑵ Beriman kepada malaikat.
⑶ Beriman kepada kitāb. 
⑷ Beriman kepada para rasul.
⑸ Beriman kepada hari akhir.
⑹ Beriman kepada takdir yang baik maupun yang buruk.

Dan dasar-dasar iman ini seperti tercantum dalam ayat Allāh Subhānahu wa Ta'āla:

لَّيْسَ ٱلْبِرَّ أَن تُوَلُّوا۟ وُجُوهَكُمْ قِبَلَ ٱلْمَشْرِقِ وَٱلْمَغْرِبِ وَلَـٰكِنَّ ٱلْبِرَّ مَنْ ءَامَنَ بِٱللَّهِ وَٱلْيَوْمِ ٱلْـَٔاخِرِ وَٱلْمَلَـٰٓئِكَةِ وَٱلْكِتَـٰبِ وَٱلنَّبِيِّـۧنَ

_"Bukankah hakikat kebaikan itu memalingkan wajah anda ke arah timur atau ke arah barat tapi hakikat kebaikan adalah orang yang mereka beriman kepada Allāh, hari akhir, malaikat, kitāb, nabi."_

(QS. Al-Baqarah: 177)

Dalam ayat ini, Allāh sebutkan tentang lima prinsip keimanan, Allāh, yaumil akhir, malaikat, kitāb, nabi. 

Mana takdirnya? 

Ada di dalam ayat,

 إِنَّا كُلَّ شَىْءٍ خَلَقْنَـٰهُ بِقَدَرٍۢ  

_"Segala sesuatu Kami ciptakan dengan takdir, dengan takaran atau ukuran dan kekuasaan Allāh Subhānahu wa Ta'āla"_

(QS. Al-Qamar: 49)

Dan dirangkum dalam satu hadīts ketika Jibrīl bertanya kepada Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam tentang iman.

Maka Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam mengatakan: 

اْلإِيْمَانِ : أَنْ تُؤْمِنَ بِاللهِ وَمَلاَئِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَتُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ.

_"Iman adalah anda beriman kepada Allāh, beriman kepada kitāb, malaikat, para rasul, hari akhir dan anda beriman kepada takdir yang baik dan takdir yang buruk."_

(HR. Muslim: 8)

Sedangkan pada kalimat iman kepada takdir yang baik dan yang buruk, Nabi mengulang lagi dengan kalimat وَتُؤْمِنَ .

Pada kalimat sebelumnya Nabi mengatakan أَنْ تُؤْمِنَ بِاللهِ, langsung

 وَمَلاَئِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ.

Tapi ketika dalam masalah takdir Nabi menekankan lagi

 وَتُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ.

Ini diantara faedahnya adalah untuk menegaskan lagi butuhnya keimanan yang ekstra, berkaitan dengan iman kepada takdir Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Dan di sini banyak yang tergelincir dalam masalah mengimani takdir Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Inilah diantara dasar-dasar keimanan yang wajib kita imani, sebelum kita membangun atau yang akan dibangun di atasnya. Seluruh aqīdah islām akan dibangun di atas seluruh syariat ajaran Islām ini.

Demikian, semoga bermanfaat. In syā Allāh kita lanjutkan pada pertemuan yang akan datang biidznillāh.

و صلى الله عليه وسلم الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم 
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته 

________________

RUKUN ISLĀM

🌍 BimbinganIslam.com
📆 Rabu, 28 Syawwal 1442 H/09 Juni 2021 M
👤 Ustadz Afifi Abdul Wadud, BA
📗 Kitāb Syarhu Ushul Iman Nubdzah  Fīl 'Aqīdah (شرح أصول الإيمان نبذة في العقيدة)
🔊 Halaqah 03 : Rukun Islām 

〰〰〰〰〰〰〰

*RUKUN ISLĀM* 

بسم الله الرحمن الرحيم 
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
إن الحمد الله وصلاة وسلام على رسول الله وعلى آله واصحابه و من والاه، و لا حول ولا قوة إلا بالله اما بعد 


Sahabat BiAS, kaum muslimin rahīmani wa rahīmakumullāh.

In syā Allāh  kita melanjutkan pembahasan dari 
Risalah Syarah Ushul Iman Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullāhu ta'āla. 

Dan kita masuk pada pembahasan:

▪︎ RUKUN-RUKUN ISLĀM (اركان الإسلام)

Arkānul Islām (اركان الإسلام) maknanya adalah pondasi, yang di atas pondasi inilah dibangun seluruh ajaran Islām. Dan berdasarkan hadīts Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam yang diriwayatkan oleh Imam Al Bukhāri.

Rukun Islām itu adalah lima.

بُنِيَ الإسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ {على أن يوحدالله} وفي رواية : شَهَادَةِ أَنْ لاَإِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ وَإِقَامِ الصَّلاَةِ وَإِيْتَاءِ الزَّكَاةِ, وَصَوْمِ رَمَضَانَ، وَحَجِّ الْبَيْتِ

"Islām dibangun di atas lima pondasi pertama adalah mentauhīdkan Allāh Subhānahu wa Ta'āla. Dalam riwayat yang lainnya شَهَادَةِ أَنْ لاَإِلَهَ إِلاَّ اللهُ dan  شَهَادَةِ أَنْ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ , kemudian shalat, kemudian zakat, kemudian puasa Ramadhān, kemudian haji."

(HR. Bukhari dan Muslim)

⑴ Rukun Pertama Syahadat

Adapun tentang syahadat,

 لاَإِلَهَ إِلاَّ اللهُ  مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ

Syahadat ini mengajarkan kepada kita keyakinan yang bulat yang diungkapkan dengan lisan, sehingga kita mengucapkan, 

أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُ الله

Seakan-akan dia menyaksikan dua syahadat itu, dia bulat menjadi saksi atas kandungan dua kalimat syahadat tersebut. Dan ini Allāh jadikan sebagai rukun yang pertama dari rukun Islām. 

