Sabtu, 12 Juni 2021

IMAN TERHADAP WUJUD ALLĀH

🌍 BimbinganIslam.com
📆 Jum'at, 30 Syawwal 1442 H/11 Juni 2021 M
👤 Ustadz Afifi Abdul Wadud, BA
📗 Kitāb Syarhu Ushul Iman Nubdzah  Fīl 'Aqīdah (شرح أصول الإيمان نبذة في العقيدة)
🔊 Halaqah 05 : Iman Terhadap Wujud Allāh 

〰〰〰〰〰〰〰

*IMAN TERHADAP WUJUD ALLĀH*

بسم الله الرحمن الرحيم 
إن الحمد الله وصلاة وسلام على رسول الله وعلى آله واصحابه و من والاه، و لا حول ولا قوة إلا بالله اما بعد 


Sahabat BiAS, kaum muslimin rahīmani wa rahīmakumullāh.

In syā Allāh  kita melanjutkan pembahasan dari Risalah Syarah Ushul Iman Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin rahimahullāhu ta'āla. 

Kita masuk pada pembahasan:

▪︎ BERIMAN KEPADA ALLĀH (الإيمان بالله تعال)

Iman kepada Allāh meliputi :

⑴ Iman kepada Wujud Allāh Ta'āla. 
⑵ Iman kepada Rububiyyah Allāh Ta'āla.
⑶ Iman kepada Uluhiyyah Allāh Ta'āla.
⑷ Iman kepada Asma dan shifat Allāh Ta'āla.

In syā Allāh, kita akan membahas satu persatu apa yang mesti kita imani tentang Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Kita akan awali iman kepada Allāh dengan mengimani wujud Allāh Subhānahu wa Ta'āla. Mengimani tentang wujud Allāh, ditunjukkan oleh dalīl fitrah, dalīl akal, dalīl syari' maupun dalīl hissi (dalīl kenyataan).

Dalīl fitrah bahwa setiap makhluk hidup difitrahkan oleh Allāh, mengimani sang pencipta tanpa pakai memikir, tanpa pakai pembelajaran, dan tidak ada yang bisa memalingkan dari fitrah ini.

Sebagaimana Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam menyebutkan tentang fitrah yang lurus,

مَا مِنْ مَوْلُودٍ إِلاَّ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ

_"Tidaklah setiap yang lahir kecuali dilahirkan di atas fithrah, kedua orang tuanya lah yang menjadikan anak ini yahudi atau nashrani atau majusi."_

(Hadīts riwayat Al Bukhāri) 

Dan Nabi tidak menyebutkan  أويسلمنيه atau yang menjadikan dia Islām, karena fithrah mereka adalah Islām, lurus, selamat. Adapun penyimpangan-penyimpangan menjadi yahudi, nashrani,  atau majusi itu adalah di antara dampak dari pendidikan atau pengaruh lingkungan. Sehingga menyimpang dari fitrahnya.

• Dalīl Fithrah

Termasuk di antara dalīl fithrah adalah apabila ada seorang anak anda tempeleng kemudian anak itu menangis dan anda mengatakan  kepada anak tersebut, "Kenapa kamu menangis?" Anak itu menjawab, "Karena ditempeleng anda". Kemudian anda mengatakan, "Tidak ada yang menempeleng kamu". Anak itu tidak akan terima, karena fithrahnya ada tempelengan dan pasti ada yang menempeleng.

Demikian pula fithrahnya manusia, ada ciptaan pasti ada yang menciptakan. Ini adalah dalīl fithrah yang ada pada setiap diri manusia.

• Dalīl Akal 

Adapun dalīl akal, bahwasanya akal manusia berkaitan dengan wujud Allāh Subhānahu wa Ta'āla sesuatu yang ada, ini pasti ada yang mendahuluinya, pasti ada yang mengadakannya. Adanya ciptaan ini pasti ada yang menciptakannya, ini sesuatu yang sangat logis. 

Akal manusia demikian, mereka akan berbicara, mereka akan mengingkari. Secara akal bahwasanya sesuatu itu tercipta dengan sendirinya, tercipta tanpa ada yang menciptakan. Ini adalah sesuatu yang didengar oleh akal manusia.

Oleh karena itu di antara ayat yang sangat mengagungkan, yang menjadikan sebab salah seorang sahabat masuk ke dalam Islām adalah firman Allāh Subhānahu wa Ta'āla,

أَمۡ خُلِقُوا۟ مِنۡ غَیۡرِ شَیۡءٍ أَمۡ هُمُ ٱلۡخَـٰلِقُونَ

_"Apakah mereka tercipta tanpa sesuatu, maksudnya tercipta dengan sendirinya tanpa ada yang menciptakan sama sekali?"_

(QS. Ath-Thur: 35)

أَمۡ هُمُ ٱلۡخَـٰلِقُونَ

_Apakah mereka yakin, bahwa mereka adalah yang menciptakan segala yang ada itu?_

Sama sekali mereka tidak akan yakin, baik itu segala yang ada ini tercipta tanpa pencipta apalagi mereka menyakini mereka sebagai pencipta sesuatu yang ada ini.

Akal mereka akan mengatakan bahwa segala yang ada ini pasti ada yang menciptakan, sebagaimana Allāh katakan di dalam surat At Tur ayat 35. Ayat ini mengkisahkan seorang sahabat yang bernama Zubair bin Mut'im radhiyallāhu 'anhu,  ketika Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam membaca ayat tersebut sampai pada ayat,

أَمۡ خُلِقُواْ مِنۡ غَيۡرِ شَيۡءٍ أَمۡ هُمُ ٱلۡخَٰلِقُونَ ۞ أَمۡ خَلَقُواْ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضَۚ بَل لَّا يُوقِنُونَ ۞ أَمۡ عِندَهُمۡ خَزَآئِنُ رَبِّكَ أَمۡ هُمُ ٱلۡمُصَۜيۡطِرُونَ

_"Apakah mereka ini tercipta tanpa ada yang menciptakan? Apakah mereka itu (bahkan) merasa meyakini sebagai sang pencipta? Apakah mereka menciptakan langit dan bumi?"_

(QS. Ath-Thur: 35-37)

بَل لَّا يُوقِنُونَ

_Pasti mereka tidak akan meyakini itu semua._

Mereka tidak meyakini segala yang ada itu, tercipta tanpa pencipta, atau bahkan mereka meyakini dirinya adalah sang pencipta dan mereka juga tidak meyakini bahwa mereka yang menciptakan langit dan bumi.

Maka Zubair bin Mut'im saat itu yang masih musyrik mengatakan:

كاد قلبي أن يطير وذلك أول ما وقر الإيمان في قلبي

_"Hampir-hampir hatiku ini terbang, hampir-hampir jantungku itu lepas dan itulah awal iman menancap di dalam hatiku"_

Ayat yang memberikan gambaran logis, bagaimana akal manusia dibimbing oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla sebagaimana fithrahnya dan sebagaimana fungsi akal.

Bahwasanya akal akan menegaskan segala yang ada pasti ada yang mengadakan, sehingga segala ciptaan ini pasti ada yang menciptakan dan tidak mungkin sesuatu yang ada ini, ada dengan sendirinya.

Para pemirsa yang dirahmati Allāh Subhānahu wa Ta'āla. 

Maka seorang badui tidak susah ketika ditanya dalīl tentang adanya sang pencipta di balik alam semesta ini. 

Apa di antara kata mereka? 

Adanya kotoran unta pasti ada untanya, tidak mungkin ada kotoran unta tanpa ada untanya. 

Adanya bekas telapak kuda atau telapak unta, pasti ada kuda atau unta yang lewat.

Itu sesuatu yang sangat gampang, dengan akal yang sangat sederhana (sangat mudah) maka mereka betul-betul sangat bisa memahami tentang wujudnya Allāh Subhānahu wa Ta'āla. 

Adapun dalīl syari, bahwasanya kitāb-kitāb yang diturunkan Allāh Subhānahu wa Ta'āla,  dalīl-dalīl dari kitāb terdahulu maupun kitāb  Al Qur'ān Al Karīm semuanya menjelaskan tentang sang pencipta Allāh Rabbul'ālamīn dengan ayat-ayat yang sangat banyak.

Seperti di antaranya ayat Allāh. 

اللَّهُ خَالِقُ كُلِّ شَيْءٍ 

_"Allāh adalah pencipta segala sesuatu"_

(QS. Az-Zumar: 62)

• Dalīl Hissi 

Adapun dalīl hissi, dalīl kenyataan yang bisa diraba tentang wujud Allāh Subhānahu wa Ta'āla, seperti apa yang kita dengar dan apa yang kita lihat, dikabulkan doa orang yang berdoa, kemudian dihilangkannya kesulitan orang yang mengalami kesulitan. 

Ini merupakan  dalīl yang sangat tegas tentang adanya Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Seperti yang Allāh jelaskan bagaimana ketika Nuh berdoa, kemudian Allāh Subhānahu wa Ta'āla mengabulkan doa nabiyullāh Nuh agar kaumnya dihancurkan oleh Allāh tanpa tersisa.

Kemudian ketika Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam berdoa ketika perang Badar menghadapi pasukan Badar, dan Allāh mengabulkan doa Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam. 

Bagaimana ketika seorang Badui mereka mengalami kekeringan kemudian mereka mendatangi Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam, ketika itu beliau shallallāhu 'alayhi wa sallam sedang khutbah Jum'at. Arab Badui itu meminta agar Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam berdoa kepada Allāh, agar Allāh menurunkan hujan. Kemudia Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam pun berdoa lalu turunlah hujan. 

Kemudian turun hujan sampai membanjiri dan merusak yang ada. Kemudian Arab Badui itu kembali mendatangi Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam dan memohon agar beliau shallallāhu 'alayhi wa sallam berdoa kepada Allāh, agar Allāh menghentikan hujan. 

Maka dikabulkan doa-doa itu (semua), adalah bukti keberadaan Allāh Subhānahu wa Ta'āla. 

Sebagaimana juga tentang adanya berbagai macam muzijat-muzijat yang Allāh berikan kepada para nabiyullāh alayhishshalātu wassalām. Nabiyullāh Musa, nabiyullāh Muhammad, dan nabi-nabi yang ada.

Muzijat tongkat terbelahnya laut, tongkat menjadi ular, kemudian muzijat Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam dengan terbelahnya bulan. Ini semua termasuk wujud yang nyata. Bagaimana mereka dihadapkan dengan penegasan bahwa Allāh itu ada, wujud Allāh Subhānahu wa Ta'āla itu ada.

Inilah di antara yang menjadi beberapa dalīl tentang wujud Allāh Ta'āla baik secara dalīl, baik dalīl  fithrah, dalīl akal, dalīl syari' dan dalīl hissi atau dalīl kenyataan yang dilihat oleh manusia (disaksikan oleh manusia) sehingga setiap kita meyakini keberadaan Allāh baik secara fithrah maupun secara kenyataan. Apalagi dengan dalīl akal dan juga dalīl syari dan dalīl-dalīl yang ditunjukkan oleh wahyu.
 
Semoga bermanfaat. In syā Allāh kita lanjutkan pembahasan berikutnya, 


و صلى الله عليه وسلم الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم 
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته 

________________

DASAR-DASAR AQĪDAH ISLĀM

🌍 BimbinganIslam.com
📆 Kamis, 29 Syawwal 1442 H/10 Juni 2021 M
👤 Ustadz Afifi Abdul Wadud, BA
📗 Kitāb Syarhu Ushul Iman Nubdzah  Fīl 'Aqīdah (شرح أصول الإيمان نبذة في العقيدة)
🔊 Halaqah 04 : Dasar-dasar Aqīdah Islām (أسس العقيدة السلامية)

〰〰〰〰〰〰〰

*DASAR-DASAR AQĪDAH ISLĀM* 

بسم الله الرحمن الرحيم 
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
إن الحمد الله وصلاة وسلام على رسول الله وعلى آله واصحابه و من والاه، و لا حول ولا قوة إلا بالله اما بعد 


Sahabat BiAS, kaum muslimin rahīmani wa rahīmakumullāh.

In syā Allāh kita melanjutkan pembahasan dari Risalah Syarah Ushul Iman Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin rahimahullāhu ta'āla. 

Dan kita (in syā Allāh) masuk pada  pembahasan:

▪︎ Dasar-dasar Aqīdah Islām (أسس العقيدة السلامية)

Sebagaimana kita ketahui atau kita gambarkan bahwa Islām itu adalah aqīdah dan syari'ah, seperti yang digambarkan dalam sebuah ayat dengan penggambaran yang sangat indah.

Allāh Subhānahu wa Ta'āla berfirman: 

أَلَمْ تَرَ كَيْفَ ضَرَبَ ٱللَّهُ مَثَلًۭا كَلِمَةًۭ طَيِّبَةًۭ كَشَجَرَةٍۢ طَيِّبَةٍ أَصْلُهَا ثَابِتٌۭ وَفَرْعُهَا فِى ٱلسَّمَآءِ تُؤۡتِيٓ أُكُلَهَا كُلَّ حِينِۭ بِإِذۡنِ رَبِّهَاۗ

_"Tidakkah anda perhatikan bagaimana Allāh Subhānahu wa Ta'āla membuat tamsīl (perumpamaan) tentang kalimat thayyibah, kalimat iman kalimat islām seperti pohon yang baik. Pohon yang baik itu akarnya kuat, batang/cabangnya menjulang dan buah-buahannya lebat."_ 

(QS. Ibrahim: 24-25)

Para ulama menjelaskan secara singkat sebagaimana tamsīl pohon yang indah ini, ada akar, batang, cabang dan buah. Akar itulah yang ditempati oleh posisi aqīdah islām.