Dimana orang yang mereka bersyahadat,

لاَإِلَهَ إِلاَّ اللهُ  مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ

Dua syahadat ini Allāh jadikan satu rukun, rukun yang pertama dalam rukun Islām karena agama kita tidak sah kecuali dengan dua syahadat ini.

Syahadat,

 لاَإِلَهَ إِلاَّ اللهُ  مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ

Dan amal kita tidak akan diterima oleh Allāh kecuali dengan dua syahadat ini, ikhlas dan ittiba' kepada Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam. 

Dan wajib kita bersyahadat dengan dua syahadat ini,

 لاَإِلَهَ إِلاَّ اللهُ  مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ 

Karena Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam menyampaikan risalah dari Allāh. Syahadat ini mempersaksikan ketuhanan Allāh Subhānahu wa Ta'āla. 

Bagaimana seorang hamba menyembah Allāh dan bagaimana menyembah Allāh itu harus dengan syariat yang diajarkan oleh Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam.

Sehingga syahadat لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ mengajarkan tauhīd agar kita memurnikan, penghambaan kita kepada Allāh dan syahadat مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ mengajarkan wajibnya kita ittiba', beragama dengan cara mengikuti apa yang diajarkan oleh Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bukan dengan bid'ah-bid'ah, bukan dengan perkara-perkara baru yang tidak pernah ada di dalam ajaran Islām.

Buah yang bisa dipetik dari syahadat ini adalah terbebasnya hati dari perbudakan kepada makhluk. Sehingga hanya diperhamba oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla dan itu fitrah manusia. Dan akan menjadikan seorang hanya ittiba' kepada Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bukan kepada yang lainnya.

⑵ Rukun Kedua Shalat 

Adapun shalat rukun yang kedua dari rukun Islām adalah penghambaan kepada Allāh dengan melakukan apa yang telah diajarkan oleh Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam tentang shalat ini dengan cara istiqamah.

Dia perhatian waktu dan pelaksanaannya sehingga dia tegakkan shalat sebagaimana yang diajarkan oleh Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam. 

Dan barangsiapa yang dia menegakkan shalat, dia lakukan dengan khusyuk, dia lakukan terus menerus, dia jaga rukun, wajibnya, sunnahnya, waktunya. Maka akan membuahkan انشراح الصدر (kelapangan dada) وقرة العين (kesejukan mata). Ini membuahkan kebahagiaan dalam kehidupan seorang dan akan menghindarkan seorang dari perbuatan الفحشاء و المنكر.

⑶ Rukun Ketiga Zakat

Adapun rukun yang ketiga adalah zakat, ini menghamba kepada Allāh dengan mencurahkan harta kita, mengeluarkan sebagian harta kita yang merupakan kewajiban yang berkaitan dengan harta untuk ditunaikan kepada orang yang berhak menerima dengan kadar yang telah ditentukan dalam syariat agama ini.

Dan apabila seorang menunaikan zakat dengan benar, sesuai dengan tuntunan yang diajarkan oleh Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam. Maka dengan zakat ini akan membuahkan  jiwa itu menjadi bersih dari akhlak-akhlak yang rendah seperti bakhil, demikian juga akan menutup hajat kebutuhan kaum muslimin.

⑷ Rukun Keempat Puasa Ramadhān 

Adapun puasa Ramadhān adalah beribadah kepada Allāh dengan melakukan puasa selama 30 atau 29 hari, dari sejak terbit fajar sampai tenggelam matahari dengan menahan diri dari melakukan pembatal-pembatal puasa dari sejak terbit fajar sampai tenggelamnya matahari.

Dan kalau orang betul-betul berpuasa dengannya yang benar maka akan menjadikan jiwa ini betul-betul sehat. Kemudian jiwa ini betul-betul menjadi jiwa yang dicintai oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Dia betul-betul akan senantiasa mencari keridhaan Allāh Subhānahu wa Ta'āla, terbiasa mencari keridhaan Allāh Subhānahu wa Ta'āla. Jiwanya akan bersih dengan meninggal apa yang dia sukai. 

Sehingga tidak menjadi pengekor hawa nafsu tetapi pengekor wahyu dan melatih keikhlasan karena ini termasuk ibadah yang lebih banyak disembunyikannya.

⑸ Rukun Kelima Haji 

Adapun haji sebagai pondasi yang kelima sebagai bentuk penghambaan kita kepada Allāh,  dimana kita menuju ke Kabah (Baitullāh) melakukan berbagai macam manasik haji yang telah diajarkan oleh Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam.

Dan apabila betul-betul orang ini berhaji dengan benar, maka akan mendidik jiwanya mencurahkan segala kesungguhan, baik yang berkaitan dengan harta. Karena haji dia mesti mengorbankan harta karena perjalanan jauh.

Kemudian juga mendidik badan untuk senantiasa taat kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla. Sehingga haji ini juga betul-betul termasuk diantara jihad fīsabilillāh karena dia korbankan harta, dia siapkan badan dia untuk menunaikan segala kewajiban haji.

Dan apabila seorang menunaikan haji dengan cara yang benar maka akan menjadikan umat ini, adalah umat yang bersih, umat yang benar-benar beragama semata-mata karena Allāh Subhānahu wa Ta'āla dan akan betul-betul membangun muamalah antar makhluk dengan cara adil dan penuh dengan kejujuran.

Inilah diantara beberapa faedah dan buah yang bisa kita petik ketika kita menegakkan syariat Islām atau rukun islām yang lima ini, dari tauhīdnya kemudian shalat, puasa, zakat, haji dan syarat ini, rukun Islām ini akan menjadi pondasi tegaknya semua syariat yang lainnya yang akan mewujudkan kebaikan, kehidupan ditengah-tengah manusia sehingga terhindar dari segala macam keburukan dan mewujudkan amal shalih yang sesungguhnya.

Demikian semoga bermanfaat, in syā Allāh kita lanjutkan pada pertemuan yang akan datang,  biidznillāh.

و صلى الله عليه وسلم الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم 
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته 

________________

DEFINISI AGAMA ISLĀM BAGIAN KEDUA

🌍 BimbinganIslam.com
📆 Selasa, 27 Syawwal 1442 H/08 Juni 2021 M
👤 Ustadz Afifi Abdul Wadud, BA
📗 Kitāb Syarhu Ushul Iman Nubdzah  Fīl 'Aqīdah (شرح أصول الإيمان نبذة في العقيدة)
🔊 Halaqah 02 : Definisi Agama Islām Bagian Kedua

〰〰〰〰〰〰〰

*DEFINISI AGAMA ISLĀM BAGIAN KEDUA*


بسم الله الرحمن الرحيم 
إن الحمد الله وصلاة وسلام على رسول الله وعلى آله واصحابه و من والاه، و لا حول ولا قوة إلا بالله اما بعد 


Sahabat BiAS, kaum muslimin rahīmani wa rahīmakumullāh.

Berjumpa lagi dalam silsilah kajian Risalah Syarah Ushul Iman Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin rahimahullāhu ta'āla. 

Setelah beliau menyampaikan muqaddimahnya maka beliau memasuki pembahasan yang pertama. 

Beliau ingin menjelaskan tentang:

▪︎ AGAMA ISLĀM (الدين الإسلامي).

Apa yang harus kita mengerti tentang poin-poin penting yang berkaitan dengan agama Islām ini. Karena jangan sampai seorang muslim tetapi tidak tahu hakikat ajaran agamanya.

Yang pertama beliau menegaskan bahwa agama Islām adalah :

الدين الذي بعث الله به محمدا ﷺ

_Islām adalah agama yang Allāh Subhānahu wa Ta'āla mengutus Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam dengan agama itu._

Dan agama ini Allāh jadikan sebagai penutup seluruh agama-agama yang pernah Allāh turunkan kepada para nabi dan rasul sebelumnya.

Dan Allāh Subhānahu wa Ta'āla menyempurnakan Islām ini untuk para hamba-Nya, sehingga sempurnalah nikmat Allāh. Dan Allāh Subhānahu wa Ta'āla hanya ridha dengan agama yang Allāh turunkan yaitu Islām. 

Dan Allāh tidak akan menerima agama apapun yang dibawa oleh seseorang selain Islām. Itulah diantara yang diungkapkan oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla di dalam beberapa ayat Allāh Ta'āla, bahwa Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam adalah adalah penutup para rasul.

وَلَٰكِن رَّسُولَ ٱللَّهِ وَخَاتَمَ ٱلنَّبِيِّۦنَ ۗ

_"Muhammad itu tidak lain adalah utusan dan penutup para nabi."_

(QS. Al Ahzab: 40)

Allāh Subhānahu wa Ta'āla berfirman:

ٱلْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ 

_"Dan Aku telah sempurnakan hari ini untuk kalian agama kalian._ 

وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِى

_Dan Aku telah cukupkan untuk kalian nikmat-Ku ini._

وَرَضِيتُ لَكُمُ ٱلْإِسْلَـٰمَ دِينًۭا ۚ 

_Dan Aku ridha Islām sebagai agama kalian."_

(QS. Al Māidah: 3)

Dan Allāh tidak menerima agama kecuali hanya Islām, karena Allāh hanya memiliki satu agama yaitu agama Islām. 

Allāh Subhānahu wa Ta'āla berfirman:

إِنَّ ٱلدِّينَ عِندَ ٱللَّهِ ٱلْإِسْلَـٰمُ 

_"Sesungguhnya agama yang ada di sisi Allāh hanyalah Islām."_ 

(QS. Āli Imrān: 19)

Dan barangsiapa mencari selain Islām sebagai agama maka tidak akan diterima oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla. 

Allāh Subhānahu wa Ta'āla berfirman: 

وَمَن يَبْتَغِ غَيْرَ ٱلْإِسْلَـٰمِ دِينًۭا فَلَن يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِى ٱلْـَٔاخِرَةِ مِنَ ٱلْخَـٰسِرِينَ

_"Barangsiapa mencari agama selain agama Islām, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi."_

(QS. Āli Imrān: 85)

Kemudian Allāh Subhānahu wa Ta'āla mewajibkan seluruh manusia untuk beragama dengan agama Islām ini.

Sehingga seruannya adalah:

قُلْ يَـٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ إِنِّى رَسُولُ ٱللَّهِ إِلَيْكُمْ جَمِيعًا 

_Katakanlah, "Wahai manusia sesungguhnya aku adalah utusan Allāh untuk kalian semua."_

(QS. Al Arāf: 158)

Artinya, agama ini wajib untuk diimani oleh setiap manusia yang bertemu dengan masa kerasulan Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam. 

Apabila seseorang bertemu dengan masa kerasulan Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam walaupun mereka sebelumnya merasa beriman kepada Nabiyullāh Musa atau Nabiyullāh Isa lalu tidak beriman kepada Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam maka mereka dikatakan kafir dan diancam sebagai penghuni neraka dan kekal di dalamnya.

Nabi kita bersabda di dalam hadīts shahīh di dalam Shahīh Muslim, dari shahabat Abu Hurairah radhiyallāhu 'anhu. 

Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda: 

وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ

_"Demi Allāh yang jiwa Muhammad ada di tangannya._

 لَا يَسْمَعُ بِي أَحَدٌ مِنْ هَذِهِ الْأُمَّةِ يَهُودِيٌّ وَلَا نَصْرَانِيٌّ

_Tidaklah seorangpun dari kalangan umat ini mendengar kerasulan-Ku baik itu Yahudi atau Nashrani._ 

ثُمَّ يَمُوتُ وَلَمْ يُؤْمِنْ بِالَّذِي أُرْسِلْتُ بِهِ 

_Kemudian dia mati dalam keadaan dia tidak beriman kepada risalah yang aku bawa._

إِلَّا كَانَ مِنْ أَصْحَابِ النَّار 

_Kecuali pasti dia akan menjadi penghuni neraka."_

(HR. Muslim: 153)

Dan mengimani Islām artinya membenarkan seluruh apa yang dibawa oleh Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam, membenarkan semua apa yang datang dalam Islām, dengan penerimaan, kelapangan dada, dan ketunduk patuhan. Tidak sekedar membenarkan tanpa adanya ketunduk patuhan terhadap isi kandungan ajarannya.