Posisi aqīdah adalah menempati akar, kemudian batang percabang ditempati oleh amal-amal shalih yang terangkat naik kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla dan buah-buahan itulah kebahagiaan yang dirasakan oleh seseorang pemilik aqīdah, pemilik iman serta akhlak al karimah yang bisa dirasakan oleh orang yang mereka bergaul (bermuamalah) dengan para pemilik aqīdah ini.

Para pemirsa rahīmaniy wa rahīmakumullāh.

Aqīdah ini meliputi semua hal yang wajib diyakini oleh seorang muslim, luas cakupan aqīdah, segala perkara yang diyakini yang wajib diyakini oleh setiap muslim.  

Tetapi aqīdah ini ada dasar-dasarnya, ada usus  (pokok-pokok/prinsip-prinsip) nya, aqīdah Islām itu dasarnya adalah apa yang terangkum di dalam اركان الإسلام (rukun iman) yaitu:

⑴ Beriman kepada Allāh. 
⑵ Beriman kepada malaikat.
⑶ Beriman kepada kitāb. 
⑷ Beriman kepada para rasul.
⑸ Beriman kepada hari akhir.
⑹ Beriman kepada takdir yang baik maupun yang buruk.

Dan dasar-dasar iman ini seperti tercantum dalam ayat Allāh Subhānahu wa Ta'āla:

لَّيْسَ ٱلْبِرَّ أَن تُوَلُّوا۟ وُجُوهَكُمْ قِبَلَ ٱلْمَشْرِقِ وَٱلْمَغْرِبِ وَلَـٰكِنَّ ٱلْبِرَّ مَنْ ءَامَنَ بِٱللَّهِ وَٱلْيَوْمِ ٱلْـَٔاخِرِ وَٱلْمَلَـٰٓئِكَةِ وَٱلْكِتَـٰبِ وَٱلنَّبِيِّـۧنَ

_"Bukankah hakikat kebaikan itu memalingkan wajah anda ke arah timur atau ke arah barat tapi hakikat kebaikan adalah orang yang mereka beriman kepada Allāh, hari akhir, malaikat, kitāb, nabi."_

(QS. Al-Baqarah: 177)

Dalam ayat ini, Allāh sebutkan tentang lima prinsip keimanan, Allāh, yaumil akhir, malaikat, kitāb, nabi. 

Mana takdirnya? 

Ada di dalam ayat,

 إِنَّا كُلَّ شَىْءٍ خَلَقْنَـٰهُ بِقَدَرٍۢ  

_"Segala sesuatu Kami ciptakan dengan takdir, dengan takaran atau ukuran dan kekuasaan Allāh Subhānahu wa Ta'āla"_

(QS. Al-Qamar: 49)

Dan dirangkum dalam satu hadīts ketika Jibrīl bertanya kepada Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam tentang iman.

Maka Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam mengatakan: 

اْلإِيْمَانِ : أَنْ تُؤْمِنَ بِاللهِ وَمَلاَئِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَتُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ.

_"Iman adalah anda beriman kepada Allāh, beriman kepada kitāb, malaikat, para rasul, hari akhir dan anda beriman kepada takdir yang baik dan takdir yang buruk."_

(HR. Muslim: 8)

Sedangkan pada kalimat iman kepada takdir yang baik dan yang buruk, Nabi mengulang lagi dengan kalimat وَتُؤْمِنَ .

Pada kalimat sebelumnya Nabi mengatakan أَنْ تُؤْمِنَ بِاللهِ, langsung

 وَمَلاَئِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ.

Tapi ketika dalam masalah takdir Nabi menekankan lagi

 وَتُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ.

Ini diantara faedahnya adalah untuk menegaskan lagi butuhnya keimanan yang ekstra, berkaitan dengan iman kepada takdir Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Dan di sini banyak yang tergelincir dalam masalah mengimani takdir Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Inilah diantara dasar-dasar keimanan yang wajib kita imani, sebelum kita membangun atau yang akan dibangun di atasnya. Seluruh aqīdah islām akan dibangun di atas seluruh syariat ajaran Islām ini.

Demikian, semoga bermanfaat. In syā Allāh kita lanjutkan pada pertemuan yang akan datang biidznillāh.

و صلى الله عليه وسلم الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم 
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته 

________________

RUKUN ISLĀM

🌍 BimbinganIslam.com
📆 Rabu, 28 Syawwal 1442 H/09 Juni 2021 M
👤 Ustadz Afifi Abdul Wadud, BA
📗 Kitāb Syarhu Ushul Iman Nubdzah  Fīl 'Aqīdah (شرح أصول الإيمان نبذة في العقيدة)
🔊 Halaqah 03 : Rukun Islām 

〰〰〰〰〰〰〰

*RUKUN ISLĀM* 

بسم الله الرحمن الرحيم 
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
إن الحمد الله وصلاة وسلام على رسول الله وعلى آله واصحابه و من والاه، و لا حول ولا قوة إلا بالله اما بعد 


Sahabat BiAS, kaum muslimin rahīmani wa rahīmakumullāh.

In syā Allāh  kita melanjutkan pembahasan dari 
Risalah Syarah Ushul Iman Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullāhu ta'āla. 

Dan kita masuk pada pembahasan:

▪︎ RUKUN-RUKUN ISLĀM (اركان الإسلام)

Arkānul Islām (اركان الإسلام) maknanya adalah pondasi, yang di atas pondasi inilah dibangun seluruh ajaran Islām. Dan berdasarkan hadīts Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam yang diriwayatkan oleh Imam Al Bukhāri.

Rukun Islām itu adalah lima.

بُنِيَ الإسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ {على أن يوحدالله} وفي رواية : شَهَادَةِ أَنْ لاَإِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ وَإِقَامِ الصَّلاَةِ وَإِيْتَاءِ الزَّكَاةِ, وَصَوْمِ رَمَضَانَ، وَحَجِّ الْبَيْتِ

"Islām dibangun di atas lima pondasi pertama adalah mentauhīdkan Allāh Subhānahu wa Ta'āla. Dalam riwayat yang lainnya شَهَادَةِ أَنْ لاَإِلَهَ إِلاَّ اللهُ dan  شَهَادَةِ أَنْ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ , kemudian shalat, kemudian zakat, kemudian puasa Ramadhān, kemudian haji."

(HR. Bukhari dan Muslim)

⑴ Rukun Pertama Syahadat

Adapun tentang syahadat,

 لاَإِلَهَ إِلاَّ اللهُ  مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ

Syahadat ini mengajarkan kepada kita keyakinan yang bulat yang diungkapkan dengan lisan, sehingga kita mengucapkan, 

أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُ الله

Seakan-akan dia menyaksikan dua syahadat itu, dia bulat menjadi saksi atas kandungan dua kalimat syahadat tersebut. Dan ini Allāh jadikan sebagai rukun yang pertama dari rukun Islām. 

Dimana orang yang mereka bersyahadat,

لاَإِلَهَ إِلاَّ اللهُ  مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ

Dua syahadat ini Allāh jadikan satu rukun, rukun yang pertama dalam rukun Islām karena agama kita tidak sah kecuali dengan dua syahadat ini.

Syahadat,

 لاَإِلَهَ إِلاَّ اللهُ  مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ

Dan amal kita tidak akan diterima oleh Allāh kecuali dengan dua syahadat ini, ikhlas dan ittiba' kepada Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam. 

Dan wajib kita bersyahadat dengan dua syahadat ini,

 لاَإِلَهَ إِلاَّ اللهُ  مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ 

Karena Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam menyampaikan risalah dari Allāh. Syahadat ini mempersaksikan ketuhanan Allāh Subhānahu wa Ta'āla. 

Bagaimana seorang hamba menyembah Allāh dan bagaimana menyembah Allāh itu harus dengan syariat yang diajarkan oleh Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam.

Sehingga syahadat لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ mengajarkan tauhīd agar kita memurnikan, penghambaan kita kepada Allāh dan syahadat مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ mengajarkan wajibnya kita ittiba', beragama dengan cara mengikuti apa yang diajarkan oleh Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bukan dengan bid'ah-bid'ah, bukan dengan perkara-perkara baru yang tidak pernah ada di dalam ajaran Islām.

Buah yang bisa dipetik dari syahadat ini adalah terbebasnya hati dari perbudakan kepada makhluk. Sehingga hanya diperhamba oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla dan itu fitrah manusia. Dan akan menjadikan seorang hanya ittiba' kepada Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bukan kepada yang lainnya.

⑵ Rukun Kedua Shalat 

Adapun shalat rukun yang kedua dari rukun Islām adalah penghambaan kepada Allāh dengan melakukan apa yang telah diajarkan oleh Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam tentang shalat ini dengan cara istiqamah.

Dia perhatian waktu dan pelaksanaannya sehingga dia tegakkan shalat sebagaimana yang diajarkan oleh Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam. 

Dan barangsiapa yang dia menegakkan shalat, dia lakukan dengan khusyuk, dia lakukan terus menerus, dia jaga rukun, wajibnya, sunnahnya, waktunya. Maka akan membuahkan انشراح الصدر (kelapangan dada) وقرة العين (kesejukan mata). Ini membuahkan kebahagiaan dalam kehidupan seorang dan akan menghindarkan seorang dari perbuatan الفحشاء و المنكر.

⑶ Rukun Ketiga Zakat

Adapun rukun yang ketiga adalah zakat, ini menghamba kepada Allāh dengan mencurahkan harta kita, mengeluarkan sebagian harta kita yang merupakan kewajiban yang berkaitan dengan harta untuk ditunaikan kepada orang yang berhak menerima dengan kadar yang telah ditentukan dalam syariat agama ini.

Dan apabila seorang menunaikan zakat dengan benar, sesuai dengan tuntunan yang diajarkan oleh Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam. Maka dengan zakat ini akan membuahkan  jiwa itu menjadi bersih dari akhlak-akhlak yang rendah seperti bakhil, demikian juga akan menutup hajat kebutuhan kaum muslimin.

⑷ Rukun Keempat Puasa Ramadhān 

Adapun puasa Ramadhān adalah beribadah kepada Allāh dengan melakukan puasa selama 30 atau 29 hari, dari sejak terbit fajar sampai tenggelam matahari dengan menahan diri dari melakukan pembatal-pembatal puasa dari sejak terbit fajar sampai tenggelamnya matahari.

Dan kalau orang betul-betul berpuasa dengannya yang benar maka akan menjadikan jiwa ini betul-betul sehat. Kemudian jiwa ini betul-betul menjadi jiwa yang dicintai oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Dia betul-betul akan senantiasa mencari keridhaan Allāh Subhānahu wa Ta'āla, terbiasa mencari keridhaan Allāh Subhānahu wa Ta'āla. Jiwanya akan bersih dengan meninggal apa yang dia sukai. 

Sehingga tidak menjadi pengekor hawa nafsu tetapi pengekor wahyu dan melatih keikhlasan karena ini termasuk ibadah yang lebih banyak disembunyikannya.

⑸ Rukun Kelima Haji 

Adapun haji sebagai pondasi yang kelima sebagai bentuk penghambaan kita kepada Allāh,  dimana kita menuju ke Kabah (Baitullāh) melakukan berbagai macam manasik haji yang telah diajarkan oleh Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam.

Dan apabila betul-betul orang ini berhaji dengan benar, maka akan mendidik jiwanya mencurahkan segala kesungguhan, baik yang berkaitan dengan harta. Karena haji dia mesti mengorbankan harta karena perjalanan jauh.

Kemudian juga mendidik badan untuk senantiasa taat kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla. Sehingga haji ini juga betul-betul termasuk diantara jihad fīsabilillāh karena dia korbankan harta, dia siapkan badan dia untuk menunaikan segala kewajiban haji.

Dan apabila seorang menunaikan haji dengan cara yang benar maka akan menjadikan umat ini, adalah umat yang bersih, umat yang benar-benar beragama semata-mata karena Allāh Subhānahu wa Ta'āla dan akan betul-betul membangun muamalah antar makhluk dengan cara adil dan penuh dengan kejujuran.

Inilah diantara beberapa faedah dan buah yang bisa kita petik ketika kita menegakkan syariat Islām atau rukun islām yang lima ini, dari tauhīdnya kemudian shalat, puasa, zakat, haji dan syarat ini, rukun Islām ini akan menjadi pondasi tegaknya semua syariat yang lainnya yang akan mewujudkan kebaikan, kehidupan ditengah-tengah manusia sehingga terhindar dari segala macam keburukan dan mewujudkan amal shalih yang sesungguhnya.

Demikian semoga bermanfaat, in syā Allāh kita lanjutkan pada pertemuan yang akan datang,  biidznillāh.

و صلى الله عليه وسلم الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم 
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته 

________________

DEFINISI AGAMA ISLĀM BAGIAN KEDUA

🌍 BimbinganIslam.com
📆 Selasa, 27 Syawwal 1442 H/08 Juni 2021 M
👤 Ustadz Afifi Abdul Wadud, BA
📗 Kitāb Syarhu Ushul Iman Nubdzah  Fīl 'Aqīdah (شرح أصول الإيمان نبذة في العقيدة)
🔊 Halaqah 02 : Definisi Agama Islām Bagian Kedua

〰〰〰〰〰〰〰

*DEFINISI AGAMA ISLĀM BAGIAN KEDUA*


بسم الله الرحمن الرحيم 
إن الحمد الله وصلاة وسلام على رسول الله وعلى آله واصحابه و من والاه، و لا حول ولا قوة إلا بالله اما بعد 


Sahabat BiAS, kaum muslimin rahīmani wa rahīmakumullāh.

Berjumpa lagi dalam silsilah kajian Risalah Syarah Ushul Iman Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin rahimahullāhu ta'āla. 

Setelah beliau menyampaikan muqaddimahnya maka beliau memasuki pembahasan yang pertama. 

Beliau ingin menjelaskan tentang:

▪︎ AGAMA ISLĀM (الدين الإسلامي).

Apa yang harus kita mengerti tentang poin-poin penting yang berkaitan dengan agama Islām ini. Karena jangan sampai seorang muslim tetapi tidak tahu hakikat ajaran agamanya.

Yang pertama beliau menegaskan bahwa agama Islām adalah :

الدين الذي بعث الله به محمدا ﷺ

_Islām adalah agama yang Allāh Subhānahu wa Ta'āla mengutus Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam dengan agama itu._

Dan agama ini Allāh jadikan sebagai penutup seluruh agama-agama yang pernah Allāh turunkan kepada para nabi dan rasul sebelumnya.

Dan Allāh Subhānahu wa Ta'āla menyempurnakan Islām ini untuk para hamba-Nya, sehingga sempurnalah nikmat Allāh. Dan Allāh Subhānahu wa Ta'āla hanya ridha dengan agama yang Allāh turunkan yaitu Islām. 

Dan Allāh tidak akan menerima agama apapun yang dibawa oleh seseorang selain Islām. Itulah diantara yang diungkapkan oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla di dalam beberapa ayat Allāh Ta'āla, bahwa Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam adalah adalah penutup para rasul.

وَلَٰكِن رَّسُولَ ٱللَّهِ وَخَاتَمَ ٱلنَّبِيِّۦنَ ۗ

_"Muhammad itu tidak lain adalah utusan dan penutup para nabi."_

(QS. Al Ahzab: 40)

Allāh Subhānahu wa Ta'āla berfirman:

ٱلْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ 

_"Dan Aku telah sempurnakan hari ini untuk kalian agama kalian._ 

وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِى

_Dan Aku telah cukupkan untuk kalian nikmat-Ku ini._

وَرَضِيتُ لَكُمُ ٱلْإِسْلَـٰمَ دِينًۭا ۚ 

_Dan Aku ridha Islām sebagai agama kalian."_

(QS. Al Māidah: 3)

Dan Allāh tidak menerima agama kecuali hanya Islām, karena Allāh hanya memiliki satu agama yaitu agama Islām. 

Allāh Subhānahu wa Ta'āla berfirman:

إِنَّ ٱلدِّينَ عِندَ ٱللَّهِ ٱلْإِسْلَـٰمُ 

_"Sesungguhnya agama yang ada di sisi Allāh hanyalah Islām."_ 

(QS. Āli Imrān: 19)

Dan barangsiapa mencari selain Islām sebagai agama maka tidak akan diterima oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla. 

Allāh Subhānahu wa Ta'āla berfirman: 

وَمَن يَبْتَغِ غَيْرَ ٱلْإِسْلَـٰمِ دِينًۭا فَلَن يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِى ٱلْـَٔاخِرَةِ مِنَ ٱلْخَـٰسِرِينَ

_"Barangsiapa mencari agama selain agama Islām, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi."_

(QS. Āli Imrān: 85)

Kemudian Allāh Subhānahu wa Ta'āla mewajibkan seluruh manusia untuk beragama dengan agama Islām ini.

Sehingga seruannya adalah:

قُلْ يَـٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ إِنِّى رَسُولُ ٱللَّهِ إِلَيْكُمْ جَمِيعًا 

_Katakanlah, "Wahai manusia sesungguhnya aku adalah utusan Allāh untuk kalian semua."_

(QS. Al Arāf: 158)

Artinya, agama ini wajib untuk diimani oleh setiap manusia yang bertemu dengan masa kerasulan Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam. 

Apabila seseorang bertemu dengan masa kerasulan Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam walaupun mereka sebelumnya merasa beriman kepada Nabiyullāh Musa atau Nabiyullāh Isa lalu tidak beriman kepada Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam maka mereka dikatakan kafir dan diancam sebagai penghuni neraka dan kekal di dalamnya.

Nabi kita bersabda di dalam hadīts shahīh di dalam Shahīh Muslim, dari shahabat Abu Hurairah radhiyallāhu 'anhu. 

Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda: 

وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ

_"Demi Allāh yang jiwa Muhammad ada di tangannya._

 لَا يَسْمَعُ بِي أَحَدٌ مِنْ هَذِهِ الْأُمَّةِ يَهُودِيٌّ وَلَا نَصْرَانِيٌّ

_Tidaklah seorangpun dari kalangan umat ini mendengar kerasulan-Ku baik itu Yahudi atau Nashrani._ 

ثُمَّ يَمُوتُ وَلَمْ يُؤْمِنْ بِالَّذِي أُرْسِلْتُ بِهِ 

_Kemudian dia mati dalam keadaan dia tidak beriman kepada risalah yang aku bawa._

إِلَّا كَانَ مِنْ أَصْحَابِ النَّار 

_Kecuali pasti dia akan menjadi penghuni neraka."_

(HR. Muslim: 153)

Dan mengimani Islām artinya membenarkan seluruh apa yang dibawa oleh Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam, membenarkan semua apa yang datang dalam Islām, dengan penerimaan, kelapangan dada, dan ketunduk patuhan. Tidak sekedar membenarkan tanpa adanya ketunduk patuhan terhadap isi kandungan ajarannya.

Oleh karena itu, walaupun Abu Thālib membenarkan Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam, membenarkan agama yang Beliau bawa tapi karena Abu Thālib tidak mengucapkan syahadat dan tidak tunduk patuh dengan kandungan ajaran Islām, maka Abu Thālib dikatakan kafir walaupun hatinya membenarkan ajaran Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam. 

Kemudian diantara karakter Ad Dīnul Islām, bahwa Islām ini adalah:

صالحا لكل زمان

_Islām ini layak (akan bagus) untuk seluruh waktu._

Islām ini layak untuk seluruh waktu dan tempat, karena Allāh menjadikan risalah ini, risalah penutup (akhir risalah).

Dulu Allāh menjadikan risalah para nabi hanya untuk kaumnya semata, tetapi risalah Islām adalah risalah akhir zaman. Sampai hari kiamat kelak, Allāh tidak akan menurunkan lagi risalah. Maka risalah ini sangat istimewa.

صالحا لكل زمانو مكان و أمة

_Risalah ini akan cocok disegala waktu, di semua tempat dan di segenap umat manapun._

Inilah yang disebutkan oleh Allāh di dalam banyak ayat tentang isi kandungan risalah tersebut. 

Yang dimaksud bahwa risalah ini adalah: صالحا لكل زمانو مكان و أمة , risalah ini cocok untuk setiap zaman, tempat dan umat. 

Barangsiapa yang berpegang teguh dengan risalah ini dengan cara yang benar maka akan menghasilkan kebaikan dan kebaikan, tidak akan muncul keburukan dengan menjalankan agama ini. 

Agama ini akan cocok disepanjang waktu disegala tempat dan di setiap umat yang melaksanakannya. Hanya akan menghasilkan kebaikan dan kebaikan.

Bukan maknanya cocok disegala tempat itu Islām tunduk kepada perkembangan zaman sehingga mereka dengan bebas mengubah-ubah ajaran Islām, sebagaimana pemikiran sebagian orang. Sehingga justru mereka banyak melakukan perubahan-
perubahan tentang Islām bahkan sebagian mereka mengingkari ini. Ini bukan seperti itu sifatnya.

Tapi siapapun yang mereka melaksanakan ajaran agama ini, maka hasilnya akan baik dan cocok di seluruh tempat, waktu dan umat.

Demikian pula bahwa Islām adalah agama yang haq. Barangsiapa yang berpegang teguh dengan agama ini dengan sebenar-benarnya dalam memegang agama ini. Allāh akan menolongnya dan Allāh akan mengunggulkan di atas seluruh agama yang lainnya.

Allāh menjanjikan kemenangan bagi agama ini yang Allāh di antaranya katakan:

هُوَ ٱلَّذِىٓ أَرْسَلَ رَسُولَهُۥ بِٱلْهُدَىٰ وَدِينِ ٱلْحَقِّ لِيُظْهِرَهُۥ عَلَى ٱلدِّينِ كُلِّهِۦ وَلَوْ كَرِهَ ٱلْمُشْرِكُونَ

_"Dialah (Allāh) yang telah mengutus para rasul-Nya dengan petunjuk dan agama yang haq untuk diunggulkan di atas seluruh agama, walaupun orang-orang musyrik membenci."_

(QS. At Taubah: 33)

Allāh juga menjanjikan kekhilafahan, kemudian keamanan dan kemudian menjanjikan kekokohan agama ini sebagaimana dalam surat An Nur dalam ayat 55. Dan agama ini adalah agama yang mencakup aqīdah dan juga syari'ah yang sempurna dalam perkara aqīdah dan syariatnya itu. 

√ Islām memerintahkan tauhīd dan melarang syirik.
√ Islām memerintahkan jujur dan melarang dusta.
√ Islām memerintahkan adil dan melarang berbuat zhalim.
√ Islām memerintahkan amanah dan melarang khianat.
√ Islām memerintahkan memenuhi janji dan melarang ingkar janji.
√ Islām memerintahkan birrul walidain (berbuat baik kepada orang tua) dan melarang  durhaka kepada orang tua.
√ Islām memerintahkan silaturahim kepada para kerabat dan melarang memutuskan silaturahim.
√ Islām memerintahkan berbuat baik kepada tetangga dan melarang berbuat buruk.

Secara umum Islām memerintahkan akhlak yang mulia, kepada binatang pun kita diperintahkan untuk berbuat baik.

In syā Allāh akan kita lanjutkan pembahasan-pembahasan berikutnya, kita cukupkan sekian dulu.


و صلى الله عليه وسلم الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم 
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته 

________________

DEFINISI AGAMA ISLĀM BAGIAN PERTAMA

🌍 BimbinganIslam.com
📆 Senin, 26 Syawwal 1442 H/07 Juni 2021 M
👤 Ustadz Afifi Abdul Wadud, BA
📗 Kitāb Syarhu Ushul Iman Nubdzah  Fīl 'Aqīdah (شرح أصول الإيمان نبذة في العقيدة)
🔊 Halaqah 01: Definisi Agama Islām Bagian Pertama

〰〰〰〰〰〰〰

*DEFINISI AGAMA ISLĀM BAGIAN PERTAMA*

بسم الله الرحمن الرحيم 
إن الحمد الله وصلاة وسلام على رسول الله وعلى آله واصحابه و من ولاه، و لا حول ولا قوة إلا بالله اما بعد 


Sahabat BiAS, kaum muslimin rahīmani wa rahīmakumullāh.

In syā Allāh, kita akan mengambil faedah dari sebuah risalah yang sangat mendasar dalam agama kita yaitu Risalah Nuqdatun Fil Aqīdah atau Syarah Ushul Iman.

Pembahasan yang berkaitan dengan pokok-pokok iman yang perlu kita ketahui bersama sebagai seorang muslim. Risalah ini adalah tulisan syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullāhu ta'āla. Salah seorang ulama besar di Saudi Arabia yang telah wafat. 

Kitāb atau risalah ini, secara khusus adalah penjelasan tentang أَرْكَانُ الإيْمَانِ (rukun-rukun iman), tetapi beliau memberikan beberapa muqaddimah yang perlu kita perhatikan, yang sangat penting untuk kita pahami bersama.

Kita akan mengawali dari muqaddimah yang beliau bawakan, sebelum beliau membawakan pembahasan dari bab ke bab. 

Pertama sebagaimana para ulama (biasanya para ulama) dalam mengantarkan risalahnya membawakan muqaddimah dalam bentuk pujian kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Kemudian penegasan tentang dua kalimat syahadat dan ini mengingatkan kepada kita prinsip yang sangat penting bagi seorang muslim, bahwa Islām ini hendaknya senantiasa tegak di atas aqidah yang lurus dan kehidupan kita senantiasa berdiri di atas prinsip Lā ilāha illallāh (لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ) dan Muhammad Rasūlullāh.

Kemudian beliau mengingatkan beberapa poin penting. Kenapa kita mesti belajar Tauhīd dan belajar Aqidah secara umum?

Karena tauhīd ini adalah اشرف العلوم  karena tauhīd adalah ilmu yang paling mulia, ilmu yang paling tinggi kedudukannya, ilmu yang paling wajib untuk kita cari (untuk kita ketahui). 

Karena ilmu ini berbicara tentang Allāh Subhānahu wa Ta'āla, berbicara tentang nama-nama dan sifat Allāh Subhānahu wa Ta'āla, berbicara tentang hak-hak Allāh yang harus kita penuhi.

Tauhīd ini adalah kunci yang mengantarkan kita kepada Allāh dan menjadi dasar tegaknya seluruh syariat agama Allāh Subhānahu wa Ta'āla. 

Oleh karena itu semua nabi dan rasul, dakwah mereka adalah mengajak kepada tauhīd, sebagaimana ayat yang sering kita dengar.