Oleh karena itu, walaupun Abu Thālib membenarkan Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam, membenarkan agama yang Beliau bawa tapi karena Abu Thālib tidak mengucapkan syahadat dan tidak tunduk patuh dengan kandungan ajaran Islām, maka Abu Thālib dikatakan kafir walaupun hatinya membenarkan ajaran Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam. 

Kemudian diantara karakter Ad Dīnul Islām, bahwa Islām ini adalah:

صالحا لكل زمان

_Islām ini layak (akan bagus) untuk seluruh waktu._

Islām ini layak untuk seluruh waktu dan tempat, karena Allāh menjadikan risalah ini, risalah penutup (akhir risalah).

Dulu Allāh menjadikan risalah para nabi hanya untuk kaumnya semata, tetapi risalah Islām adalah risalah akhir zaman. Sampai hari kiamat kelak, Allāh tidak akan menurunkan lagi risalah. Maka risalah ini sangat istimewa.

صالحا لكل زمانو مكان و أمة

_Risalah ini akan cocok disegala waktu, di semua tempat dan di segenap umat manapun._

Inilah yang disebutkan oleh Allāh di dalam banyak ayat tentang isi kandungan risalah tersebut. 

Yang dimaksud bahwa risalah ini adalah: صالحا لكل زمانو مكان و أمة , risalah ini cocok untuk setiap zaman, tempat dan umat. 

Barangsiapa yang berpegang teguh dengan risalah ini dengan cara yang benar maka akan menghasilkan kebaikan dan kebaikan, tidak akan muncul keburukan dengan menjalankan agama ini. 

Agama ini akan cocok disepanjang waktu disegala tempat dan di setiap umat yang melaksanakannya. Hanya akan menghasilkan kebaikan dan kebaikan.

Bukan maknanya cocok disegala tempat itu Islām tunduk kepada perkembangan zaman sehingga mereka dengan bebas mengubah-ubah ajaran Islām, sebagaimana pemikiran sebagian orang. Sehingga justru mereka banyak melakukan perubahan-
perubahan tentang Islām bahkan sebagian mereka mengingkari ini. Ini bukan seperti itu sifatnya.

Tapi siapapun yang mereka melaksanakan ajaran agama ini, maka hasilnya akan baik dan cocok di seluruh tempat, waktu dan umat.

Demikian pula bahwa Islām adalah agama yang haq. Barangsiapa yang berpegang teguh dengan agama ini dengan sebenar-benarnya dalam memegang agama ini. Allāh akan menolongnya dan Allāh akan mengunggulkan di atas seluruh agama yang lainnya.

Allāh menjanjikan kemenangan bagi agama ini yang Allāh di antaranya katakan:

هُوَ ٱلَّذِىٓ أَرْسَلَ رَسُولَهُۥ بِٱلْهُدَىٰ وَدِينِ ٱلْحَقِّ لِيُظْهِرَهُۥ عَلَى ٱلدِّينِ كُلِّهِۦ وَلَوْ كَرِهَ ٱلْمُشْرِكُونَ

_"Dialah (Allāh) yang telah mengutus para rasul-Nya dengan petunjuk dan agama yang haq untuk diunggulkan di atas seluruh agama, walaupun orang-orang musyrik membenci."_

(QS. At Taubah: 33)

Allāh juga menjanjikan kekhilafahan, kemudian keamanan dan kemudian menjanjikan kekokohan agama ini sebagaimana dalam surat An Nur dalam ayat 55. Dan agama ini adalah agama yang mencakup aqīdah dan juga syari'ah yang sempurna dalam perkara aqīdah dan syariatnya itu. 

√ Islām memerintahkan tauhīd dan melarang syirik.
√ Islām memerintahkan jujur dan melarang dusta.
√ Islām memerintahkan adil dan melarang berbuat zhalim.
√ Islām memerintahkan amanah dan melarang khianat.
√ Islām memerintahkan memenuhi janji dan melarang ingkar janji.
√ Islām memerintahkan birrul walidain (berbuat baik kepada orang tua) dan melarang  durhaka kepada orang tua.
√ Islām memerintahkan silaturahim kepada para kerabat dan melarang memutuskan silaturahim.
√ Islām memerintahkan berbuat baik kepada tetangga dan melarang berbuat buruk.

Secara umum Islām memerintahkan akhlak yang mulia, kepada binatang pun kita diperintahkan untuk berbuat baik.

In syā Allāh akan kita lanjutkan pembahasan-pembahasan berikutnya, kita cukupkan sekian dulu.


و صلى الله عليه وسلم الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم 
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته 

________________

DEFINISI AGAMA ISLĀM BAGIAN PERTAMA

🌍 BimbinganIslam.com
📆 Senin, 26 Syawwal 1442 H/07 Juni 2021 M
👤 Ustadz Afifi Abdul Wadud, BA
📗 Kitāb Syarhu Ushul Iman Nubdzah  Fīl 'Aqīdah (شرح أصول الإيمان نبذة في العقيدة)
🔊 Halaqah 01: Definisi Agama Islām Bagian Pertama

〰〰〰〰〰〰〰

*DEFINISI AGAMA ISLĀM BAGIAN PERTAMA*

بسم الله الرحمن الرحيم 
إن الحمد الله وصلاة وسلام على رسول الله وعلى آله واصحابه و من ولاه، و لا حول ولا قوة إلا بالله اما بعد 


Sahabat BiAS, kaum muslimin rahīmani wa rahīmakumullāh.

In syā Allāh, kita akan mengambil faedah dari sebuah risalah yang sangat mendasar dalam agama kita yaitu Risalah Nuqdatun Fil Aqīdah atau Syarah Ushul Iman.

Pembahasan yang berkaitan dengan pokok-pokok iman yang perlu kita ketahui bersama sebagai seorang muslim. Risalah ini adalah tulisan syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullāhu ta'āla. Salah seorang ulama besar di Saudi Arabia yang telah wafat. 