Allāh Subhānahu wa Ta'āla berfirman:

وَمَآ أَرْسَلْنَا مِن قَبْلِكَ مِن رَّسُولٍ إِلَّا نُوحِىٓ إِلَيْهِ أَنَّهُۥ لَآ إِلَـٰهَ إِلَّآ أَنَا۠ فَٱعْبُدُونِ

_"Dan tidaklah Kami utus sebelum engkau ya Muhammad, seorang rasul pun kecuali pasti Kami wahyukan kepadanya, bahwa tidak ada sesembahan yang haq yang berhak disembah kecuali Aku (Allāh) maka sembahlah oleh kalian Aku (Allāh Subhānahu wa Ta'āla)."_

(QS. Al-Anbiyya: 25) 
 
Dan diantara keagungan tauhīd, bahwa Allāh mempersaksikan dirinya tentang tauhīdnya.

شَهِدَ اللّهُ أَنَّهُ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ هُوَ ....

_"Allāh persaksikan bahwa tidak ada sesembahan yang sesungguhnya (sebenarnya) kecuali Allāh Subhānahu wa Ta'āla."_ 

(QS. Ali Imran: 18) 

Sehingga ketika kita tahu bahwa tauhīd adalah perkara yang sangat besar, perkara yang sangat agung, perkara yang sangat mendasar dalam agama kita. Maka sewajibnya setiap muslim memiliki perhatian yang sangat besar dalam masalah pemahaman tauhīd.

Belajar tauhīd, mengajarkan tauhīd,  mentadabburi makna-makna tauhīd, memiliki keyakinan-keyakinan yang benar tentang tauhīd yang tegak di atas dasar yang selamat, dan agama tegak di atas azas-azas tauhīd tersebut. 

Dan seorang muslim hendaklah dia betul-betul memiliki ketundukan (kepatuhan) terhadap aqidah tauhīdnya, sehingga akan membuahkan kebahagiaan dunia dan akhirat nya.

Para pemirsa ini adalah muqaddimah yang perlu kita pahami, kenapa kita belajar tauhīd dan belajar aqidah secara umum. Karena ini adalah perkara yang sangat tertuntut dalam kehidupan seorang muslim.

In syā Allāh, akan kita lanjutkan pembahasan-pembahasan berikutnya. Kita cukupkan sekian dulu.

وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم 
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته 

________________

UCAPAN SELAMAT PADA HARI RAYA IED

🌍 BimbinganIslam.com
📆 Senin, 28 Ramadhān 1442 H/ 10 Mei 2021 M
👤 Ustadz Riki Kaptamto, Lc 
📗 Kitāb Ahkāmul ‘Idaini Fis Sunnatil Muthahharah (Meneladani Rasūlullāh ﷺ Dalam Berpuasa dan Berhari Raya)
🔊 Halaqah 10 : Ucapan Selamat Pada Hari Raya Ied
〰〰〰〰〰〰〰

*UCAPAN SELAMAT PADA HARI RAYA IED*


بسم الله الرحمن الرحيم 
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته 
الحمد لله ربّ العالمين والصلاة والسلام على عبد الله و رسوله نبينا محمد وعلى آله وأصحابه أجمعين، اما بعد


Kaum muslimin dan muslimat rahīmani wa rahīmakumullāh. 

Di hari Iedul Fithri yang mulia seluruh kaum muslimin tentunya berbahagia, mereka mendapatkan karunia dari Allāh Subhānahu wa Ta'āla yang begitu besar dengan diizinkannya untuk bisa kembali menikmati makanan dan minuman di siang hari.

Dan dengan adanya ibadah-ibadah agung yang Allāh Subhānahu wa Ta'āla syari'atkan di malam atau di hari Iedul Fithri tersebut, maka ungkapan kebahagiaan yang diucapkan oleh seorang muslim ketika bertemu dengan muslim yang lain di hari Iedul Fithri, selepas mereka menunaikan shalat Iedul Fithri adalah diantaranya ucapan satu dengan yang lain:

 تَقَبَّلَ اللّهُ مِنَّا وَ مِنْكُم 

_“Semoga Allāh menerima dari kami dan dari kalian."_

Hal ini merupakan suatu ungkapan yang biasa diucapkan oleh sebagian salaf kepada saudaranya ketika bertemu (berjumpa) di hari Iedul Fithri.

Sebagaimana hal ini dikemukakan oleh Syaikhul Ibnu Taimiyyah rahimahullāhu ta'āla, beliau mengatakan:

أَمَّا التَّهْنِئَةُ يَوْمَ الْعِيدِ يَقُولُ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ إذَا لَقِيَهُ بَعْدَ صَلاةِ الْعِيدِ : تَقَبَّلَ اللَّهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ , وَأَحَالَهُ اللَّهُ عَلَيْك , وَنَحْوُ ذَلِكَ , فَهَذَا قَدْ رُوِيَ عَنْ طَائِفَةٍ مِنْ الصَّحَابَةِ أَنَّهُمْ كَانُوا يَفْعَلُونَهُ وَرَخَّصَ فِيهِ , الأَئِمَّةُ , كَأَحْمَدَ وَغَيْرِهِ

_"Bahwasannya tahniah yaitu saling memberikan selamat di hari Iedul Fithri dengan mengatakan: تَقَبَّلَ اللّهُ مِنَّا وَ مِنْكُم atau وَأَحَالَهُ اللَّهُ عَلَيْك , atau ucapan-ucapan lain yang biasa dikemukakan di hari Iedul Fithri, yang seperti ini kata beliau telah diriwayatkan dari sebagian shahabat. Di mana para shahabat melakukan hal itu dan para 'aimah yaitu para ulama juga memberikan ķepada kita rukhshah di dalam bolehnya mengucapkan ucapan-ucapan selamat di hari Iedul Fithri, contohnya seperti Imam Ahmad dan yang lainnya."_

لَكِنْ قَالَ أَحْمَدُ : أَنَا لا أَبْتَدِئُ أَحَدًا , فَإِنْ ابْتَدَأَنِي أَحَدٌ أَجَبْته 

_"Adapun saya, maka saya tidak akan memulai memberikan ucapan namun apabila ada orang yang memberikan ucapan kepada saya maka saya akan ikut menjawabnya."_

وَذَلِكَ لأَنَّ جَوَابَ التَّحِيَّةِ وَاجِبٌ , وَأَمَّا الابْتِدَاءُ بِالتَّهْنِئَةِ فَلَيْسَ سُنَّةً مَأْمُورًا بِهَا 

_Yang demikian itu dikarenakan, kalau dalam rangka menjawab, menjawab ucapan doa maka itu hukumnya wajib. Adapun memulai untuk mengucapkan selamat maka ini bukan termasuk sebuah sunnah yang kita diperintahkan, yaitu tidak ada perintah dalam masalah tersebut."_

Namun saja memang itu yang biasa dilakukan oleh sebagian salaf dan tidak mengapa dilakukan.

وَلا هُوَ أَيْضًا مَا نُهِيَ عَنْهُ

_Dan tidak juga dilarang. Tidak diperintah, tidak dilarang, dalam artian kita diberikan kebebasan di dalam melakukannya atau tidak melakukannya._

فَمَنْ فَعَلَهُ فَلَهُ قُدْوَةٌ 

_Maka barangsiapa melakukannya, dia memiliki qudwah dalam hal itu._

وَمَنْ تَرَكَهُ فَلَهُ قُدْوَةٌ . وَاَللَّهُ أَعْلَمُ
 
_Dan barangsiapa tidak melakukan dia memiliki qudwah, di dalam hal tersebut. Wallāhu Ta'āla A'lam._

Oleh karena itu, kaum muslimin dan muslimat rahīmani wa rahīmakumullāh. 

Tidaklah mengapa untuk saling memberikan ucapan selamat di hari Iedul Fithri dan lebih baiknya mereka saling mengucapkan di antara sesama mereka:

تَقَبَّلَ اللّهُ مِنَّا وَ مِنْكُم 

_"Semoga Allāh menerima amalan ibadah dari saya dan juga dari kamu."_

Ini merupakan sebuah do'a, sebuah do'a dari seorang muslim kepada saudaranya, juga kepada dirinya sendiri, berharap agar amalan-amalan ibadah yang mereka lakukan di bulan Ramadhān dan di hari Iedul Fithri diterima oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Ucapan selamat ini lebih baik dibandingkan ucapan selamat yang lain, seperti sekedar mengucapkan: كل عام وانتم بخير , atau yang semisal, yang seperti itu tentunya yang lebih baik adalah ucapan: تَقَبَّلَ اللّهُ مِنَّا وَ مِنْكُم.

Demikian pembahasan pada halaqah kita kali ini. 

Semoga bermanfaat.

وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه  وسلم
والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته 

____________________

TATA CARA SHALAT IED DAN BEBERAPA KETENTUANNYA

🌍 BimbinganIslam.com
📆 Sabtu, 26 Ramadhān 1442 H/ 08 Mei 2021 M
👤 Ustadz Riki Kaptamto, Lc 
📗 Kitāb Ahkāmul ‘Idaini Fis Sunnatil Muthahharah (Meneladani Rasūlullāh ﷺ Dalam Berpuasa dan Berhari Raya)
🔊 Halaqah 09: Tata Cara Shalat Ied dan Beberapa Ketentuannya

〰〰〰〰〰〰〰

*TATA CARA SHALAT IED DAN BEBERAPA KETENTUANNYA*

بسم الله الرحمن الرحيم 
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته 
الحمد لله ربّ العالمين والصلاة والسلام على عبد الله و رسوله نبينا محمد وعلى آله وأصحابه أجمعين، اما بعد


Kaum muslimin dan muslimat rahīmani wa rahīmakumullāh. 

Shalat Ied merupakan sebuah sunnah yang diajarkan oleh Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam kepada kita dan disyari'atkan oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla untuk dilaksanakan oleh kaum muslimin di hari Iedul Fithri dan Iedul Adha.

Oleh karena itu pada halaqah kita kali ini, kita akan membahas secara singkat tata cara pelaksanaan shalat Iedul Fithri maupun Iedul Adha.

Kaum muslimin dan muslimat rahīmani wa rahīmakumullāh. 

Pertama yang harus kita ketahui adalah shalat Ied terdiri dari dua raka'at (dilakukan sebanyak dua raka'at) secara berjama'ah.

Hal ini sebagaimana telah diriwayatkan oleh para sahabat dari Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam di dalam perbuatan beliau ketika mengerjakan shalat Ied. 

Kemudian yang perlu kita ketahui bahwasanya di raka'at pertama, maka disunnahkan untuk mengucapkan 7 (tujuh) kali takbir, sedangkan di raka'at yang kedua adalah 5 (lima) kali takbir tanpa menghitung takbir perpindahan dari sujud ke berdiri. Yaitu ketika sudah berdiri di raka'at kedua, mengucapkan takbir 5 (lima) kali.

الله أكبر..... الله أكبر..... الله أكبر...... الله أكبر.....  الله أكبر

Terus sampai 5 (lima) kali. 

Adapun di raka'at yang pertama, maka mengucapkannya sebanyak 7 (tujuh) kali. Hal ini sebagaimana yang diucapkan atau diceritakan oleh 'Aisyah radhiyallāhu ta'ala 'anhā.

Beliau mengatakan: 

أَنَّ رَسُوْلُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم كَانَ يُكَبِّرُ فِي الْفِطْرِ وَالأَضْحَى : فِي الأُولَى سَبْعً تَكْبِيرَانِ، وَفِي الثَانِيَةِ خَمْسًاسِوَى تَكْبِيْرَتَيْ الرُّكُوْعِ

_"Sesungguhnya Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bertakbir dalam shalat Idul Fithri dan Idul Adha, pada raka'at pertama sebanyak tujuh kali dan raka'at kedua lima kali, selain dua takbir ruku."_

(Hadīts shahīh  riwayat Abū Dawud  nomor 1150, Ibnu Mājah nomor 1280) 

Dan kebanyakan ulama menjelaskan bahwasanya takbir 7 (tujuh) kali di raka'at pertama dan takbir 5 (lima) kali di raka'at kedua termasuk perkara yang disunnahkan dalam shalat Iedul Fithri maupun Iedul Adha.

Dan sebagian ulama menjelaskan bahwasanya 7 (tujuh) kali takbir di raka'at pertama tersebut adalah selain dari takbiratul ihram. Wallāhu ta'āla a'lam. 

Kemudian di dalam bertakbir, para ulama menjelaskan bahwasanya tidak ada sebuah riwayat yang mengisahkan bahwasanya Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam mengangkat kedua tangannya ketika takbir-takbir di dalam shalat Ied.  

Namun mengangkat kedua tangan ketika takbir shalat Ied tersebut memang dilakukan oleh Ibnu Umar radhiyallāhu 'anhum sebagaimana hal itu dijelaskan oleh beberapa ulama di antaranya adalah Ibnul Qayyim.

Oleh karena itu dalam masalah mengangkat kedua tangan, maka disitu seorang apabila memang meyakini bahwasanya Abdullāh bin Umar melakukan  hal tersebut karena memang ada sunnahnya dari Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam yang beliau ketahui maka tidak mengapa dia mengikuti pendapat itu.

Dan bagi siapa yang dia tidak mengangkat kedua tangannya pun tidak mengapa. Wallāhu ta'āla a'lam. 