Kitāb atau risalah ini, secara khusus adalah penjelasan tentang أَرْكَانُ الإيْمَانِ (rukun-rukun iman), tetapi beliau memberikan beberapa muqaddimah yang perlu kita perhatikan, yang sangat penting untuk kita pahami bersama.

Kita akan mengawali dari muqaddimah yang beliau bawakan, sebelum beliau membawakan pembahasan dari bab ke bab. 

Pertama sebagaimana para ulama (biasanya para ulama) dalam mengantarkan risalahnya membawakan muqaddimah dalam bentuk pujian kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Kemudian penegasan tentang dua kalimat syahadat dan ini mengingatkan kepada kita prinsip yang sangat penting bagi seorang muslim, bahwa Islām ini hendaknya senantiasa tegak di atas aqidah yang lurus dan kehidupan kita senantiasa berdiri di atas prinsip Lā ilāha illallāh (لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ) dan Muhammad Rasūlullāh.

Kemudian beliau mengingatkan beberapa poin penting. Kenapa kita mesti belajar Tauhīd dan belajar Aqidah secara umum?

Karena tauhīd ini adalah اشرف العلوم  karena tauhīd adalah ilmu yang paling mulia, ilmu yang paling tinggi kedudukannya, ilmu yang paling wajib untuk kita cari (untuk kita ketahui). 

Karena ilmu ini berbicara tentang Allāh Subhānahu wa Ta'āla, berbicara tentang nama-nama dan sifat Allāh Subhānahu wa Ta'āla, berbicara tentang hak-hak Allāh yang harus kita penuhi.

Tauhīd ini adalah kunci yang mengantarkan kita kepada Allāh dan menjadi dasar tegaknya seluruh syariat agama Allāh Subhānahu wa Ta'āla. 

Oleh karena itu semua nabi dan rasul, dakwah mereka adalah mengajak kepada tauhīd, sebagaimana ayat yang sering kita dengar.

Allāh Subhānahu wa Ta'āla berfirman:

وَمَآ أَرْسَلْنَا مِن قَبْلِكَ مِن رَّسُولٍ إِلَّا نُوحِىٓ إِلَيْهِ أَنَّهُۥ لَآ إِلَـٰهَ إِلَّآ أَنَا۠ فَٱعْبُدُونِ

_"Dan tidaklah Kami utus sebelum engkau ya Muhammad, seorang rasul pun kecuali pasti Kami wahyukan kepadanya, bahwa tidak ada sesembahan yang haq yang berhak disembah kecuali Aku (Allāh) maka sembahlah oleh kalian Aku (Allāh Subhānahu wa Ta'āla)."_

(QS. Al-Anbiyya: 25) 
 
Dan diantara keagungan tauhīd, bahwa Allāh mempersaksikan dirinya tentang tauhīdnya.

شَهِدَ اللّهُ أَنَّهُ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ هُوَ ....

_"Allāh persaksikan bahwa tidak ada sesembahan yang sesungguhnya (sebenarnya) kecuali Allāh Subhānahu wa Ta'āla."_ 

(QS. Ali Imran: 18) 

Sehingga ketika kita tahu bahwa tauhīd adalah perkara yang sangat besar, perkara yang sangat agung, perkara yang sangat mendasar dalam agama kita. Maka sewajibnya setiap muslim memiliki perhatian yang sangat besar dalam masalah pemahaman tauhīd.

Belajar tauhīd, mengajarkan tauhīd,  mentadabburi makna-makna tauhīd, memiliki keyakinan-keyakinan yang benar tentang tauhīd yang tegak di atas dasar yang selamat, dan agama tegak di atas azas-azas tauhīd tersebut. 

Dan seorang muslim hendaklah dia betul-betul memiliki ketundukan (kepatuhan) terhadap aqidah tauhīdnya, sehingga akan membuahkan kebahagiaan dunia dan akhirat nya.

Para pemirsa ini adalah muqaddimah yang perlu kita pahami, kenapa kita belajar tauhīd dan belajar aqidah secara umum. Karena ini adalah perkara yang sangat tertuntut dalam kehidupan seorang muslim.

In syā Allāh, akan kita lanjutkan pembahasan-pembahasan berikutnya. Kita cukupkan sekian dulu.

وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم 
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته 

________________

UCAPAN SELAMAT PADA HARI RAYA IED

🌍 BimbinganIslam.com
📆 Senin, 28 Ramadhān 1442 H/ 10 Mei 2021 M
👤 Ustadz Riki Kaptamto, Lc 
📗 Kitāb Ahkāmul ‘Idaini Fis Sunnatil Muthahharah (Meneladani Rasūlullāh ﷺ Dalam Berpuasa dan Berhari Raya)
🔊 Halaqah 10 : Ucapan Selamat Pada Hari Raya Ied
〰〰〰〰〰〰〰

*UCAPAN SELAMAT PADA HARI RAYA IED*


بسم الله الرحمن الرحيم 
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته 
الحمد لله ربّ العالمين والصلاة والسلام على عبد الله و رسوله نبينا محمد وعلى آله وأصحابه أجمعين، اما بعد


Kaum muslimin dan muslimat rahīmani wa rahīmakumullāh. 

Di hari Iedul Fithri yang mulia seluruh kaum muslimin tentunya berbahagia, mereka mendapatkan karunia dari Allāh Subhānahu wa Ta'āla yang begitu besar dengan diizinkannya untuk bisa kembali menikmati makanan dan minuman di siang hari.

Dan dengan adanya ibadah-ibadah agung yang Allāh Subhānahu wa Ta'āla syari'atkan di malam atau di hari Iedul Fithri tersebut, maka ungkapan kebahagiaan yang diucapkan oleh seorang muslim ketika bertemu dengan muslim yang lain di hari Iedul Fithri, selepas mereka menunaikan shalat Iedul Fithri adalah diantaranya ucapan satu dengan yang lain:

 تَقَبَّلَ اللّهُ مِنَّا وَ مِنْكُم 

_“Semoga Allāh menerima dari kami dan dari kalian."_

Hal ini merupakan suatu ungkapan yang biasa diucapkan oleh sebagian salaf kepada saudaranya ketika bertemu (berjumpa) di hari Iedul Fithri.