Kemudian setelah selesai dari bertakbir atau diantara takbir-takbir tersebut maka para ulama menjelaskan bahwasanya memang tidak diriwayatkan dari Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam sebuah dzikir tertentu diantara takbir, namun ada sebuah riwayat dari Ibnu Mas'ūd radhiyallāhu 'anhu bahwasanya beliau mengatakan bahwa diantara setiap takbir ada pujian kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla dan sanjungan kepada Nya.

Yaitu diriwayatkan dari Ibnu Mas'ūd bahwasanya beliau mengatakan disunnahkan untuk memuji dan menyanjung Allāh diantara takbir-takbir Iedul Fithri dan di dalam shalat Ied.

Namun, apakah hal tersebut diriwayatkan dari Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam? 

Maka Imam Ibnul Qayyim rahīmahullāh mengatakan: 

كان صلَّى اللهُ عليهِ وسلَّمَ يسكت بين كل تكبيرتين سكتة يسيرة

_"Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam beliau diam sesaat diantara dua takbir_
 
ولم يحفظ عنه ذكر معين بين التكبيرات

_Namun tidak ada suatu riwayat yang dinisbatkan kepada beliau shallallāhu 'alayhi wa sallam yang menyebutkan bahwasanya ada dzikir tertentu di antara takbir-takbir tersebut."_

Oleh karena itu dalam masalah tersebut maka seorang apabila dia tidak membaca suatu dzikir tertentu diantara takbir maka tidak mengapa dan itulah yang dhahir dari shalatnya Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam. Yang seandainya dia di dalam menunggu takbir berikutnya dia memuji Allah maka hal itu pun telah datang riwayatnya dari Abdullāh bin Mas'ūd radhiyallāhu 'anhu. Wallāhu ta'āla a'lam. 

Kaum muslimin dan muslimat rahīmani wa rahīmakumullāh. 

Kemudian apabila telah selesai bertakbir maka seorang muslim dia memulai membaca surat Al Fathimah dilanjutkan dengan membaca beberapa surat di antaranya datang riwayat, disebutkan bahwasanya Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam membaca surat Qaf di raka'at pertama dan diraka'at berikutnya beliau membaca surat Al Qamar (ٱقۡتَرَبَتِ ٱلسَّاعَةُ وَٱنشَقَّ ٱلۡقَمَرُ). 

Dan terkadang beliau membaca surat Al -A'la (سَبِّحِ ٱسۡمَ رَبِّكَ ٱلۡأَعۡلَى) di raka'at yang pertama kemudian di raka'at yang kedua beliau membaca surat Al Ghashiyyah (هَلۡ أَتَىٰكَ حَدِيثُ ٱلۡغَٰشِيَةِ). Maka disunnahkan membaca surat-surat tersebut di dalam shalat Iedul Fithri maupun shalat Iedul Adha.

Adapun gerakan-gerakan yang lainnya di dalam shalat Iedul Fithri dan shalat Iedul Adha, maka secara umum sama dengan gerakan pada shalat-shalat yang sudah kita ketahui. Yang membedakan hanya jumlah takbir (7 takbir pada raka'at pertama dan 5 takbir pada raka'at kedua).

Dan apabila seseorang tertinggal dari melakukan shalat Iedul Fithri secara berjama'ah, maka mayoritas ulama menyebutkan bahwasanya dia dianjurkan untuk melakukan shalat Ied tersebut dua raka'at di rumah dengan tata cara shalat yang sama ketika dilakukan secara berjama'ah yaitu di raka'at pertama dengan 7 (tujuh) takbir (menambah 7 kali takbir) dan di raka'at yang kedua dia menambah 5 (lima) kali takbir.

Ini sebagaimana telah dijelaskan oleh para ulama di dalam masalah tersebut bagi orang yang dia tertinggal atau terlewat dari shalat Iedul Fithri atau bahkan seorang yang memang dia sengaja untuk tidak shalat Iedul Fithri. Seperti seorang perempuan yang dia shalat Iedul Fithri di rumahnya. Wallāhu ta'āla a'lam. 

Dan kita perlu mengetahui bahwasanya takbir tambahan yang ada pada shalat Iedul Fithri hukumnya sunnah dalam artian mustahab (dianjurkan saja) tidak sampai kepada derajat wajib. Oleh karena seandainya seorang dia shalat Iedul Fithri dengan tidak menambah adanya 7 (tujuh) kali takbir di raka'at pertama atau 5 (lima) kali takbir di raka'at kedua maka shalat Iednya tetap sah. Karena dia hanya meninggalkan suatu perkara yang disunnahkan di dalam shalatnya.

Namun tentunya apabila itu dia lakukan karena sengaja dia termasuk menyelisihi sunnah Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam yaitu perbuatan Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam di dalam mengerjakan  shalat Iedul Fithri. 

Maka alangkah baiknya dia tetap mengerjakan shalat Iedul Fithri sebagaimana Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam mengerjakannya dengan menambah 7 (tujuh) kali takbir di raka'at pertama dan 5 (lima) kali takbir di raka'at kedua.

Kaum muslimin dan muslimat rahīmani wa rahīmakumullāh. 

Kemudian setelah seorang muslim selesai dari shalat Iedul Fithri berjama'ah bersama kaum muslimin lainnya, maka disunnahkan untuk melakukan khutbah Jum'at bagi imam. Oleh karena itu shalat Iedul Fithri itu dilakukan sebelum khutbah.

Berbeda dengan shalat Jum'at, di mana shalat Jum'at khutbah itu dilakukan sebelum shalat Jum'at namun pada saat shalat Iedul fithri,  shalat terlebih dahulu kemudian khutbah. Dan hukum khutbah tersebut adalah sunnah bagi kaum muslimin untuk mendengarkannya, dalam artian mereka diberikan pilihan apakah ingin tetap duduk mendengar khutbah Iedul Fithri atau mereka langsung pulang ketika selesai shalat tanpa mendengarkan khutbah Ied. 

Hal ini sebagaimana diriwayatkan dari Abū Said Al Khudri radhiyallāhu ta'ala 'anhu. 

Beliau mengatakan: 

كان النبي صلى الله عليه وسلم يخرج يوم أعيد و الأضحي الى المصلى

_"Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam keluar menuju mushala pada hari Iedul Fithri dan Iedul Adha, maka yang pertama kali beliau lakukan adalah mengerjakan shalat kemudian setelah itu beliau berpaling dan berdiri menghadap manusia."_

Ketika itu manusia duduk di shaf-shaf mereka, maka beliau shallallāhu 'alayhi wa sallam memberikan nasehat dan wejangan kepada mereka. 

Dari situ kita mengetahui bahwasanya khutbah dilakukan terlebih dahulu sebelum shalat Iedul Fithri dan beliau shallallāhu 'alayhi wa sallam juga mengatakan kepada sahabat ketika itu beliau shallallāhu 'alayhi wa sallam mengatakan:

إنَّا نخطُبُ، فمَن أحبَّ أن يجلِسَ للخُطبةِ فلْيجلِسْ، ومَن أحبَّ أن يُذهِبَ فليَذهَبْ

_"Sesungguhnya aku akan berkhutbah, barangsiapa yang ingin untuk tetap duduk mendengarkan khutbah silahkan tetap duduk dan barangsiapa dia ingin segera pulang (pergi) maka silahkan pergi."_

(Hadīts shahīh riwayat Abū Dawud nomor 1155).

Hal ini menunjukkan bahwasanya boleh bagi seseorang yang dia telah menyelesaikan shalat Iedul Fithri untuk langsung pulang tidak mendengarkan khutbah Iedul Fithri. Karena mendengarkan khutbah Iedul Fithri adalah termasuk perkara sunnah (hal yang dianjurkan) tidak diwajibkan. Wallāhu ta'āla a'lam. 

Demikian pembahasan seputar tata cara pelaksanaan shalat Iedul Fithri dan khutbah Iedul Fithri yang dimana keduanya ini merupakan hal yang dianjurkan ketika seorang muslim atau kaum muslimin berada di hari Iedul Fithri.

Semoga ini bermanfaat.

وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه  وسلم
والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته 

____________________

TAKBIR UNTUK IEDUL FITHRI DAN IEDUL ADHA

🌍 BimbinganIslam.com
📆 Jum'at, 25 Ramadhān 1442 H/ 07 Mei 2021 M
👤 Ustadz Riki Kaptamto, Lc 
📗 Kitāb Ahkāmul ‘Idaini Fis Sunnatil Muthahharah (Meneladani Rasūlullāh ﷺ Dalam Berpuasa dan Berhari Raya)
🔊 Halaqah 08: Takbir untuk Iedul Fithri dan Iedul Adha 
〰〰〰〰〰〰〰

*TAKBIR UNTUK IEDUL FITHRI DAN IEDUL ADHA*


بسم الله الرحمن الرحيم 
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته 
الحمد لله والصلاة والسلام على  رسول الله وعلى آله وأصحابه و من ولاه، اما بعد


Kaum muslimin dan muslimat rahīmani wa rahīmakumullāh. 

Diantara sunnah yang dianjurkan pada hari Iedul Fithri adalah memperbanyak takbir, hal ini merupakan sebuah perintah yang Allāh Subhānahu wa Ta'āla perintahkan kepada kita dan Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam contohkan bagi kita.

Allāh Subhānahu wa Ta'āla berfirman: 

وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَىٰ مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

_"Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangan dan hendaklah kamu mengagungkan Allāh atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu dan agar kamu bersyukur."_

(QS. Al Baqarah: 185)

Dan Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam apabila Beliau keluar dari rumahnya menuju tempat shalat Iedul Fithri maupun Iedul Adha, maka Beliau bertakbir hingga sampai di tempat shalat. Dan apabila Beliau telah selesai shalat maka beliau berhenti bertakbir.

Beliau bertakbir dan mengangkat suara, agar terdengar oleh orang-orang sekitar (bertakbir di hari Ied). Maka bertakbir di hari Iedul Fithri merupakan sebuah amalan yang disunnahkan oleh Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam kepada kita.

Adapun waktu bertakbir tersebut maka pada hari Iedul Fithri, waktu disyari'atkannya bertakbir adalah sejak terbenamnya matahari di malam Iedul Fithri yaitu dengan berakhirnya bulan Ramadhān maka disunnahkan untuk mulai bertakbir 

Adapun akhir dari waktu bertakbir tersebut, telah disebutkan oleh para ulama yaitu waktunya hingga seorang atau kaum muslimin selesai dari mengerjakan shalat Iedul Fithri. 

Hal ini sebagaimana yang tadi kita sebutkan dari Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam bahwasanya Beliau selesai dari takbir tatkala sudah selesai dari melaksanakan shalat Iedul Fithri kemudian Beliau berkhutbah.

Kaum muslimin dan muslimat rahīmani wa rahīmakumullāh. 

Kemudian di dalam takbir pada hari Iedul Fithri maka para ulama menjelaskan bahwasanya tidak ada bentuk takbir muqayyad setelah shalat di dalam takbir pada hari Iedul Fithri. Berbeda halnya dengan takbir yang ada pada hari Iedul Adha, di mana para ulama menyebutkan adanya takbir muqayyad, yaitu takbir yang khusus dilakukan setelah selesai shalat wajib. 

Adapun pada hari Iedul Fithri maka waktu bertakbir sudah selesai dengan berakhirnya pelaksana shalat Iedul Fithri.  

Dan ini merupakan cara yang harus ketahui yaitu pada hari Iedul Fithri bertakbir di kapan waktu saja sejak terbenamnya matahari di malam Iedul Fithri hingga pelaksanaan shalat Iedul Fithri itu sendiri. 

Ini diistilahkan oleh para ulama sebagai takbir mutlak (takbir yang tidak terikat waktunya dengan waktu tersendiri dibeberapa waktu). Wallāhu Ta'āla A'lam. 

Demikian penjelasan yang bisa kita bahas pada kesempatan halaqah kali ini, terkait dengan sunnah bertakbir di hari Iedul Fithri.

وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه  وسلم
والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته 

____________________

Jumat, 11 Juni 2021

BEBERAPA ADAB SHALAT IED

🌍 BimbinganIslam.com
📆 Kamis, 24 Ramadhān 1442 H/ 06 Mei 2021 M
👤 Ustadz Riki Kaptamto, Lc 
📗 Kitāb Ahkāmul ‘Idaini Fis Sunnatil Muthahharah (Meneladani Rasūlullāh ﷺ Dalam Berpuasa dan Berhari Raya)
🔊 Halaqah 07 : Beberapa Adab Shalat Ied

〰〰〰〰〰〰〰

*BEBERAPA ADAB SHALAT IED*

بسم الله الرحمن الرحيم 
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته 
الحمد لله ربّ العالمين والصلاة والسلام على عبد الله و رسوله نبينا محمد وعلى آله وأصحابه أجمعين، اما بعد


Kaum muslimin dan muslimat rahīmani wa rahīmakumullāh. 

Hari Iedul Fithri merupakan hari yang mulia bagi kaum muslimin, dan hari kebahagiaan bagi seluruh kaum muslimin di manapun mereka berada. Di dalamnya Allāh Subhānahu wa Ta'āla mensyari'atkan ibadah-ibadah yang agung diantaranya adalah shalat Ied.

Maka diantara adab yang diajarkan oleh Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam kepada kita di dalam menyambut hari Iedul Fithri tersebut dan mempersiapkan diri untuk melaksanakan shalat Iedul Fithri. 