Sebagaimana hal ini dikemukakan oleh Syaikhul Ibnu Taimiyyah rahimahullāhu ta'āla, beliau mengatakan:

أَمَّا التَّهْنِئَةُ يَوْمَ الْعِيدِ يَقُولُ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ إذَا لَقِيَهُ بَعْدَ صَلاةِ الْعِيدِ : تَقَبَّلَ اللَّهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ , وَأَحَالَهُ اللَّهُ عَلَيْك , وَنَحْوُ ذَلِكَ , فَهَذَا قَدْ رُوِيَ عَنْ طَائِفَةٍ مِنْ الصَّحَابَةِ أَنَّهُمْ كَانُوا يَفْعَلُونَهُ وَرَخَّصَ فِيهِ , الأَئِمَّةُ , كَأَحْمَدَ وَغَيْرِهِ

_"Bahwasannya tahniah yaitu saling memberikan selamat di hari Iedul Fithri dengan mengatakan: تَقَبَّلَ اللّهُ مِنَّا وَ مِنْكُم atau وَأَحَالَهُ اللَّهُ عَلَيْك , atau ucapan-ucapan lain yang biasa dikemukakan di hari Iedul Fithri, yang seperti ini kata beliau telah diriwayatkan dari sebagian shahabat. Di mana para shahabat melakukan hal itu dan para 'aimah yaitu para ulama juga memberikan ķepada kita rukhshah di dalam bolehnya mengucapkan ucapan-ucapan selamat di hari Iedul Fithri, contohnya seperti Imam Ahmad dan yang lainnya."_

لَكِنْ قَالَ أَحْمَدُ : أَنَا لا أَبْتَدِئُ أَحَدًا , فَإِنْ ابْتَدَأَنِي أَحَدٌ أَجَبْته 

_"Adapun saya, maka saya tidak akan memulai memberikan ucapan namun apabila ada orang yang memberikan ucapan kepada saya maka saya akan ikut menjawabnya."_

وَذَلِكَ لأَنَّ جَوَابَ التَّحِيَّةِ وَاجِبٌ , وَأَمَّا الابْتِدَاءُ بِالتَّهْنِئَةِ فَلَيْسَ سُنَّةً مَأْمُورًا بِهَا 

_Yang demikian itu dikarenakan, kalau dalam rangka menjawab, menjawab ucapan doa maka itu hukumnya wajib. Adapun memulai untuk mengucapkan selamat maka ini bukan termasuk sebuah sunnah yang kita diperintahkan, yaitu tidak ada perintah dalam masalah tersebut."_

Namun saja memang itu yang biasa dilakukan oleh sebagian salaf dan tidak mengapa dilakukan.

وَلا هُوَ أَيْضًا مَا نُهِيَ عَنْهُ

_Dan tidak juga dilarang. Tidak diperintah, tidak dilarang, dalam artian kita diberikan kebebasan di dalam melakukannya atau tidak melakukannya._

فَمَنْ فَعَلَهُ فَلَهُ قُدْوَةٌ 

_Maka barangsiapa melakukannya, dia memiliki qudwah dalam hal itu._

وَمَنْ تَرَكَهُ فَلَهُ قُدْوَةٌ . وَاَللَّهُ أَعْلَمُ
 
_Dan barangsiapa tidak melakukan dia memiliki qudwah, di dalam hal tersebut. Wallāhu Ta'āla A'lam._

Oleh karena itu, kaum muslimin dan muslimat rahīmani wa rahīmakumullāh. 

Tidaklah mengapa untuk saling memberikan ucapan selamat di hari Iedul Fithri dan lebih baiknya mereka saling mengucapkan di antara sesama mereka:

تَقَبَّلَ اللّهُ مِنَّا وَ مِنْكُم 

_"Semoga Allāh menerima amalan ibadah dari saya dan juga dari kamu."_

Ini merupakan sebuah do'a, sebuah do'a dari seorang muslim kepada saudaranya, juga kepada dirinya sendiri, berharap agar amalan-amalan ibadah yang mereka lakukan di bulan Ramadhān dan di hari Iedul Fithri diterima oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Ucapan selamat ini lebih baik dibandingkan ucapan selamat yang lain, seperti sekedar mengucapkan: كل عام وانتم بخير , atau yang semisal, yang seperti itu tentunya yang lebih baik adalah ucapan: تَقَبَّلَ اللّهُ مِنَّا وَ مِنْكُم.

Demikian pembahasan pada halaqah kita kali ini. 

Semoga bermanfaat.

وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه  وسلم
والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته 

____________________

TATA CARA SHALAT IED DAN BEBERAPA KETENTUANNYA

🌍 BimbinganIslam.com
📆 Sabtu, 26 Ramadhān 1442 H/ 08 Mei 2021 M
👤 Ustadz Riki Kaptamto, Lc 
📗 Kitāb Ahkāmul ‘Idaini Fis Sunnatil Muthahharah (Meneladani Rasūlullāh ﷺ Dalam Berpuasa dan Berhari Raya)
🔊 Halaqah 09: Tata Cara Shalat Ied dan Beberapa Ketentuannya

〰〰〰〰〰〰〰

*TATA CARA SHALAT IED DAN BEBERAPA KETENTUANNYA*

بسم الله الرحمن الرحيم 
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته 
الحمد لله ربّ العالمين والصلاة والسلام على عبد الله و رسوله نبينا محمد وعلى آله وأصحابه أجمعين، اما بعد


Kaum muslimin dan muslimat rahīmani wa rahīmakumullāh. 

Shalat Ied merupakan sebuah sunnah yang diajarkan oleh Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam kepada kita dan disyari'atkan oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla untuk dilaksanakan oleh kaum muslimin di hari Iedul Fithri dan Iedul Adha.

Oleh karena itu pada halaqah kita kali ini, kita akan membahas secara singkat tata cara pelaksanaan shalat Iedul Fithri maupun Iedul Adha.

Kaum muslimin dan muslimat rahīmani wa rahīmakumullāh. 

Pertama yang harus kita ketahui adalah shalat Ied terdiri dari dua raka'at (dilakukan sebanyak dua raka'at) secara berjama'ah.

Hal ini sebagaimana telah diriwayatkan oleh para sahabat dari Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam di dalam perbuatan beliau ketika mengerjakan shalat Ied. 

Kemudian yang perlu kita ketahui bahwasanya di raka'at pertama, maka disunnahkan untuk mengucapkan 7 (tujuh) kali takbir, sedangkan di raka'at yang kedua adalah 5 (lima) kali takbir tanpa menghitung takbir perpindahan dari sujud ke berdiri. Yaitu ketika sudah berdiri di raka'at kedua, mengucapkan takbir 5 (lima) kali.

الله أكبر..... الله أكبر..... الله أكبر...... الله أكبر.....  الله أكبر

Terus sampai 5 (lima) kali. 

Adapun di raka'at yang pertama, maka mengucapkannya sebanyak 7 (tujuh) kali. Hal ini sebagaimana yang diucapkan atau diceritakan oleh 'Aisyah radhiyallāhu ta'ala 'anhā.

Beliau mengatakan: 

أَنَّ رَسُوْلُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم كَانَ يُكَبِّرُ فِي الْفِطْرِ وَالأَضْحَى : فِي الأُولَى سَبْعً تَكْبِيرَانِ، وَفِي الثَانِيَةِ خَمْسًاسِوَى تَكْبِيْرَتَيْ الرُّكُوْعِ

_"Sesungguhnya Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bertakbir dalam shalat Idul Fithri dan Idul Adha, pada raka'at pertama sebanyak tujuh kali dan raka'at kedua lima kali, selain dua takbir ruku."_

(Hadīts shahīh  riwayat Abū Dawud  nomor 1150, Ibnu Mājah nomor 1280) 

Dan kebanyakan ulama menjelaskan bahwasanya takbir 7 (tujuh) kali di raka'at pertama dan takbir 5 (lima) kali di raka'at kedua termasuk perkara yang disunnahkan dalam shalat Iedul Fithri maupun Iedul Adha.

Dan sebagian ulama menjelaskan bahwasanya 7 (tujuh) kali takbir di raka'at pertama tersebut adalah selain dari takbiratul ihram. Wallāhu ta'āla a'lam. 

Kemudian di dalam bertakbir, para ulama menjelaskan bahwasanya tidak ada sebuah riwayat yang mengisahkan bahwasanya Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam mengangkat kedua tangannya ketika takbir-takbir di dalam shalat Ied.  

Namun mengangkat kedua tangan ketika takbir shalat Ied tersebut memang dilakukan oleh Ibnu Umar radhiyallāhu 'anhum sebagaimana hal itu dijelaskan oleh beberapa ulama di antaranya adalah Ibnul Qayyim.

Oleh karena itu dalam masalah mengangkat kedua tangan, maka disitu seorang apabila memang meyakini bahwasanya Abdullāh bin Umar melakukan  hal tersebut karena memang ada sunnahnya dari Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam yang beliau ketahui maka tidak mengapa dia mengikuti pendapat itu.

Dan bagi siapa yang dia tidak mengangkat kedua tangannya pun tidak mengapa. Wallāhu ta'āla a'lam. 

Kemudian setelah selesai dari bertakbir atau diantara takbir-takbir tersebut maka para ulama menjelaskan bahwasanya memang tidak diriwayatkan dari Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam sebuah dzikir tertentu diantara takbir, namun ada sebuah riwayat dari Ibnu Mas'ūd radhiyallāhu 'anhu bahwasanya beliau mengatakan bahwa diantara setiap takbir ada pujian kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla dan sanjungan kepada Nya.

Yaitu diriwayatkan dari Ibnu Mas'ūd bahwasanya beliau mengatakan disunnahkan untuk memuji dan menyanjung Allāh diantara takbir-takbir Iedul Fithri dan di dalam shalat Ied.

Namun, apakah hal tersebut diriwayatkan dari Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam? 

Maka Imam Ibnul Qayyim rahīmahullāh mengatakan: 

كان صلَّى اللهُ عليهِ وسلَّمَ يسكت بين كل تكبيرتين سكتة يسيرة

_"Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam beliau diam sesaat diantara dua takbir_
 
ولم يحفظ عنه ذكر معين بين التكبيرات

_Namun tidak ada suatu riwayat yang dinisbatkan kepada beliau shallallāhu 'alayhi wa sallam yang menyebutkan bahwasanya ada dzikir tertentu di antara takbir-takbir tersebut."_

Oleh karena itu dalam masalah tersebut maka seorang apabila dia tidak membaca suatu dzikir tertentu diantara takbir maka tidak mengapa dan itulah yang dhahir dari shalatnya Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam. Yang seandainya dia di dalam menunggu takbir berikutnya dia memuji Allah maka hal itu pun telah datang riwayatnya dari Abdullāh bin Mas'ūd radhiyallāhu 'anhu. Wallāhu ta'āla a'lam. 

Kaum muslimin dan muslimat rahīmani wa rahīmakumullāh. 

Kemudian apabila telah selesai bertakbir maka seorang muslim dia memulai membaca surat Al Fathimah dilanjutkan dengan membaca beberapa surat di antaranya datang riwayat, disebutkan bahwasanya Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam membaca surat Qaf di raka'at pertama dan diraka'at berikutnya beliau membaca surat Al Qamar (ٱقۡتَرَبَتِ ٱلسَّاعَةُ وَٱنشَقَّ ٱلۡقَمَرُ). 