Diantaranya: 

⑴ Berhias di hari Iedul Fithri, yaitu menghiasi diri dengan pakaian yang terbaik yang dia miliki dan membersihkan dirinya di hari Iedul Fithri untuk menyambut kebahagiaan tersebut.

Hal ini merupakan hal yang masyhur di kalangan para sahabat Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam. Sebagaimana hal tersebut dijelaskan oleh para ulama rahimakumullāhu ta'āla.

Mereka menyebutkan bahwasanya dimasa Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam telah biasa para sahabat menyambut hari Ied dengan menghias diri mereka dengan pakaian yang terbaik, sebagaimana hal itu dilakukan oleh Ibnu Umar dan juga para sahabat yang lain.

Bahkan Umar bin Khaththāb radhiyallāhu ta'ala 'anhu pernah bermaksud untuk memberikan kepada Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam sebuah pakaian yang bagus yang beliau beli dari pasar dan beliau ingin berikan kepada Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam dengan tujuan agar beliau shallallāhu 'alayhi wa sallam memakainya di hari Ied dan juga dipakai untuk menyambut para utusan-utusan dari negara-negara lain.

Maka dari hal-hal itu, kita mengetahui bahwasanya menghias diri untuk menyambut hari Iedul Fithri merupakan suatu hal yang dianjurkan bagi kaum muslimin sebagai bentuk mereka menyambut kebahagiaan dan rahmat yang Allāh Subhānahu wa Ta'āla turunkan kepada mereka.

⑵ Kaum muslimin keluar menuju tempat shalat atau menuju mushala (tempat pelaksanaan shalat Ied dilakukan di mushala) tidak di dalam masjid. Sebagaimana Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam biasa melakukan  shalat Iedul Fithri dan Iedul Adha di mushala. 

Hal ini sebagaimana diriwayatkan dari Abū Said Al Khudri radhiyallāhu 'anhu.

Beliau mengatakan: 

كَانَ رَسُولُ اَللَّهِ ‏- صلى الله عليه وسلم ‏-يَخْرُجُ يَوْمَ اَلْفِطْرِ وَالْأَضْحَى إِلَى اَلْمُصَلَّى

_"Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam pada hari Iedul Fithri dan Iedul Adha keluar menuju mushala"_

وَأَوَّلُ شَيْءٍ يَبْدَأُ بِهِ اَلصَّلَاةُ

_"Maka yang pertama kali beliau mulai adalah mengerjakan shalat."_

Hal ini menunjukkan bahwasanya lebih utama shalat Iedul Fithri dilakukan di mushala yaitu di luar bukan di dalam masjid.

Adapun hikmahnya adalah karena di dalam shalat Iedul Fithri tersebut kita bisa menampakkan syiar kaum muslimin dan menjadikan seluruh kaum muslimin bersatu, mendengar khutbah dari khatib, dan shalat berjama'ah secara bersama-sama di hari yang mulia tersebut.

⑶ Menjadikan jalan yang dilewati menuju mushala untuk shalat Ied berbeda dengan jalan yang digunakan untuk pulang. Yaitu jika memungkinkan untuk melalui dua jalan yang berbeda, maka itu dianjurkan sebagaimana diriwayatkan dari Jabīr bin Abdillāh radhiyallāhu ta'ala 'anhu. 

Beliau mengatakan: 

كَانَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – إِذَا كَانَ يَوْمُ عِيدٍ خَالَفَ الطَّرِيقَ

_"Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam biasanya beliau akan memilih jalan yang berbeda ketika shalat Ied."_

(Hadīts shahīh riwayat Al Bukhāri nomor 986).

Maksudnya memilih jalan yang berbeda untuk pergi dan pulang dari mushala menuju rumahnya.

Para ulama rahimakumullāh menjelaskan hikmah dari hal tersebut, sebagian mengatakan agar beliau shallallāhu 'alayhi wa sallam  bisa memberikan salam kepada kaum muslimin di kedua jalan yang lain. 

Dan pendapat bahwasanya agar beliau bisa memberikan  kesempatan kepada orang-orang yang mempunyai hajat kepada beliau shallallāhu 'alayhi wa sallam yang mereka bertempat di dua jalan tersebut (jalan yang berbeda tersebut) kalau mereka mempunyai keperluan mereka bisa menjumpai Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam. 

Sebagian yang lain berpendapat tujuan atau hikmahnya adalah untuk menampakkan syiar Islām. Maka apapun hikmah dan tujuan dari hal tersebut maka tentunya apa yang dilakukan oleh Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam selayaknya kita contoh.

Yaitu menjadikan jalan yang kita lalui ketika datang shalat Ied berbeda dengan jalan yang kita lalui ketika kita pulang dari shalat Ied menuju rumah.

⑷ Keluar menuju mushala tersebut dengan berjalan kaki sebagaimana dikatakan oleh Ali bin Abi Thālib radhiyallāhu ta'ala 'anhu. 

Beliau mengatakan:

مِن السنة أن تخرج إلى العيد ماشيًا

_"Termasuk sebuah sunnah adalah engkau keluar menuju shalat Ied dengan berjalan kaki."_

⑸ Bertakbir di hari Iedul Fithri dan Iedul Adha. 

⑹ Pada hari Iedul Fithri dianjurkan untuk makan terlebih dahulu sebelum berangkat menuju tempat shalat Iedul Fithri sebagaimana diriwayatkan dari Anas bin Mālik radhiyallāhu ta'ala 'anhu. 

Beliau mengatakan:  

كَانَ رَسُول الله صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم َ لَا يَغْدُو يَوْم الْفطر حَتَّى يَأْكُل تمرات 

_"Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam tidaklah beliau berangkat menuju tempat shalat pada hari Iedul Fithri sampai beliau telah memakan beberapa kurma."_

(Hadīts shahīh riwayat Al Bukhāri nomor 953) 

Hikmah dari hal ini adalah agar seorang yang akan mengerjakan shalat Ied tidak dikira sedang berpuasa dan masih terus berpuasa di hari Iedul Fithri. Karena kita mengetahui bahwasanya hari Ied termasuk hari yang diharamkan bagi setiap orang berpuasa. 

Tidak boleh ada seorang pun berpuasa di hari Ied baik Iedul Fithri maupun Iedul Adha, sehingga untuk menampakkan bahwasanya kita tidak berpuasa di hari itu kita dianjurkan makan terlebih dahulu. Wallāhu ta'āla a'lam. 

⑺ Mandi sebelum berangkat menuju shalat Iedul Fithri. Karena shalat Iedul Fithri adalah shalat yang disunnahkan untuk dilakukan secara berjama'ah sebagaimana shalat Jum'at dilakukan secara berjama'ah. Ada kerumunan masyarakat yang banyak, maka sangat dianjurkan untuk mandi dan membersihkan diri terlebih dahulu sebelum dia berangkat menuju tempat shalat.

Ini merupakan suatu hal yang termasuk adab terkait dengan shalat Iedul Fithri, sebagaimana dijelaskan oleh para ulama.

Demikian beberapa hal yang merupakan perkara-perkara yang dianjurkan di hari Iedul Fithri terkait dengan persiapan seseorang untuk mendatangi atau melaksanakan shalat Iedul Fithri.

Semoga bermanfaat.

وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه  وسلم
والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته 

____________________

HUKUM IED DAN WAKTU PELAKSANAANNYA

🌍 BimbinganIslam.com
📆 Rabu, 23 Ramadhān 1442 H/ 05 Mei 2021 M
👤 Ustadz Riki Kaptamto, Lc 
📗 Kitāb Ahkāmul ‘Idaini Fis Sunnatil Muthahharah (Meneladani Rasūlullāh ﷺ Dalam Berpuasa dan Berhari Raya)
🔊 Halaqah 06 : Hukum Ied dan Waktu Pelaksanaannya
〰〰〰〰〰〰〰

*HUKUM IED DAN WAKTU PELAKSANAANNYA*


بسم الله الرحمن الرحيم 
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته 
الحمد لله ربّ العالمين والصلاة والسلام على عبد الله و رسوله نبينا محمد وعلى آله وأصحابه أجمعين، اما بعد

Kaum muslimin dan muslimat rahīmani wa rahīmakumullāh. 

▪ Hukum Shalat Ied.

Diantara ibadah yang Allāh Subhānahu wa Ta'āla syari'atkan setelah berakhirnya bulan Ramadhān adalah Shalat Iedul Fithri.

Terkait dengan shalat Iedul Fithri ini para ulama sepakat bahwasanya shalat Iedul Fithri ini merupakan suatu shalat yang disyari'atkan pada hari Ied.

Hanya saja para ulama berbeda pendapat tentang hukum pelaksanaan shalat Iedul Fithri tersebut. 

Sebagian berpendapat bahwasanya shalat Iedul Fithri tersebut hukumnya adalah wajib bagi setiap orang muslim. Ini pendapat yang pertama dan banyak dikuatkan oleh beberapa ulama di antaranya adalah Syaikhul Islām Ibnu Taimiyyah, Ibnul Qayyim, Asy Syaukani, Syaikh Bin Baz dan Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin rahimahullāhu jami'an. 

Hal ini berdasarkan beberapa dalīl diantaranya bahwasanya Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam senantiasa melakukan shalat Ied apabila datang hari Ied. 

Selain itu Beliau shallallāhu 'alayhi wa sallam juga memerintahkan kepada para perempuan untuk ikut keluar bersama kaum muslimin yang lain. Bahkan wanita haidh pun Beliau perintahkan untuk ikut menghadiri shalat Ied hanya saja mereka tidak shalat tatkala kaum muslimin mengerjakan shalat Ied tersebut.

Hal ini menunjukkan bahwasanya perintah untuk melakukan shalat Ied hukumnya adalah wajib bagi setiap orang. Ini adalah pendapat pertama yang dikemukakan oleh sebagian ulama.

Sebagian yang lain berpendapat bahwasanya shalat Ied tersebut hukumnya adalah fardhu kifayyah yaitu apabila sudah dikerjakan oleh sebagian kaum muslimin maka sebagian yang lain tidak wajib lagi.

Dan pendapat yang ketiga yang dikemukakan oleh para ulama yang lain adalah bahwasanya shalat Iedul Fithri dan Iedul Adha keduanya adalah sunnah mu'akadah (sangat dianjurkan) namun tidak sampai pada derajat hukum wajib.

Kaum muslimin dan muslimat rahīmani wa rahīmakumullāh. 

Sebaiknya kita bersemangat untuk mengerjakan shalat Iedul Fithri sebagai bentuk mengikuti sunnah Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam di hari Iedul Fithri, karena Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam tidak pernah meninggalkan shalat Iedul Fithri sebagaimana hal tersebut disebutkan oleh sebagian ulama.

Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam senantiasa mengerjakan shalat Iedul Fithri di hari Iedul Fithri begitu juga di hari Iedul Adha. Bahkan ada sebagian riwayat disebutkan tatkala itu baru ketahuan hari Iedul Fithri,  maka shalat Ied tersebut diqadha pada hari berikutnya. 

Ini terkait tentang hukum melaksanakan shalat Iedul Fithri tersebut.

▪ Waktu Pelaksanaan Shalat Iedul Fithri.

Adapun tentang waktu pelaksanaan shalat Iedul Fithri maka para ulama menyebutkan bahwasanya waktu pelaksanaan shalat Iedul Fithri ini berakhir saat sudah zawwal yaitu saat matahari sudah tergelincir dari tengah-tengah hari, maksud adalah tatkala masuk waktu shalat dhuhur. Maka itu adalah akhir dari waktu shalat Ied.

Sehingga apabila seseorang atau kaum muslimin, mereka tidak mengetahui bahwasanya hari itu adalah hari Ied kecuali setelah zawwal (masuknya waktu shalat dhuhur) maka mereka mengerjakan shalat Ied pada hari berikutnya. Yaitu hari berikutnya sebelum zawwal dan tidak mengerjakannya di sore hari.

Adapun tentang awal waktu shalat Ied, maka mayoritas ulama berpendapat bahwasanya waktu shalat Ied adalah waktu tatkala matahari sudah meninggi sekitar ukuran tombak yaitu waktu yang biasanya sudah boleh untuk melaksanakan shalat sunnah (sudah berakhir waktu larangan melakukan shalat sunnah) maka itu adalah waktu pertama bolehnya seseorang melakukan shalat Iedul Fithri, menurut pendapat jumhur ulama (mayoritas ulama).

Kurang lebih waktunya disebutkan oleh sebagian ulama adalah 15 menit sejak matahari terbit, karena ketika itu matahari sudah meninggi.  Wallāhu Ta'āla A'lam 

Maka selayaknya kaum muslimin memperhatikan waktu tersebut. Dan para ulama menyebutkan bahwasanya pada hari Iedul Fithri maka disukai untuk mengakhirkan sedikit dari awal waktunya sebagai bentuk kemudahan yang diberikan kepada kaum muslimin supaya waktu untuk membagi zakat fithri yang itu dilakukan sebelum pelaksanaan shalat Ied waktunya lebih longgar.

Adapun pada shalat Iedul Adha maka sebaliknya, dianjurkannya atau lebih baiknya disegerakan karena amalan yang dilakukan terkait dengan shalat Iedul Adha adalah penyembelihan kurban yaitu setelah pelaksanaan shalat. Maka shalatnya dilakukan di awal waktu (di segerakan di awal waktu).

Demikian permasalahan terkait dengan hukum shalat Ied dan waktu pelaksanaannya yang kita bahas pada halaqah kali ini.