Dan terkadang beliau membaca surat Al -A'la (سَبِّحِ ٱسۡمَ رَبِّكَ ٱلۡأَعۡلَى) di raka'at yang pertama kemudian di raka'at yang kedua beliau membaca surat Al Ghashiyyah (هَلۡ أَتَىٰكَ حَدِيثُ ٱلۡغَٰشِيَةِ). Maka disunnahkan membaca surat-surat tersebut di dalam shalat Iedul Fithri maupun shalat Iedul Adha.

Adapun gerakan-gerakan yang lainnya di dalam shalat Iedul Fithri dan shalat Iedul Adha, maka secara umum sama dengan gerakan pada shalat-shalat yang sudah kita ketahui. Yang membedakan hanya jumlah takbir (7 takbir pada raka'at pertama dan 5 takbir pada raka'at kedua).

Dan apabila seseorang tertinggal dari melakukan shalat Iedul Fithri secara berjama'ah, maka mayoritas ulama menyebutkan bahwasanya dia dianjurkan untuk melakukan shalat Ied tersebut dua raka'at di rumah dengan tata cara shalat yang sama ketika dilakukan secara berjama'ah yaitu di raka'at pertama dengan 7 (tujuh) takbir (menambah 7 kali takbir) dan di raka'at yang kedua dia menambah 5 (lima) kali takbir.

Ini sebagaimana telah dijelaskan oleh para ulama di dalam masalah tersebut bagi orang yang dia tertinggal atau terlewat dari shalat Iedul Fithri atau bahkan seorang yang memang dia sengaja untuk tidak shalat Iedul Fithri. Seperti seorang perempuan yang dia shalat Iedul Fithri di rumahnya. Wallāhu ta'āla a'lam. 

Dan kita perlu mengetahui bahwasanya takbir tambahan yang ada pada shalat Iedul Fithri hukumnya sunnah dalam artian mustahab (dianjurkan saja) tidak sampai kepada derajat wajib. Oleh karena seandainya seorang dia shalat Iedul Fithri dengan tidak menambah adanya 7 (tujuh) kali takbir di raka'at pertama atau 5 (lima) kali takbir di raka'at kedua maka shalat Iednya tetap sah. Karena dia hanya meninggalkan suatu perkara yang disunnahkan di dalam shalatnya.

Namun tentunya apabila itu dia lakukan karena sengaja dia termasuk menyelisihi sunnah Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam yaitu perbuatan Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam di dalam mengerjakan  shalat Iedul Fithri. 

Maka alangkah baiknya dia tetap mengerjakan shalat Iedul Fithri sebagaimana Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam mengerjakannya dengan menambah 7 (tujuh) kali takbir di raka'at pertama dan 5 (lima) kali takbir di raka'at kedua.

Kaum muslimin dan muslimat rahīmani wa rahīmakumullāh. 

Kemudian setelah seorang muslim selesai dari shalat Iedul Fithri berjama'ah bersama kaum muslimin lainnya, maka disunnahkan untuk melakukan khutbah Jum'at bagi imam. Oleh karena itu shalat Iedul Fithri itu dilakukan sebelum khutbah.

Berbeda dengan shalat Jum'at, di mana shalat Jum'at khutbah itu dilakukan sebelum shalat Jum'at namun pada saat shalat Iedul fithri,  shalat terlebih dahulu kemudian khutbah. Dan hukum khutbah tersebut adalah sunnah bagi kaum muslimin untuk mendengarkannya, dalam artian mereka diberikan pilihan apakah ingin tetap duduk mendengar khutbah Iedul Fithri atau mereka langsung pulang ketika selesai shalat tanpa mendengarkan khutbah Ied. 

Hal ini sebagaimana diriwayatkan dari Abū Said Al Khudri radhiyallāhu ta'ala 'anhu. 

Beliau mengatakan: 

كان النبي صلى الله عليه وسلم يخرج يوم أعيد و الأضحي الى المصلى

_"Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam keluar menuju mushala pada hari Iedul Fithri dan Iedul Adha, maka yang pertama kali beliau lakukan adalah mengerjakan shalat kemudian setelah itu beliau berpaling dan berdiri menghadap manusia."_

Ketika itu manusia duduk di shaf-shaf mereka, maka beliau shallallāhu 'alayhi wa sallam memberikan nasehat dan wejangan kepada mereka. 

Dari situ kita mengetahui bahwasanya khutbah dilakukan terlebih dahulu sebelum shalat Iedul Fithri dan beliau shallallāhu 'alayhi wa sallam juga mengatakan kepada sahabat ketika itu beliau shallallāhu 'alayhi wa sallam mengatakan:

إنَّا نخطُبُ، فمَن أحبَّ أن يجلِسَ للخُطبةِ فلْيجلِسْ، ومَن أحبَّ أن يُذهِبَ فليَذهَبْ

_"Sesungguhnya aku akan berkhutbah, barangsiapa yang ingin untuk tetap duduk mendengarkan khutbah silahkan tetap duduk dan barangsiapa dia ingin segera pulang (pergi) maka silahkan pergi."_

(Hadīts shahīh riwayat Abū Dawud nomor 1155).

Hal ini menunjukkan bahwasanya boleh bagi seseorang yang dia telah menyelesaikan shalat Iedul Fithri untuk langsung pulang tidak mendengarkan khutbah Iedul Fithri. Karena mendengarkan khutbah Iedul Fithri adalah termasuk perkara sunnah (hal yang dianjurkan) tidak diwajibkan. Wallāhu ta'āla a'lam. 

Demikian pembahasan seputar tata cara pelaksanaan shalat Iedul Fithri dan khutbah Iedul Fithri yang dimana keduanya ini merupakan hal yang dianjurkan ketika seorang muslim atau kaum muslimin berada di hari Iedul Fithri.

Semoga ini bermanfaat.

وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه  وسلم
والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته 

____________________

Kajian

IMAN TERHADAP WUJUD ALLĀH

🌍 BimbinganIslam.com 📆 Jum'at, 30 Syawwal 1442 H/11 Juni 2021 M 👤 Ustadz Afifi Abdul Wadud, BA 📗 Kitāb Syarhu Ushul Iman Nubdzah  Fī...

hits