Semoga bermanfaat.

وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه  وسلم
والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته 

____________________

HARI IED DAN KEUTAMAANNYA

🌍 BimbinganIslam.com
📆 Selasa, 22 Ramadhān 1442 H/ 04 Mei 2021 M
👤 Ustadz Riki Kaptamto, Lc 
📗 Kitāb Ahkāmul ‘Idaini Fis Sunnatil Muthahharah (Meneladani Rasūlullāh ﷺ Dalam Berpuasa dan Berhari Raya)
🔊 Halaqah 05 : Hari Ied dan Keutamaannya

〰〰〰〰〰〰〰

*HARI IED DAN KEUTAMAANNYA*


بسم الله الرحمن الرحيم 
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته 
الحمد لله والصلاة والسلام على  رسول الله وعلى آله وأصحابه و من ولاه، اما بعد


Kaum muslimin dan muslimat rahīmani wa rahīmakumullāh. 

Setelah berakhirnya bulan Ramadhān maka Allāh Subhānahu wa Ta'āla masih terus memberikan kepada kita rahmat-Nya, berupa disyari'atkannya hari Iedul Fithri sebagai sebuah hari raya bagi semua kaum muslimin yang di mana di dalamnya mereka berbahagia.

Di dalamnya mereka diberikan kelonggaran untuk bisa mengungkapkan rasa bahagia dan kesenangan mereka di dalamnya. Ini merupakan sebuah hari yang merupakan nikmat. Menjadi sebuah nikmat dan karunia dari Allāh Subhānahu wa Ta'āla kepada kaum muslimin yang wajib untuk mereka syukuri.

Adapun makna dari hari Ied itu sendiri, kata Iedul Fithri atau hari Ied, di sebutkan oleh ahli bahasa diambil dari kata 'āda – ya’udu (عَادَ – يَعُودُ) yaitu kembali. Karena di hari Ied tersebut merupakan hari yang akan terus kembali pada setiap tahunnya (terus berulang pada setiap tahunnya). Sehingga dinamakan dengan hari Iedul Fithri.

Hari yang pada setiap tahun sekali datang membawa kebahagiaan yang baru, membawa suasana yang baru, maka dikatakan hari Iedul Fithri.

Bahkan disebutkan oleh Ibnu Abidin rahimahullāh di dalam Hasyaikh-nya beliau mengatakan: 

_"Hari Ied dinamakan ied, dikarenakan Allāh Subhānahu wa Ta'āla telah memberikan kepada kita di dalam hari tersebut berbagai macam kebaikan yang ditujukan untuk para hamba-Nya."_

Diantara bentuk kebaikan tersebut yang Allāh kembali berikan kepada para hamba-Nya adalah yang tadinya selama sebulan mereka diharamkan untuk makan dan minum di siang hari, Allāh berikan kembali kemurahan Allāh Subhānahu wa Ta'āla kepada kita. Karunia Allāh Subhānahu wa Ta'āla kepada kita dengan dihalalkannya lagi makan dan minum. 

Oleh karena itu diharamkan bagi seorang berpuasa di hari Ied untuk membedakan antara dia berpuasa dengan hari yang bukan dia berpuasa. Harus dia ungkapkan kebahagiaan berupa datangnya nikmat Allāh Subhānahu wa Ta'āla dalam bentuk dibolehkannya kembali kita makan dan minum.

Di antara kebaikan Allāh Subhānahu wa Ta'āla yang lain kata beliau, adalah zakatul fithr (zakat fithri). Ini merupakan sebuah kebaikan, di mana zakat fithri tersebut disebutkan oleh Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bahwasanya itu sebagai bentuk: طُهْرَةً لِلصَّائِمِ , sebagai pembersih bagi orang-orang yang berpuasa dari perbuatan sia-sia dan perbuatan buruk yang dia lakukan di dalam puasanya. Serta sebagai: طُعْمَةً لِلْمَسَاكِينِ , sebagai bentuk pemberian makanan kepada orang miskin. Agar mereka semua ikut mendapatkan kebahagiaan di hari Ied dan tidak ada seorang pun yang meminta-minta di hari Ied karena tidak memiliki makanan untuk hari Iednya. 

Maka ini merupakan rahmat dari Allāh Subhānahu wa Ta'āla. 

Diantara bentuk ihsan yang lain yang Allāh berikan di hari Ied (yang berkait dengan hari Iedul Adha), contohnya adalah di hari Ied maka telah sempurna haji seseorang dengan dia menyelesaikan amalan-amalan thawaf ifadhah, melempar jumrah, maka rukun-rukun haji tersebut telah dia selesaikan. 

Rukun haji berupa thawaf ifadhah telah dia selesaikan setelah wuquf pada hari sebelumnya.

Juga diantara bentuk ihsan adalah di hari Iedul Adha bagi selain orang-orang yang berangkat haji mereka disyari'atkan untuk menyembelih hewan kurban, saling berbagi dan menikmati hari raya mereka dengan penuh kebahagiaan. 

Maka haiat (هيئات) ini merupakan sebuah rahmat yang Allāh Subhānahu wa Ta'āla berikan kepada kita dengan adanya kebahagiaan yang terus baru, yang terus berulang pada setiap tahunnya.
Yaitu dengan datangnya hari Ied. Baik itu Iedul Fithri maupun Iedul Adha.

Kaum muslimin dan muslimat rahīmani wa rahīmakumullāh. 

Dalam sebuah hadīts dari Anas radhiyallāhu 'anhu, beliau mengatakan :

قدِمَ النبي صلى الله عليه وسلم ولأهلِ المدينةِ يومانِ يلعبونَ فيهما في الجاهليةِ

_"Tatkala Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam datang ke kota Madīnah, ketika itu para penduduk Madīnah memiliki dua hari yang di dalamnya mereka bermain-main yaitu berbahagia di hari tersebut yaitu pada masa jahiliyyah yaitu menjadikan dua hari tersebut adalah hari raya mereka hari kebahagiaan mereka."_

فقال : قدمتُ عليكم ولكمْ يومانِ تلعبونَ فيهما في الجاهليةِ 

_Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda, "Saat aku datang kepada kalian, kalian memiliki dua hari yang dahulu semasa jahiliyyah kalian bermain-main di dalamnya, kalian berbahagia di dua hari tersebut."_

وقد أبدلكُم اللهُ بهما خيرا منهما : يومٌ النحرِ ، ويومُ الفطرِ

_"Dan saat ini Allāh Subhānahu wa Ta'āla telah menggantikan dua hari tersebut dengan dua hari yang lebih baik daripada keduanya yaitu Hari An Nahr (Iedul Adha) dan Hari Al Fithri."_

Maka dua hari Ied ini, merupakan dua hari yang memang Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam mensyari'atkan kepada kita atas perintah Allāh Subhānahu wa Ta'āla untuk menjadikannya sebagai sebuah hari raya pengganti dari dua hari raya yang dahulu biasa dirayakan oleh para penduduk Madīnah. 

Keberadaan dua hari Iedul Fithri dan Iedul Adha tersebut, dinyatakan sebagai hari yang lebih baik dari dua hari yang sebelumnya dilakukan, Dikarenakan dua hari itu merupakan dua hari yang ditetapkan berdasarkan syariat dari Allāh Subhānahu wa Ta'āla.  

Allāh lah yang memilihkan kepada para hamba-Nya dua hari yang mulia dan di dua hari tersebut kalau kita perhatikan ternyata dua hari itu adalah hari yang langsung mengiringi ibadah-ibadah yang mulia. 

Hari Iedul Fithri datangnya setelah ibadah puasa bulan Ramadhān yang merupakan salah satu dari rukun Islām dan Iedul Adha datangnya pun setelah orang-orang yang mereka berangkat untuk menunaikan ibadah haji menyelesaikan wuqufnya. Kemudian di hari Ied mereka menyempurnakan dengan thawaf ifadhah maka hari tersebut pun mengiringi ibadah yang mulia yaitu ibadah haji yang juga termasuk salah satu rukun Islām. 

Maka dua hari Ied yang kita miliki adalah dua hari yang lebih baik dibandingkan hari-hari yang lain karena termasuk ibadah yang memiliki keterkaitan dengan dua ibadah yang mulia diantara rukun-rukun Islām yaitu ibadah puasa dan ibadah haji.

Oleh karena itu kita dianjurkan untuk mengungkapkan kebahagiaan kita dan kita diberikan kebebasan untuk bersenang-senang di hari tersebut tentunya dengan tetap mengikuti syariat dari Allāh Subhānahu wa Ta'āla dan Rasul-Nya.

Demikian beberapa penjelasan tentang makna dan keutamaan dari hari Ied. 

Semoga bermanfaat.

وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه  وسلم
والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته 

____________________

ZAKAT FITRAH, BAGIAN KEDUA

🌍 BimbinganIslam.com
📆 Senin, 21 Ramadhān 1442 H/ 03 Mei 2021 M
👤 Ustadz Riki Kaptamto, Lc 
📗 Kitāb Ahkāmul ‘Idaini Fis Sunnatil Muthahharah (Meneladani Rasūlullāh ﷺ Dalam Berpuasa dan Berhari Raya)
🔊 Halaqah 04 : Zakat Fitrah Bagian Kedua
〰〰〰〰〰〰〰

*ZAKAT FITRAH, BAGIAN KEDUA*


بسم الله الرحمن الرحيم 
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته 
الحمد لله ربّ العالمين والصلاة والسلام على عبد الله و رسوله نبينا محمد وعلى آله وأصحابه أجمعين، اما بعد


Kaum muslimin dan muslimat rahīmani wa rahīmakumullāh. 

Pada halaqah kita kali ini kita masih melanjutkan pembahasan tentang hukum-hukum seputar zakat fithri.

Diantara permasalahan yang wajib kita ketahui di dalam menunaikan zakat fithri adalah kita harus mengetahui kepada siapa zakat fithri tersebut boleh diberikan atau istilahnya adalah mustahiq zakat fithri.

▪︎ Mustahiq Zakat Fithri. 

Mustahiq zakat fithri adalah orang-orang yang berhak menerima zakat fithri.

Dalam sebuah hadīts yang diriwayatkan dari Abdullāh bin Abbās radhiyallāhu 'anhumā, beliau mengatakan: 

فَرَضَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ زَكَاةَ الْفِطْرِ طُهْرَةً لِلصَّائِمِ مِنَ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ، وَطُعْمَةً لِلْمَسَاكِينِ

_"Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam mewajibkan zakat fithri sebagai pembersih bagi orang yang berpuasa dari perbuatan sia-sia dan dosa yang dia lakukan serta sebagai pemberian makanan kepada orang-orang miskin."_

(Hadīts riwayat Abū Dawud nomor 1609 dan Ibnu Mājah nomor 1827)

Di dalam hadīts tersebut Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam memberikan zakat fithri kepada para masākin ( المَسَاكِينِ) sebagaimana dikabarkan oleh Abdullāh bin Abbās radhiyallāhu 'anhu. 

Oleh karena itu sebagian ulama berpendapat dapat bahwasanya orang yang berhak untuk mendapatkan zakat fithri hanyalah para masākin (المَسَاكِينِ), para fuqara' dan masākin saja. Bukan kepada selain mereka dari kalangan para penerima zakat yang lain.

Karena kalau di dalam zakat maal, orang-orang yang berhak menerima zakat itu ada 8 (delapan) golongan yang Allāh sebutkan di dalam firman-Nya.

Allāh Subhānahu wa Ta'āla berfirman: 

إِنَّمَا ٱلصَّدَقَٰتُ لِلۡفُقَرَآءِ وَٱلۡمَسَٰكِينِ وَٱلۡعَٰمِلِينَ عَلَيۡهَا وَٱلۡمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمۡ وَفِي ٱلرِّقَابِ وَٱلۡغَٰرِمِينَ وَفِي سَبِيلِ ٱللَّهِ وَٱبۡنِ ٱلسَّبِيلِۖ فَرِيضَةٗ مِّنَ ٱللَّهِۗ وَٱللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيم

_"Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang miskin, amil zakat, yang dilunakkan hatinya (mualaf), untuk (memerdekakan) hamba sahaya, untuk (membebaskan) orang yang berhutang, untuk (yang berjihad) di jalan Allāh dan untuk orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai kewajiban dari Allāh. Allāh Maha Mengetahui, Maha Bijaksana."_

(QS. At Taubah : 60)

Dalam ayat tersebut Allāh Subhānahu wa Ta'āla menyebutkan 8 (delapan) golongan yang berhak menerima zakat. 

Hanya saja apakah zakat fithri tersebut juga diberikan kepada 8 (delapan) golongan tersebut? 

Di sini terjadi khilaf di antara para ulama. Sebagian ulama menyebutkan hanya diberikan kepada fuqara dan masākin berdasarkan hadīts di atas. 

Adapun sebagian yang lain dari kalangan mayoritas ulama berpendapat diberikan kepada 8 (delapan) orang yang Allāh sebutkan di dalam Al Qur'ān (At Taubah 60) yang tadi kita sebutkan.

Maka alangkah baiknya apabila dalam hal ini kita memberikan zakat fithr kepada para fuqara dan masākin saja, tidak kepada selain mereka. Karena secara dhahir hadītsnya adalah zakat fithri itu sebagai sebuah:

وَطُعْمَةً لِلْمَسَاكِينِ

_Makanan untuk orang miskin._

Wallāhu Ta'āla A'lam).

Kaum muslimin dan muslimat rahīmani wa rahīmakumullāh. 

▪︎ Waktu Pengeluaran Zakat Fithri.

Kemudian permasalahan lain yang perlu kita ketahui tentang zakat fithri ini adalah waktu menunaikan zakat fithri, sehingga zakat yang kita berikan kepada para mustahiq adalah zakat yang sah karena akan dikeluarkan pada waktunya.

Secara umum zakat fithri diberikan kepada para mustahiq sebelum pelaksanaan shalat Ied, inilah yang lebih utama. Bahkan sebagian ulama mengharamkan untuk membagi zakat fithri setelah selesai pelaksanaan shalat Ied meskipun di hari Ied.

Meskipun sebagian yang lain berpendapat bahwasanya sebelum shalat Ied itu hanya mustahab.

Namun yang ada mendasarkan hadīts Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam:

مَنْ أَدَّاهَا قَبْلَ الصَّلاَةِ فَهِىَ زَكَاةٌ مَقْبُولَةٌ وَمَنْ أَدَّاهَا بَعْدَ الصَّلاَةِ فَهِىَ صَدَقَةٌ مِنَ الصَّدَقَاتِ

_"Barangsiapa yang menunaikan zakat fithri sebelum shalat maka zakatnya diterima dan barangsiapa yang menunaikannya setelah shalat maka itu hanya dianggap sebagai sedekah di antara berbagai sedekah."_

(Hadīts riwayat Abū Daud nomor 1609 dan Ibnu Mājah nomor 1827. Syaikh Al Albanīy mengatakan bahwa hadīts ini hasan)

Maka berdasarkan hadīts ini, yang lebih baiknya seorang adalah menunaikan zakat fithri sebelum pelaksanaan shalat Ied dan tidak boleh dia tunda, hingga selesai shalat Iedul Fithri.

Adapun paling cepat seorang boleh untuk menunaikan zakat tersebut maka sebagian ulama menyebutkan bahwasanya tidak boleh lebih dari satu atau dua hari sebelum hari Ied. 

Yaitu hanya boleh paling cepat dua hari sebelum hari Ied sebagaimana datang dalīlnya dari perbuatan para shahabat radhiyallāhu 'anhum. Dan sebagian yang lain berpendapat boleh sejak datangnya bulan Ramadhān karena Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam mewajibkan: زكاة الفطر من رمضان , yaitu dikarenakan telah menyelesaikan bulan Ramadhān.  

Dalam artian adanya datang bulan Ramadhān termasuk bagian sebab zakatul fithr sehingga boleh dilakukan ketika sebabnya telah datang.

Namun tentu lebih baik jika seorang apabila tidak ada hal yang mengharuskan dia untuk memberikan zakat fithr lebih awal dari dua hari sebelum hari Ied, maka sebaiknya dia melakukannya paling cepat hanya dua hari sebelum hari Ied berdasarkan dhahir dalīl yang ada. 

Dan tidak boleh dia menunda pemberian atau pembagian zakat fithrah tersebut kepada para masākin (orang-orang miskin) hingga selesai dari pelaksanaan shalat Ied. _Wallāhu Ta'āla A'lam_. 

▪︎ Hikmah Pelaksanaan Zakat Fithr.

Adapun hikmah dari pelaksanaan zakat fithri tersebut maka kita mengetahuinya dari apa yang telah disebutkan oleh Abdullāh bin Abbās radhiyallāhu 'anhu (pada hadīts yang telah kita sebutkan di awal) yaitu bahwasanya kewajiban zakat fithri ini merupakan sebuah:

 طُهْرَةً لِلصَّائِمِ

_"Sebagai penyuci bagi orang-orang yang melaksanakan ibadah puasa di bulan Ramadhān."_

Menyucikan mereka dari perbuatan sia-sia yang selama ini mereka lakukan, dan dari perbuatan rafats (perbuatan buruk) yang selama bulan Ramadhān mereka lakukan. 

Selain dari itu zakat fithrah tersebut termasuk:

 وَطُعْمَةً لِلْمَسَاكِينِ

_Makanan untuk orang miskin._

Yang menjadikan mereka memiliki kecukupan untuk bisa melaksanakan atau bisa merayakan hari Iedul Fithri dengan berbahagia.

Demikian beberapa permasalahan yang bisa kita bahas pada halaqah kali ini, semoga bermanfaat.

وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه  وسلم
سبحانك اللهم وبحمدك أشهد إن لا إله إلا أنت استغفرك وأتوب إليك 
والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته 

____________________

ZAKAT FITRAH BAGIAN PERTAMA

🌍 BimbinganIslam.com
📆 Sabtu, 19 Ramadhān 1442 H/ 01 Mei 2021 M
👤 Ustadz Riki Kaptamto, Lc 
📗 Kitāb Ahkāmul ‘Idaini fis Sunnatil Muthahharah (Meneladani Rasūlullāh ﷺ Dalam Berpuasa dan Berhari Raya)
🔊 Halaqah 03 : Zakat Fitrah Bagian Pertama

〰〰〰〰〰〰〰

*ZAKAT FITRAH BAGIAN PERTAMA*

بسم الله الرحمن الرحيم 
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته 
الحمد لله ربّ العالمين والصلاة والسلام على عبد الله و رسوله نبينا محمد وعلى آله وأصحابه أجمعين، اما بعد

Kaum muslimin dan muslimat rahīmani wa rahīmakumullāh. 

Diantara ibadah yang Allāh Subhānahu wa Ta'āla syariatkan terkait dengan bulan Ramadhān adalah suatu ibadah yang kita diperintahkan untuk melakukannya setelah selesai dari bulan Ramadhān yaitu menunaikan  zakatul fithr.

▪︎ Hukum Zakat Fithr.

Zakatul fithr ini merupakan sebuah kewajiban yang telah diwajibkan oleh Allāh dan Rasul-Nya kepada seorang muslim yang dia telah menyelesaikan bulan Ramadhān. Setelah menjumpai bulan Ramadhān dan dia masih hidup setelah berakhirnya bulan Ramadhān.

Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam mewajibkan hal tersebut sebagaimana diriwayatkan dari beberapa sahabat diantaranya dari hadīts Ibnu Abbās dan juga Ibnu 'Umar radhiyallāhu 'anhum.

Mereka mengatakan: 

فَرَضَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – زَكَاةَ الْفِطْرِ 

Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam mewajibkan zakat fithr terhadap manusia setelah dari bulan Ramadhān.

من رمضان على الناس 

Disebutkan sebagian riwayat ada tambahan, zakat fithr terhadap manusia.

_"Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam mewajibkan zakat fithr terhadap manusia setelah dari bulan Ramadhān."_

Maka berdasarkan hadīts tersebut para ulama menyebutkan bahwasanya ada kewajiban menunaikan zakat fithr bagi seorang yang dia telah melewati bulan Ramadhān. 

Dan kewajiban ini merupakan sebuah kewajiban yang Allāh Subhānahu wa Ta'āla wajibkan kepada setiap laki-laki, perempuan, orang dewasa, anak kecil, seorang budak dan juga orang yang merdeka.

▪︎ Syarat Wajibnya Zakat Fithr.

Kaum muslimin dan muslimat rahīmani wa rahīmakumullāh. 

Apa yang menjadi syarat-syarat wajibnya zakat fithr tersebut? 

Tadi kita telah mengetahui bahwasanya kewajiban zakat fithr ini, wajib bagi setiap laki-laki, perempuan, dewasa, anak kecil, orang yang merdeka bahkan budak.

Apakah semuanya wajib membayar zakat fithr? 

Kita katakan bahwasanya para ulama telah menyebutkan syarat-syarat wajibnya zakat fithr,  yaitu sifat-sifat yang apabila ada pada seseorang maka dia dikenakan kewajiban zakat fithri.

⑴ Zakat fithr tersebut wajib bagi setiap orang yang dia masih hidup ketika terbenamnya matahari setelah bulan Ramadhān yaitu pada malam Lailatul Ied. Terbenamnya matahari pada awal bulan Syawal (malam hari Iedul Fitri).

Maka apabila dia telah hidup dan telah dilahirkan di malam tersebut, menjumpai terbenamnya matahari dari bulan Ramadhān maka dia wajib (diwajibkan) untuk membayar zakat fithri. Baik dia laki-laki, perempuan, orang dewasa, anak kecil, orang merdeka maupun budak.

Kalau anak kecil (misalkan) berarti yang membayarkan adalah orang tuanya, yaitu orang-orang yang wajib menafkahinya. Begitu juga seorang istri, maka yang wajib membayarkannya adalah orang yang wajib untuk menafkahinya. 

Ini syarat yang pertama yaitu orang yang dia telah hidup disaat terbenamnya matahari diakhir bulan Ramadhān. 

Adapun janin (misalkan) yang masih di dalam perut ibunya, tatkala di malam bulan Ramadhān maka para ulama menyebutkan tidak diwajibkan namun dianjurkan saja. Disukai baginya untuk menunaikan zakat fithr. Tentunya yang membayarkan adalah kedua orangtuanya.

⑵ Seorang yang dia memiliki kelebihan makanan untuk malam dan hari Ied (untuk sehari di hari Ied) maka seorang muslim yang di mana apabila di hari Ied dia sudah memiliki persiapan makanan untuk satu hari Ied, maka dia wajib untuk menunaikan zakat fithr. 

Makanan untuk dia dan makanan untuk orang-orang yang wajib untuk dia nafkahi sudah ada di hari Ied, maka dia masuk dalam kategori orang yang wajib untuk menunaikan zakat fithr.

▪︎ Jenis Barang Zakat Fithr.

Kaum muslimin dan muslimat rahīmani wa rahīmakumullāh. 

Adapun jenis barang yang wajib dikeluarkan atau diserahkan di dalam zakat fithr, maka telah dijelaskan oleh Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam.  

Sebagaimana disebutkan di dalam sebuah hadīts yang diriwayatkan oleh Abū Said Al Khudri radhiyallāhu 'anhu. 

Beliau mengatakan: 

كُنَّا نُخْرِجُ زَكَاةَ الْفِطْرِ صَاعًا مِنْ طَعَامٍ أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ أَوْ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ أَوْ صَاعًا مِنْ أَقِطٍ أَوْ صَاعًا مِنْ زَبِيبٍ ‏

_"Kami biasa mengeluarkan zakat fithr sebanyak satu shā dari jenis tha'ām/طَعَامٍ (ditafsirkan oleh sebagian ulama adalah gandum), atau satu shā  jenis sya'ir (شَعِيرٍ) jenis gandum yang lain, atau satu shā kurma, atau satu shā aqith (أَقِطٍ) yaitu susu yang sudah dikeringkan atau satu shā kismis."_

(Hadīts shahīh riwayat Muslim nomor 985) 

Maka dari hadīts ini dan juga beberapa hadīts yang lain yang membicarakan tentang barang-barang yang wajib dibayarkan atau diserahkan dalam zakat fithr maka para ulama menyimpulkan bahwasanya yang wajib kita serahkan di dalam zakat fithr kepada orang-orang yang berhak menerimanya adalah jenis makanan yang biasanya dijadikan sebagai makanan pokok.

Misalkan seseorang yang makanan pokoknya adalah beras, maka tidak mengapa dia membayarkan zakat fithr dengan beras, tidak harus dia mencari kurma atau gandum untuk membayar zakat fithr. 

Begitu juga misalkan ada orang yang dimana makanan pokoknya adalah jagung, maka cukup baginya untuk menunaikan zakat fithr berupa satu shā jagung.

▪︎ Ukuran Zakat Fithr.

Adapun takarannya, maka telah disebutkan oleh Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam di dalam hadīts tadi, yaitu sebanyak satu shā'.

Shā' adalah jenis takaran, melihat kepada banyaknya (volume) barang tersebut, takaran bukan timbangan berat.

Satu shā' adalah ketika orang mengambil sesuatu dengan kedua tangannya yang digabungkan. Itu adalah satu shā'nya yang berlaku di zaman Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam. 

Adapun dengan timbangan atau ukuran yang kita gunakan pada masa sekarang, para ulama menjelaskan bahwasanya satu shā' ini kalau ditimbang dengan kilo (beras), maka sebagian ulama menyebutkan sebanyak 3 (tiga) kilogram beras. Sebagian yang lain menyebutkan 2.1 Kg. Tentunya yang lebih kuat atau utama dia menunaikan 3 (tiga) Kg, apabila dalam timbangan berat. Wallāhu ta'āla a'lam. 

Ini adalah sebuah kewajiban yang wajib digunakan oleh seorang muslim. Dia tunaikan zakat fithr atas dirinya dan juga atas orang-orang yang wajib dia nafkahi.

Semoga Allāh Subhānahu wa Ta'āla memberikan kita taufik untuk bisa menjumpai dan menyelesaikan bulan Ramadhān pada tahun ini dan juga bisa menunaikan ibadah zakat fithr yang Allāh Subhānahu wa Ta'āla wajibkan.

Demikian semoga bermanfaat.

وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه  وسلم
وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين
والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته 

____________________

Kajian

IMAN TERHADAP WUJUD ALLĀH

🌍 BimbinganIslam.com 📆 Jum'at, 30 Syawwal 1442 H/11 Juni 2021 M 👤 Ustadz Afifi Abdul Wadud, BA 📗 Kitāb Syarhu Ushul Iman Nubdzah  Fī...

hits